BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB.

ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Arie Purwanto

BAB I PENDAHULUAN + 2HCO 3. (1)

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

Citation: Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst Journal, Vol 1. No.1,April 2003 AGRESIVITAS AIRTANAH KARST SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN, GUNUNG SEWU

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

IDENTITAS MATA KULIAH. Status mata kuliah

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini

Materi kuliah dapat didownload di

Oleh: Tjahyo Nugroho Adji 2 (Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi UGM)

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

KONFLIK ANTARA PEMANFAATAN BATUGAMPING DAN KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DAS BRIBIN DI WILAYAH KARST GUNUNG SEWU

Karakteristik Sistem Hidrogeologi Karst Berdasarkan Analisis Hidrokimia Di Teluk Mayalibit, Raja Ampat

Metode Tracer Test untuk Mencari Hubungan Antar Sistem Sungai Bawah Tanah Di Akuifer Karst

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN

ANALISIS HIDROKIMIA UNTUK INTERPRETASI SISTEM HIDROGEOLOGI DAERAH KARS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

05/1729/PS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

bahwa jumlah air lebih penting dibandingkan dengan kualitas air dari sumber air yang ada. Bentuklahan asal proses solusional (karst) merupakan

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Konservasi Sumberdaya Air Kawasan Karst Gunungsewu dengan Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian.

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan makhluk hidup yang tinggal di permukaan bumi terutama bagi manusia. Dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju, air merupakan sumberdaya alam yang penting dalam bidang sosial ekonomi. Karena pentingnya masalah air ini, maka kelestarian sumberdaya air semakin sering dibicarakan. Untuk memenuhi kebutuhan akan air, manusia tidak saja memanfaatkan air hujan dan air permukaan, akan tetapi juga memanfaatkan airtanah. Airtanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada zone jenuh air, dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar daripada tekanan udara (Todd, 1980). Airtanah adalah air yang berada dan bergerak pada pori-pori batuan. Airtanah merupakan suatu simpanan, yang besarnya simpanan tersebut dapat berubah tergantung dari jumlah masukan (input) maupun jumlah keluaran (output). Sumber utama airtanah adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah dan mengikuti suatu proses yang disebut daur hidrologi (Sosrodarsono, 1977). Keberadaan airtanah sendiri mempunyai dua parameter agar bisa dipergunakan atau diberdayakan yakni kualitas dan kuantitas air. Kualitas air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu dari sumber-sumber air. Kualitas airtanah sendiri ditentukan oleh media penyimpannya yakni batuan yang ditempatinya. Pergerakan airtanah dalam akuifer dapat menyebabkan pelarutan mineral-mineral dari batuan sehingga akan terjadi perubahan kimia airtanah tersebut (Hem, 1971) Sedangkan kuantitas air sendiri merupakan ukuran banyaknya air yang tersedia. Salah satu media penyimpan airtanah yang potensial adalah kawasan karst. Karst berasal dari bahasa Jerman, yang mengambil kata carso dari bahasa Italia, atau kras dari bahasa Slovenia. Karst sendiri merupakan suatu kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya di dalam air yang lebih tinggi dibandingkan 1

tempat lainnya (Jenings,1971). Sedangkan menurut Ford dan Williams (1992) karst merupakan medan dengan karakteristik hidrologi dan bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang baik. Hal terpenting yang membedakan daerah karst dengan daerah lainnya adalah proses pelarutan pada batugamping. Proses pelarutan yang dominan pada daerah karst menjadikan minimnya aliran permukaan dan lebih berkembangnya sistem aliran bawah permukaan, membentuk lorong-lorong atau ruangan-ruangan dibawah tanah yang kemudian lebih disebut dengan sistem perguaan. Pelarutan batugamping akan berjalan lambat jika konsentrasi gas karbondioksida (CO 2 ) pada airtanah mempunyai skala yang kecil sedangkan untuk pelarutan kalsit akan meningkat apabila kandungan karbondioksida (CO 2 ) dalam air berjumlah besar. Jankowski (2001) berpendapat bahwa dua syarat utama karstifikasi melalui proses pelarutan adalah sifat air yang melalui batuan karbonat haruslah dalam keadaan tidak jenuh tehadap mineral karbonat dan sifat air harus mampu mentransport produk hasil pelarutan ke tempat lain. Air freatik dan air hujan yang kaya akan gas karbondioksida (CO 2 ) akan lebih mudah melarutkan batuan karbonat yang masuk ke dalam formasi batuan karbonat dengan perpindahan massa melalui interface udara-air-batuan yang selanjutnya dikenal sebagai sistem CO 2 H 2 O-CaCO 3. White (1988), secara prinsip membagi sifat aliran pada batuan karbonat menjadi sifat aliran saluran (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse). Proses hujan akan mengalami perlakuan yang berbeda pada ketiga sistem drainase di atas, sehingga proses pelarutan yang terjadi juga akan berbeda dan dimungkinkan akan ada perbedaan kualitas airtanah pada masing-masing sistem drainase. Karst Gunung Sewu dicirikan dengan berkembangnya kubah karst (Kegle Karst), yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal atau diistilahkan sebagai kubah sinusoidal (Lehman,1936). Ketinggian tempat berkisar antara 300-500 meter. Karst Gunung Sewu merupakan salah satu daerah karst tropik yang tertutup 2

