PENGARUH FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DAN POLA RESISTENSI Staphylococcus aureus. Pasien di RSUP Dr Kariadi SemarangPeriode

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP KOLONISASI DAN POLA RESISTENSI Staphylococcus aureus PADA SISWA SD Penelitian di Tiga SD di Kota Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

KOLONISASI BAKTERI PATOGEN POTENSIAL PENYEBAB INFEKSI DAERAH OPERASI PADA KULIT PASIEN PRAOPERATIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION

KEJADIAN KOLONISASI METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

BAB IV METODE PENELITIAN

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi (IDO). 1. dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB IV METODE PENELITIAN

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARIER Staphylococcus aureus PADA SISWA SMA YANG SEHAT DI SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

25 Universitas Indonesia

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Pengambilan data berupa sampel swab nasofaring dan kuesioner diadakan di

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS DI RUMAH SAKIT PARU DR.H.A.ROTINSULU, BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBELUM DAN SETELAH PEMBUATAN PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

ANGKA KEJADIAN KLEBSIELLA PNEUMONIAE PENYANDI KLEBSIELLA PNEUMONIAE CARBAPENEMASE PADA PASIEN INFEKSI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG SKRIPSI

KOLONISASI BAKTERI PATOGEN POTENSIAL PENYEBAB INFEKSI DAERAH OPERASI PADA KULIT PASIEN PRAOPERATIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN USIA ANAK DAN DIAGNOSIS DENGAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK Di Puskesmas Rowosari Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

BAB IV METODE PENELITIAN. kandungan khususnya berhubungan dengan kedokteran ginekologi.

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat

Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

PADA TENAGA MEDIS DAN PARAMEDIS DI RUANG INTENSIVECARE UNIT (ICU) DAN RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

HUBUNGAN KEPATUHAN HAND HYGIENE TENAGA KESEHATAN DAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI HCU NEONATUS RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN KEJADIAN KANKER ANAK DENGAN RIWAYAT KANKER PADA KELUARGA LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

PERBEDAAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PADA TAHUN 2011

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR RISIKO INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN ANAK DI RUANG HCU DAN PICU RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Faktor Risiko Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Terhadap Keluaran Motorik Stroke Non Hemoragik LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

POLA KUMAN PENYEBAB BAKTEREMIA PADA NEONATUS DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUP H

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

HUBUNGAN OBESITAS TERHADAP PENINGKATAN INDEKS RASIO KARDIOTORAKS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PAJANAN ASAP TERHADAP JUMLAH CANDIDA DI RONGGA MULUT. Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Desa Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : Mesayu Nadya Prameswari, Helmia Farida

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK. Ika Dewi Wiyanti, 2016; Pembimbing I : dr. Dani, M.kes Pembimbing II : dr.frecillia Regina,Sp.A

Transkripsi:

PENGARUH FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DAN POLA RESISTENSI Staphylococcus aureus Pasien di RSUP Dr Kariadi SemarangPeriode 2008-2009 INFLUENCE OF DEMOGRAPHIC FACTOR TOWARD Staphylococcus aureus INFECTION AND ANTIMICROBIAL RESISTANCE Patients of Dr Kariadi Hospital Semarang2008-2009 ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum FRANZESKA ANNA D. M. W. G2A006068 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2010 ii

