BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -WC

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.3 Maret 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PEMANFAATAN TANAH DOMATO SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS-WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA AGREGAT HALUS DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS-WC SEMI SENJANG

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PENGARUH VISKOSITAS ASPAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

NASKAH SEMINAR INTISARI

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA. Departemen Pekerjaan Umum Spesifikasi Umum Divisi VI. Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB III METODE PENELITIAN

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENGARUH WAKTU CURING TERHADAP PARAMETER MARSHALL CAMPURAN AC - WC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

METODOLOGI PENELITIAN

Spesifikasi lapis fondasi agregat dan campuran beraspal panas menggunakan batukarang kristalin

KAJIAN EKSPERIMENTAL CAMPURAN HRS-WC DENGAN ASPAL MINYAK DAN PENAMBAHAN ADITIF LATEKS SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PENGGUNAAN ABU BATUBARA HASIL PEMBAKARAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Transkripsi:

BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS Lintong Elisabeth Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Oscar H. Kaseke Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Joice E. Waani Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Abstract Kelangkaan BBM untuk proses produksi campuran aspal panas membuat para produsen memakai material batu bara sebagai penggantinya. Studi ini meneliti tentang kinerja campuran aspal panas HRS-Base dengan agregat dari cold bin yang proses pengeringan menggunakan BBM dan campuran aspal panas HRS-Base dengan agregat dari hot bin yang proses pengeringan menggunakan batu bara serta meneliti tentang perbedaan biaya kedua campuran tersebut. Pengujian dilakukan di laboratorium transportasi dengan material agregat pecah, pasir alam ex Kinilow, batu bara serta aspal penetrasi 60/70. Spesifikasi yang digunakan sebagai acuan adalah Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Panas HRS-Base Dirjen Bina Marga tahun 2007, dan pengujian dilakukan dengan uji Marshall, untuk mendapatkan karakteristik campuran aspal panas yang proses pengeringannya menggunakan BBM dan menggunakan batu bara. Hasil pengujian menunjukkan bahwa HRS-Base proses pengeringan dengan BBM, memenuhi spesifikasi kriteria Marshall pada kadar aspal 5,15 % - 6,75 %, sedangkan HRS-Base proses pengeringan dengan batubara, mempunyai rentang kadar aspal yang lebih pendek yaitu memenuhi spesifikasi kriteria Marshall pada kadar aspal 5,85 % - 6,5 %. Untuk memproduksi 1 ton campuran aspal panas, memerlukan biaya BBM sebesar Rp. 50.292,- bahan bakar/ton, sedangkan jika menggunakan batu bara hanya memerlukan Rp. 45.000,-bahan bakar/ton. Kata kunci: Kriteria Marshall, BBM, Batu Bara. PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin langka dan meningkatnya harga bahan bakar minyak, maka batu bara sebagai sumber energi merupakan salah satu bahan alternatif pengganti BBM yang relatif lebih murah dan mudah didapat dan telah diupayakan untuk digunakan. Pada penggunaan bahan bakar batu bara ini, nyala api pembakaran berasal dari semburan abu batu bara yang sedemikian panas sehingga dapat mengeringkan agregat. Untuk penggunakan batu bara sebagai bahan pengganti BBM maka Asphalt Mixing Plant 108 (AMP) harus dimodifikasi sistem burnernya sedemikian rupa agar dapat dioperasikan untuk pengeringan agregat dengan batu bara. Secara umum ada 2 sistem burner untuk pengeringan dengan batu bara yaitu Sistem Gasification dan Direct burner. Umumnya Asphalt Mixing Plant (AMP) yang telah menggunakan bahan bakar batu bara di Sulawesi Utara menggunakan sistem pembakaran Direct Burner. Penelitian mengenai efek penggunaan batu bara sebagai bahan bakar untuk pengeringan agregat pada pencampuran aspal panas dirasakan masih kurang, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kinerja dari campuran

