PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis global adalah peristiwa dimana seluruh sektor ekonomi di pasar dunia mengalami keruntuhan (keadaan gawat) dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis global ini berawal pada negara adidaya Amerika Serikat (AS) dimana dimulai dari kredit macet perumahan di Amerika Serikat yang merupakan sentrum bagi perekonomian dunia. Akibat dari krisis global yang terjadi di AS, ini memberi dampak besar pada negara-negara asia, salah satunya adalah Indonesia pada ekspor perkebunan komoditi Kelapa sawit, Karet, dan Kakao. Ini memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditi tersebut, dimana terjadinya penurunan harga berbagai komoditas ajlok akibat adanya perlambatan ekonomi dunia, sehingga peluang untuk memasarkan sangat sulit (Utaya D, 2008). Krisis yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998 disebabkan oleh stok hutang luar negri swasta sangat besar dan umumnya berjangka pendek, banyak kelemahan dalam sistem perbankan di indonesia. Pada 2008, sebagian orang menyebutnya sebagai krisis ekenomi global, tentu saja dengan sebab yang berbeda dibandingkan krisis 10 tahun silam (Utaya D, 2008). Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk mengatasi selama sementara waktu, dengan perkiraan bahwa gangguan fungsi emosi dapat kembali seperti semula. Artinya jika seseorang mengatasi ancaman itu secara efektif, maka ia akan dapat kembali berfungsi seperti keadaan yang belum krisis. 12
Jadi kita lihat krisis ekonomi mempunyai empat unsur yang jelas. Unsur yang pertama adalah kejadian yang penuh resiko. Ini adalah kejadian yang mengawali suatu reaksi yang berantai dari kejadian-kejadian yang mencapai puncaknya dalam suatu krisis. Unsur yang kedua adalah keadaan rentan. Tidak semua peristiwa ini membawa seseorang kepada suatu krisis. Kalau krisis tidak rentan, pasti krisis itu tidak akan mungkin terjadi. Unsur yang ketiga adalah faktor-faktor yang menimbulkan krisis tersebut. Artinya faktor terakhir yang perlu di tambahkan adalah krisis yang aktif. Sedangkan arti istilah global dianggap berkaitan erat dengan sedunia, secara masal, secara umum. Jadi krisis global adalah suatu keadaan gawat, krisis yang terjadi di seluruh dunia atau mendapat dampak di seluruh dunia (Abdullah, 2008). Menurut (Anonimous, 2008) adapun terjadinya krisis global di akibatkan adanya beberapa faktor antara lain: 1. Tingginya harga kebutuhan 2. Penyaluran kredit secara berlebihan sehingga tidak memperhatikan kemampuan membayar dari konsumen. 3. Krisis kepercayaan dari para pelaku pasar, warga Negara, bahkan antar Negara 4. Spekulasi berlebihan dari para spekulan 5. Bidang usaha dari ekonomi makro tidak berjalan seiring dengan ekonomi mikro Ditengah ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan 13
yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditas, namun diharapkan dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia dalam 2-3 tahun ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan perekonomian dalam jangka panjang. Ekspor komoditas yang selama ini menopang perekonomian pasca krisis 1997, diharapkan dapat kembali menjadi salah satu faktor penting dalam penguatan perekonomian Indonesia ke depan. Kinerja ekspor Indonesia pada 2009 diperkirakan akan mengalami penurunan dibandingkan 2008 yang dikarenakan adanya penurunan permintaan barang ekspor sebagai dampak dari krisis global yang sangat berpengaruh terhadap permintaan pasar internasional. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia adalah dengan peningkatan kegiatan ekspor, sehingga kestabilan ekspor dapat di pertahankan. Salah satunya yaitu dengan membuat pajak ekspr dan membeli serta menjualkan barang baik dalam negri maupun di luar negri (Astuty, 2000). Melemahnya kinerja ekspor disebabkan oleh permintaan produk ekspor yang berkurang dan menurunnya harga komoditas ekspor. Apabila penurunan kinerja ekspor tersebut berkelanjutan maka kemungkinan terjadi penurunan cadangan devisa. Adapun batas aman nilai cadangan devisa adalah empat bulan ekspor dan pembayaran kewajiban atau kurang lebih US$50 miliar (Astuty, 2000). Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet (pertumbuhan ekspor karet dan barang 14