PENGARUH FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DAN POLA RESISTENSI Staphylococcus aureus Pasien di RSUP Dr Kariadi Semarang Periode 2008-2009 Franzeska Anna Dewi Mursita Widinartasari 1, Endang Sri Lestari 2 ABSTRAK Latar Belakang: Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme penyebab infeksi di rumah sakit. Meningkatnya angka kejadian penyakit infeksi dan terjadinya resistensi S. aureus terhadap berbagai jenis antibiotik membutuhkan pemahaman yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor demografi yang terhadap kejadian infeksi dan pola resistensi S. aureus pada pasien di RS Dr. Kariadi Semarang periode 2008-2009. Metode: Desain penelitian ini adalah cross-sectional, data diperoleh dari catatan medik dan penelitian di laboratorium. Sejumlah sampel material klinik dari pasien rawat inap di RS Dr. Kariadi periode 2008-2009 dicari informasi dari catatan medisnya. Material klinik yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dikultur pada media padat blood agar. Setelah diinkubasi selama semalam koloni murni diidentifikasi dengan pengecatan gram, tes katalase, dan tes koagulase. Sampel yang positif S. aureus ditanam pada Mueller-Hinton agar untuk dilakukan tes sensitivitas terhadap antibiotik. Hasil: Kultur dilakukan terhadap 100 material klinik. Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan tidak adanya pengaruh yang bermakna. Usia (p=0,094; RP=0,723, IK 95% 0,45-1,14), jenis kelamin (p=0,476; RP= 1,083, IK 95% 0,87-1,35), dan tempat tinggal (p=0,338; RP=0,898, IK 95% 0,72-1,12) tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi S. aureus. Selain itu, usia (p=1,000; RP=1,000, IK 95% 0,48-2,48), jenis kelamin (p=1,000; RP=1,000, IK 95% 0,64-1,57), dan tempat tinggal (p=0,251; RP=1,304, IK 95% 0,82-2,07) tidak berpengaruh terhadap kejadian Multidrug resistance S. aureus. Simpulan:Faktor demografi tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi dan pola resistensi S. aureus pada pasien rawat inap di RS Dr. Kariadi Semarang periode 2008-2009. Kata kunci: Staphylococcus aureus, faktor demografi, pola resistensi 1 Mahasiswa program pendidikan S-1 kedokteran umum FK UNDIP 2 Staf pengajar Bagian Mikrobiologi FK UNDIP, Jl. Dr. Sutomo No. 18 Semarang iii

INFLUENCE OF DEMOGRAPHIC FACTOR TOWARD Staphylococcus aureus INFECTION AND ANTIMICROBIAL RESISTANCE Patients of Dr Kariadi Hospital in Semarang 2008-2009 Franzeska Anna Dewi Mursita Widinartasari 1, Endang Sri Lestari 2 ABSTRACT Background: Staphylococcus aureus is one of the most common microorganisms causing infections in hospitals. The increasing incidence of infectious disease and the occurrence of resistance of S. aureus against various antibiotics requires a broader understanding of the factors that can influence it. This study aimed to analyze the influence of demographic factors on the incidence of infection and resistance patterns of S. aureus in patients of Dr. Kariadi hospital in Semarang between the period of 2008 to 2009. Methods: This research was a cross-sectional study, data collected from medical records and laboratory work. The information from a number of clinical material samples from hospitalized patients in Dr. Kariadi hospital between the period of 2008 to 2009 were searched from medical records. Clinical material fulfilled the criterias for inclusion and exclusion were cultured on solid medium blood agar. After overnight incubation, pure colonies were identified by gram staining, catalase test and coagulase test. Antimicrobial susceptibility testing of S. aureus was performed by disk diffusion method on Mueller-Hinton agar. Result: Culture was performed on 100 clinical materials. Results of bivariate and multivariate analysis indicates no significant influence. Age (p=0,094; RP=0,723, CI 95% 0,45-1,14), gender (p=0,476; RP= 1,083, CI 95% 0,87-1,35), and residence (p=0,338; RP=0,898, CI 95% 0,72-1,12) did not influence the incidence of S. aureus infection. In addition, age (p=1,000; RP=1,000, CI 95% 0,48-2,48), gender (p=1,000; RP=1,000, CI 95% 0,64-1,57), and residence (p=0,251; RP=1,304, CI 95% 0,82-2,07) did not influence the incidence of Multidrug resistance S. aureus. Conclusions: Demographic factors did not influence S. aureus infection and antimicrobial resistance in hospitalized patients in Dr. Kariadi hospital in Semarang between the period of 2008 to 2009. Keywords: Staphylococcus aureus, demographic factor, resistance pattern 1 Undergraduate student of Medical Faculty of Dipobegoro University 2 Academic Sraff of Microbiology Department of Medical Faculty of Diponegoro University iv

PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi semakin meningkat, termasuk angka kejadian infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus (1). S. aureus adalah salah satu bakteri patogen pada manusia dan merupakan salah satu penyebab utama infeksi yang terjadi di rumah sakit (health-care associated), yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas (2-7). Infeksi S. aureus, terlebih yang invasif, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan (7). Sejak penggunaan penicillin pada tahun 1940-an, resistensi S. aureus terhadap antibiotik terjadi dalam waktu singkat setelah penggunaan antibiotik untuk kepentingan klinis (9). Antibiotik hanya membunuh atau menghambat bakteri yang susceptible (sensitif). Hal ini menyebabkan seleksi terhadap strain yang resisten hingga akhirnya penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif (11). Saat ini, S. aureus menjadi masalah yang serius karena meningkatnya resistensi bakteri terhadap berbagai jenis antibiotik (Multi Drug Resistance/MDR) (6-7, 9, 11-12). Angka kejadian infeksi S. aureus meningkat dengan munculnya strain yang resisten terhadap methicillin (Methicillin Resistant S. aureus/mrsa) (6). Beberapa studi menunjukkan bahwa MRSA berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi dan sebagian besar berhubungan dengan pasien di tempat pelayanan kesehatan (13). Prevalensi infeksi MRSA di Asia Tenggara bervariasi dari 0% di Laos (16), 7% di Filipina (17-18), 25% di Malaysia (19-20), dan 39% di Singapura (17-18, 21). Di Indonesia sendiri, belum ada data prevalensi infeksi MRSA. Pada tahun 1997, kasus S. aureus dengan sensitivitas yang berkurang terhadap vancomycin pertama kali ditemukan di Jepang (22). Hingga saat ini, strain S. aureus yang sensitivitasnya berkurang terhadap vancomycin telah ditemukan pada beberapa rumah sakit di Asia (9, 23). Resistensi S. aureus terhadap berbagai antibiotik pengobatan infeksi S. aureus menjadi lebih sulit (1, 9). Karakteristik klinis dan demografi, termasuk paparan antibiotik mungkin dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan resistensi terhadap antibiotik (12). Banyak infeksi klinis yang timbul karena penyebaran S. aureus yang berasal dari orang yang sehat namun membawa S. aureus di tubuhnya (sebagai carrier), misalnya di v

daerah nasal, yaitu di nares anterior (2-3). Kolonisasi S. aureus di daerah nares anterior telah terbukti berkaitan dengan timbulnya infeksi pada individu (2, 4, 24). S. aureus juga dapat membentuk koloni di berbagai bagian tubuh lainnya seperti kulit dan traktus respiratorius (9-10, 25-26). Sebagian besar infeksi S. aureus terjadi pada orang yang terkolonisasi oleh S. aureus (24). Pasien yang membawa S. aureus merupakan sumber utama infeksi di rumah sakit.(2) Pasien yang telah terinfeksi oleh S. aureus juga menjadi dapat sumber infeksi. Penyebaran bakteri dapat terjadi secara person to person melalui kontak, tubuh, misalnya dengan berjabat tangan (9-10, 26). Tangan petugas kesehatan dapat terkontaminasi oleh S. aureus setelah bersentuhan dengan pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi. Lebih lanjut, faktor-faktor pejamu maupun bakteri dapat meningkatkan resiko terserang infeksi (4, 9). Pencegahan penyakit akan lebih mudah dilakukan bila faktor-faktor risiko terjadinya penyakit tersebut telah diketahui. Berbagai penelitian mengenai infeksi dan pola resistensi S. aureus telah dilakukan pada berbagai populasi (5-7, 27-28). Ada berbagai faktor resiko yang berpotensi mempengaruhi infeksi S. aureus, seperti usia, jenis kelamin, ras, tempat tinggal, tingkat penghasilan, pendidikan, riwayat penggunaan antibiotik, asuransi, dan adanya penyakit tertentu (AIDS, asma, diabetes) (5, 7-8). Karakteristik demografi berpotensi mempengaruhi frekuensi kejadian suatu penyakit (29). Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis pengaruh faktor demografi (usia, jenis kelamin, etnis, dan tempat tinggal) terhadap infeksi S. aureus dan pola resistensinya (MDR) pada pasien yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang (RSDK) antara tahun 2008-2009. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh faktor demografi terhadap angka kejadian infeksi dan pola resistensi S. aureus pada pasien yang dirawat di RSDK, serta dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya vi