oleh vegetasi. Batuan ini diendapakan pada masa Miosen dan mengalami karstifikasi mulai akhir Pliosen hingga sekarang. Daerah Gunung Kidul mempunyai tiga sistem sungai bawah tanah besar yakni sistem Bribin-Baron, sistem Sundak dan sistem Ngobaran. Ketiga sistem ini masih terbagi lagi menjadi subsistem-subsistem yang mempunyai potensi akan sumber air. Sir Mc Donald and Partners (1984) melakukan penelitian yang mendapatkan sebanyak 266 saluran bawah tanah yang sudah dipetakan dan 42 saluran yang berpotensi akan sumber air. Dari berbagai sumber air yang ada ini Gua Bribin dan Gua Seropan sudah dimanfaatkan dengan cara membuat bendungan dan dipompa yang didistribusikan ke sebagian daerah Gunung Kidul. Berdasarkan penelitian McDonald and Parnerts (1984) Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin merupakan sistem terbesar yang ada pada karst Gunung Sewu. Sistem ini berasal dari Sungai Pentung yang masuk ke ponor di daerah hulu Tambakromo, yang kemudian pemunculannya lagi dapat ditemui pada Goa Gilap, Goa Jomblangan, Goa Jurangjero kemudian berakhir pada Goa Bribin sebagai outlet. Dari hasil pengukuran debit pada Goa Bribin didapat besaran debit pada musim penghujan mencapai 1500 l/dt sedangkan pada musim kemarau mencapai 800 l/dt. Penelitian tentang hidrologi karst sering kali dilakukan hanya dalam satu waktu saja, sehingga kondisi hidrologi suatu kawasan karst tidak bisa didapatkan secara utuh. Untuk itu dilakukan pengkajian secara periodik dalam satu tahun yang mewakili pada saat musim penghujan dan musim kemarau. Analisa Hidrokemograf sendiri merupakan suatu model penyajian data yang dilakukan untuk kualitas kimia airtanah yang dilakukan dengan variasi temporal dari perolehan data tersebut. Dengan menggunakan analisis Hidrokemograf akan didapatkan kondisi hidrologis sistem bawah tanah Bribin secara utuh dalam satu tahun yang bisa mewakili musim penghujan dan musim kemarau. Variasi kimia airtanah yang didapatkan juga dapat menjadi salah satu penentuan karaketristik sistem drainase. 3

1.2. Perumusan Masalah Penelitian tentang hidrologi karst merupakan suatu hal yang sangat menarik dan menjadi penting. Permasalahan terbesar yang ada pada daerah kawasan karst adalah sulitnya masyarakat untuk mengakses sumberdaya air. Sumberdaya air terbesar pada kawasan karst terdapat pada bawah tanah yaitu pada gua-gua atau pada sungai bawah tanah yang tentunya tidak bisa diakses secara mudah oleh masyarakat. Adanya sumderdaya air pada gua-gua atau pada sungai bawah tanah tidak serta merta langsung bisa digunakan, perlu pengkajian kualitas air pada sumberdaya tersebut. Pemilihan Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin ini dikarenakan sistem ini sangat penting bagi daerah Kabupaten Gunung Kidul. Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin ini sebagai pemasok kebutuhan air masyarakat Gunung Kidul. Dari debit yang ada baru 120 l/dt yang baru bisa dipergunakan untuk kebutuhan domestik masyarakat Gunung Kidul. Sejak tahun 1999 Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin mendapatkan perhatian yang lebih dengan diadakannya kerjasama antara Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pihak Jerman tepatnya Universitas Kalsruhe. Proyek untuk pemanfaatan air ini dilakukan dengan pengeboran sedalam 104 m yang kemudian akan digunakan metode mikrohidro untuk mengangkat air dan mendistribusikannya, yang sampai saat ini belum terselesaikan. Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin mempunyai ketiga karakteristik akuifer karst yakni akuifer saluran (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse). Dari ketiga karakteristik itu akan memunculkan perbedaan kualitas airtanah terutama sifat kimia airtanah. Air hujan yang mempunyai peranan penting karena sebagai pensuplai air yang utama maka varaiasi temporal curah hujan akan memberikan efek juga pada pembentukan akuifer air pada sungai bawah tanah. Atas dasar pemikiran tersebut maka penulis berusaha meneliti dan menyajikannya dalam bentuk tulisan dengan judul Analisis Hidrokemograf Airtanah Karst Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin Kabupaten Gunung Kidul. 4

