BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang dapat menyerang jaringan disekitarnya dan jika berlanjut dapat menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Serviks merupakan bagian bawah uterus yang menonjol ke dalam

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sehingga menyebabkan tumbuhnya daging pada tubuh yang normal.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker sistim reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

BAB I PENDAHULUAN. bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah. Jl. Lingkar Utara Purworejo,

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lesi prakanker leher rahim yang sangat dini dikenal dengan Neoplasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

Kanker Leher Rahim (serviks)

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak terkendali yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lesi Prakanker Leher Rahim Istilah lesi prakanker leher rahim (displasia serviks) telah di kenal luas di

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci : umur, paritas,usia menikah,stadium kanker serviks Daftar Pustaka : 15 buku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

See & Treat untuk Skrining Lesi Prakanker Serviks

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan HUBUNGAN JUMLAH PARITAS ANAK DENGAN ANGKA KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI DR.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN METODE IVA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA. Dosen STIKES Aisyiyah Surakarta Prodi D III Kebidanan

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA CERVIX DI RUANG B3 GINEKOLOGI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu untuk periode 5 tahun sebelum survey ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanjang ke bawah hingga bagian atas vagina. Serviks mengelilingi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. rahim yang terletak antara rahim uterus dengan liang senggama vagina.

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Serviks 2.1.1. Anatomi Serviks Serviks terdapat di setengah hingga sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus dengan vagina melalui kanalis servikalis. Serviks terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian yang menonjol ke arah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-kira 2,5-3 cm dan memiliki diameter 2-2,5 cm. Pada bagian anterior, serviks berbatasan dengan kandung kemih. Pada bagian posterior, serviks ditutupi oleh peritoneum yang membentuk garis cul-de-sac (Snell, 2006). Bagian-bagian serviks: a. Endoserviks: sering disebut juga sebagai kanal endoserviks. b. Ektoserviks: bagian vaginal serviks. c. Os Eksternal: pembukaan kanal endoserviks ke ektoserviks. d. Forniks: refleksi dinding vaginal yang mengelilingi ektoserviks. e. Os Internal: bagian batas atas kanal. Pada serviks terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel epitel skuamos dan kolumnar serviks. Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina, serta memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora, 2007).

2.1.2. Histologi Serviks Serviks adalah bagian bawah uterus yang struktur histologinya berbeda dari bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari: a. Endoserviks : epitel selapis silindris penghasil mukus. b. Serabut otot polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat (85%). c. Ektoserviks: bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh sel epitel skuamos (gepeng) berlapis. Sumber: Informasi Reproduksi (2011) Gambar 2.1. Gambaran Histologi Serviks Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos ektoserviks disebut squamo-columnar junction (SCJ). Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir sampai usia lanjut sehingga letak SCJ ini juga berbeda pada perkembangannya. a. Saat lahir: ektoserviks dilapisi oleh epitel skuamos. b. Saat dewasa muda: terjadi pertumbuhan ke bawah epitel silindris di bawah os ektoserviks; karena itu, SCJ menjadi terletak di bawah ektoserviks (Robbins, 2007).

c. Saat dewasa: terjadi regenerasi epitel skuamos dan kolumnar sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan letak SCJ kembali ke tempat awal. d. Saat menopause atau paparan lama progestin menyebabkan atrofi serviks dan SCJ mundur ke kanalis servikalis. Area tempat tumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak SCJ saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi ( Junqueira, 2007). Sumber : Junqueira (2007) Gambar 2.2. Zona Transformasi 2.2. Kanker Serviks 2.2.1. Definisi Kanker Serviks Menurut kamus kedokteran Dorland, kanker merupakan pertumbuhan baru yang ganas dari sel-sel epitel yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. Menurut Sarjadi (1995), kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uteri, suatu daerah pada organ perempuan yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim dan liang senggama. Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina) (Medicastore, 2012).