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSDK/FK UNDIP Semarang antara bulan Maret-Juli 2010 menggunakan data catatan medik dan material klinik dari pasien yang dirawat di RSDK periode 2008-2009. Populasi target adalah pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit, sedangkan populasi terjangkau adalah pasien yang menjalani perawatan di RSDK dan dilakukan kultur spesimen antara tahun 2008-2009 Dari hasil perhitungan, didapat jumlah sampel minimal sebanyak 76. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Penelitian ini tidak membedakan apakah infeksi didapatkan oleh pasien di komunitas atau di rumah sakit. Kriteria inklusi yang digunakan adalah pasien yang menjalani perawatan di RSDK yang menderita infeksi dan dilakukan kultur spesimen di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSDK antara tahun 2008-2009. Hasil pemeriksaan mikrobiologis menunjukkan bahwa infeksi disebabkan oleh S. aureus (dengan asumsi: S. aureus merupakan true pathogen). Kriteria eksklusi yang digunakan yaitu catatan medik tidak lengkap atau tidak ada atau stok bakteri tidak tersedia di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSDK/FK UNDIP. Data yang digunakan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang meliputi nama, nomor catatan medik, usia, jenis kelamin, etnis, dan tempat tinggal pasien diperoleh dari catatan medik pasien RSDK. Data primer berupa pola resistensi S. aureus terhadap antibiotik diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium. Sampel diambil dari material klinik berupa suspensi bakteri S. aureus yang sudah disimpan di Trypticase Soy Agar (TSA) dalam temperatur ruangan. Sampel disubkultur pada media blood agar untuk mencari koloni murni. Selanjutnya, dilakukan pengecatan gram, tes katalase, dan tes koagulase untuk menentukan apakah koloni tersebut merupakan S. aureus. Kemudian, dilakukan tes kepekaan S. aureus terhadap antibiotik dengan disk diffusion method pada media Mueller-Hinton agar. Tes kepekaan terhadap antibiotik menggunakan disk tetracycline 30 µg, cefoxitin 30 µg, gentamicin 10 µg, erythromycin 15 µg, chloramphenicol 30 µg, dan trimethoprim-sulfametoxazole 1,25 µg dengan quality control S. aureus strain ATCC 25923 (sensitif). Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS for Windows ver 15.00 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi square. Apabila syarat-syarat uji vii

Chi square tidak terpenuhi, maka dilakukan Fisher exact test. Jika hasil analisis bivariat ada yang bernilai p<0.25, maka analisis diteruskan dengan analisis multivariat yaitu regresi logistik. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. HASIL PENELITIAN Dari 167 material klinik yang diperoleh antara tahun 2008-2009, diperoleh 100 catatan medik yang memenuhi kriteria inklusi. 100 material klinik tersebut kemudian dikultur. Dari hasil kultur, diperoleh 76 isolat S. aureus. Selanjutnya, dilakukan tes kepekaan terhadap antibiotik dari 76 isolat S. aureus tersebut untuk mengetahui pola resistensinya. Dalam menganalisis pola resistensi S. aureus terhadap antibiotik, dinilai ada tidaknya kejadian MDR (Multidrug Resistance). Untuk keperluan analisis data pola resistensi terhadap antibiotik, sampel yang intermediate digolongkan ke salam kelompok senstitif. Dalam rancangan penelitian, terdapat empat faktor demografi yang hendak diteliti, yaitu jenis kelamin, usia, tempat tinggal, dan etnis. Namun, setelah pengumpulan data catatan medik di lapangan, didapatkan bahwa data etnis ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, di mana pada kolom etnis sebagian besar hanya diisi Indonesia dan tidak merujuk kepada salah satu kelompok etnis yang spesifik. Dari 100 catatan medik, 78,0% merupakan etnis Jawa dan sisanya hanya dicantumkan sebagai Indonesia sehingga variabel etnis tidak dapat dianalisis dan di-drop out dari penelitian. Karakteristik subyek penelitian yang digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor demografi terhadap kejadian infeksi dan pola resistensi S. aureus (MDR) dapat dilihat pada tabel 1. viii