aspal panas menggunakan bahan bakar batu bara pada proses pengeringan agregat dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Penelitian ini sesuai dengan arah payung penelitian dibidang transportasi, yaitu secara umum untuk Transportasi Yang Berkelanjutan di Propinsi Sulawesi Utara, dan secara khusus untuk Pengembangan Material Perkerasan Jalan. Perumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan batu bara sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM) pada campuran aspal panas, dimana akan dilihat kinerja campuran aspal panas dengan menggunakan bahan batu bara pada proses pengeringan agregat dibandingkan dengan campuran aspal panas dengan menggunakan bahan bakar minyak pada proses pengeringan agregat, yang hasilnya dicerminkan oleh kriteria Marshall dari hasil uji Marshall. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan kinerja campuran aspal panas HRS-Base dimana proses pengeringan agregatnya menggunakan bahan batu bara sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak dilihat dari kriteria hasil uji Marshall. 2. Membandingkan biaya campuran aspal panas yang menggunakan pengering agregat dari bahan bakar minyak dan bahan bakar Batubara. Manfaat Penelitian Manfaat Umum Menambah wawasan pengetahuan mengenai material alternatif yang dapat dikembangkan untuk kebutuhan campuran aspal panas untuk lapis perkerasan jalan yang mudah didapat dan relatif lebih murah dan mudah dalam proses pengerjaan, serta dapat memberikan masukan kepada pemerintah serta pihak terkait sehubungan dengan keberlanjutan pengembangan transportasi di Sulawesi Utara Manfaat Khusus o Memperkaya pengetahuan tentang teori yang berhubungan dengan material 109 perkerasan jalan serta proses pengerjaannya. o Meningkatkan kemampuan meneliti dari staf pengajar yang terlibat dalam penelitian, khususnya staf pengajar pada mata kuliah bidang transportasi yang berhubungan dengan material perkerasan jalan. o Menjadi salah satu sumber peningkatan/ pengembangan bahan ajar dalam Proses Belajar Mengajar di bidang Transportasi serta memperkaya pengetahuan tentang material perkerasan jalan yang relatif murah dan lebih mudah didapat. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian menggunakan metode Laboratoris dengan memberi perlakuan terhadap material untuk pengeringan agregat yaitu menggunakan BBM dan menggunakan batu bara dalam proses produksi campuran aspal panas. Metode Penelitian mengacu pada Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Panas HRS-Base. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah kasar, sedang, halus, dan pasir alam dari cold bin dan hot bin dari AMP PT. Dinasty dan hotmix siap pakai dari AMP PT. Dinasty, serta Aspal Penetrasi 60/70, BBM dan batu bara yang ada di pasaran. Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah satu set peralatan Marshall Test. Penelitian dilakukan di Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsrat Manado. Perancangan gradasi dilakukan untuk mendapatkan gradasi agregat gabungan merupakan gradasi gabungan antara agregat kasar, agregat halus, dan filler. Gradasi Pertama dari cold bin AMP PT. Dinasty, yang nantinya akan dibuat campuran aspal panas dengan menggunakan BBM sebagai bahan untuk proses pengeringan agregat. Gradasi kedua agregatnya diambil dari hot bin AMP PT. Dinasty, serta hotmix yang proses pengeringannya dengan batu bara diambil dari AMP PT. Dinasty.

