BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

A. Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah dalam era otonomi semakin tertarik untuk dibahas, terlebih sejak digulirkannya paket perundang-undangan tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang kemudian kedua undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana Pemerintah Daerah berhak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi daerah dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta semua masyarakat, serta meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Halim kemandirian daerah, yaitu suatu ukuran seberapa jauh penerimaan yang berasal 1

2 dari daerah dapat memenuhi kebutuhan daerah dimana salah satu alat ukurnya!"# $%& '' & &'# maka daerah akan dapat memberikan pelayanan publik yang lebih berkualitas, ( )) * (+, ), + - $. &' /&& &0 1 Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi 23' 23 00 4' 05& 6# 75#!89": Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan PAD suatu daerah maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. 5 ;"# $1AD merupakan point utama dalam mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu perlu dilihat tingkat efektivitas tersebut dengan membandingkan antara PAD yang dianggarkan dengan realisasi PAD. PAD inilah yang merupakan sumber

3 pembiayaan yang memang benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatan Daerah tersebut memiliki pembiayaan yang cukup kuat. aerah yang mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar Kuncoro (2002)!"#! $ %&'(!)! *! +!, -!)!.,*!'!. keberhasilan pemerintah daerah melaksanakan otonomi, yaitu (1) dominannya transfer dan pusat, (2) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD), (3) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, (4) kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan, (5) kelemahan dalam pemberian "/'"0-0 -!(0 )(0.!* )/"!. #)!-! )(0.!* -!(!*12 %3!/ +!,.(!-0-4!sa ini justru sebaliknya yaitu daerah makin bergantung terhadap alokasi transfer dari Pemerintah Pusat terutama DAU dan DAK. Hanya beberapa daerah yang menunjukkan struktur PAD yang kuat. Itupun daerah yang terletak di Pulau Jawa yang secara historis sudah #/!. "!#!!21 (Simbolon : 2011).

4 Pada prinsipnya Dana Perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang saling melengkapi dengan dana dari masing-masing daerah dengan tetap memperhatikan kebutuhan wilayah daerah otonom yang bersangkutan. Namun dalam proses implementasi, desentralisasi fiskal belum menjadi salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, jika Pemerintah Daerah tidak siap dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan daerah secara efektif dan efisien untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah berupa Pendapatan Asli Daerah, sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah perlu didorong untuk menggali potensi daerahnya guna memperkuat posisi PAD, sehingga secara bertahap mengurangi ketergantungan pada pusat. Dari pendapat para ahli di atas saya dapat simpulkan bahwa peran PAD memang sangat penting dalam menentukan tingkat kemandirian keuangan suatu daerah. Semakin besar PAD yang didapatkan oleh suatu daerah, semakin besar pula tingkat kemandiriannya. Sebaliknya apabila besar PAD yang didapatkan jauh lebih kecil dibandingkan bantuan dana transfer dari pusat, maka tingkat kemandirian daerah tersebut semakin kecil. Yang jadi persoalan adalah, apakah di Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat secara realita sesuai dengan keadaan yang diungkap oleh pendapat-pendapat di atas atau sebaliknya? Seberapa besar peran PAD dan Dana Perimbangan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah?

5 Tentu hal ini dapat kita ketahui, apabila dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai Peran PAD dan Dana Perimbangan yang ada di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Ayu (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah DAU berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dengan sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah selama kurun waktu penelitian. Yunita (2008) juga melakukan penelitian untuk mengetahui apakah rasio efektivitas PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel rasio efiktivitas PAD dan DAU berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Namun secara Parsial, variabel rasio efiktivitas PAD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara sedangkan variabel DAU berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Muliana (2009) juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah rasio efektivitas PAD, DAU, dan DAK berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya

6 menunjukkan bahwa secara simultan variabel rasio efiktivitas PAD, DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Namun secara Parsial, variabel rasio efiktivitas PAD berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara sedangkan variabel DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan negatif terhadap variabel tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Simbolon (2011), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh rasio efektivitas PAD, DBH, DAU, dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya secara simultan menunjukkan bahwa variabel rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel Dana Bagi Hasil (DBH), variabel Dana Alokasi Umum (DAU), dan variabel Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh secara signifikan positif terhadap variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Namun secara parsial variabel rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan positif terhadap variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Sedangkan variabel Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Penelitian-penelitian di atas merupakan penelitian pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatra Utara. Dimana terdapat perbedaan dan

7 persamaan dari hasil penelitiannya dan belum ada penelitian yang sejenis dengan mengambil sampel di Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, sehingga peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Pemerintahan! 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini peneliti rumuskan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan rasio efektivitas Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan rasio efektivitas Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan 4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan rasio efektivitas Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan

8 5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD, DBH, DAU dan DAK secara simultan terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan 1.3 Batasan Masalah Karena peneliti memiliki keterbatasan waktu, dana dan tenaga dalam penelitian ini dan supaya penelitian terfokus pada topik yang telah dipilih, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Aspek penelitian ini terbatas pada Akuntansi Sektor Publik untuk menjelaskan Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Penelitian ini terbatas pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Penelitian ini terbatas pada periode 2009 sampai dengan 2010. 1.4 Tujuan Pelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : Untuk menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

9 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pad Pemerintah 2. Bagi Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus serta pengaruhnya terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian yang lebih lanjut yang berkaitan dengan Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan