BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN ) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui, masalah penyimpangan sosial sedang marak terjadi di

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB III PENUTUP. 1. Secara umum hukum pidana telah memberikan perlindungan dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penahanan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan, serta pelaksanaan putusan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

I. PENDAHULUAN. Korban dalam suatu tindak pidana, dalam Sistim Hukum Nasional, posisinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. di gunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata dasar sidik yang artinya memeriksa dan meneliti. Kata sidik diberi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari ruang lingkup kekerasan seksual, mengenal adanya pencabulan, yaitu segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi, misalnya: ciuman, meraba-raba bagian kemaluan, meraba-raba buah dada, dan termasuk pula bersetubuh. 1 Dalam masyarakat, khususnya orangtua terhadap anaknya seringkali mengidentikkan pelaku pencabulan dengan sosok orang tak dikenal yang mengintai dari balik tembok sekolah, memakai jubah hitam dengan wajah misterius atau tidak jarang pelaku tersebut identik dengan seseorang yang berwajah buruk dan misterius. Hal ini menyebabkan para orang tua selalu mengingatkan anaknya agar selalu berhati-hati terhadap orang yang tidak dikenal dan yang mempunyai wajah seperti penjahat. Para orang tua juga mengingatkan anak-anaknya agar tidak menerima pemberian apapun dari orang yang tidak dikenal. Ironisnya, saat ini di Indonesia sangat marak akan kasus pencabulan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat. Akhirnya mitos-mitos pencabulan di Indonesia, seperti pelakunya adalah orang-orang tak dikenal, korban selalu berpakaian seksi, dan dilakukan pada malam hari ternyata harus dipatahkan oleh kenyataan bahwa pencabulan di Indonesia saat ini justru lebih 1 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1995), hlm. 29. 1

banyak dilakukan oleh orang-orang yang justru dihormati oleh anak-anak yang jadi korbannya, seperti kakek, ayah kandung, kakak kandung, ayah tiri, guru sekolah, guru agama, pengelola asrama, pendamping kegiatan, atau orang-orang dewasa lain di sekitar korban yang seharusnya justru dapat menjadi contoh dan pelindung anakanak itu. Tidak jarang tindak pencabulan ini dilakukan justru pada siang hari ketika ibu si korban tidak ada di rumah. Pencabulan merupakan suatu perwujudan tidak sempurnanya rasa tanggung jawab dari seseorang terhadap sesama manusia. Pencabulan adalah suatu hasil interaksi akibat adanya suatu interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Sekarang yang penting adalah memahami fenomena mana saja yang mempengaruhi eksistensi pencabulan tersebut. Hal ini adalah penting berhubung dengan penentuan siapa atau apa saja yang harus ditangani dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan pencabulan ini. 2 Selain itu pencabulan pada umumnya dilandasi oleh rasa tertekan dalam mewujudkan ekspresi seksual, disamping terdapat unsur-unsur tertentu lainnya seperti balas dendam atau sakit jiwa, penyebab lain terjadinya pencabulan oleh seorang ayah terhadap anaknya adalah karena pengaruh aspek struktural yaitu situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah pencabulan dalam lingkungan keluarga ini bukan menjadi rahasia lagi, hal ini terbukti dengan adanya pemberitaan di media massa yang memuat kasus- 2 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan karangan), Edisi Kedua, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993), hlm. 47. 2