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis variasi unsur-unsur kimia air Sungai Bawah Tanah Bribin terhadap variasi musim dan besaran debit. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang Hidrologi Karst, terutama untuk memberikan gambaran kualitas air Sungai Bribin. Disamping itu bisa sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul untuk monitoring dan pengelolaanya. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Karst dan Proses Pelarutan Karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batuan-batuannya dalam air, yang lebih tinggi dari tempat lain (Jenings,1971). Ford dan Williams (1992) menjabarkan bahwa karst sebagai medan dengan karakterstik hidrologi dan bentuk lahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Gambar 1.1 Proses Pembentukan Karst (U.S. Geological Survey) 5

Syarat yang harus terpenuhi untuk pembentukan karst adalah terdiri dari batu gamping yang murni, masif, dan banyak rekahan serta tersekresi oleh relief diatas permukaan lereng yang tinggi sehingga dapat memudahkan sistem sirkulasi air. Karst sendiri tidak hanya terjadi pada batuan karbonat saja tetapi pada batu garam dan gypsum juga berkembang (Gambar 1.1) Proses utama yang terjadi pada daerah karst adalah pelarutan. Terdapat dua hal utama pada proses pelarutan, yaitu unsur pelarut dan batuan terlarut. Jankowski (2001) menerangkan bahwa ada dua syarat utama terjadinya formasi karst yaitu karena pelarutan oleh air dimana sifat air yang ada tidak jenuh (undersaturated) terhadap batuan karbonat dan air tersebut dapat mentransport hasil produk pelarutan ke tempat lain. Kondisi air yang cocok untuk pelarutan batuan karbonat ini adalah air freatik dan juga air hujan (meteoric water) yang kaya akan CO 2. Air ini biasa masuk ke formasi karbonat secara gravitasi dan kemudian mampu membentuk lorong-lorong solusional. Lebih jauh lagi Jankowski menjelaskan bahwa untuk memperoleh air yang bersifat tidak jenuh terhadap batuan karbonat ada beberapa mekanisme yang sering terjadi pada airtanah karst yaitu perubahan suhu, percampuran (mixing) dengan air yang mempunyai sifat lain, terjadinya banjir di permukaan yang menyebabkan imbuhan yang cepat dan bersifat tidak jenuh, dan meningkatnya kondisi keasaman air sepanjang aliran airtanah Bogli (1980) menerangkan proses pembentukan formasi karst berawal dari interaksi antar interface antara udara-air dan udara-batuan. Berawal dari air hujan (air meteoric) yang banyak mengandung gas CO 2 yang turun ke permukaan kemudian berinteraksi dengan batuan dan unsur yang lain dan mengalami proses fisik dan kimia sehingga pelarutan terjadi dan formasi karst mulai terbentuk Proses pelarutan yang terjadi diawali dengan kontaknya batuan dengan air hujan yang banyak mengandung karbondioksida (CO 2 ) secara difusi kemudian air yang mengandung CO 2 bersenyawa memebentuk asam karbonat.reaksi kimia proses pelarutan adalah : CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 (1) 6

Selanjutnya asam karbonat (H 2 CO 3 ) akan terurai atau mengalami disociation (perpecahan) dalam bentuk ion-ion pada reaksi (2) H 2 CO 3 H + - + HCO 3 (2) Berinteraksinya air dan batuan karbonat mengakibatkan pelarutan pada batu gamping CaCO 3 yang akan terdisosasi dalam bentuk ion-ion CaCO 3 Ca 2+ + CO 2-3 (3) CO 3 2- + H + - HCO 3 (4) Pada persamaan (4) reaksi ion-ion yang berasal dari disosiasi CaCO 3 dan H + yang berasal dari disosasi CO 2 akan menghasilkan ketidakseimbangan antara pco 2 dalam air. Hal ini akan menyebabkan lebih besar terdifusi dari udara ke dalam air dan selanjutnya terjadi reaksi sebagai berikut CaCO 3 + H 2 O + CO 2 Ca 2+ - + 2HCO 3 (5) Dari persamaan diatas terlihat bahwa semakin banyak karbondioksida yang terlarut dalam air, maka semakin mudah pula air itu untuk melarutkan batuan karbonat pada kondisi termodinamika (ph dan suhu) yang sama (Appelo, 1994 ) FA S E GA S CO 2 (g) FASE CAIR H 2 O CO 2 (ag) H 2 CO 3 H + HCO 3 2- HCO 3 - CO 3 2- Ca 2- FASE PADAT CaCO 3 Gambar 1.2 Proses pembentukan batuan karbonat (Trudgil,1985 ) 7

