BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROSEDUR PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN DAERAH PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) BOGOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN INVENTARISASI DAN VERIFIKASI, REKONSILIASI, SERAH TERIMA BKPN, DAN PENERBITAN PRODUK HUKUM PASCA PENGEMBALIAN

BAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA

Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan. (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TP-

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Piutang Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Un

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 293/KMK.O9/1993 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB IV PEMBAHASAN. Walaupun dasar Hukum pembentukan KPKNL Gorontalo sejak tahun 2002,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PROFIL INSTANSI. piutang Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

BAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 2. Penyelesaian kredit..., Tessy Ladina Khairifani Siregar, FH UI, hal Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan negara/daerah tidak lagi termasuk dalam ranah Piutang

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.

2015, No Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambah

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan)

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB IV ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 128/PMK.06/2007 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH LAINNYA BUPATI BERAU,

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK (II) Dosen Pengampu: Adhi Prakosa, M. Sc

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

PP 4/1998, TATA CARA PENJUALAN BARANG SITAAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENJUALAN SECARA LELANG DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 -

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

(2) Penerbitan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang dapat dilakukan untuk 1 (satu) BKPN atau untuk beberapa BKPN terhadap Penyerah Piutang yang sama.

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus 2011, penulis ditempatkan pada Piutang Negara. Pelaksanaan Kerja Praktek ini dimaksudkan untuk mengetahui Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet, kendala-kendala yang ada dalam Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet, dan upaya mengatasi kendala pada Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet. 3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek Teknik pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan penulis di dalam melaksanakan laporan kerja praktek ini adalah dengan melaksanakan kerja dan pengamatan secara langsung di Pelayanan Kekayaan Negara dan Leleng (KPKNL). Pelaksanaan kerja praktek dilaksanakan selama 30 hari atau 1 Bulan yang diisi penuh dengan kegiatan kerja praktek kecuali Hari Sabtu dan Hari Minggu. Adapun kegiatan yang penulis lakukan selama melaksanakan kerja praktek adalah sebagai berikut : Mendengarkan pengarahan dari Bapa Nurohmat Deny Hendratna mengenai tata cara pelaksanaan kuliah kerja praktek, gambaran 19

umum Pelayanan Kekayaan Negara dan Leleng (KPKNL), dan Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet. Wawancara dengan pembimbing dan KPKNL mengenai Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet. Mengambil data pada KPKNL mengenai Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet. Data tersebut diambil untuk bahan laporan kuliah kerja praktek. Menginput data-data utang-putang ke komputer. 3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek 3.3.1 Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Kredit Macet KPKNL Piutang Negara yang pengurusannya wajib diserahkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) adalah piutang Negara macet, yang adanya dan besarnya sudah pasti menurut hukum, jadi sebelumnya harus sudah di teliti terlebih dahulu secara seksama baik mengenai besarnya jumlah kredit macet maupun tentang keadaan fisik barang jaminan dan atau harta kekayaan debitur / penjamin hutang. Jadi sebelum menyerahkan kredit bermasalah kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, instansi atau badan Negara tersebut harus terlebih dahulu berusaha melakukan penagihan dan apabila tidak berhasil, maka kredit yang di serahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) tersebut harus berupa kredit macet. Apabila suatu kredit telah dinyatakan sebagai suatu kredit macet, maka pihak kreditur dalam hal ini adalah Bank Pemerintah atau badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung di kuasai oleh Negara, maka pengurusannya wajib di serahkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) sehingga 20

