PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var duchesne. Stroberi ini adalah hasil persilangan antara Frageria virginiana L. var duschene dari Amerika Utara dengan Frageria chiloensis L. var duschene dari Chili, Amerika Selatan. Persilangan kedua jenis stroberi tersebut dilakukan pada tahun 1750. Persilangan-persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis stroberi dengan buah berukuran besar, harum dan manis (Budiman dan Desi, 2010). Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa petani di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi telah melakukan budidaya tanaman stroberi secara komersial. Prospek usaha Stroberi sangat menjanjikan, produksi buah yang sampai sekarang belum dapat memenuhi permintaan pasar ini memiliki harga jual yang cukup tinggi. Produk olahan Stroberi juga banyak diminati di pasaran, Stroberi juga dapat diolah menjadi selai, manisan, sirup, dodol, yoghurt, maupun es krim (http//:budidaya Stroberi Lewat Tabung, 2009). Stroberi sangat kaya akan gizi (nutrisi). Pada setiap 100 g stroberi mengandung protein (0.8 g), lemak (0.5 g), karbohidrat (8.3 g), energi (37 kal), kalsium (28 mg), fosfor (27 mg), zat besi (0.8 mg), magnesium (10 mg), potassium (27 mg), selenium (0.7 mg), vitamin A (60 mg), vitamin B1 (0.03 mg),
vitamin B2 (0.07 mg), vitamin C (60 mg), air (89.9 g), dan asam folat (17.7 mg) (Wijoyo, 2008). Selain mengandung berbagai vitamin dan mineral, buah stroberi terutama biji dan daunya diketahui mengandung ellagic acid. Senyawa ini berperan sebagai anti karsinogen dan anti mutagen yang sangat penting untuk kesehatan manusia. Ellagic acid adalah suatu persenyawaan fenol yang berpotensi sebagai penghambat kanker akibat dari persenyawaan-persenyawaan kimia berbahaya (Budiman dan Saraswati, 2006). Perbanyakan tanaman stroberi bisa dilakukan melalui biji, stolon atau kultur jaringan (in vitro). Cara perbanyakan biji jarang di lakukan karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya perbanyakan dengan biji hanya dilakukan oleh breeder untuk menguji silangan-silangan yang diperoleh. Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produksi yang baik, umumnya petani mengimpor bibit stroberi dari California. Bibit yang di impor merupakan bibit hibrida sehingga bila diperbanyak, produksinya akan menurun dan tidak sebaik untuk tanaman induknya. Perbanyakan (multiplikasi) dengan anakan dari stolon harus ditumbuhkan beberapa waktu dahulu, baru akan membentuk generasi berikutnya. Namun dengan pucuk in vitro hal ini dapat dilakukan segera setelah pucuk tanaman terbentuk (Budiman dan Desi, 2010). Perbanyakan tanaman stroberi sekarang tidak hanya dapat dilakukan melalui biji saja namun dapat menggunakan cara secara in vitro (kultur jaringan). Perbanyakan secara in vitro merupakan perbanyakan dengan menggunakan bagian kecil tanaman, media tanam berupa media buatan aseptik yang diletakkan di dalam wadah kecil seperti tabung reaksi atau botol jam (selai). Investasi awal
untuk fasilitas ini cukup mahal namun secara potensial untuk perbanyakan secara massal. Keunggulan perbanyakan secara in vitro adalah mendapatkan bibit induk yang bebas virus, daerah meristem pucuk dengan beberapa primordia daun disterilkan dan diambil secara hati-hati dengan bantuan mikroskop binokuler. Pucuk yang berukuran 0,5-0,7 mm ini pada umumnya tidak mengandung virus, pucuk kemudian ditanam dalam media buatan yang mengandung unsur hara, gula, vitamin, asam amino dan hormon (http:// Punto Laksono Jati, 2009). Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik. Jaringan meristem yang digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan meristem tersebut dan dapat sekaligus diperbanyak. Kultur meristem, sudah secara luas diterapkan untuk tujuan perbanyakan tanaman, terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama mericloneengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya. Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpanan plasma nutfah yang bebas virus ini dengan teknik kripreservasi artinya penyimpanan dengan temperatur rendah (Kartha, 1981 dalam Gunawan 1988) (http//:kultur organ dan kultur meristem (mikropropagasi), 2009). Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaanya tinggi tetapi pasokanya
rendah, karena laju perbanyakanya secara konvensional dianggap lambat. Disamping itu perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas untuk patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003). Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mengemukakan bahwa regenerasi tunas dan akar in vitro melalui proses organogenesis atau morfogenesis dikontrol secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin. Organogenesis adalah proses terbentuknya organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung maupun melalui pembentukan kalus terlebih dahulu ( Yusnita, 2003). Keberhasilan penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem sangat tergantung pada kesetimbangan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, terutama kesetimbangan 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan asam Naftalen Asetat (NAA). BAP adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan antara lain dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedangkan NAA adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan dan pemanjangan sel (George dan Sherrington, 1984). Menurut Bhagyalakshmi dan Singh (1998) pemberian NAA pada konsentrasi 0.01-0.8 mg/l yang dikombinasikan dengan kinetin mampu memperbaiki penggandaan tunas jahe. Kombinasi konsentrasi 2 mg/l 2,4-D dengan 0,5 mg/l BAP pada medium dasar MS merupakan kombinasi terbaik untuk penggandaan tunas kacang tanah dan embryogenesis ubi jalar. Efektifitas BAP dan NAA pada penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem berpengaruh nyata terhadap variable jumlah tunas,
panjang tunas dan jumlah daun. Jumlah tunas dan jumlah daun dihasilkan pada kombinasi konsentrasi 10-5 M BAP dan 10-7 M NAA (http://bioscientiae, 2005). Berdasarkan uraian diatas, bahwa tanaman stroberi secara konvensional belum dapat menghasilkan bibit yang bebas virus dan seragam, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini guna mengetahui pengaruh pemberian beberapa zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi secara kultur jaringan Tujuan penelitian Untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi Hipotesis penelitian Ada pengaruh pemberian bebepara zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi, dan ada pengaruh pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi. Kegunaan penelitian 1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.