1.5.2. Hidrologi karst Hidrologi merupakan salah satu cabang dalam geografi yang mengkaji tentang air di permukaan bumi terjadinya, peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Seyhan, 1995). Sedangkan karst sendiri merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batuan-batuannya dalam air, yang lebih tinggi dari tempat lain. Kondisi hidrologis di daerah karst dicirikan dengan minimnya sungai permukaan dan berkembangnya sungai-sungai bawah tanah. Minimnya sungai permukaan ini dikarenakan batuan karbonat mempunyai percelahan yang cukup banyak dikarenakan porositas sekunder yang terjadi, sehingga air terus menuju kebawah permukaan dan menjadi sitem drainase bawah pemukaan. Air dipermukaan hanya bisa dijumpai pada pemunculan mata air atau pada genangan di doline-doline. Sedangkan air yang berkembang di bawah permukaan dapat dijumpai pada lorong-lorong bawah tanah atau yang sering disebut gua dalam bentuk sungai-sungai, genangan dan tetesan. Hujan merupakan salah satu proses dalam rangkaian siklus hidrologi, yang mempunyai intensitas yang bervariasi menurut ruang dan waktu. Kondisi iklim mencakup ketersediaan curah hujan yang sedang hingga tinggi, yang bersamaan dengan temperatur yang tinggi. Kondisi semacam ini menyebabkan proses pelarutan, akibat dari adanya variabilitas besaran curah hujan yang jatuh di kawasan karst menjadi berlangsung secara variatif. Selain proses pelarutan yang dominan di kawasan karst, yang mengalami intensitas yang bervariasi, kondisi hujan akan menyebakan kondisi kualitas airtanah yang berbeda pula. Sistem hidrologi daerah karst terbagi menjadi tiga komponen daerah tangkapan air yaitu: dari formasi karst itu sendiri, dari daerah lain non-karst dan masukan dari bagian atas formasi karst atau masukan langsung secara vertikal dari akuifer yang bertengger diatasnya. Hujan yang jatuh pada karst setelah mengalami evapotranspirasi sisanya akan masuk ke akuifer karst sebagai limpasan allogenic, limpasan internal dan infiltrasi rekahan-rekahan. Air yang masuk kedalam ponor 8

akan membentuk lorong conduit dan berkembang membentuk lorong-lorong atau saluran-saluran. Begitu juga dengan air yang bertengger diatas formasi karst akan langsung bergerak kelapisan bawahnya menuju lorong conduit membentuk sistem sungai bawah tanah. Sementara pergerakan air dengan sifat diffuse bergerak secara seragam melalui rekahan-rekahan yang tersedia. Sistem diffuse ini terjadi pada mintakat epikarst.yang kemudian akan bergabung dengan vadose menjadi conduit. Presipitasi Limpasan Permukaan (termasuk overland flow) Evapotranspirasi Intersepsi Infiltrasi Aliran lewat luweng dan Gua Infiltrasi (luweng tak terlihat) Limpasan subpermukaan (semua internal) Perkolasi Limpasan subpermukaan (cepat) Limpasan subpermukaan (lambat) Imbuhan Limpasan Airtanah Limpasan Langsung (direct underground runoff) Limpasan dasar internal (internal base runoff) Limpasan bawah tanah total (Total underground runoff) Gambar 1.3 Skema Proses Hidrologi Karst (Soenarto,2000) 9

