EVALUASI SISTEM PELAYANAN TRANSIT ANTAR KORIDOR BUS RAPID TRANSIT TRANS SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

Waktu Tunggu Angkutan Antar Bis Di Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB III LANDASAN TEORI

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap Terminal Leuwi Panjang Bandung seperti yang telah diuraikan Time headway dan waktu tunggu rerata (Wtr).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN DI HALTE ELANG TRANS METRO BANDUNG (TMB) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

BAB I PENDAHULUAN. beraktivitas dan pergerakan roda perekonomian suatu daerah. Salah satu jenis angkutan

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG ANGKUTAN MASSAL BUSWAY YANG BERKELANJUTAN DI SURABAYA

TINJAUAN KINERJA SHELTER PADA BRT KORIDOR 2 (UNGARAN TERBOYO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan Pelayanan Bus Transjakarta Berdasarkan Preferensi Pengguna (Studi Kasus: Koridor I Blok M Kota, Jakarta)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

PERMASALAHAN DAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA SURABAYA

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

The Quality of Bus Rapid Transit (BRT) Shelter Services of Mangkang-Penggaron Route in CBD Semarang

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-solusi atas. dibandingkan dengan harapan-harapan yang diperoleh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN I.1

EVALUASI KINERJA BATIK SOLO TRANS (STUDI KASUS : KORIDOR I KARTASURA-PALUR, SURAKARTA)

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

PERENCANAAN RUTE BUS PENUMPANG DARI BANDARA JUANDA MENUJU BEBERAPA KOTA DI SEKITAR SURABAYA

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

STUDI PENGOPERASIAN ANGKUTAN UMUM MASSAL DI SEMARANG (Studi Kasus Koridor Mangkang-Penggaron dengan Moda Bus)

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc

ANALISIS KAPASITAS PARKIR KENDARAAN PADA RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH METRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. yang optimal dalam Implementasi Bus Rapid Transit Sebagai Transportasi Publik

KAJIAN MANAJEMEN SIRKULASI TERMINAL BUS ( Studi Kasus : Terminal Bus Tirtonadi Surakarta )

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

EVALUASI KINERJA PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) TRANS SARBAGITA TP 02 KOTA DENPASAR

Transkripsi:

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 505 511 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 505 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts EVALUASI SISTEM PELAYANAN TRANSIT ANTAR KORIDOR BUS RAPID TRANSIT TRANS SEMARANG Wildan Salasa, Heru Wakhidho, Bagus Hario Setiadji *), Epf. Eko Yulipriyono *) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. 50239, Telp.: (024)7474770, Fax.: (024)7460060 ABSTRAK Proses transit pada Trans Semarang terjadi pada halte Semarang, halte, halte lima, halte Stasiun Tawang dan Halte Elisabeth. Hasil analisis headway terendah sebesar 52 detik terdapat di Elisabeth dan, dan headway tertinggi BRT Trans Semarang sebesar 40 menit terdapat di Stasiun Tawang, yang seharusnya headway ideal minimal 5-10 menit. Waktu henti terendah sebesar 35 detik terdapat di dan Stasiun Tawang, dan waktu henti tertinggi BRT Trans Semarang sebesar 68 detik terdapat di Stasiun Tawang dan, yang seharusnya antara 20-60 detik. Waktu tunggu terendah sebesar 52 detik terdapat di, dan waktu tunggu tertinggi BRT Trans Semarang sebesar 35 menit terdapat di Stasiun Tawang, yang seharusnya antara 5-10 menit dan maksimal 10-20 menit, dan fasilitas shelter dinilai cukup oleh para pengguna layanan transit BRT Trans Semarang. kata kunci : BRT Trans Semarang, headway, shelter ABSTRACT Trans Semarang transit happens at, semarang 5 public high school shelter, town hall shelter, simpang lima shelter, tawang station shelter and Elizabeth hospital shelter. The lowest headway analyst result 52 second in the Elisabeth and, and the highest headway BRT Trans Semarang is 40 minutes in the Station Tawang, should to the ideal headway at 5-10 minutes. Lowest idle time is 35 second in the and Station Tawang, and highest idle time BRT Trans Semarang is 68 second in the Station Tawang and, should between 20-60 second. The lowest waiting time is at 52 seond in the, and the highest waiting time BRT Trans Semarang is 35 minutes in the Station Tawang, should between 5-10 minutes and maksimum 10-20 minutes, and the shelter facilities are considered enough by the BRT Trans Semarang users. keywords: BRT Trans Semarang, headway, shelter PENDAHULUAN Transportasi merupakan sebuah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu obyek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini obyek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tertentu. Meluasnya *) Penulis Penanggung Jawab 505