pihak kreditur tidak boleh secara langsung mengambil pelunasan dari debitur/penanggung hutang. Pengurusan piutang Negara yang di lakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) didasarkan atas azas parate eksekusi yaitu prosedur penagihan kredit macet dapat dilaksanakan sendiri tanpa adanya campurtangan dari Pengadilan Negri, maka pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) dapat mengeluarkan surat paksa kemudian melakukan pelelangan yang sebelumnya telah di letakan sita eksekusi atas barang jaminan debitur/penanggung hutang/penjamin hutang. Pelaksanan sita eksekusi terhadap barang jaminan yang di jadikan agunan kredit oleh debitur/penanggung hutang tidaklah mudah di lakukan, hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya barang jaminan berada di luar wilayah kewenangan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL), barang jaminan merupakan milik pihak ketiga, barang jaminan dijaminkan lebih dari satu hutang pada bank yang berlainan. Oleh karena itu, keberadaan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) sebagai suatu badan interdepartemental yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan dan bertugas untuk mengurus piutang Negara yang telah diserahkan pengurusannya oleh instansi Pemerintah atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau oleh sebab apapun mutlak di perlukan guna penyelamatan uang masyarakat yang di percayakan kepada Bank-Bank Pemerintah di Indonesia dapat di lakukan secara efektif dan efisien dalam waktu yang relatif singkat. 21

a. Tahapan tahapan pelaksanaan sita eksekusi barang jaminan Tahap pertama yang di lakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) dalam pengurusan piutang Negara adalah dengan melakukan pendekatan kepada debitur agar penyelesaian piutang macetnya. Apabila pendekatan ini tidak berhasil maka Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) berhak melakukan teguran/ panggilan. Pembuatan Pernyataan Bersama /Penetapan Jumlah Piutang Negara, selanjutnya PJ/PJPN yang berisi kesanggupan penyelesaian piutang Negara tidak dilaksanakan oleh debitur maka Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) berhak melanjutkan pengurusan pada tahap penyitaan dengan dasar Surat Perintah Sita ( SPS ) penyitaan dilaksanakan terhadap barang jaminan debitur/penjamin hutang yang lebih dikenal dengan nama sita eksekusi. b. Prosedur Pengurusan Piutang Negara Dalam proses pengurusan piutang Negara akan di tetapkan beberapa produk hukum yang digunakan sebagai dasar pelaksanan tahap-tahap penyelesaian pengurusan Piutang Negara antara lain: 1. Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) 2. Pernyataan Bersama (PB) 3. Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN) 4. Surat Paksa (SP) 5. Surat Perintah Sita (SPS) 6. Surat Perintah Penjualan Barang Jaminan (SPPBJ). Produk-produk hukum tersebut akan diterbitkan oleh suatu panitia yang di bentuk berdasarkan Undang-Undang No.49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah suatu panitia yang bertugas mengurusi piutang 22

Negara yang pengurusannya telah diserahkan kepadanya oleh instansi pemerintah atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara. Landasan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam menangani dan melakukan pengurusan piutang Negara adalah Undang-Undang Nomor. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).Dalam pasal 4 ayat ( 1 ) UU No.49 Prp Tahun 1960 menyatakan bahwa Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) bertugas untuk mengawasi piutang Negara yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi penanggung hutang/debitur tidak mampu melunasi hutangnya sebagai mana yang telah di tentukan sebelumnya. Dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) sebagai anggota Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pengurusan piutang negara dilaksanakan KPKNL dengan menempuh tahap pengurusan sebagai yang dijabarkan pada gambar berikut ini. Mulai Surat Penyerahan (1) Penelitian KP2LN (2) Adanya & besarnya Pasti? (3) Y Surat penerimaan pengurusan piutang negara (3A) Panggilan 2X dan atau pengumuman panggilan (4) Wawancara (5) Mengakui jumlah hutang dan sepakat cara penyelesaian (5A) Mengakui jumlah hutang tapi tidak sepakat cara penyelesaian (5B) Tidak mengakui jumlah hutang (5C) PB (7) Lunas? (9) T Pemeriksaan (15) PB ditaati? T Y (14B) T Lunas? Y Y (13A) Bayar (8) Selesai Y (14A) T Memenuhi panggilan? Y PSBDT (16) Laku? T (13B) Surat Penolakan (3B) T Penetapan jumlah piutang negara (6) Surat paksa (7) Sita (11) Lelang (12) Gambar 3.1 : Alur Tahapan Menuju Proses Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Oleh KPKNL 23

