BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (UU No. 32/2004)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam teori agensi, Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2014)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (UU No. 32/2004) memberikan dampak terhadap kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur dan mengelola pemerintahannya secara mandiri berdasarkan atas asas otonomi. Semangat desentralisasi dan otonomi sebenarnya telah dimulai sejak Indonesia memasuki era reformasi pada pertengahan tahun 1998, dimana timbul tuntutan pelaksanaan otonomi yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah terutama pada tingkat kabupaten/kota. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang (UU) No 22 tahun 1999 hingga diterbitkan UU No.32/2004 sebagai penggantinya. Asas otonomi ini berlaku pula dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Tujuan utama penyelenggaran otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan di daerahnya (Zahari, 2008). Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan pula kinerja yang memadai dari pemerintah daerah terhadap kewenangannya tersebut. Pada kenyataannya kebijakan otonomi daerah yang diterapkan pemerintah pusat belum dapat berjalan dengan baik karena masih banyak terjadi kesenjangan antar daerah di Indonesia (Adi, 2005). Kesenjangan ini muncul berkaitan dengan adanya sumbangan akan hasil eksploitasi sumber daya terhadap pembangunan 1

2 ekonomi yang hanya berkutat di pusat (Kuncoro, 2004). Dalam kaitannya dengan kendala tersebut, maka pemerintah daerah perlu memiliki kinerja yang memadai pula untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan mencapai tujuan otonomi tersebut. Pengukuran kinerja merupakan salah satu cara yang dapat digunakan pemerintah daerah dalam mencapai pemerintahan yang baik (Halacmi, 2005). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 (PP No. 6/2008) tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, salah satu evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). Adapun EKPPD ini menggunakan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang menggunakan Indikator Kinerja Kunci (IKK) (Permendagri No. 73/2009), dimana hasil dari EKPPD tersebut berupa Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 (PP No. 3/2007) tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat, disebutkan bahwa ruang lingkup LPPD mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas perbantuan dan tugas umum pemerintahan, dimana penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara.

3 Sedangkan urusan pilihan merupakan urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah. Oleh karena itu, hasil LPPD Pemda akan sangat bergantung dari urusan yang menjadi otoritasnya serta karakteristik dari masing-masing Pemda itu sendiri. Setiap daerah tentu memiliki karakteristik yang berbeda pada masingmasing daerahnya. Hal ini disebabkan oleh potensi suatu daerah yang berbedabeda, sehingga suatu daerah boleh jadi memiliki potensi yang lebih besar dari daerah lainnya, termasuk pula potensi keuangannya. Berdasarkan atas asas otonomi, maka potensi keuangan daerah ini tentu akan dioptimalkan pemerintah daerah dalam rangka menopang keterselenggaraan urusan Pemda tersebut. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan perwujudan dari penggalian sumber daya atau potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini diperoleh bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan Pendapatan Asli Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Oleh karena adanya perbedaan PAD dari setiap daerah, maka Pendapatan Asli suatu daerah dari sisi keuangannya akan berbeda pula. Dengan adanya otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam hal finansial. Meski begitu pemerintah pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Perimbangan yang ditransfer ke Pemda. Melihat adanya perbedaan ukuran keuangan suatu daerah yang tercermin dari jumlah PAD, maka akan terjadi pula perbedaan dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemda.

4 Semakin besar PAD suatu daerah, maka dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat akan semakin kecil. Ini berarti tingkat ketergantungan suatu daerah akan semakin kecil kepada pemerintah pusat. Dengan kata lain, tingkat kemandirian suatu daerah dapat dikatakan baik, sesuai dengan asas desentralisasi dan otonomi. Sebaliknya, apabila semakin kecil PAD suatu daerah, maka dana perimbangan yang akan diberikan oleh pemerintah pusat akan semakin besar, yang berarti tingkat ketergantungan Pemda akan semakin besar pula kepada pemerintah pusat. Menurut Kusumadewi dan Rahman (2007), dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil. Aset suatu daerah tentu akan berimplikasi pada belanja suatu daerah. Belanja suatu daerah akan sangat bergantung pada berapa besar aset yang dimilikinya. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan berdasarkan PP No. 3/2007 pasal 3. Eksistensi pilar legislatif dalam sistem check and balances tak jarang menyebabkan eksekutif terbelenggu, bahkan terkooptasi oleh riak politik dalam tubuh parlemen/legislatif. Hal itu menyebabkan kekuasaan eksekutif acap kali tidak memiliki imunitas terhadap tekanan-tekanan (kepentingan) politik dalam tubuh legislatif (Tjandra, 2014). Komposisi ukuran legislatif yang terdiri dari banyaknya individu dan partai politik, tentu menimbulkan banyak kepentingan pula, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kinerja pemda, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

