STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS KULIAH GEOLOGI BATUBARA

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

BAB V SEJARAH GEOLOGI

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

Bab II Geologi Regional

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB I. PENDAHULUAN...1

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

A. PROSES PEMBENTUKAN KEKAR, SESAR, DAN LIPATAN

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN LAPANGAN TANGO

Stev. Nalendra Jati Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta. Keywords: geology, distribution pattern, continuities, research location

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Tinjauan Umum II.1 Kerangka Tektonik Indonesia II.1.1 Paleosen Eosen ( juta tahun yang lalu )

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

KARAKTERISTIK BATUBARA PADA FORMASI LABANAN, SUB CEKUNGAN BERAU, DAERAH SAMBALIUNG, KABUPATEN BERAU, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

Transkripsi:

STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU Kerjasama PT. Berau dan Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Achmad Rodhi & Basuki Rahmad Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Perkembangan Sub-Cekungan Batubara Berau selama Tersier di Kalimantan Timur berada di continental plate margin dalam suatu sistem passive margin, berhubungan dengan regangan (rifting) Selat Makasar. Formasi Berau merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan Berau yang berumur Miosen Tengah. Proses pengendapan batubara Formasi Berau di lingkungan delta melalui sisi flexure bidang sesar normal halfgraben berupa sliding gravity. Pengaruh struktur geologi terhadap lapisan batubara baik vertikal maupun lateral secara langsung berpengaruh terhadap ketebalan lapisan batubara, kualitas dan kelayakan penambangannya. Baik dalam skala besar maupun kecil khususnya karakter internal dan eksternal susunan lapisan batubara atau sedimen pengapitnya. Karakter struktur endapan batubara dapat untuk memecahkan permasalahan korelasi stratigrafi, perhitungan cadangan / sumber daya batubara dan sebaran kualitas batubara sebelum dilakukan rancangan penambangan. Pertimbangan struktur geologi tersebut untuk mengetahui pola sebaran batubara dan sejauh mana pengaruh sebaran batubaranya. Tulisan ini disusun selama penulis mengikuti kegiatan eksplorasi di Binungan Blok 1 4, dan pengamatan singkapan di Binungan Blok 1-4 PIT K, dan Sambarata PIT Gaharu. KAJIAN TEORI STRUKTUR GEOLOGI LAPISAN BATUBARA 1. FAKTOR SYN-DEPOSITIONAL Secara umum sedimen pembawa batubara diendapkan mulai dari tepi hingga tengah cekungan, sedangkan struktur geologi sangat berpengaruh terhadap akumulasi sedimen dan jumlah suplai material rombakan yang diperlukan guna mengetahui runtunan lapisan batubara, sebaran dan ciri lingkungan pengendapanya. Efek diagenesa selama akumulasi sedimen berlangsung bisa menyebabkan deformasi struktur (pensesaran dan perlipatan), seperti gaya tekan ke arah bawah terhadap semua lapisan sedimen dan batubara. 2. FAKTOR MIKRO-STRUKTUR Gabungan akumulasi ketebalan sedimen dan kecepatan penurunan cekungan menyebabkan ketidak stabilan terutama di bagian tepi cekungan. Akibat adanya struktur pembebanan ketika sedimen masih dalam bentuk fluida, menyebabkan sedimen pembawa batubara terlihat berbentuk struktur slumping,