Alur tahapan pengurusan piutang negara tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penyerah Piutang menyerahkan pengurusan piutang/kredit macetnya secara tertulis kepada PUPN melalui/ KPKNL, disertai berbagai dokumen pendukung yang dapat membuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara (seperti Perjanjian Kredit, Kontrak Kerja, Rekening Koran, dan sebagainya) beserta dokumen lain yang dianggap perlu (dokumen barang jaminan, dokumen pengikatan barang jaminan, dan sebagainya). 2. KPKNL melakukan penelitian dokumen penyerahan yang hasilnya dituangkan dalam Resume Hasil Penelitian Kasus (RHPK). 3. Dari RHPK tersebut dapat diketahui apakah kasus tersebut dapat diterima untuk diurus (laik urus) atau tidak. Suatu piutang negara dikatakan diurus oleh PUPN bila adanya dan besarnya piutang negara tersebut dapat dibuktikan secara hukum, dan Apabila laik urus, maka PUPN akan menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N); atau Apabila tidak memenuhi syarat untuk diurus, maka PUPN akan menerbitkan Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara, dan kasus tersebut akan dikembalikan kepada Penyerah Piutang. 4. Setelah SP3N diterbitkan, maka KPKNL melakukan pemanggilan kepada Penanggung Hutang (PH) dan/atau Penjamin Hutang (PjH), paling banyak 2 (dua) kali masing-masing berselang 7 (tujuh) hari. 24

Bila PH/PjH tidak diketahui keberadaannya, pemanggilan dapat dilakukan melalui Pengumuman Panggilan pada media masa. 5. Apabila PH/PjH memenuhi panggilan, maka dilakukan wawancara yang menyangkut pengakuan jumlah hutang, dan kesepakatan tentang cara dan jangka waktu penyelesaian, serta sanksi bila PH/PjH wanprestasi/cidera janji. Dari hasil wawancara, dapat diketahui kemungkinan sebagai berikut: PH/PjH mengakui dan menyetujui jumlah hutangnya, serta menyepakati cara dan jangka waktu penyelesaian; PH/PjH mengakui dan menyetujui jumlah hutangnya, tapi tidak menyepakati cara dan jangka waktu penyelesaian; atau PH/PjH tidak mengakui dan/atau tidak menyetujui jumlah hutangnya tanpa alasan yang sah. 6. Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN) akan diterbitkan oleh PUPN bila: PH/PjH menghilang, tidak diketahui alamatnya, atau PH/PjH tidak hadir memenuhi panggilan terakhir dan/atau pengumuman panggilan; atau PH/PjH hadir memenuhi panggilan, panggilan terakhir, atau pengumuman panggilan, namun tidak mengakui dan/atau tidak menyetujui jumlah hutangnya tanpa alasan yang sah. 7. Berdasarkan PJPN di atas, PUPN melaksanakan penagihan piutang negar kepada PH/PjH secara sekaligus dengan Surat Paksa (SP). Tahap 25

pengurusan ini dilaksanakan sebagai berikut: PUPN menerbitkan SP, yang berisi perintah kepada PH/PjH untuk melunasi hutang dalam jangka waktu 1 X 24 jam sejak SP diberitahukan; dan Jurusita Piutang Negara memberitahukan SP tersebut kepada PH/PjH dengan menggunakan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa. 8. Bila berdasarkan wawancara diketahui hasil sebagaimana dimaksud pada butir 5A atau 5B, maka Pernyataan Bersama (PB) dibuat dan ditandatangani bersama oleh PH/PjH dan Ketua PUPN. 9. Apabila PH/PjH mentaati isi PB, yang bersangkutan melaksanakan pembayaran. Bila PH/PjH tidak mentaati isi PB (wanprestasi), PUPN akan menerbitkan SP terhadap PH/PjH yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud pada butir 7 (tujuh). 10. Pembayaran yang dilakukan oleh PH/PjH sesuai ketentuan yang disepakati pada PB, akan bermuara pada pelunasan hutangnya. 11. Apabila PH/PjH tidak memenuhi ketentuan SP, maka PUPN menerbitkan Surat Perintah Penyitaan (SPP) terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain. SPP tersebut ditindaklanjuti dengan pelaksanaan penyitaan oleh Jurusita Piutang Negara dengan menggunakan Berita Acara Penyitaan. 12. Apabila debitur tetap tidak menyelesaikan hutangnya kepada negara walaupun barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain miliknya telah 26