5 Whittaker (1995) menyatakan bahwa pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Fakta yang terjadi khususnya di Sumatera Utara, masih perlu banyak perbaikan kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya. Hal ini tercermin dari penilaian daftar capaian akuntabilititas kinerja tahun 2012 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dimana Sumatera Utara mendapatkan penilaian kategori CC yang artinya cukup baik, namun perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar. Pendapatan Asli Daerah merupakan aset yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah. Pada UU 17/2003 pasal 2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, menyatakan: kekayaan negara/pendapatan Asli Daerah adalah kekayaan yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Pendapatan Asli Daerah harus lah dikelola dengan sebaik-baiknya guna dapat membiayai belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah dapat diperoleh dari penerimaan sumber daya alam, penerimaan produksi, penerimaan perdagangan, penerimaan pertanian, penerimaan pajak dan lain sebagainya yang dikelola Pemerintah. Pendapatan Asli daerah dapat berpengaruh positif atau berbanding lurus dimana semakin tinggi Pendapatan Asli daerah maka semakin tinggi kinerja keuangannya. Penelitian Saragih (2003) dalam Sumarjo (2010) menyatakan

6 bahwa peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif akan mendorong investasi yang juga mendorong peningkatan perbaikan infrastruktur daerah. Peningkatan infrastruktur daerah diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang mencerminkan kinerja pemerintah daerah yang baik. Belanja daerah dapat berpengaruh positif atau berbanding lurus dimana semakin tinggi belanja daerah maka semakin tinggi kinerja keuangannya. Penelitian Fajar Nugroho & Abdul Rohman (2012) membuktikan Belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Belanja daerah oleh Pemda dilaksanakan dalam rangka melaksanakan pelayanan publik semisal penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya. Semakin tinggi belanja daerah maka diharapkan semakin terpenuhi pula kebutuhan pelayanan publik, yang artinya semakin baik pula kinerja keuangan daerah tersebut. Fenomena masalah yang terlihat pada data kinerja keuangan setiap daerah di Provinsi Sumatera Utara yaitu belum meratanya kinerja keuangan yang baik pada setiap daerah. Hal ini disebabkan adanya penggunaan Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah yang belum optimal. Misalkan seperti kabupaten Nias belum memiliki Pendapatan Asli Daerah yang stabil dimana pada tahun 2011 PAD sebesar 27.526 M meningkat di tahun 2012 menjadi 765.110 M, namun turun derastis di tahun 2013 menjadi 47.666 M. Sedangkan dari sisi belanja daerah justru terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Begitu juga Sibolga pada tahun 2011 PAD sebesar 44.793 M turun di tahun 2012 menjadi 26.698 M, namun di tahun 2013 naik menjadi 61.358. Kondisi terparah terjadi pada

7 Kabupaten Humbang Hasudutan dimana tahun 2011 PAD sebesar 23.031 M turun di tahun 2012 menjadi 15.592 M dan turun lagi di tahun 2013 menjadi 9.081 M. Fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan Daerah di setiap Provinsi Sumatera Utara belum merata sehingga perlu adanya penilaian Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah. Pendapatan Asli daerah dan belanja daerah secara bersama-sama dapat berpengaruh positif atau berbanding lurus dimana semakin tinggi Pendapatan Asli daerah dan belanja daerah secara bersama-sama mampu meningkatkan kinerja keuangannya. Secara bersama-sama Pendapatan Asli daerah yang tinggi dan belanja daerah yang besar menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dapat mengelola keuangannya dengan baik sehingga pencapaian kinerja keuangannya juga baik. Berdasarkan uraian diatas, penulis memandang bahwa konsep penilaian kinerja keuangan Pemerintah sangat penting diterapkan untuk menunjang tujuan umum perusahaan. Penulis ingin mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan hal sangat penting dalam sebuah penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli daerah masih rendah untuk beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

8 2. Penyerapan belanja daerah terus meningkat untuk beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. 3. Adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan daerah. 1.3 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam melakukan pembahasan, maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan tentang Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah terhadap kinerja keuanganprovinsi Sumatera Utara. 1.4 Perumusan Masalah Perumusan masalah ini dilakukan untuk mengarahkan dan memudahkan dalam penelitian yang terfokus sistematis, Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan Provinsi Sumatera Utara? 1.5 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah secara simultan terhadap kinerja keuangan Provinsi Sumatera Utara.

9 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis, Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta akan memberikan pengalaman dalam pengembangan kemampuan ilmiah khususnya pada penelitian tentang Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah terhadap kinerja keuangan. 2. Bagi Pemerintah Daerah, dapat sebagai dasar atau acuan bagi pihakpihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah untuk dapat dievaluasi kinerjanya. 3. Bagi Akademis, dapat menjadi referensi bagi calon peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian menyangkut masalah yang dibahas.