Kriteria pengujian Marshall adalah kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi sifat-sifat campuran. Konsep kriteria pengujian Marshall dirumuskan oleh Bruce Marshall yang kemudian dikembangkan oleh U.S Corps of Engineer dan prosedur pengujiannya mengikuti SNI 06-2489-1991. Kriteria pengujian Marshall terdiri dari pengujian stabilitas dan kelelehan (flow), Quotion Marshall, Voids in Mix/ VIM (Rongga udara dalam campuran), Voids Filled Bitumen/ VFB (Rongga terisi aspal) dan Voids in the mineral aggregate/ VMA (Rongga antar mineral agregat). Pemeriksaan awal dilakukan pada : Agregat Pecah, meliputi pemeriksaan: Abrasi/keausan dengan mesin Los Angeles, Pengujian ini mengikuti SNI 03-2417- 1991, Sand equivalent test dimana pengujian ini mengikuti SNI 03-4428- 1997dan Indeks kepipihan (flackiness index) dimana pengujiannya mengikuti RSNI T-01-2005. Agregat halus (pasir), meliputi pemeriksaan: Sand equivalent test (Pemeriksaan setara pasir), sesuai SNI 03-4428-1997. Aspal Pen 60/70, meliputi pemeriksaan : Penetrasi sesuai SNI 06-2456-1991, Titik lembek sesuai SNI 06-2434-1991, Titik nyala dan Titik bakar sesuai SNI 06-2433- 1991 dan Daktilitas aspal. Pemeriksaan Lanjutan dilakukan untuk : Agregat pecah dan Agregat alam (pasir), meliputi pemeriksaan : Analisa Saringan basah (Wet Sieve Analysis), Berat jenis dan penyerapan air. Aspal Pen 60/70, meliputi pemeriksaan: Berat jenis Perencanaan campuran beraspal panas dimana proses pengeringan menggunakan BBM serta proses pengeringan menggunakan batu bara dilakukan sebagai berikut: Penentuan gradasi gabungan untuk agregat dari cold bin serta agregat dari hot bin. Penentuan kadar aspal rencana dihitung menggunakan perhitungan kadar aspal perkiraan yang selanjutnya divariasikan keatas + 0,5% menjadi 5 variasi kadar aspal masing-masing 3 benda uji. Perancangan komposisi campuran untuk proses pengeringan dengan BBM dan proses pengeringan dengan batu bara. Pemeriksaan batubara terhadap nilai kalori, kadar air, kandungan abu, Sulphur total, Karbon dan indeks kekerasan. Pengujian benda uji menggunakan metode Marshall Test dengan pemadatan 2 x 75 tumbukan menurut SNI 03-2489-1991 untuk mendapatkan besaran kriteria Marshall dan evaluasi nilai volumetrik campuran beraspal panas HRS-Base. Membuat kesimpulan dan saran dari hasil yang diperoleh. Membuat Laporan Akhir HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan agregat yang mengacu pada SNI 03-1970-1990 atau AASHTO T 84-88 untuk agregat kasar dan SNI 03-1970-1990 atau AASHTO T 85-88 untuk agregat halus, didapat nilai berat jenis agregat kasar dan halus memenuhi syarat atau > 2,5 %, demikian juga penyerapan agregat kasar dan halus lebih kecil dari 3%. Pemeriksaan analisa saringan untuk melihat distribusi ukuran agregat yang digambarkan dalam bentuk grafik, menggunakan analisa saringan secara basah berdasarkan AASHTO T11-82 atau SNI03-1968-1990. Proporsi kombinasi/gabungan agregat (% terhadap berat total agregat kering) dari cold bin yang memenuhi resep campuran nominal dibutuhkan: Coarse agregat 45.47 %, Medium agregat 51.46 %, Fine agregat 3.07 %. Proporsi kombinasi/gabungan agregat (% terhadap berat total agregat kering) dari hot bin yang memenuhi resep campuran nominal dibutuhkan: Coarse agregat 58.08 %, Medium agregat 36.81 %, Fine agregat 5.11 %. Kadar aspal perkiraan pada agregat cold bin: Pb=0,035(45,47)+0,045(51,46)+0,18(3,07)+0,5=4,95 5% Kadar aspal perkiraan pada agregat hot bin: Pb=0,035(58,08)+0,045(36,81)+0,18(5,11)+0,5=5,10 5% 110

Grafik Hasil Pengujian Marshall dan Volumetrik Campuran Beraspal Panas HRS- Base untuk agregat berasal dari cold bin, proses pengeringan agregat menggunakan BBM, dapat dilihat pada grafik 2. 7. Grafik Hasil Pengujian Marshall dan Volumetrik Campuran Beraspal Panas HRS- Base untuk agregat berasal dari hot bin, proses pengeringan agregat menggunakan batu bara, dapat dilihat pada grafik 8. 13. Campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin dengan pengeringan menggunakan BBM memiliki stabilitas yang lebih tinggi yaitu 1616,71 kg dengan kadar aspal 6%. Sedangkan campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin dengan pengeringan menggunakan batu bara memiliki stabilitas yang lebih rendah yaitu 1424,97 kg pada kadar aspal 6%. Campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM memiliki flow lebih rendah dari campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara, dan flow keduanya memenuhi spesifikasi, yaitu diatas 3 %. Marshall Quotient (MQ) campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM lebih tinggi nilainya dari campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. Hal ini berarti campuran HRS-Base, proses pengeringan dengan batu bara lebih fleksibel dibandingkan pengeringan dengan BBM. Nilai VIM kedua campuran menunjukkan bahwa semakin besar kadar aspal semakin kecil nilai VIM, nilai VIM campuran HRS- Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa elastisitas perubahan kadar aspal terhadap VIM lebih tinggi dibandingkan perubahan kadar aspal pada campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. 111 Nilai VFB kedua campuran menunjukkan bahwa semakin besar kadar aspal semakin besar nilai VFB, nilai VFB campuran HRS- Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa elastisitas perubahan kadar aspal terhadap VFB lebih tinggi dibandingkan perubahan kadar aspal pada campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. Nilai VMA campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa lebih rendah pada kadar aspal optimum dibandingkan dengan VMA campuran HRS- Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara pada aspal optimumnya. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa baik campuran aspal panas HRS-Base proses peneringan dengan BBM maupun campuran aspal panas HRS-Base proses pengeringan dengan batu bara dapat digunakan dan memenuhi spesifikasi pada rentang kadar aspal tertentu. Untuk HRS-Base proses pengeringan dengan BBM, memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5,15 % - 6,75 %, sedangkan HRS- Base proses pengeringan dengan batubara, memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5,85 % - 6,5 %. Dari hasil perhitungan biaya antara penggunaan BBM dan batu bara pada proses pengeringan agregat didapat bahwa untuk memproduksi 1 ton campuran aspal panas memerlukan 9 liter BBM dengan harga 5.588,- /liter (BBM untuk industri), jadi total harga Rp. 50.292,-. Sedangkan batu bara yang diperlukan untuk memproduksi 1 ton campuran aspal panas adalah 30 kg, dengan harga Rp. 1.500,-/ kg, jadi total berjumlah Rp. 45.000,- Beberapa keuntungan lain dari penggunaan batu bara adalah: akses pembeliannya mudah, dapat dikirim langsung ke alamat pemesan, selalu tersedia dalam jumlah yang banyak dan harga tidak berfluktuasi dan untuk penyimpanan batu bara tidak mudah terbakar