ciri lain seperti: injeksi sedimen ke dalam lapisan bagian atas dan bawah (klastik dike) Contoh injeksi lapisan batubara yang menerobos lapisan sedimen seperti di high wall Binungan Blok 7, PIT K seam O. Kehadiran perselingan mudstone, sandstone dan batubara dibawah kondisi struktur pembebanan, bisa menyebabkan perubahan variasi lapisan batubara seperti : erosi di bagian dasar lapisan batubara oleh channel sandstone, flame structure, distorted dan dislocated ripples, fold and contorted bedding (Gambar 1). Gangguan ketidakstabilan lingkungan pengendapan, merupakan salah satu petunjuk adanya reaktifasi kembali sesar-sesar normal akibat struktur pembebanan dari akumulasi sedimen di cekungan, umumnya menghasilkan sedimen sistem aliran gravitasi (gravity flow) (Gambar 2) 3. FAKTOR MAKRO-STRUKTUR Sesar dalam cekungan sedimen bisa menerus dan aktif kembali sehingga bisa mempengaruhi lapisan batubaranya, seperti : ketebalan serta karakter susunan lapisan sedimennya. Pengaruh sesar growth fault dalam cekungan tektonik bisa menyebabkan penebalan lapisan batubara secara setempat, hal ini disebabkan penurunan cekungan akibat pensesaran. Sedangkan di daerah paparan relatif stabil dan kecepatan penurunan relatif lebih lambat. Dengan demikian kecepatan progradasi pengendapan sedimen yang dikontrol oleh growth fault relatif lebih cepat dibandingkan pengendapan di daerah paparan. Sesar growth fault berpengaruh terhadap proses pengendapan sedimen, bidang sesar growth fault tersebut merupakan zona bidang gelincir (failure) menyebabkan gravity sliding berupa longsoran sedimentasi di cekungan tersebut. Tekanan yang sangat kuat terhadap batupasir lempungan yang belum kompak menyebabkan gradient patahannya besar. Bagian atasnya curam dan landai ke arah bidang lapisan patahan (flexure) di sepanjang roof lapisan batubara. Sesar-sesar tersebut akan mengerosi sebagian, sebelum sedimennya longsor ke bawah. Lapisan batubara yang mengalami splitting (bercabang) merupakan petunjuk adanya sesar growth fault. Reaktivasi kembali sesar-sesar tersebut dapat menghasilkan bentuk lapisan batubara yang melengkung ke bawah dan ke atas, dan selanjutnya diikuti lapisan sedimen non batubara yang bentuknya melengkung juga (Gambar 3). Perubahan secara periodik di level dasar lingkungan delta plain serta pengaruh pergerakan sesar, menyebabkan perubahan karakter perkembangan batubara, hal ini seiring dengan naiknya muka air rawa. Dengan demikian batubara akan berkembang lebih intensif, sedangkan pengaruh masuknya material rombakan non batubara sangat kecil, sehingga kandungan abu (ash) batubaranya rendah. Jika terjadi penurunan muka air, maka akumulasi batubara akan terhambat perkembangannya, sedang material rombakan sedimen semakin besar menyebabkan kandungan abu (ash) tinggi atau bahkan seluruh lapisan batubara ashnya bisa tinggi. Di sisi lain batubara yang terendam air (low moor) kemungkinan bisa terkontaminasi air laut, sehingga menghasilkan kandungan sulfur yang lebih tinggi terutama di bagian top lapisan batubara

Gambar 1. Struktur deformasi akibat pembebanan sedimen menghasilkan distorted dan dislocated bedding terhadap lapisan batubara. Gambar 2. Ketidakstabilan cekungan batubara di beberapa tempat, menyebabkan reaktifasi kembali sesar normal half graben, terjadi longsoran gravity sliding (slumping).