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian No. Karakteristik Kejadian infeksi S. aureus MDR subyek penelitian (n=100) (n=76) n (%) n (%) 1. Usia a. 60 tahun 14 (14,0) 8 (10,5) b. <60 tahun 86 (86,0) 68 (89,5) 2. Jenis kelamin a. Laki-laki 48 (48,0) 38 (50,0) b. Perempuan 52 (52,0) 38 (50,0) 3. Tempat tinggal a. Semarang 54 (54,0) 39 (51,3) b. Luar Semarang 46 (46,0) 37 (48,7) 4. Etnis a. Jawa 78 (78,0) 61 (82,3) b. Bukan Jawa c. Indonesia 0 (0) 0 (0) 22 (22,0) 15 (19,7) Kolom kejadian infeksi S. aureus menunjukkan jumlah sampel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor demografi terhadap kejadian infeksi S. aureus; Kolom MDR menunjukkan jumlah sampel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor demografi terhadap angka kejadian MDR. ix

Berdasarkan hasil analisis bivariat yang membandingkan antara faktor demografi dengan kejadian infeksi S. aureus, didapatkan satu variabel yang memiliki nilai p<0,25, yaitu variabel usia (tabel 2). Berhubung hanya ada satu variabel yang memiliki nilai p<0,25 dan nilai tersebut masih >0,05, maka tidak dilakukan analisis multivariat. Berdasarkan hasil analisis bivariat yang membandingkan antara faktor demografi dengan pola resistensi S. aureus (MDR), tidak didapatkan variabel yang bermakna secara statistic (tabel 3). Ketiga variabel bebas yang diteliti memiliki nilai p>0,25 sehingga tidak diteruskan dengan analisis multivariat. Tabel 2. Pengaruh faktor demografi terhadap kejadian infeksi S. aureus No. Variabel bebas Kejadian infeksi S. aureus p RP ya tidak n (%) n (%) (IK 95%) 1. Usia 0,094 0,723 a. 60 tahun 8 (10,5) 6 (25,0) (0,45-1,15) b. <60 tahun 68 (89,5) 18 (75,0) 2. Jenis kelamin 0,476 1,083 a. Laki-laki 38 (50,0) 10 (41,7) (0,87-1,35) b. Perempuan 38 (50,0) 14 (58,3) 3. Tempat tinggal 0,338 0,898 a. Semarang 39 (51,3) 15 b. Luar Semarang 37 (48,7) 9 RP = rasio prevalens; IK = interval kepercayaan (62,5) (37,5) (0,72-1,12) Tabel 3. Pengaruh faktor demografi terhadap MDR x

No. Variabel bebas Multidrug resistance (MDR) n=76 ya tidak p RP (IK 95%) 1. Usia 1,000 1,000 a. 60 tahun 4 4 (0,48-2,48) b. <60 tahun 34 34 2. Jenis kelamin 1,000 1,000 a. Laki-laki 19 19 (0,64-1,57) b. Perempuan 19 19 3. Tempat tinggal 0,251 1,304 a. Semarang 22 17 (0,82-2,07) b. Luar Semarang 16 21 PEMBAHASAN Usia tidak memiliki pengaruh yang bermakna dengan kejadian infeksi S. aureus (p=0,083; RP=0,723, IK 95% 0,87-9,21). Hasil ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Laupland et al menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi S. aureus paling banyak terdapat pada kelompok usia 50 tahun (30). Klevens et al menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi S. aureus paling banyak terdapat pada kelompok usia 65 tahun. Namun, penelitian Cavalcanti et al dan Korn et al menyebutkan bahwa usia tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi S. aureus (31-32). Frekuensi penyakit menurut usia berhubungan dengan perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan, perbedaan dalam patogenesis, maupun perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu (29, 33-34). Escobar et al menyebutkan bahwa chorioamnionitis, jumlah netrofil yang rendah, dan terdapatnya mekonium dalam cairan xi