2.2.2. Epidemiologi Kanker Serviks Menurut WHO (2005), kanker serviks merupakan penyakit kanker nomor dua terbanyak yang diderita wanita di dunia, yaitu sekitar 500.000 kasus baru dan kematian 250.000 setiap tahun. Sekitar 90% kasus kanker serviks ditemukan di negara dengan pendapatan rendah dan negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia kanker serviks merupakan kanker terbanyak pada wanita. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, diprediksikan akan terjadi peningkatan kematian akibat penyakit ini mencapai 25% hingga 10 tahun ke depan. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa proporsi kematian karena kanker serviks meningkat dari 1,3% pada tahun 1976 menjadi 4,8% pada tahun 1992 (Nuranna, 1992). Menurut Yayasan Kanker Indonesia (2006), kanker serviks menempati urutan pertama dengan angka kejadian sebesar 16%, yang kemudian disusul dengan kanker payudara (15%). Menurut Globocan (2011), sebanyak 37 wanita di Indonesia didiagnosis menderita kanker serviks setiap hari dan satu wanita meninggal setiap satu jam karena kanker ini. Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, kanker serviks mencapai 76,2% dari 1717 kanker ginekologi dari tahun 1989-1992 dengan angka harapan hidup selama 5 tahun berkisar antara 56,7% - 72%. Di Sumatera Utara diperoleh data dari Dinas Kesehatan Provinsi, jumlah penderita kanker serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus, tahun 2001 sebanyak 683 kasus. Kota Medan mempunyai prevalensi kejadian kanker serviks sebanyak 49 per 100.000 wanita (Pardede. et al., 2008). Di RSUD. dr. Pirngadi Medan dijumpai kasus kanker serviks tahun 2007 sebanyak 345 kasus, tahun 2008 sebanyak 25 kasus, tahun 2009 sebanyak 48 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus (Putri, 2010). Dari survei awal penelitian yang dilakukan di RSUD. dr. Pirngadi Medan didapatkan sebanyak 51 kasus kanker serviks pada tahun 2011.

2.2.3. Etiologi Kanker Serviks Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui secara pasti. Kanker sendiri merupakan penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh etiologi tunggal tetapi multifaktorial. Namun secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab kanker adalah faktor kimia, radiasi, virus, dan hormon (Bustan, 2000). Faktor etiologi kanker serviks berasal dari kelamin, maka beberapa faktor yang ditularkan melalui hubungan seksual dapat terlibat dalam proses inisiasi neoplastik. Ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu, smegma dan infeksi virus (Sitopu, 2011). Smegma adalah sel deskuamasi dan sekresi sebaseus di bawah preputium pada pria yang tidak disunat, dahulu dianggap sebagai faktor etiologi kanker serviks, tetapi ternyata tidak terbukti secara laboratorium maupun epidemiologik. Human Papiloma Virus (HPV) memegang peranan sebagai faktor pencetus penyakit ini. Virus ini menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar pengidap kanker serviks ditemukan virus HPV tersebut. 2.2.4. Faktor Risiko Kanker Serviks Faktor risiko adalah faktor yang mempermudah terjadinya kanker serviks, yaitu: a. Umur Pada umumnya kanker serviks sering ditemukan antara umur 30-60 tahun. Insiden terbanyak terjadi pada umur 40-50 tahun, tetapi akan menurun drastis pada umur 60 tahun (Parson yang dikutip dari Sitopu, 2011). Periode laten dan fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berumur <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 35% dari karsinoma in situ terdapat pada wanita berumur <35 tahun (Norwitz, 2008).