kasus pencabulan seperti ini sulit untuk diungkap karena masih dianggap tabu untuk disebarluaskan, dan jika sampai diceritakan pada orang lain berarti akan membawa aib bagi keluarga. Pencabulan merupakan kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat dan mempunyai tingkat keseriusan yang tinggi dan mengundang fear of crime (ketakutan pada kejahatan) dalam masyarakat, yang menyebabkan masyarakat merasa tidak aman. Pencabulan merupakan kejahatan seks atau perzinahan, yang dinyatakan oleh Syariat Islam sebagai perbuatan melanggar hukum, yang layak dijatuhi hukuman maksimal, karena membawa akibat yang buruk, mengundang kejahatan dan dosa 3. Pencabulan termasuk juga bersetubuh telah tercakup di dalamnya. Menurut Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, terdapat hubungan antara si pembuat cabul dengan orang yang dicabuli. Hubungan yang terdapat pada kasus tindak pidana pencabulan ini adalah hubungan kekeluargaan dimana si pembuat memiliki kewajiban hukum untuk melindungi, menghidupi, memelihara, mendidiknya, dan hubungan ini dipandang mempermudah pelaksanaan kejahatan. 4 Pencabulan terhadap anak kandung yang dilakukan oleh ayahnya, merupakan bentuk kejahatan seks yang sangat meresahkan masyarakat pada umumnya dan 3 M. Ali Chasan Umar, Kejahatan Seks dan Kehamilan Di Luar Nikah, Cetakan 1, (Jakarta: CV Panca Agung, 1990), hlm. 26. 4 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. LN No. 109 Tahun 2002. TLN No. 4235 3

keluarga khususnya. Keluarga merupakan bentuk dari kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat yang merupakan bentuk gemein schaft. Adapun pengertian gemein schaft adalah: Bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan, kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis. 5 Ayah yang melakukan pencabulan terhadap anak gadisnya akan melukai bukan hanya hatinya, akan tetapi juga membekaskan tanda baku (stigma) dalam diri si anak seumur hidupnya. Korban kurang percaya diri dan sulit mempercayai orang lain, dan korban dapat pula melarikan diri dari rumah, terpaksa kawin muda atau yang lebih memilukan lagi si anak membunuh dirinya sendiri. Tindak pidana pencabulan dalam lingkungan keluarga ini juga merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang. Hal ini merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum dan masyarakat. Oleh sebab itu maka pelaku kejahatan ini sudah sepantasnya mendapat sanksi berupa hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Melihat makin maraknya kasus pencabulan dalam lingkungan keluarga akhirakhir ini, ternyata ada anggapan dari sebagian masyarakat bahwa putusan hakim terhadap pelaku pencabulan dalam lingkungan keluarga dirasa kurang sitimpal 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan 8, (Jakarta: CV Rajawali. 1982), hlm. 11. 4

dengan perbuatannya yang jelas-jelas sangat merugikan pihak korban baik kerugian fisik maupun mental. Dalam proses pembuktian pada kasus tindak pidana pencabulan sangatlah mempengaruhi keadaan psikologis korban, korban harus memberikan keterangan yang detail pada saat proses pembuktian mengenai apa yang telah menimpanya. Lemah dan kurangnya alat bukti dalam tindak pidana pencabulan menyebabkan banyak pelaku yang lolos dari jeratan hukum. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dari pihak korban. Banyak korban yang melaporkan kejadian tindak pidana pencabulan itu setelah beberapa hari atau beberapa minggu setelah kejadian itu terjadi. Bukti telah terjadinya pencabulan dapat hilang apabila korban tidak segera melapor telah terjadinya pencabulan pada dirinya. Hal-hal tersebut menyulitkan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti, yang kemudian akan menyulitkan bagi jaksa dalam membuktikan di muka persidangan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana pencabulan. Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang: Proses Pembuktian Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Kandung Yang Dilakukan Oleh Ayahnya (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 703/Pid.B/2009/PN.JKT PST). 5

B. Pokok Permasalahan Berdasarkan hal tersebut di atas, maka permasalahan yang akan penulis kemukakan dalam penulisan skripsi adalah: 1. Bagaimana proses pembuktian kasus pencabulan terhadap Alke yang dilakukan oleh Hendi Suhendi als Leo Lintang als Iwan? 2. Bagaimana upaya penanggulangan masalah pencabulan di dalam keluarga terhadap anak kandung yang dilakukan ayahnya? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah: 1. Untuk mengetahui proses pembuktian kasus pencabulan terhadap Alke yang dilakukan oleh Hendi Suhendi als Leo Lintang als Iwan. 2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan masalah pencabulan di dalam keluarga terhadap anak kandung yang dilakukan ayahnya. D. Kerangka Konseptual Dalam penelitian hukum untuk mengembangkan konsep disarankan agar sebaiknya menggunakan kerangka konseptual. Di dalam kerangka konseptual diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penulisan. Hal ini dapat dilihat dari definisi konseptual penelitian hukum adalah sebagai berikut: 6