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 506 permasalahan transportasi didaerah terjadi juga di Kota Semarang. Guna mengatasi hal tersebut Kota Semarang telah melakukan penerapan penggunaan Bus Rapid Transit (BRT) untuk memperbaiki layanan angkutan perkotaan yang ada saat ini. Bus Rapid Transit (BRT) adalah suatu moda transportasi yang cepat yangmengkombinasikan kualitas transportasi kereta dan fleksibilitas bus. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengidentifikasi sistem transit BRT Semarang 2. Menganalisis dan mengetahui efektifitas dan efisiensi kinerja sistem pelayanan transit BRT Semarang. 3. Mengidentifikasi karateristik shelter/halte terhadap kinerja atau sistem pelayanan transit dilihatdari segi pengguna. 4. Memberikan alternative dan solusi untuk meningkatkan kinerja sistem pelayanan transit antar koridor. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Daerah penelitian ini adalah BRT Trans Semarang koridor I, Koridor II, Koridor III dan Koridor IV dengan halte yang ditinjau yakni halte Semarang, halte Semarang, halte Stasiun Tawang, halte Elisabeth, dan halte. Halte yang ditinjau merupakan halte yang dikhususkan untuk transit atau perpindahan penumpang antar koridor. Alasan pengambilan 5 Shelter tersebut di karenakan hasil wawancara pihak Badan Layanan Umum (BLU). Berdasarsarkan pengamatan dan hasil wawancara maka di peroleh macam-macam type shelter sebagai berikut: 1. Shelter type A Shelter type A merupakan shelter tertutup yang pintu kedatangan dan keberangkatan terpisah serta dilengkapi dengan fasilitas rambu, tempat duduk, jalur diffable, papan informasi tentang shelter- shelter yang di lalui dan ada petugas tiketing. Shelter type A ditemukan pada shelter, SMA 5 Semarang, dan Elisabeth 2. Shelter type B Shelter type B merupakan shelter tertutup yang pintu kedatangan dan keberangkatan menjadi satu serta dilengkapi dengan fasilitas rambu, tempat duduk, jalur diffable, papan informasi tentang shelter- shelter yang di lalui dan ada petugas tiketing. Shelter type B ditemukan pada shelter dan St.Tawang 3. Shelter type C Shelter type C merupakan shelter terbuka yang pintu kedatangan dan keberangkatan menjadi satu serta dilengkapi dengan fasilitas rambu, tempat duduk, jalur diffable, papan informasi tentang shelter- shelter yang di lalui. 4. Shelter type D Shelter type D merupakan shelter portabel yang hanya berupa tangga dan memiliki elevasi tangga yang sama dengan elevasi BRT. Shelter ini hanya bersifat sementara sampai shelter permanen di bangun dilokasi yang sama. Analisis Sistem Transit Trans Semarang Sistem Transit adalah turunnya penumpang dari kendaraan (BRT) menuju ruang tunggu (halte) untuk beberapa saat kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan (BRT) yang berbeda. 506

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 507 Analisis Headway Tabel 1. Transit BRT Semarang Halte Koridor Penumpang Transit Jumlah Naik Turun II 136 52 Elisabeth IIIA 42 28 IIIB 52 27 II 78 65 IIIA 31 30 IIIB 14 25 IV 73 78 I 59 127 IIIA 38 41 IIIB 31 39 I 34 34 II 80 55 IIIA 11 20 IV 86 93 I 88 53 II 53 108 IIIB 17 49 IV 79 56 Headway merupakan waktu antara satu kendaraan dengan kendaraan yang lain yang berurutan dibelakangnya pada rute yang sama. Tabel 2. Headway rata-rata BRT Semarang Halte Koridor Headway (Menit) Terendah Tertinggi Rata-Rata II 00:00:52 00:23:43 00:12:17 Elisabeth IIIA 00:10:24 00:24:27 00:18:05 IIIB 00:11:59 00:24:51 00:18:25 II 00:01:19 00:15:33 00:08:26 IIIA 00:12:59 00:40:00 00:26:29 IIIB 00:08:54 00:38:48 00:23:21 IV 00:03:36 00:20:18 00:11:27 I 00:00:52 00:23:43 00:06:31 IIIA 00:11:46 00:24:27 00:14:15 IIIB 00:11:59 00:24:51 00:15:24 I 00:01:00 00:19:00 00:06:45 II 00:05:00 00:18:00 00:09:40 IIIA 00:11:00 00:25:00 00:14:12 IV 00:07:00 00:13:00 00:09:28 I 00:01:02 00:19:11 00:06:42 II 00:02:20 00:15:21 00:09:52 IIIA 00:02:37 00:23:42 00:12:08 IV 00:06:57 00:12:47 00:08:34 507