amnion merupakan faktor risiko terjadinya infeksi bakteri pada neonatus (35). Talon et al menyebutkan bahwa infeksi MRSA lebih banyak terdapat pada lanjut usia terutama yang menjalani perawatan dalam jangka waktu panjang, mendapat terapi antibiotik, tindakan invasif, operasi, dan mendapat perawatan peritoneal dialisis ataupun hemodialisis (36). Pada penelitian ini, jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian infeksi S. aureus (p=0,476; RP= 1,083, IK 95% 0,87-1,35). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko terjadinya infeksi S. aureus. Laupland et al menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi S. aureus lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan (30). Kuehnert et al juga menyebutkan bahwa angka kejadian infeksi S. aureus lebih tinggi pada laki-laki (24). Namun, hasil penelitian Cavalcanti et al di Brazil menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kejadian infeksi S. aureus (p=0,538) (31). Perbedaan frekuensi penyakit antara laki-laki dan perempuan mungkin disebabkan peran kehidupan dan perilaku dalam masyarakat (29, 33-34). Tidak adanya pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian infeksi S. aureus mungkin dapat disebabkan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Tempat tinggal tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian infeksi S. aureus (p=0,338; RP=0,898, IK 95% 0,72-1,12). Pada penelitianpenelitian sebelumnya, tidak dibahas mengenai pengaruh tempat tinggal terhadap kejadian infeksi S. aureus, namun perbedaan tempat tinggal dapat menyebabkan perbedaan pola bakteri. Menurut Klevens et al, pengaruh ras maupun perbedaan geografis terhadap kejadian infeksi S. aureus merupakan suatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (multifaktorial) (7). Angka kejadian infeksi S. aureus dapat bervariasi dalam berbagai lingkup populasi karena adanya berbagai faktor, termasuk kebijakan praktisi kesehatan dalam masalah kultur untuk kepentingan diagnosis, pola penggunaan antibiotik yang berbeda di setiap daerah, perbedaan karakteristik demografi, dan perbedaan pelayanan laboratorium (30). Sebagian besar penelitian-penelitian mengenai kejadian infeksi S. aureus yang dijadikan referensi dilakukan di luar negeri yang xii

