BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada bentuk pertanian primer atau usaha tani dengan fokus produksi, namun sekarang telah mengalami perubahan paradigma ke suatu sektor ekonomi modern dan besar. Agribisnis terdiri dari lima subsistem yang merupakan suatu kesatuan mata rantai yang saling bekerja sama dan mendukung serta saling mempengaruhi satu sama lain. Kelima subsistem tersebut antara lain subsistem pengadaan sarana produksi pertanian (subsistem I), subsistem budidaya atau produksi usaha tani (subsistem II), subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (subsistem Ill), subsistem hasil pemasaran hasil pertanian dan pengolahannya (subsistem IV) dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan agribisnis (subsistem V). Subsistem agribisnis hulu disebut juga subsistem faktor input (input factor subsystem). Dalam pengertian umum subsistem ini dikenal dengan subsistem pengadaan sarana produksi pertanian. Kegiatan subsistem ini berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian, yaitu memproduksi dan mendistribusikan bahan, alat, dan mesin yang dibutuhkan usaha tani atau budidaya pertanian (onfarm agribusiness). Subsistem usaha tani atau budidaya pertanian disebut juga subsistem produksi pertanian (production subsystem). Kegiatan subsistem ini adalah melakukan usahatani atau budidaya pertanian dalam arti luas. Istilah pertanian selama ini lebih banyak mengacu pada subsistem produksi. Kegiatan 1
2 subsistem ini menghasilkan berbagai macam komoditas primer atau bahan mentah sebagaimana telah dikemukan dalam pengertian agribisnis. Subsistem agribisnis hilir terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan pemasaran komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan komoditas primer adalah memproduksi produk olahan baik produk setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen dengan menggunakan bahan baku komoditas primer. Kegiatan ini sering juga disebut agroindustri. Contoh kegiatan pengolahan komoditas primer yang menghasilkan produk antara adalah pabrik tepung terigu, maezena, tapioka, dan sebagainya. Contoh kegiatan komoditas primer yang menghasilkan barang jadi adalah pabrik makanan dan minuman sari buah atau sirup. Kegiatan pemasaran berlangsung mulai dari pengumpulan komoditas primer sampai pengeceran kepada konsumen. Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistemsubsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usahatani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usahatani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami kegagalan, sementara
3 sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian (Anonimous,2014). Salah satu subsektor agribisnis yang mengalami peningkatan pendapatan yang cukup baik adalah subsektor perikanan. Adapun komoditas perikanan yang memberikan sumbangan yang besar terhadap perolehan devisa lndonesia yaitu komoditas udang. Walaupun pada tahun 1997 usaha tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasil perikanan mengalami penurunan akibat krisis moneter dan serangan penyakit, namun bisnis komoditas udang mampu bangkit kembali dan berjaya terutarna dalam hal ekspor ke pasar internasional (Anonimous, 2014). Udang merupakan salah satu primadona yang di sukai oleh banyak orang. Udang merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan tidak mengandung kolesterol. Protein hewani sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bagi Indonesia, udang windu merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang windu ratarata naik per tahun. Walaupun banyak kendala, namun saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang terus bermunculan (Anonimous,2014). Udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungaisungai besar dan rawarawa dekat pantai. Udang air tawar ini pada umumnya termasuk dalam keluarga palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonide (Mujiman,1989). Salah satu jenis udang palaemonide yang saat ini banyak diminati yaitu udang vannamei.