PENUTUP Kesimpulan Ditinjau dari karakteristik Marshall, dapat dijelaskan bahwa : 1. Campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin dengan pengeringan menggunakan BBM memiliki stabilitas yang lebih tinggi yaitu 1616,71 kg dengan kadar aspal 6% dibanding dengan campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin dengan pengeringan menggunakan batu bara yaitu 1424,97 kg pada kadar aspal 6%. 2. Campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM memiliki flow lebih rendah dari campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. Dilihat dari flow keduanya memenuhi spesifikasi, yaitu diatas 3 %. 3. Campuran HRS-Base, proses pengeringan dengan batu bara lebih fleksibel dibandingkan pengeringan dengan BBM. 4. Nilai VIM campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa elastisitas perubahan kadar aspal terhadap VIM lebih tinggi dibandingkan perubahan kadar aspal pada campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. 5. Nilai VFB campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa elastisitas perubahan kadar aspal terhadap VFB lebih tinggi dibandingkan perubahan kadar aspal pada campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara. 6. Nilai VMA campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari cold bin, proses pengeringan dengan BBM menunjukkan bahwa lebih rendah pada kadar aspal optimum dibandingkan dengan VMA campuran HRS-Base yang agregatnya diambil dari hot bin, proses pengeringan dengan batu bara pada aspal optimumnya. 112 HRS-Base proses pengeringan dengan BBM, memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5,15 % - 6,75 %, sedangkan HRS- Base proses pengeringan dengan batubara, mempunyai rentang kadar aspal yang lebih pendek yaitu memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5,85 % - 6,5 %. Untuk memproduksi 1 ton campuran aspal panas, memerlukan biaya BBM sebesar Rp. 50.292,- bahan bakar/ton, sedangkan jika menggunakan batu bara hanya memerlukan Rp. 45.000,-bahan bakar/ton. Saran 1. Karena campuran aspal panas HRS-Base proses pengeringan dengan batu bara mempunyai rentang kadar aspal yang pendek untuk dapat memenuhi spesifikasi, maka saat pelaksanaan produksi harus selalu dimonitor penggunaan aspalnya. 2. Kenyataan penggunaan batu bara sebagai material menyebabkan adanya tambahan filler abu batu bara pada material agregat disarankan pada saat perancangan agar mengurangi material filler dengan memperhitungkan perkiraan penambahan filler batu bara pasca pengeringan. 3. Batu bara yang akan digunakan dalam proses pengeringan sebaiknya dipilih mutu yang baik dimana tingkat kelembaban rendah, memiliki kandungan karbon dan energy yang tinggi. 4. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih dalam kinerja campuran aspal panas dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk pengeringan agregat, disamping itu juga untuk mengetahui berapa besar sumbangan filler batu bara pasca pengeringan pada campuran aspal panas secara lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA American Association of State Highway dan Transportation Officials. 1990. Fifteenth edition. Standard Specifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing. America. Asphalt Institute Building. 1969. Construction Specifications For Asphalt Concrete, College Park.

Badan Standarisasi Nasional. 1991. Buku 1. Standar Nasional Indonesia Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas. Bandung Departemen Pekerjaan Umum PUSLITBANG Jalan dan Jembatan BALITBANG PU dengan Direktorat Jenderal Bina Marga. Februari, 2007. Trainning Of Trainner (TOT) Pendampingan Teknis Pemanfa-atan Asbuton untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan. Bandung. Direktorat Jenderal Bina Marga Badan Penelitian dan Pengembangan. Januari, 2007. Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton. Jakarta. Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Pelatihan Peningkatan Kompetitif di Bidang AMP. Makassar. Dirjen Prasarana Wilayah Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Campuran Aspal Panas. Jakarta Laboratorium Rekayasa Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. 2001. Buku Besar. Bandung. Lintong E. dan O.H. Kaseke. 2009. Variasi Ukuran Butir Maksimum Pada Asbuton Campuran Panas Bergradasi Menerus. Penelitian Fakultas Teknik Unsrat. Soedarsono Untung Djoko. 1979. Konstruksi Jalan Raya. Badan penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan. Sukirman Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Jakarta. Supit, Cindy. 1999. Menginterpretasikan Resep Campuran Aspal Laboratorium Kedalam Pelaksanaan Dilapangan Dengan Amp. Skripsi Program S1 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi. Manado. www.grahamandiriburner.com diakses 2010. LAMPIRAN Grafik 1. Lengkung Gradasi Gabungan 113