Menurut White (1988) secara garis besar komponen airtanah karst dapat terbagi menjadi empat sumber utama yaitu (1) aliran permukaan berupa sungai yang masuk ke akuifer karst melalui ponor, dikenal sebagai imbuhan allogenic (2) aliran permukaan dan hujan yang jatuh ke suatu cekungan karst tertutup dan kemudian masuk ke akuifer karst melalui sinkhole atau ponor, dikenal sebagai internal runoff, (3) air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, dikenal sebagai diffuse infiltration, dan (4) imbuhan dari akuifer diatas batuan gamping, bila ada. Komponen-komponen tersebut mempunyai peranan tersendiri terhadap proses karstifikasi yang berlangsung karena sifat dan kedudukannya yang berbeda-beda termasuk kandungan gas karbondioksida. Ditegaskan lagi oleh White (1988) dengan membagi akuifer karst menjadi tiga model konseptual atas dasar sifat alirannya yaitu : a. Diffuse-flow karst aquifer atau akuifer dengan sistem aliran dominan difuse. Akuifer ini tidak memiliki aktivitas pelarutan yang baik, sehingga dapat dikategorikan sebagai akuifer homogen dan sistem alirannya mendekati hukum Darcy. Air bergerak sepanjang rekahan-rekahan kecil yang sedikit terpengaruh oleh aktivitas pelarutan. Output yag ada juga tidak memiliki debit dalam jumlah besar sebagai mataair atau rembesan. b. Free-flow karst aquifer. Akuifer ini juga memiliki aliran tipe diffuse, tetapi lorong-lorong solusional lebih dominan dimana sebagian besar aliran adalah melalui lorong-lorong conduit yang ada.airtanah karst pada akuifer ini sangat terkontrol oleh distribusi dan arah lorong-lorog tersebut. Sifat alirannya turbulen dan bukan laminer. Pada akuifer ini, mataair dapat mempunyai respon yang sangat cepat terhadap recharge/hujan. c. Confined-flow karst akuifer atau akuifer karst yang berada dibawah batuan yang mempunyai nilai permeabilitas yang sangat kecil. Sistem aliran akuifer ini sangat dikontrol oleh lapisan diatasnya. 10

Gambar 1.4 Sistem aliran airtanah pada akuifer karst. (White,1988) Akuifer karst mempunyai perbedaan dengan akuifer non-karst. Dimana akuifer karst berkembang oleh pengaruh dari porositas sekunder sedangkan nonkarst didominasi oleh porositas primer berupa rongga batuan antar butir batuan. Porositas di akuifer karst terbentuk oleh rekahan-rekahan batuan karena struktur geologi dan rongga antar butir penyusun batuan. Porositas batuan disebut juga porositas sekunder, sedangkan rongga antar butir disebut dengan porositas primer. Porositas primer, sekunder dan porositas saluran ini yang akan membentuk akuifer saluran (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse). Akuifer diffuse adalah dimana aliran bergerak secara perlahan secara seragam kebawah melalui rekahan-rekahan yang tersedia (fissure). Menurut White (1988) akuifer karst dipengaruhi dua sistem aliran utama yakni sistem aliran rembesan (diffuse) dan saluran (conduit). Sedangkan menurut Gillieson (1996), terdapat satu lagi sistem aliran di akuifer karst yang dikenal sebagai sistem celah (fissure). Ford dan Williams (1992) membagi akuifer karst menjadi tiga zone, yaitu zona kering (unsaturated vadose), zona peralihan (intermittenly saturated) dan zona jenuh (saturated). Pada zona kering tersusun berturut-turut dari atas ke bawah berupa tanah, subcutuneous (epikarstic) dan zona perkolasi bebas. Zona peralihan merupakan zona yang menghubungakan antara zona kering dan zona jenuh. Zona jenuh (phreatic) terdiri dari phreatic dangkal, phreatic dalam dan phreatic tetap. 11

Gambar 1.5 Tipe aliran akuifer karst (Ford,1992) Tabel 1.1 Tipe Porositas dan Karakteristik Akuifer Karst Porositas Primer Porositas Sekunder Porositas Saluran Komponen Rongga antar butir,celah mineral Kekar dan retakan batuan, bidang lapisan batuan, celah mineral yang saling berhubungan Saluran terbuka dan pipa dengan ukuran dan bentuk yang beragam Keseragaman Pada umumnya isotropik Pada umumnya anisotropik sebagai akibat dari retakan, sering berorientasi pada arah tertentu Anisotropik dan membentuk jaringan Regim Aliran Laminer Laminer-Turbulen Turbulen Hukum Hidraulika Darcy Hagen-Poseuille Darcy-Weisbach Muka Airtanah Mudah ditentukan Permukaan tidak merata Sering menggantung di beberapa ketinggian Respon terhadap imbuhan Lambat Sedang Cepat 12 Sumber : Gillieson (1996)