b. Perkawinan pada usia muda Semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual, maka semakin besar risiko terjadinya kanker serviks pada wanita tersebut. Menurut Aziz (2007), wanita yang menikah berusia <16 tahun memiliki risiko 10-12 kali lebih besar menderita kanker serviks dari pada wanita yang telah berusia 20 tahun. Serviks pada remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogen karena terdapat proses metaplasia skuamos yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Proses metaplasia ini biasanya merupakan suatu proses fisologis, tetapi dibawah pengaruh karsinogen. Perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang tidak khas. Perubahan yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut neoplasia intraepitel serviks (Cervix Intraephitel Neoplasma=CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker serviks (Tambunan, 1996 ; Hidayati, 2001). c. Jumlah paritas Kanker serviks paling banyak ditemukan pada wanita yang sering melahirkan, umumnya 3-5 kali melahirkan (Tambunan, 1996). Menurut Matingly, kanker serviks memang banyak dijumpai pada wanita yang memiliki riwayat paritas tinggi, tetapi tidak jelas bagaimana hubungannya antara jumlah persalinan dengan terjadinya kanker serviks karena pada wanita yang tidak kawin dan tidak melahirkan juga dijumpai kanker serviks meskipun jumlahnya lebih sedikit (Yakub, 1993). d. Kebiasaan berganti pasangan Benson menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak terjadi pada wanita yang melakukan prostitusi (Yakub, 1993). Hal tersebut mungkin disebabkan karena berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual memperbesar kemungkinan terinfeksi HPV (Human Papiloma Virus) (Aziz, 2000).

e. Pendidikan Berdasarkan penelitian Surbakti (2004), pendidikan memiliki hubungan dengan terjadinya kanker serviks, yaitu wanita dengan tingkat pendidikan rendah memiliki faktor risiko terkena kanker serviks 2 kali lebih tinggi dari pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi. f. Agen Infeksius Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa HPV merupakan penyebab terjadinya neoplasia servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan displasia berat, yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma in situ (Aziz, 2002). Walaupun semua Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 2 belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi in situ telah menunjukkan terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi Trikomonas, Sifilis, dan Gonokokus juga ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. g. Sosial ekonomi Kanker serviks sering ditemukan pada golongan wanita sosioekonomi rendah. Hal ini biasanya dikaitkan dengan higienitas, sanitasi, pemeliharaan kesehatan yang kurang baik, pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang banyak, pekerjaan dan penghasilan yang tidak tetap, serta faktor gizi yang kurang akan memudahkan terjadinya infeksi akibat imunitas tubuh yang menurun (Yakub, 1993). h. Merokok Rokok atau tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik. Asap rokok menghasilkan polyciklic aromatic hydrocarbonas heterocyclic amine yang sangat karsinogen, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamin. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat di getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogenik infeksi virus (Sitopu, 2011). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak dan lama wanita merokok, maka semakin tinggi risiko untuk terkena kanker serviks (Hidayati, 2001 ; Evennett, 2003).

i. Kontrasepsi Pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia (Hidayati, 2001). Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi asam folat yang mengurangi metabolisme mutagen, sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV (Melva, 2008) 2.2.5. Patologi Karsinoma timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks (kanalis servikalis) yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ), histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kolumnar dari endoserviks. Pada wanita muda, SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis servikalis. Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas ( Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). Serviks yang normal secara alamiah mengalami proses metaplasia. Dengan masuknya mutagen, proses tersebut dapat berkembang ke arah displasia. Jika daya tahan tubuh lemah, maka kelainan ini dapat berkembang menjadi karsinoma prainvasif, mikroinvasif, dan invasif. Dengan mata telanjang, karsinoma prainvasif dan mikroinvasif tidak dapat dikenali (Surbakti, 2004).