Gambar 3 Menjelaskankan kemungkinan terbentuknya splitting lapisan batubara yang disebabkan perubahan pergerakan sesar selama pengendapan gambut berlangsung. Keterangan gambar 3. Gambar 3(A), Pergerakan sesar mengakibatkan pelengkungan lapisan batubara. Gambar 3(B), Ketika lapisan gambut mengalami pelengkungan, di atasnya diendapkan sedimen mudstone, dan setelah aktifitas berhenti akumulasi gambut berkembang lagi menyesuaikan level semula dari bagian top lapisan gambut yang tidak mengalami splitting. Gambar 3(C), Pergerakan sesar terhadap lapisan batubara memberikan 2 pengertian, sebagian mengalami pengangkatan sebagai awal batubara tersebut akan splitting dan sebagian mengalami penurunan menghasilkan splitting batubara. Growth fold bisa mempengaruhi pola pengendapan cekungan batubara, adanya kecepatan erosi dan sedimentasi menyebabkan pengendapan batubara di beberapa tempat. Adanya pemotongan channel oleh suplai rombakan sedimen yang terus membumbung dapat membentuk sand bar. Akumulasi gambut yang terus berkembang dalam runtunan lapisan sedimen mudstone yang tebal, membentuk lipatan oversteeply, hal ini disebabkan mudstone tersebut terkompresi ke arah bawah di kedalaman tertentu, menyebabkan lapisan sedimen tertekan ke atas, akibatnya secara setempat di daerah tersebut membentuk antiklin- sinklin, selain itu terlihat intrusi sedimen klastik dari bawah menorobos lapisan sedimen di atasnya. Sub-Cekungan Batubara Berau, umumnya pola strukturnya tersusun stabil di batuan yang berumur Tersier. Bentuk antiklinnya mulai dari landai hingga curam atau bahkan menunjam dan merupakan satu kesatuan antara sesar normal dan steep reverse fault yang berada di sekitar sumbu lipatan. Sinklin yang terbentuk relatif luas dan lebar dengan kemiringan dip kecil, sedangkan transisi antara dua struktur tersebut merupakan dasar adanya representasi jenis sesar steep reverse fault. Pembentukan lipatan growth fold disebabkan oleh sliding gravity melalui bidang sesar steep reverse fault. Lipatan growth fold terbentuk karena gravity sliding yang telah lanjut dan berasosiasi dengan akumulasi sedimen yang sangat tebal seperti di Sub-Cekungan Batubara Berau serta pengaruh tegasan tension akibat rifting. Pola struktur tersebut dapat dilihat di Sub-Cekungan Berau yaitu berupa antiklin dan sinklin, contoh : Blok Sambarata PIT Gaharu, PIT Agatis merupakan sayap antiklin-sinklin, dip relatif ke arah ke barat, besar dip 50 55, diasumsikan bahwa dip besar di sayap antiklin-sinklin tersebut merupakan bagian kepala dari bentuk slumping, pergerakan bidang sesar thrust fault relatif searah bidang perlapisan batuan. Kedudukan dip yang besar di bagian kepala slumping menyebabkan penebalan lapisan batubara dan peningkatan nilai kalori. Sinklin Rantau Panjang merupakan sinklin simetri dengan dip relatif landai 10 15, tebal batubara hingga 3,5 meter, diasumsikan kedudukan dip landai merupakan manifestasi dari bentuk ekor dari slumping. Progradasi pengendapan sedimen di lingkungan delta berlangsung cepat sesuai dengan arah pengendapannya (resultant) hingga menuju lingkungan fluvial (fase regresi), menyebabkan jumlah lapisan batubara menjadi multiple seam.

4. POST - DEPOSITIONAL Struktur geologi yang dihasilkan dari post-depositional adalah : kekar, sesar, dan lipatan. Kehadiran mineral presipitasi seperti gypsum juga merupakan hasil post-depositional. a. SESAR Sesar normal sebagai produk tegasan utama vertikal hasil gaya gravitasi,sesar normal umum dijumpai di lapisan batubara yaitu di bagian sayapsayap lipatan,pergeserannya dapat mencapai beberapa meter, dip bidang sesar normal mulai 60 70 (Gambar 4). Sesar dapat menyebabkan seretan (drag) sepanjang bidang patahan, sehingga batuan sekelilingnya juga bergeser sepanjang arah pergeseran dari sesar tersebut. Apabila berupa sesar besar (major fault) maka sesar tersebut dapat menggeser seluruh lapisan batuan dan batubara hingga beberapa meter, dimana zona sesar tersebut berupa bidang hancuran dan bisa terlihat di high wall tambang batubara terbuka (gambar 5). Zona hancuran dari zona sesar tersebut dapat dilihat, salah satunya di Binungan Blok 7, PIT K. high wall. Pembentukan sesar normal dalam skala besar disebabkan oleh gaya tension yang tertarik karena regangan (rifting) di continental crust, searah dengan sesar-sesar normal yang terjadi secara di lokal area, sesar normal skala besar tersebut membentuk struktur geologi half grabben. Gambar 4. sesar normal di lapisan batubara dengan throw 2 meter.

Gambar 5. Zona sesar di high wall tambang terbuka. Bidang sesar sudut kecil menyebabkan pergerakannya relatif turun disebut sebagai sesar lag fault. Lag fault berasal dari retardation hanging wall selama pergerakan berlangsung. Sesar Lag Fault terletak di bagian atas dari thrust fault, sesar ini terbentuk karena retardation selama pergeseran berlangsung (gambar 6). Gambar 6. Sesar Lag Fault di atas Thrust Fault