karet mencapai sekitar 65% dalam 3 tahun terakhir) di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor (Parhusip Basar A,2008). Hal positif yang ditinggalkan oleh krisis 1998 itu adalah diuntungkannya sebagian masyarakat di daerah yang memiliki basis kegiatan di sektor pertanian/perkebunan, karena komoditas seperti karet, sawit dan kakao harganya melambung di pasar internasional, dimana hal positif yang di tinggalkan yaitu normalnya harga di pasaran sedangkan pada waktu yang bersamaan nilai rupiah pun merosot sampai 100%, artinya nilai rupiah terhadap mata uang dolar amerika serikat yang di sebabkan para valuta asing jatuh tempo pembayaran hutang, luar negri baik swasta maupun pemerintah, kurang percaya masyarakat terhadap rupiah, lemahnya perekonomian indonesia yang di lihat dari hutang luar negri. Perolehan devisa dari ekpor minyak sawit sejak pulih kembali perekonomin setelah krisis mengalami meningkatan sangat luar biasa volume terus bertambah akhir-akhir ini juga mengalami peningkatan harga dan nilai tukar secara keseluruhan ekspor diatas 10 juta ton berhasil di lalui sejak tahun 2005 dengan perolehan devisa yang pada tahun 2008 telah melewati USD 10 juta meskipun ekpor tahun ini masih berlanjut. Hal ini terjadi karena faktor volume dan harga secara keseluruhan kedudukan perolehan devisa dari minyak sawit terhadap total nilai ekspor hasil industri juga menigkat mencapi diatas 5 % secar 2003 dan tahun 2007 mencapai diatas 10%. (Noer, 2008). 15
Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting dalam waktu-waktu mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan. Adapun perundingan- perundingan WTO adalah mendorong perdagagan bebas dengan mengurangi dan menghilangkan hambtanhambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif (misalnya regulasi menyediakan forum perundingan perdagangan internasional, menyediakan sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di antara anggotanya (Faisal, 2002). Akibatnya bagi komoditi perkebunan adalah Perkebunan Indonesia terancam, tapi perkebunan Indonesia mempunyai modal dasar berupa keunggulan komparatif, dan beberapa komoditas (minyak kelapa sawit, karet, dan kakao), mempunyai daya saing yang cukup bagus. Namun justru komoditas-komoditas tersebut yang sangat mungkin mengalami goncangan terkuat dibandingkan komoditas perkebunan lainnya karena pasar ke tiga komoditas tersebut terkena resesi. Masalahnya, komoditas lain 16
terkait dengan daya saingnya yang lemah. Dari sisi pelaku, petani perkebunan rakyat relatif lemah sehingga mereka perlu diutamakan untuk diselamatkan. untuk menyelamatkan usaha perkebunan di Indonesia langkah antisipastif perlu dipersiapkan sekaligus mengimplementasikan, baik yang besifat fundamental maupun penunjang. sasarannya dalah agar komoditas dan produk perkebunan indonesia dapat di jual dengan beban biaya output minimum. Penjualan komoditas tersebut terutama di pasar ekspor (Krugman, 2005). Salah satu perubahan mendasar yang terjadi di pasar internasional adalah liberalisasi perdagangan untuk sektor pertanian, dimana beberapa produk perkebunan termasuk di dalamnya. Libralisasi perdagangan adalah meghapus dan mengurangi hanbatan hambatan yang terjadi di dalam perdagangan Liberalisasi perdagangan tersebut diperkirakan akan mempunyai dampak yang signifikan terhadap perkembangan komoditas perkebunan. Besarnya dampak untuk masing-masing komoditas perkebunan tentunya bervariasi bergantung besarnya intervensi pemerintah negara-negara yang terlibat dalam perdagangan komoditas perkebunan. Sebagai contoh, dampak liberalisasi terhadap minyak nabati, dimana CPO termasuk didalamnya, diperkirakan akan lebih besar dibandingkan karet yang relatif tidak banyak mengalami intervensi pemerintah (Abbot, 2003). Identifikasi Masalah 17
1. Bagaimana perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara sesudah krisis global 2008? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan kemudian hari dapat digunakan sebagai: 1. Sumbangan dalam kajian terkait dengan masalah dampak krisis global 2008 terhadap harga dan volume ekspor komoditi perkebunan di Provinsi Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan reverensi dan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan 18