tentunya memiliki perbedaaan dengan Indonesia, khususnya pada lingkup penelitian ini di RSDK. Dari hasil tes kepekaan terhadap antibiotik yang dilakukan pada 76 sampel S. aureus yang ditanam di Mueller Hinton agar, sebanyak 10 sampel (13,16%) sensitif terhadap keenam jenis antibiotik, sedangkan 38 sampel (50%) resisten terhadap 2 golongan antibiotik (MDR). Di antaranya, terdapat 1 sampel yang resisten terhadap keenam golongan antibiotik. Dalam penelitian ini, usia (p=1,000; RP=1,000, IK 95% 0,48-2,48), jenis kelamin (p=1,000; RP=1,000, IK 95% 0,64-1,57), dan tempat tinggal (p=0,251; RP=1,304, IK 95% 0,82-2,07) tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap angka kejadian MDR S. aureus. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh kelompok studi AMRIN, di mana jenis kelamin, usia, dan tempat tinggal tidak memiliki pengaruh terhadap MDR S. aureus (37). Timbulnya resistensi terhadap antibiotik dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana, adanya antibiotik dalam makanan, mutasi maupun transmisi gen resisten pada bakteri (9, 38). Jenis penyakit yang diderita maupun penyakit penyerta turut mempengaruhi jenis terapi yang diberikan. Pasien dengan penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mendapatkan terapi dengan berbagai jenis antibiotik. Hal ini mungkin turut mempengaruhi kejadian MDR (31). Ada faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kejadian MDR, misalnya transmisi bakteri yang resisten dari satu pasien ke pasien lain Hal ini dapat menyebabkan timbulnya resistensi terhadap antibiotik pada pasien lain (39). Tindakan pengendalian infeksi di rumah sakit juga berpengaruh terhadap penyebaran strain bakteri yang resisten. Muto et al menyebutkan bahwa tingginya frekuensi terapi antibiotik di tempat pelayanan kesehatan memberikan keuntungan selektif bagi flora yang resisten. Akan tetapi, pasien cenderung mendapatkan S. aureus yang telah resisten melalui transmisi dari pasien lain. Dalam hal ini, usia maupun jenis kelamin memiliki potensi yang sama untuk terjadinya transmisi bakteri yang resisten. Terjadinya transmisi bakteri yang resisten ini lebih dipengaruhi oleh jumlah pasien dalam satu ruangan atau bangsal perawatan yang telah terinfeksi ataupun menjadi carrier dari S. aureus yang resisten (39). Di lingkungan rumah sakit sendiri, S. aureus juga dapat ditemukan pada berbagai alat perawatan kesehatan, seperti stetoskop, tensimeter, tongkat pel, tangki hidroterapi, xiii

dan sebagainya. Adanya S. aureus pada alat-alat kesehatan turut mempermudah transmisi S. aureus dan berpotensi menimbulkan outbreak, termasuk untuk penyebaran MRSA (39). Penelitian ini memiliki keterbatasan. Pertama, penelitian ini menggunakan data sekunder dari catatan medik sehingga informasi yang diperoleh sangat terbatas dan tidak dapat digali lebih dalam. Kedua, data etnis tidak dikelompokkan secara spesifik sehingga tidak dapat dianalisis dan di-drop out dari penelitian. Ketiga, penelitian ini tidak membedakan apakah infeksi diperoleh di komunitas atau di rumah sakit. Keempat, penelitian ini merupakan single-center study yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang (RSDK). Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal terhadap kejadian infeksi dan Multidrug resistance S. aureus di RSDK. Namun, hasil penelitian ini belum tentu dapat diterapkan di institusi lain. Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian infeksi S. aureus pada pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2008-2009. Selain itu, usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap pola resistensi S. aureus (MDR) pada pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2008-2009. Berdasarkan penelitian ini, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut. Pertama, perlu penulisan data catatan medik yang lebih lengkap serta pengarsipan yang lebih rapi dan tercatat oleh pihak RSDK agar dapat diperoleh data catatan medik yang lebih lengkap. Kedua, perlu penggunaan antibiotik secara bijaksana mengingat adanya kejadian Multidrug resistance. Hal ini penting dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. Infection control diperlukan untuk mencegah penyebaran bakteri yang resisten. Ketiga, perlu penelitian mengenai faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap kejadian infeksi dan pola resistensi S. aureus, khususnya di Indonesia. Pemeriksaan kultur segera setelah pasien dirawat di rumah sakit dapat digunakan untuk membedakan apakah infeksi didapatkan di komunitas atau di rumah sakit. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian molekuler untuk mengetahui tipe S. aureus yang banyak terdapat di rumah sakit. Penelitian surveillance dengan jumlah sampel yang lebih besar akan memberikan gambaran yang lebih baik. xiv

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada dr. Endang Sri Lestari, PhD selaku pembimbing penelitian ini yang telah membimbing penulis hingga penelitian ini selesai. Terima kasih kepada dr. Helmia Farida M.Kes, Sp.A, dr. Budi Palarto, Sp.OG, dan dr. Dodik Pramono, M.Si.Med selaku penguji proposal maupun penguji laporan penelitian ini yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Terima kasih kepada Pak Wuryanto, Mbak Lilis, Pak Tomo, dan semua staf bagian mikrobiologi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis. DAFTAR PUSTAKA xv