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 508 Dari pengamatan headway pada ke lima shelter tersebut memiliki headway maksimum 40 menit yang terdapat pada halte Stasiun Tawang sehingga tidak memenuhi standar SK Dirjen Perhubungan Darat nomor 687 tahun 2002 yaitu H ideal 5-10 menit. Analisis Waktu Henti Waktu henti merupakan waktu berhenti sejenak BRT di halte untuk menurunkan penumpang dan menaikkan penumpang dalam selang waktu tertentu. Halte Elisabeth Tabel 3. Waktu henti rata-rata BRT Trans Semarang Koridor Waktu Henti (Menit) Terendah Tertinggi Rata-Rata II 00:00:55 00:01:05 00:01:02 IIIA 00:00:52 00:01:03 00:01:01 IIIB 00:00:57 00:01:05 00:01:02 II 00:00:45 00:01:08 00:01:06 IIIA 00:00:35 00:01:03 00:01:01 IIIB 00:00:50 00:01:07 00:01:04 IV 00:00:53 00:01:04 00:01:02 I 00:00:48 00:01:08 00:01:06 IIIA 00:00:51 00:01:10 00:01:07 IIIB 00:00:59 00:01:06 00:01:04 I 00:00:53 00:01:01 00:00:59 II 00:00:39 00:01:04 00:01:02 IIIA 00:00:53 00:01:00 00:00:57 IV 00:00:35 00:01:03 00:01:01 I 00:00:54 00:01:00 00:00:59 II 00:00:39 00:01:05 00:01:05 IIIA 00:00:58 00:01:03 00:01:02 IV 00:00:50 00:01:03 00:01:01 Dari hasil pengamatan waktu henti tertinggi yang dibutuhkan oleh BRT Trans Semarang adalah 1 menit 10 detik. Menurut BRT planning guide, waktu henti yang disyaratkan antara 20 60 detik. Sehingga waktu henti Bus Rapid Transit Semarang belum memenuhi syarat. Analisis Waktu tunggu Waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan oleh penumpang untuk istirahat sejenak di halte untuk berpindah bus dari koridor satu ke koridor lainnya dalam selang waktu tertentu seperti terlihat pada Tabel 4. Dengan waktu tunggu tertinggi 35 menit (Tabel 4) terletak pada shelter St.Tawang maka waktu tunggu belum sesuai dengan SK Dirjen Perhubungan Darat No 687 tahun 2002. Waktu tunggu pemberhentian rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. 508

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 509 Halte Elisabeth Tabel 4. Waktu tunggu rata-rata BRT Trans Semarang Sarana Pendukung di Shelter/halte Koridor Waktu Tunggu (Menit) Terendah Tertinggi Rata-Rata II 00:01:35 00:19:27 00:12:17 IIIA 00:02:05 00:19:43 00:09:05 IIIB 00:01:57 00:18:25 00:10:25 II 00:00:59 00:35:18 00:19:26 IIIA 00:01:03 00:34:28 00:24:29 IIIB 00:00:55 00:18:09 00:09:27 IV 00:01:08 00:21:18 00:11:23 I 00:00:52 00:23:43 00:11:31 IIIA 00:11:46 00:24:27 00:14:15 IIIB 00:11:59 00:23:17 00:15:24 I 00:01:07 00:19:30 00:08:45 II 00:03:01 00:18:22 00:13:40 IIIA 00:02:12 00:19:03 00:11:12 IV 00:07:00 00:13:04 00:09:28 I 00:01:02 00:19:11 00:06:42 II 00:02:20 00:15:21 00:09:52 IIIA 00:02:37 00:23:42 00:12:08 IV 00:02:57 00:12:47 00:08:34 Shelter/halte adalah berupa bangunan yang akan digunakan sebagai tempat pemberhentian bus Trans Semarang. Tinggi lantai halte adalah 110 cm yang disesuaikan dengan ketinggian lantai BRT. Bahan bangunan terbuat dari rangka besi dan alumunium dengan dinding kaca, dan pintu halte berupa pintu geser. Berikut beberapa jenis sarana pendukung di halte. 1. Alat Pembaca E-Ticket Alat pembaca e-ticket berfungsi untuk memotong saldo yang terdapat pada kartu prabayar yang disediakan oleh beberapa bank yang telah bekerjasama dengan pihak pengelola BRT. 2. CCTV (Closed Circuit Television) CCTV yang dipasang di halte tertentumerupakan suatu bentuk upaya pengamanan di halte dan untuk membantu petugas dinas perhubungan untuk mengetahui kondisi di halte. Diharapkan dengan adanya CCTV di halte dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi pengguna BRT yang sedang menunggu bus di halte. 3. Papan Informasi Papan informasi merupakan suatu fasilitas yang ada di halte yang berfungsi untuk memberikan informasi titik-titik halte yang ada disepanjang rute daerah pelayanan, dan informasi-informasi penting lainnya seperti pembelian tiket dan data teknis BRT. 4. Jalur Kursi Roda untuk Penyandang Cacat/Diffabel Beberapa halte BRT dilengkapi jalur kursi roda untuk para diffabel agar memudahkan mereka menuju kehalte, mengingat lokasi halte lebih tinggi 110 cm dari bahu jalan, karena menyesuaikan desain pintu bus yang tinggi. Jalur kursi roda ini dibuat selandai mungkin agar memudahkan para diffabel menuju ke shelter. 509