disita, maka tahap pengurusan akan ditingkatkan ke arah lelang barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH yang telah disita. dilaksanakan sebagai berikut: Tahap pengurusan ini akan: PUPN menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) yang memerintahkan Kepala KPKLN untuk melakukan penjualan di muka umum (lelang) terhadap barang yang telah disita tersebut; dan Pelaksanaan lelang dihadapan Pejabat Lelang. 13. Pelaksanaan lelang barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH dapat berhasil (laku); atau Tidak berhasil (tidak laku), dan terhadap barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain tersebut akan dilakukan lelang ulang. 14. Terdapat 2 (dua) kemungkinan hasil yang diperoleh bila barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain tersebut laku terjual lelang, dan tidak ada lagi barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain yang tersisa, yaitu: Piutang negara lunas; atau Piutang negara tidak lunas 15. Bila piutang negara belum lunas meski sudah tidak ada lagi barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain milik PH/PjH, maka untuk piutang negara yang memenuhi persyaratan akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui: Kemampuan PH/PjH; 27

Keberadaan harta kekayaan lain; atau Keberadaan diri PH/PjH bila yang bersangkutan menghilang, atau tidak diketahui alamatnya. 16. Bila piutang negara belum lunas dan telah memenuhi persyaratan, maka PUPN akan menghentikan sementara pengurusan piutang negara tersebut dengan menerbitkan pernyataan Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) 3.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet 3.3.2.1 Kredit macet yang bersifat internal Faktor penyebab terjadinya kredit macet yang bersifat internal pada umumnya berkaitan dengan analisis kredit yang kurang tajam, system pengawasan dan adminitrasi kredit yang kurang baik, sehingga pihak menejemen tidak mampu memantau penggunaan kredit dan usaha debitur. 3.3.2.2 Kredit macet yang bersifat eksternal keadaan perekonomian yang tidak mendukung usaha debitur, penggunaan kredit tidak sesuai dengan rencana, serta kurang adanya itkad baik serta kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. 28

3.3.2.3 Kendala-kendala Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet di KPKNL Bandung Pelaksanaan sita eksekusi yang selama ini telah di lakukan terkadang menemui kendala antara lain kendala dari pihak debitur/penjamin hutang yang tidak merelakan barangnya di sita ataupun kendala dari obyek sita itu sendiri. 3.3.3 Upaya Mengatasi Kendala Pelaksanaan Sita Eksekusi Barang Jaminan Kredit Macet di KPKNL Bandung Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara terarah dan terpadu antar instansi yang terkait terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai tugas dan kewenangan untuk mengurusi dan menyelesaikan penagihan kredit macet. Berdasarkan pasal 30 Peraturan Mentri Keuangan Nomor: 102/PMK.01/2008 tugas pokok Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang ( KPKNL) adalah mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dibidang kekayaan Negara, penilaian, piutang negara dan lelang. Bahwa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang, yaitu pihak ketiga yang berarti bukan debitur, bisa orang perseorangan atau korporasi yang berbadan hukum atau korporasi yang tidak berbadan hukum yang mengadakan perjanjian dengan kreditur untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi dan eksekusi 29

barang jaminan. Yaitu harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam atau debitur. ( Ps. 1131 KUH Perdata ). 30