Tabel 3. Perhitungan Komposisi Agregat Gabungan Jenis Campuran HRS-Base. Spesifikasi No Saringan A b C d I e f G H II B.A B.B 3/4" 97.99 99.07 100 100 99.99 97.97 100 100 100 99.53 100 100 1/2" 22.04 86.24 100 100 90.88 16.76 87.60 100 100 90.60 90 100 3/8" 6.17 64.45 100 100 63.33 4.27 20.29 100 100 81.09 65 85 #4 3.48 28.80 100 100 55.50 2.02 1.00 100 100 66.69 #8 3.40 17.51 83.25 98.92 41.92 1.85 0.44 90.82 7.80 54.53 35 55 #16 3.35 11.17 57.92 91.25 36.04 1.84 0.37 78.46 4.94 39.82 #30 3.28 7.49 37.48 68.67 30.73 1.82 0.34 66.87 4.15 26.89 15 35 #50 3.20 4.57 20.92 21.47 21.95 1.80 0.30 47.48 3.77 13.55 #100 3.06 2.36 11.68 4.73 12.25 1.78 0.26 26.00 3.54 6.83 #200 2.88 1.55 4.48 2.89 5.11 1.75 0.20 10.24 3.36 3.07 2 9 A Agregat Kasar (hot bin) e Agregat Kasar (cold.b) B Agregat Medium (hot bin) f Agregat Medium(c.b) C Abu Batu (hot bin) g Abu Batu (cold bin) D Pasir (hot bin) h Pasir (cold bin) Ket : I = gradasi Hot bin, II = gradasi Cold bin Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Pengujian Marshall dan Volumetrik Campuran HRS Base, proses pengeringan dengan BBM No. Benda Uji Kadar Aspal Stabilitas (Kg) Flow (mm) Marshall Quotient (Kg/mm) VMA VIM VFA Spesifikasi Min 800 Min 3,0 Min 250 Min 17 3,0 6,0 Min 68 I II III IV V 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 1562,56 1551,10 1616,71 1597,60 1586,77 3,28 3,20 3,21 3,28 3,33 475,70 485,50 504,23 487,61 479,20 19,81 18,27 16,46 16,01 15,64 11,50 8,73 5,62 3,95 2,44 41,97 52,38 65,89 75,27 84,44 Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Pengujian Marshall dan Volumetrik Campuran HRS Base, proses pengeringan dengan batu bara No. Benda Uji Kadar Aspal Stabilitas (Kg) Flow (mm) Marshall Quotient (Kg/mm) VMA VIM VFA Spesifikasi Min 800 Min 3,0 Min 250 Min 17 3,0 6,0 Min 68 I II III IV V 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 1572,12 1455,55 1424,97 1434,52 1535,81 4,27 4,26 4,22 4,21 4,34 368,21 342,31 337,49 340,99 354,53 17,08 16,91 16,55 16,79 17,67 7,70 6,44 4,95 4,12 4,04 55,06 62,05 70,12 75,57 77,29 114

Grafik 2. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas (material cold bin) Grafik 3. Hubungan Kadar Aspal dengan Flow (material cold bin) Grafik 4. Hubungan Kadar Aspal dengan Quotient Marshall (material cold bin) 115

Grafik 5. Hubungan Kadar Aspal dengan VIM (material cold bin) Grafik 6. Hubungan Kadar Aspal dengan VFB (material cold bin) Grafik 7. Hubungan Kadar Aspal dengan VMA (material cold bin) 116

Grafik 8. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas (material hot bin) Grafik 9. Hubungan Kadar Aspal dengan Flow (material hot bin) Grafik 10. Hubungan Kadar Aspal dengan Quotient Marshall (material hot bin) 117

Grafik 11. Hubungan Kadar Aspal dengan VIM (material hot bin) Grafik 12. Hubungan Kadar Aspal dengan VFB (material hot bin) Grafik 13. Hubungan Kadar Aspal dengan VMA (material hot bin) 118