4 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang introduksi yang memiliki keunggulan seperti tahan penyakit, pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100110 hari), sintasan selama pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan (FCR) rendah (1:1,3). Jika dibandingkan dengan udang jenis lainnya, karakteristik Vannamei sangat khas, yaitu memiliki adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dengan suhu rendah maupun perubahan sanitasi. Selain itu, laju pertumbuhannya juga relatif cukup cepat, terutama di bulan pertama dan kedua. Melihat banyaknya poin keunggulan dari udang yang konon merupakan flora asli Panama ini, maka tak perlu diragukan lagi vannamei memiliki potensi dan prospektif untuk dibudidayakan ke depannya. Tak hanya pembesaran saja yang bagus prospeknya, budidaya pembibitan udang Vannamei pun samasama prospek yang cerah (Anonimous,2014). Keberadaan udang vannamei cukup baik sebagai upaya untuk membantu dalam mempertahankan produksi udang. Udang vannamei banyak diminati dmasyarakat dan harganya relatif stabil. Udang ini lebih tahan penyakit dibandingkan dengan udang windu. Oleh karena itu peluang usaha pembesarannya masih terbuka lebar(saparinto, 2014). Namun demikian pembudidaya udang yang modalnya terbatas masih menggangap bahwa udang vannamei hanya dapat dibudidayakan secara intensif. Anggapan tersebut ternyata tidaklah sepenuhnya benar karena hasil kajian menunjukan bahwa vannamei juga dapat diproduksi dengan pola tradisional, bahkan dengan pola tradisional petambak dapat menghasilkan ukuran panen yang lebih besar sehingga harga per kilogramnya menjadi lebih mahal. Teknologi yang tersedia
5 saat ini masih untuk pola intensif dan semiintensif, padahal luas areal pertambakan di Indonesia yang mencapai sekitar 360.000 ha, dimana 80% digarap oleh petambak yang kurang mampu. (Anonimous, 2014). Sejak dasawarsa terakhir ini, teknik intensifikasi tambak telah dikenal secara luas. Namun kemampuan permodalan sebagai masukan untuk inovasi dan tingkat keterampilan petani tambak tidak sama, sehingga perkembangan teknik pertambakan yang diterapkan saat ini berbedabeda tingkatannya. Ada tambak yang masih diusahakan secara sederhana dengan hasil yang masih rendah dan adapula tambak yang telah diusahakan secara intensif dengan masukan modal yang tinggi dengan hasilnya sangat tinggi, yaitu lebih dari 10 ton/ha/tahun (Suyanto, 2001). Berdasarkan data statistik perikanan, nilai ekspor komoditas udang indonesia pada 2013 tercatat sebesar 723,6 juta dollar AS atau 36,7% dari total nilai ekspor Indonesia, yaitu sebesar 1,97 miliar dollar AS. Besarnya sumbangan ekspor udang karena Indonesia tidak bermasalah dengan serangan penyakit Early Mortality Syndrome(EMS) (Saparinto, 2014). Tabel 1 Produksi Tambak Udang di Sumatera Utara (20102012). Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 Kota Medan Kab. Langkat Kab. Deli Serdang Kab. Serdang Bedagai Kab. Batubara Kab. Asahan Kab. Labuhan Batu utara 10.611,5 1.185,3 4.270,6 1.585 177 13.519 4.559 1.116,2 78,2 3 14.163,5 3.827 641 Sumber: Dinas kelautan dan Perikanan provinsi sumatera utara 20092012
6 Berdasarkan tabel diatas, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu sentra produksi udang terbesar kedua di Sumatera Utara. Produksi dari tahun 20102011 mengalami kenaikan. Namun pada tahun 2012, produksi udang di kabupaten ini mengalami penurunan sebesar 732 ton. Hal ini dapat diteliti untuk menentukan apakah udang di kabupaten ini sebenarnya layak di usahakan secara bisnis atau tidak. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan identifikasi masalahnya: 1) Bagaimana ketersediaan (availability) sarana input produksi di desa penelitian? 2) Bagaimana kondisi keadaan sub sistem produksi agribisnis udang di desa penelitian? 3) Bagaimana kondisi keadaan sub sistem post produksi (pasca panen dan pemasaran) di desa penelitian? 4) Apakah usahatani udang layak secara finansial? 5) Bagaimana peranan pemerintah dan lembaga pendukung lainnya dalam bisnis usaha tani udang di desa penelitian? 6) Apa hambatan teknis dan hambatan lainnya dalam bisnis usaha tani udang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan diaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui ketersediaan (availability) sarana input produksi di desa penelitian. 2) Untuk mengetahui kondisi keadaan sub sistem produksi agribisnis udang di desa penelitian.
7 3) Untuk mengetahui kondisi keadaan sub sistem post produksi(pasca panen dan pemasaran) di desa penelitian. 4) Untuk mengetahui kelayakan finansial agribisnis udang di desa penelitian. 5) Untuk mengetahui peranan pemerintah dan lembaga pendukung lainnya dalam bisnis usaha tani udang di desa penelitian. 6) Untuk mengetahui hambatan teknis dan hambatan lainnya dalam bisnis usaha tani udang di desa penelitian. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Sebagai sumber informasi kepada petambak di desa penelitian. 2) Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah dalam membantu petambak dalam bisnis usaha tani udang. 3) Sebagai bahan informasi dan referensi yang dapat menambah dan memerkaya bahan kajian teori untuk pengembangan penelitian selanjutnya.