Perbedaan lain adalah adanya zonasi vertikal kawasan karst yang dapat dibedakan menjadi dua mintakat, yaitu mintakat epikarst dan endokarst. Mintakat epikarst adalah bagian atas perlapisan batuan yang mengalami pelarutan intensif (Ford and Williams.,1992) Sedangakan mintakat endokarst dapat dibedakan menjadi mintakat freatik dangkal, freatik dalam dan stagnan. 1.5.3. Hidrokimia Airtanah Agresivitas airtanah karst adalah kemampuan air untuk melarutkan batuan gamping pada akuifer karst. Pengaruh terhadap besar kecilnya agresivitas airtanah adalah kandungan gas karbondioksida dalam air, adanya proses percampuran air, kondisi komponen aliran karst, termodinamika air (suhu dan ph), pengaruh dari ion lain yang terlarut dalam air, serta perubahan musim. Kualitas kimia airtanah pada daerah karst akan dipengaruhi oleh interaksi antara airtanah dengan mineral penyusun batuan dengan proses utama berupa pelarutan.untuk daerah karst reaksi airtanah dengan batuan karbonat merupakan proses yang sangat penting terkait dengan komposisi kimia airtanah. Kandungan karbondioksida dalam airtanah sangat berpengaruh dengan agresivitas airtanah terhadap batuan karbonat secara umum reaksinya adalah sebagai berikut : CaCO 3 + CO 2 + H 2 O Ca + 2HCO 3 Kaitan antara variasi kualitas kimia airtanah dengan variabel-variabel yang menyebabkan perubaahan kualitas kimia tersebut yang menjadi fokus penelitian ini. Faktor fisik sungai bawah tanah Bribin dengan variasi tipe akuifer dengan sistem aliran yang bekerja,menjadi salah satu parameter untuk mencari korelasi yang ada. Disamping itu faktor debit dan musim atau lebih kususnya curah hujan apakah memberikan pengaruh pada kualitas kimia airtanah sungai bawah tanah Bribin. Hidrokemograf merupakan suatu grafik atau diagram yang berisi hubungan antara komposisi kimia airtanah karst dengan waktu dan bisa bersifat musiman, tahunan, ataupun per kejadian hujan (Haryono). Penyajian data dengan kemograf sedapat mungkin bisa untuk mewakili representasi hasil yang akan disampaikan dalam penelitian ini. 13

1.5.4. Penelitian Sebelumnya McDonald and Partners (1984), melakuan penelitian di daerah karst Gunung Kidul. Penelitian ini merupakan yang pertama untuk karst daerah Gunung Kidul dimana Mc Donald and Partners melakukan inventarisasi sumberdaya air, menganalisa kualitas air dan melacak sistem sungai bawah tanah.yang dilakukan adalah dengan memetakan gua-gua yang didapat kemudian mengambil air pada gua tersebut dan yang terakhir melakukan pelacakan air (water tracing) pada guagua tersebut. Hasil yang didapatkan yakni dengan adanya inventarisasi gua dan luweng sebanyak 266 buah dengan sejumlah 40 yang berpotensi dengan sumberdaya air. Hasil dari pengukuran kualitas air mengindikasikan bahwa kualitas air bawah tanah dalam kondisi baik bila dibandingkan dengan air permukaan. Widyastuti (1991), dalam penelitiannya ingin mengetahui hubungan antara arah umum kekar dengan karakteristik mataair di Cekungan Wonosari, Gunung Kidul. Data yang digunakan adalah debit air, kualitas fisik dan kimia air, kedudukan bidang kekar serta arah pengaliran air. Data yang diambil selama penelitian sebanyak satu kali pengambilan. Dari data tersebut didapatkan hasil bahwa matair di daerah penelitian mempunyai arah pengaliran yang sama dengan arah kekar, dan juga kualitas kimia mataair daerah penelitian mengandung kandungan kalsium (Ca) dan bikarbonat (HCO 3 ) tinggi, yang mengindikasikan pada Cekungan Wonosari berbatuan gamping. Adji (1997), melakukan penelitan di DAS Bawah Tanah Bribin. Objek dari penelitian tersebut adalah gua, dimana data yang digunakan adalah data kualitas air dari tetesan dan dari kualitas air aliran sungai bawah tanah gua, serta faktor yang mempegaruhi. Parameter yang digunaka salah satunya adalah kualitas air menurut baku mutu air, lebih kususnya untuk kebutuhan air minum.data yang digunakan untuk mencari kualitas air meliputi kualitas fisik air yakni, rasa, warna bau, daya hantar listrik, ph dan suhu. Selain data tersebut juga data analisis kimia kualitas air gua. Pada penelitian tersebut hanya dilakukan pengambilan sampel sebanyak satu kali saja. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kualitas 14