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji dalam bahasa Latin, kata conceptio (dalam Bahasa Belanda: Vegrip) atau pengertian yang merupakan hal yang dimengerti. Definisi tersebut berarti perumusan yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian di samping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epitomologi atau teori ilmu pengetahuan. 6 Oleh sebab itu untuk lebih memahami istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini diperlukan batasan operasional, peristilahan atau definisi yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Tinjauan adalah meninjau, pandangan atau pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. 7 2. Yuridis adalah menurut hukum atau ilmu hukum. 8 3. Tindak Pidana adalah: Suatu tindakan melawan hukum yang sengaja atau karena salahnya telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan dan dinyatakan sebagai dapat melawan hukum. 9 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 20. 7 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 1078. 8 Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 296. 9 P.A.F Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1980), hlm. 10-11. 7

4. Pencabulan Adalah perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi, misalnya: ciuman, meraba-raba bagian kemaluan, meraba-raba buah dada, dan termasuk pula bersetubuh. 10 5 Korban Adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. 11 6. Proses Adalah struktur perubahan, peristiwa atau perkembangan sesuatu. 12 7. Pembuktian Adalah cara membuktikan kesalahan terdakwa berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. 13 10 R. Soesilo, Op. Cit., hlm. 215. 11 Arif Gosita, Op. Cit., hlm. 41. 12 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet 4, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 701. 13 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Kamus Hukum Pidana Prapublikasi, (Jakarta: Babinkumnas, 1985), hlm. 11. 8

E. Metode Penelitian Seperti yang telah diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan kegiatan ilmiah dari penelitian hukum terhadap proses pembuktian terhadap Hendi Suhendi als Leo Lintang als Iwan dalam tindak pidana pencabulan yang antara lain berdasarkan suatu penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Dalam penulisan skiripsi ini penulis memperoleh data yang diperlukan melalui penelitian kepustakaan, yang meliputi: 1. Bahan/sumber primer, yaitu peraturan perundang-undangan seperti: a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana; b. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Bahan/Sumber Sekunder, Bahan hukum sekunder meliputi memberikan penjelasan mengenai badan hukum primer, seperti buku ilmu pengetahuan, dan berbagai artikel yang berkaitan dengan penulisan ini. 3. Bahan/Sumber Tertier Kamus Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka Sifat penulisan ini adalah deskriptif yaitu suatu metode yang mengambil data secara tertulis untuk diuraikan sehingga memperoleh gambaran serta pemahaman secara menyeluruh. Skripsi ini dianalisis secara kualitatif yaitu menjelaskan mengenai proses pembuktian tindak pidana pencabulan terhadap anak kandung yang dilakukan 9

oleh ayahnya dengan mengadakan studi kasus dan metode pustaka yang pada akhirnya mencapai suatu kesimpulan yang merupakan tujuan penulisan skripsi ini. 14 F. Sistematika Penulisan Secara sistematis, dalam penyusunan skripsi yang berjudul, Proses Pembuktian Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Kandung Yang Dilakukan Oleh Ayahnya (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 703/Pid.B/2009/PN.JKT PST), penulis telah menyusun suatu kerangka skripsi yang tediri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub bab: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DALAM KELUARGA DAN PEMBUKTIAN Bab ini berisi pengertian tindak pidana pencabulan dalam keluarga, unsur-unsur tindak pidana pencabulan dalam keluarga, Pengertian pembuktian dan teori- teori tentang sistem pembuktian. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,1984), hlm. 52. 10

BAB III PROSES PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Bab ini berisi tentang tahap penyidikan dan penuntutan, pemeriksaan persidangan dan upaya penanggulangan masalah pencabulan dalam keluarga. BAB IV ANALISIS KASUS Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 703/Pid.B/2009/PN.JKT PST. Pada bab empat menguraikan tentang analisa kasus yang terdiri dari kasus posisi, dari analisa kasus pencabulan terhadap anak kandung yang dilakukan ayahnya. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapat penulis dan beberapa saran dari penulis yang diharapkan dapat bermanfaat. 11