2.2.6. Gambaran Klinis Kanker Serviks a. Keputihan Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik (karsinoma in situ dan mikroinvasif) belum dijumpai gejala yang spesifik, bahkan sering tidak mempunyai gejala. Tetapi awalnya keluar cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem yang tidak gatal, kemudian menjadi merah muda, lalu kecoklatan seperti air kotoran (Surbakti, 2004). Cairan yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). b. Perdarahan pervaginam Pada awal stadium invasif kanker serviks, keluhan perdarahan diluar siklus haid sering terjadi. Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang semakin lama akan lebih sering terjadi dan dapat menyebabkan pasien anemia. Anemia dan shock biasanya dijumpai pada pasien stadium lanjut (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). c. Perdarahan kontak Perdarahan yang dialami segera setelah senggama merupakan gejala kanker serviks (75-80%) dan biasanya terjadi pada awal stadium invasif (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). d. Nyeri Rasa nyeri biasanya dirasakan pada perut bagian bawah dan bagian sekitar panggul yang bersifat unilateral. Nyeri bersifat progresif, sering dimulai dengan low back pain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah, gangguan miksi, dan berat badan semakin lama akan semakin menurun, khususnya pada stadium lanjut (Tambunan, 1996). e. Konstipasi Apabila tumor meluas sampai dinding rektum, kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula rectoingional (Tambunan, 1996).

f. Inkotinensia urin Gejala ini sering terjadi pada stadium lanjut, merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina karena lanjutan dari metastasis kanker serviks (Tambunan, 1996). g. Gejala-gejala lain Gejala lain yang dapat ditimbulkan ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan, kegagalan faal ginjal (CRF=Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).

2.2.7. Stadium Klinik Kanker Serviks Stadium klinik kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopatologi biopsi atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survei metastasis. Stadium yang paling sering digunakan adalah klasifikasi menurut FIGO. Tabel 2.1. Stadium Kanker Serviks FIGO 2000 Stadium Keterangan 0 Lesi belum menembus membran basalis I Lesi tumor masih terbatas di serviks IA1 Lesi telah menembus membran basalis kurang dari 3 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm IA2 Lesi telah menembus membran basalis >3 mm tetapi tetapi <5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4cm IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4cm II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga proksimal vagina) IIA Lesi meluas ke sepertiga vagina proksimal IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal) IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia IVA Lesi meluas keluar organ panggul, dan atau menyebar ke mukosa vesika urinaria IVB Lesi meluas ke mukosa rektum, dan atau meluas ke organ lain Sumber : FIGO (2006)

2.2.8. Pengobatan Jika diagnosis kanker serviks telah dipastikan secara histopatologi, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pilihan pengobatan pada kanker serviks dilakukan dengan mempertimbangkan berberapa faktor, diantaranya letak dan luas lesi, usia, jumlah anak dan keinginan untuk menambah jumlah anak lagi, adanya penyakit lain pada uterus, keadaan sosioekonomi, dan fasilitas yang tersedia (Yakub, 1993). Pengobatan kanker serviks dilakukan berdasarkan stadium klinis penyakit, secara umum dapat digolongkan kedalam tiga golongan terapi, yaitu: 1. Operasi Operasi dilakukan pada stadium klinis I dan II, meliputi histerektomi radikal, histerektomi ekstrafasial, dan limpadenoktomi. Pada stadium klinis II, selain operasi juga dilakukan terapi radiasi (Tambunan, 1996). 2. Radioterapi Radioterapi adalah terapi yang dilakukan dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi. Terapi radiasi dilakukan pada stadium klinis IB. Selain radiasi, kadang juga dilakukan kemoterapi sebagai terapi kombinasi (Surbakti, 2004). 3. Kemoterapi Kemoterapi dilakukan bila terapi radiasi tidak mungkin dilakukan karena metastasis sudah sangat jauh. Umumnya diberikan pada stadium klinis IVB dan hanya bersifat paliatif (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). 2.2.9. Prognosis Kanker Serviks Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah umur penderita, keadaan umum, stadium klinis keganasan, ciri-ciri histologi sel tumor, kemampuan ahli yang menangani, dan fasilitas pengobatan yang tersedia (Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008). Kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup (survival rate) 5 tahun setelah pengobatan, yaitu: Untuk stadium klinis I : 70-85% Untuk stadium klinis II: 40-60%