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 510 5. Marka Bus Stop Marka bus stop merupakan suatu rambu petunujuk untuk pengemudi bus dan untuk calon penumpang bus dimana bus akan berhenti, sehingga dapat memudahkan pengemudi untuk mengetahui batas berhentinya bus agar posisi pintu bus berhenti tepat di pintu halte untuk naik turunnya penumpang. Marka bus stop ini juga berfungsi untuk memberi tanda batas agar kendaraan lain tidak parkir di depan halte. 6. Rambu Pemberhentian Bus Rambu pemberhentian bus berfungsi sebagai penanda terdapatnya pemberhentian bus, sehingga calon penumpang dapat naik turun dan menunggu bus pada pemberhentian bus atau halte tersebut. 7. Tempat Sampah Kebersihan halte memegang peranan penting dalam menarik konsumen untuk itu maka suatu halte sudah semestinya memiliki tempat sampah agar kebersihan di halte tetap terjaga sehingga penumpang merasa nyaman menunggu bus. 8. Rambu Hati-Hati Rambu hati-hati dengan bertuliskan halte BRT merupakan rambu peringatan akan adanya halte BRT beberapa meter lagi didepan, dan sebagai peringatan kepada pengemudi untuk berhati-hati karena akan ada halte BRT. Tabel 5. Sarana pendukung setiap halte Sarana lima Tawang Elisabeth Alat pembaca E-Tiket V V V V X CCTV X X X X X Papan informasi X X X X X Jalur diffable V V V V X Marka bus stop X X V V X Rambu perhentian bus V V V X X Tempat sampah V V V V V KESIMPULAN Proses transit pada Trans Semarang terjadi pada halte Semarang, halte, halte lima, halte Stasiun Tawang dan Halte Elisabeth. Headway terendah sebesar 52 detik terdapat di Shelter Elisabeth sedangkan tertinggi Bus Rapid Transit Trans Semarang sebesar 40 menit yang terdapat pada Shelter Stasiun Tawang sehingga tidak memenuhi standar SK Dirjen Perhubungan Darat nomor 687 tahun 2002 yaitu H ideal 5-10 menit. Waktu henti terendah sebesar 35 detik terdapat di Shelter dan sedangkan tertinggi adalah 68 detik terdapat di sehingga tidak memenuhi syarat BRT planning guide, waktu henti yang disyaratkan antara 20 60 detik. Waktu tunggu terendah terdapat di Shelter sebesar 52 detik sedangkan waktu tunggu tertinggi 35 menit terletak di Shelter St.Tawang maka waktu tunggu belum sesuai dengan SK Dirjen Perhubungan Darat No 687 tahun 2002. Dengan syarat waktu tunggu pemberhentian rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. Kapasitas shelter pada jam tertentu tidak dapat menampung semua pengguna BRT sehingga terjadi over kapasitas. Fasilitas shelter kurang memadai sehingga pengguna BRT merasa kurang nyaman. Juga semua shelter tidak ada pembatas antara penumpang transit dan nontransit. 510

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 511 DAFTAR PUSTAKA K Street, NW, 2010. American Public Transportation Association (APTA), Washington. Miro, F, 2005. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi, Erlangga, Jakarta. Morlok, Edward, K, 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta. Schumer, 1974. Planning for Public Transpor, Hutchinson, London. Setijowarno, D. dan Frazila, R.B., 2001. Pengantar Sistem Transportasi, Edisi ke-i. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Warpani, Sumardjoko, 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan,. ITB, Bandung. SK Dirjen Perhubungan Darat No. 271 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Perekayasaan tempat perhentian kendaraan penumpang umum, Jakarta. SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687 Tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek tetap dan Teratur, Jakarta. Republik Indonesia, 1992. Undang-Undang No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta. Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan, Jakarta. 511