Pembentukan sesar reverse fault disebabkan oleh system arah tegasan utamanya horizontal sedang tegasan terkecil adalah vertical. Reverse fault dengan bidang sesar sudut besar, merupakan zona struktur yang luas dan berasosiasi dengan pengangkatan regional Sub-Cekungan Batubara Berau (Neogen Syn-Orogenic Regression Phase), hal ini terbukti dengan adanya intrusi batuan beku andesit di Sub -Cekungan Berau. Sesar reverse fault dengan bidang sesar sudut kecil (< 45 ) lebih umum ditemukan (Gambar 7). Gambar 7. Pergeseran lapisan batubara akibat reverse fault, throw 1,5 meter Apabila bidang sesar sudutnya kecil, pergeseranya lateral, maka sesar tersebut bisa digolongkan sebagai thrust fault. Bentuk sudut kecil sesar reverse fault dikontrol oleh batuan-batuan yang tersesarkan, terutama sekali bahwa bidang sesar thrust fault pergerakannya relatif mengikuti bidang perlapisan batuan dan sebagian memotong perlapisan batuan. Susunan lapisan batubara, terdiri dari seat earth dan mudstone dengan sisipan batupasir, kadang-kadang bila bidang sesar sudut kecil pergerakannya sering mengikuti roof atau floor dari lapisan batubara. Dampak dari peristiwa tersebut adalah penurunan kualitas kualitas batubara, karena terkontaminasi oleh rombakan batuan sekelilingnya. Tegasan tektonik yang bekerja terhadap lapisan batubara menghasilkan shear-shear dan pensesaran lapisan batubara, shear tersebut membentuk pola shear arcuate. b. LIPATAN Batubara dalam susunan runtunan lapisan umumnya terlipat menjadi beberapa jenis lipatan. Kendala di lapangan adalah pembuktian bahwa dip tersebut adalah true dip atau apparent dip harus hati-hati, demikian juga adanya dissected terrain dip bisa nampak di sisi lembah. Hal ini kemungkinan bukan sebagai true dip perlapisan tetapi refleksi tinggian stuktural secara lokal, umumnya berupa tepi cekungan yang tidak stabil, menyebabkan terjadi pergerakan massa sedimen berbentuk slumping dan terlihat seperti perlapisan atau lipatan, dengan demikian kemiringan dip lapisan tampak sangat curam. Gaya kompresi terhadap lapisan batubara selama perlipatan menghasilkan lipatan antiklin landai disertai adanya thrust sepanjang tonjolan

(nose) dari lipatan tersebut, bentuk seperti ini adalah jenis antiklin queue. Lapisan bisa mengalami penipisan di bagian tengah (pinch out) sepanjang sayap lipatan fold limb dan terlihat seperti aliran sepanjang sumbu antiklin (Gambar 8). Peristiwa tersebut kira-kira berasal dari 2 arah normal antara satu dengan lainnya, batubara tersebut terkonsentrasi sehingga membentuk struktur pepper-pot, gambaran umum seperti ini hanya dijumpai di daerah tektonik kuat, sehingga mengalami deformasi yang intensif. Gambar 8. Pembentukan sesar naik melalui proses lipatan Barat Ekor Kepala Slumping Sand Bar Thrust Fault Reverse Fault Timur ( D ) Slumping ( B ) Reverse Fault Growth fault Half Graben (normal fault) Gambar 9. Model rekonstrusi pengendapan progradasi delta Formasi Berau di Sub-Cekungan Berau. Slumping Lipatan (Growth Fold) Growth Fault