air sungai bawah tanah daerah penelitian lebih baik daripada kualitas air tetesan gua. Adji dan Nurjani (1999) melakukan penelitian di Gunung Kidul mengenai optimasi airtanah karst di daerah Gunung Kidul sebagai pemasok air domestik. Penelitian ini untuk mengatahui adanya potensi dan sebaran sumberdaya air goa dan sungai bawah tanah terkait akan pemenuhan kebutuhan air masyarakat. Data yang digunakan antara lain adalah kondisi fisik dari gua, data debit sungai bawah tanah beserta aliran bawah tanah tersebut dan data fisik kualitas air goa. Pada penelitian ini secara umum goa pada daerah penelitian dibagi menjadi tiga yakni, 1) Goa pada aliran primer yakni goa yang mempunyai hubungan langsung dengan aliran utama pada sungai bawah tanah yang menuju Goa Bribin, 2) Goa pada aliran sekunder yakni goa yang memeiliki sub aliran yang bergabung dengan aliran primer yang menuju Goa Bribin, 3) Goa yang tidak mempunyai sistem walaupun mempunyai keberadaan airtanah. Hasil yang didapatkan yakni adanya potensi sumberdaya air berupa sebaran goa dan sungai bawah tanah, dengan debit yang besar dan kualitas air yang layak untuk diminum dan potensi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pemasok zone-zone kritis aiar yang ada. Wijayanti (2001), melakukan penelitian tentang kualitas air di Kabupaten Gunung Kidul terutama pada Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Panggang. Fokus yang dilakukan pada peneltian ini yakni semua pemunculan air yang terdapat pada kawasan karst terutama pada mataair maupun sungai yang hilang karena blind valley yang kemudian muncul lagi sebagai sungai permukaan. Data yang diperlukan yakni fluktuasi debit pada pemunculan air, variasi zat terlarut dan tersuspensi, serta sistem drainase pada pemunculan air. Hasil yang didapat yakni ada hubungan antara variasi zat terlarut dan tersuspensi terhadap waktu dan adanya fluktuasi debit terhadap perubahan waktu Penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui variasi kualitas kimia air bawah tanah di daerah DAS Bribin secara spasial dan temporal. Selain itu juga dilakukan penelitian tentang variasi debit sungai bawah tanah terhadapa variasi waktu. Secara spasial akan dilakukan pembagian lokasi pengambilan sampel pada daerah hulu, tengah dan hilir dengan parameter Gua Bribin sebagai outlet. Data 15

yang dikumpulkan pada penelitian ini yakni debit air, kualitas kimia air dan data hujan sebagai pelengkap. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dimana sampel yang diambil disesuaikan dengan maksud penelitian 1.5.5. Kerangka Teori Karst adalah suatu bentuk bentangalam khas yang berkembang di suatu kawasan batuan karbonat atau batuan lain yang mudah larut, dan telah mengalami proses kartifikasi sampai pada kondisi tertentu. Ciri khas bentuklahan karst adalah terdapatnya bentuklahan dolin, bukit karst dan sistem sungai bawah tanah. Batuan karbonat sebagai penyusun bentukan karst mempunyai sifat dapat melarutkan air dengan mudah sehingga air yang jatuh pada kawasan karst akan diteruskan melalui celah-celah atau rekahan-rekahan yang akan langsung membentuk aliran bawah permukaan. Kondisi ini yang menyebabkan pada kawasan karst aliran permukaan jarang sekali ditemukan dan lebih didominasi oleh sungai-sungai bawah permukaan ataupun menjadi sistem drainase bawah permukaan. Sistem hidrologi daerah karst terbagi menjadi tiga komponen daerah tangkapan air yaitu: dari formasi karst itu sendiri, dari daerah lain non-karst dan masukan dari bagian atas formasi karst atau masukan langsung secara vertikal dari akuifer yang bertengger diatasnya. Komponen airtanah karst secara garis besar dapat dikelompokan menjadi empat sumber utama yaitu limpasan allogenic dimana sumber airtanah berasal dari sungai yang masuk ke dalam ponor, kondisi ini biasanya ditemukan di peralihan antara zona non-karst dan karst dan biasanya ini berada pada hulu suatu sistem sungai bawah tanah. Sumber yang kedua berasal dari aliran permukaan dan hujan yang masuk langsung pada zona karst itu sendiri, biasanya terjadi pada zona depresi pada daerah karst melalui sinkhole ataupun ponor dan biasanya disebut sebagai internal runoff. Sumber yang ketiga yakni dari air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mengalami inflitrasi melalui celah-celah maupun rekahan yang sering disebut sebagai diffuse infiltration. Dan yang terakhir berasal dari imbuhan akuifer diatas batuan gamping. Proses pelarutan menjadi sangat dominan pada proses karstifikasi, dimana ada dua syarat untuk terjadinya pelarutan unsur pelarut dan batuan pelarut. Unsur 16