Untuk stadium klinis II: 30-40% Untuk stadium klinis IV: <10% 2.2.10. Pencegahan Pencegahan kanker dilakukan dengan cara penghindaran terhadap faktor risiko. Ada beberapa kegiatan pokok untuk pencegahan kanker, yaitu: a. Pencegahan primer yaitu dengan mengurangi pemaparan terhadap faktor risiko dan peningkatan daya tahan tubuh terhadap bahan karsinogenik dengan cara pembinaan pola hidup sehat. b. Pencegahan sekunder Deteksi dini bertujuan untuk menemukan penyakit pada fase prakanker. Salah satu bentuk pencegahan sekunder adalah pemeriksaan pap smir secara teratur. Pap smir adalah semata-mata alat skrining terutama pada wanita yang asimtomatis. Pemeriksaan pap smir ditujukan pada wanita yang telah melakukan hubungan seksual. Bagi wanita yang hidup normal, terutama wanita yang tidak berganti-ganti pasangan, tidak melakukan hubungan seksual <20 tahun, selalu merawat kebersihan alat kelamin, dan tidak merokok, pemeriksaan pap smir dapat dilakukan sekali setahun. Pada wanita dengan risiko tinggi sebaiknya melakukan pemeriksaan dua kali setahun secara teratur selama dua tahun. Jika hasilnya negatif, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali sampai berumur 65 tahun (Hidayati, 2001). Pemeriksaan pap smir dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid karena darah haid dapat mengaburkan pada saat pembacaan di bawah mikroskop. Bila ada lesi pada serviks, maka harus dilakukan biopsi. Hal ini dilakukan karena pada pap smir bisa didapatkan hasil negatif. Pap smir yang dilakukan bersama dengan biopsi akan lebih banyak menunjukkan hasil yang positif pada pasien-pasien stadium dini. Apabila hasil pemeriksaan pap smir positif, maka harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh seorang ahli kandungan (Novak, 2007).

c. Pencegahan tersier Pencegahan tersier dilakukan dengan penyuluhan dan konseling terhadap penderita kanker serviks agar dapat menjalani kehidupan seksualnya secara normal. 2.3. Paritas 2.3.1. Definisi Paritas Paritas menurut kamus kedokteran Dorlan adalah keadaan wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang hidup. 2.3.2. Klasifikasi Paritas Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara, dan grandemultipara (Prawirohardjo, 2009). a. Primipara Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2007). b. Multipara Multipara adalah wanita yang melahirkan anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009). Multigravida adalah wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih (Varney, 2007). c. Grandemultipara Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati (Mochtar, 2005). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih (Varney, 2007).

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Paritas a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah dalam menyerap informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang (Friedman, 2003). b. Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang di masyarakat. Pekerjaan merupakan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa bila status pekerjaan seseorang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan seharihari dengan baik (Friedman, 2003). c. Latar belakang budaya Kebudayaan secara tidak sadar mempengaruhi sikap seseorang di dalam masyarakat. Latar belakang budaya Indonesia yang menyatakan Banyak anak banyak rezeki telah mempengaruhi pola pikir dan sikap ibu tentang jumlah anak yang diinginkannya. d. Pengetahuan Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku. Apabila ibu mengetahui dan memahami berapa jumlah anak yang ideal, maka ibu tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2003). 2.3.4. Hubungan Paritas dengan Terjadinya Kanker Serviks Paritas diduga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Menurut penelitian Surbakti (2004), paritas memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya kanker serviks. Wanita dengan paritas 3 kali memiliki risiko 4,375 kali dibandingankan wanita dengan paritas <3 kali. Menurut Hoyo, et al. (2007), paritas >5 merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks.

Alasan fisiologis adanya hubungan antara paritas dengan terjadinya kanker serviks hingga kini masih belum jelas. Namun, diduga kanker serviks dipicu oleh perubahan hormonal yang terjadi selama masa kehamilan dan trauma servikal yang terjadi saat melahirkan (ACCP, 2004). Kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya immunosuppression yang memungkinkan terjadinya proses keganasan dan replikasi HPV (Hoyo, et al., 2007).