5. RESUME 1. Formasi Berau merupakan formasi pembawa batubara di Sub-Cekungan Berau selama Miosen Tengah diendapkan melalui proses progradasi delta, berupa sliding gravity membentuk struktur slumping, perlipatan (growth fold) berupa antiklin-sinklin, dan growth fault (thrust fault, reverse fault). Rezim tegasan yang bekerja adalah ekstensional, produk rifting, membentuk halfgraben berupa sesar-sesar normal. Akibat sliding gravity menyebabkan penimbunan akumulasi sedimen yang tebal menghasilkan struktur pembebanan slumping berupa growth fold kemudian diikuti dengan pembentukan growth fault. Perkembangan growth fault dimulai dengan pembentukan thrust fault (sudut kecil), dimana sudut bidang sesar < 45 pergerakannya relatif mengikuti bidang lapisan, kemudian berkembang menjadi reverse fault (sudut besar) dimana sudut bidang sesarnya > 45 dan pergerakannya akan memotong bidang lapisan batuan. Dampak lain akibat struktur pembebanan saat diagenesa berlangsung adalah reaktivasi kembali sesar-sesar basement, menyebabkan splitting lapisan batubara dan injeksi fluida sedimen menerobos batuan sekitarnya dan pembentukan zona milonit di litologi shale. Struktur pembebanan sangat berperan penting menghasilkan tegasan gravitasi membentuk shear-shear fracture dan shear tersebut memotong bidang perlapisan batuan dan relatif searah dengan bidang bidang perlapisan batuan, dengan demikian shear tersebut merupakan bidang shear flexure dan sangat berpotensi terjadi longsoran. Perkembangan shear-shear tersebut akan membentuk sesar normal, secara umum throw pergeseran sesar normal hanya beberapa meter. kasus ini bisa dilihat di high wall Binungan 7 PIT K. Asumsi penulis, bentuk geometri slumping terdiri dari kepala dan ekor. Bagian kepala mempunyai kedudukan dip besar (> 45 ), Sambarata PIT Gaharu kemiringan dip lapisan antara 50 55, sedangkan bentuk ekor mempunyai dip rendah (landai), Sinklin Lati merupakan sinklin sudut kecil (landai), terbentuknya sinklin tersebut karena pengaruh tegasan deformasi hasil pergerakan sesar-sesar antara thrust fault dan reverse fault dengan dimensi relatif sempit, sedangkan pembentukan antiklin sinklin dimensi jarak antara thrust fault dan reverse fault adalah lebih lebar. Ketebalan batubara di bagian kepala dari struktur slump dengan dip curam lebih tebal dan rank batubaranya lebih tinggi dibanding lapisan batubara di bagian ekor slump dengan dip landai. Siklus perulangan sistem progradasi delta akan diikuti dengan siklus pembentukan rawa gambut sehingga jumlah lapisan batubara yang dihasilkan menjadi multiple seam, seperti yang ada di Sub-Cekungan Berau. Bentuk dan pola pengendapan delta memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola sesar-sesar yang ada di wilayah Sub-Cekungan Berau. 2. Faktor-faktor pembentukan struktur geologi di Sub-Cekungan Berau. a. Syn-depositional, bersamaan dengan proses diagenesa sedimen berlangsung. b. Mikro-Struktur Deformasi struktur akibat pembebanan seperti injeksi fluida sedimen menerobos batuan sekitarnya, pelengkungan sedimen (lipatan mikro),

zona milonite (shale) dan sesar-sesar minor di bagian bottom lapisan batubara. c. Makro-Struktur Pembentukan struktur slump lipatan growth fold sesar growth fault d. Post-depositional : kekar, sesar normal, lipatan. 3. Sedimen-Sedimen Pembawa Lapisan Batubara adalah : Endapan Overbank (coal swamp), Endapan Splay, Endapan Levee dan Endapan Channel diendapkan di lingkungan delta plain. Singkapan endapanendapan tersebut di lapangan tertutup oleh endapan batupasir Sand Bar. 4. Gangguan sedimentasi batubara terutama aktifitas pergerakan channel bisa menyebabkan terjadi washout, parting dan splitting batubara. 5. Variasi jenis tumbuhan pembentuk, bentuk morfologi dasar cekungan rawa dan perubahan muka air, sangat berpengaruh terhadap penebalan dan penipisan lapisan batubara. Adanya penebalan-penipisan dari setiap lapisan batubara, hal ini harus menjadi pertimbangan bagi evaluation geologist dalam menentukan interval seam ketika akan berpindah dari pilot hole ke target hole. REFERENSI Anonim, 1999, Geology Map PT. Berau, East Kalimantan, (unpublished). Anonim, Cropline Map, Binungan 1 2, PT. Berau, East Kalimantan (unpublished). Anonim, Geo. Operation Job Descriptions PT. Berau, East Kalimantan (unpublished). Koesoemadinata.R.P.2000,Outline of Tertiary Basin of Indonesia. Reading. G.H., 1982, Sedimentary Environments and Facies, Department of Geology and Mineralogy, University of Oxford, Balckwell Scientific Publications. 15 59p, 97 142p. Thomas. L., 1992, Practical Geology. John Wiley & Sons Ltd. 66 93p.