terlarut disini adalah air hujan, yang merupakan pensuplai utama airtanah. Air hujan yang mengandung karbondioksida (CO 2 ) setelah mengalami evapotranspirasi sisanya akan masuk ke dalam akuifer karst sebagai limpasan allogenic, limpasan internal dan infiltrasi rekahan-rekahan. Masuknya air ke dalam akuifer karst akan mendapatkan perlakuan yang berbeda tergantung pada sistem drainase yang dilewati. Pada akuifer karst terdapat tiga sistem drainase sistem aliran rembesan (diffuse),sistem aliran saluran (conduit) dan sistem aliran celah (fissure). Ketiga sistem aliran yang ada pada akuifer karst ini dikarenakan oleh adanya porositas sekunder dari batuan, dimana dari masing-masing sistem drainase akan mengalami perlakuan yang berbeda ketika mengalami kontak dengan air. Input dari air hujan berfungsi sebagai sumber air yang melarutkan ion-ion pada batuan karbonat yang dilewati. Hidrokemograf merupakan suatu metode untuk mengetahui kondisi dari hidrologi dari suatu tempat baik dalam segi kualitas maupun kuantitas terhadap perubahan waktu. Metode ini digunakan untuk menyajikan kondisi air sungai bawah tanah Bribin baik data kuantitas maupun kualitas air sungai bawah tanah Bribin. Air hujan yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses karstifikasi mengalami perbedaan volume yang signifikan pada waktu tertentu, yaitu saat musim kemarau dan musim penghujan. Perbedaan volume air hujan pada dua musim tersebut merupakan variasi temporal yang mempengaruhi kualitas air tanah. Sehingga dibutuhkan pengambilan sampel pada dua musim yang berbeda untuk merepresentasikan kondisi sistem sungai bawah tanah Bribin dengan tepat dan menyeluruh. Sedangkan untuk lokasi pengambilan sampel dilakukan pada daerah hulu, tengah dan hilir yang sebisa mungkin bisa mewakili satu keutuhan dari karakteristik sistem tersebut. 17

Hujan Allogenic Internal Runoff Infiltration Imbuhan akuifer diatas batu gamping Akuifer karst Diffuse Fissure Conduit Sungai Bawah Tanah Gambar 1.6 Diagram alir pemikiran 18

1.6. Batasan Operasional Airtanah (groundwater) adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi, dimana ketersediaannya sangat tergantung dari ada tidaknya lapisan batuan yang dapat mengandung dan menyimpan air tersebut dalam jumlah yang cukup (Fetter, 1988). Akuifer (aquifer) adalah suatu formasi batuan yang dapat menyimpan dan melepaskan air dalam jumlah yang cukup (Sri Harto, 19). Allogenic adalah imbuhan yang berasal dari aliran permukaan berupa sungai dari luar daerah karst yang masuk ke akuifer karst melalui ponor (White 2004) Conduit flow adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran 10 2-10 4 mm atau lebih (Bonacci, 1990) Daya Hantar Listrik (DHL) adalah kemampuan air menghantarkan arus listrik ( Walton, 1980) Diffuse flow adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran 10-3 -10 mm (Bonacci, 1990) Doline adalah cekungan tertutup yang berukuran kecil atau sedang pada suatu kawasan karst yang berhubungan dengan sungai bawah tanah sebagai akibat proses pelarutan batuan gamping, runtuhan gua ataupun pengaruh iklim (Ford dan Williams, 1992 Fissure flow adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran 10-10 2 mm (Bonacci, 1990) Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan tinggi muka air, debit aliran, debit sedimen kaitannya dengan waktu (Suyono,2002) Hidrokemograf adalah grafik berskala yang berisi informasi variasi debit aliran dan variasi sifat kimia terhadap waktu (temporal) 19

Infiltrasi adalah gerakan air melalui permukaan tanah yang masuk ke dalam tanah (Subarkah, 1980). Karst adalah suatu medan dengan kondisi hidrologi dan bentuklahan yang khas yang berasal dari kombinasi batuan yang mudah larut dan posositas sekunder yang berkembang baik (Ford dan Williams, 1989) Ponor adalah lubang pada suatu cekungan karst yang merupakan penghubung antara aliran permukaan dan bawah permukaan (White, 1988) Porositas sekunder adalah tipe porositas yang bukan merupakan ciri asli dari matriks batuan itu sendiri, tetapi disebabkan oleh proses sekunder seperti pelarutan atau pelbaran celah (fracture). Sistem Drainase adalah akuifer yang berkembang di daerah karst (Gillieson, 1996) Sistem Sungai Bawah Tanah adalah gabungan dari jaringan lorong-lorong hasil proses pelarutan antar gua-gua yang terisi oleh aliran air secara permanen (Ford dan Cullingford, 1976) Zona aerasi atau zona tak jenuh (zones of aeration) adalah zone yang terdiri atas mintakat lengas tanah, mintakat air vadose, dan mintakat kapiler, dimana pada zone ini rongga-rongga tanah sebagian ditempati oleh air dan sebagian lainnya ditempati oleh udara (Todd, 1980). Zona jenuh (zones of saturation) adalah zone yang seluruh rongga-rongga tanahnya telah terisi oleh air (Todd, 1980). 20