Rahayu Istika Dewi (1), Jusuf Sutomo (2), Murdjito (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan

dokumen-dokumen yang mirip
Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M. Sc. Ph. D. NIP dan NIP

Analisis Perilaku FPSO (Floating Production Storage and Offloading) Terhadap Internal Turret Mooring System Berbasis Simulasi Time Domain

ANALISA STOKASTIK BEBAN-BEBAN ULTIMATE PADA SISTEM TAMBAT FPSO SEVAN STABILIZED PLATFORM

KAJIAN NUMERIK RESPON GERAKAN KAPAL FPSO/FSO DAN TEGANGAN MOORING HAWSER SAAT DITAMBAT

Analisa Resiko pada Mooring Line Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan

Analisis Tegangan Lokal Konstruksi Windlass pada Bow FSO Akibat Pengaruh Modifikasi Sistem Offloading

Analisa Tegangan Lokal dan Umur Kelelahan Konstruksi Bolder pada FSO Ladinda Akibat Pengaruh Side By Side Offloading Process

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

STUDI SELEKSI KONFIGURASI MULTI BUOY MOORING DENGAN KONDISI EKSTREM BERBASIS KEANDALAN

ANALISA PERILAKU DINAMIS STRUKTUR FLOATING WIND TURBINE (FWT) DENGAN KONDISI LINGKUNGAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

PREDIKSI NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO TERTAMBAT PADA MULTI BUOY AKIBAT KEGAGALAN PADA MOORING LINE

OLEH : Firmansyah Raharja NRP Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Wisnu Wardhana, SE., M.

ANALISA RESIKO PADA MOORING LINE SPM (SINGLE POINT MOORING) AKIBAT BEBAN KELELAHAN

Studi Pengaruh Gerak CALM Buoy Pada Sistem Tambat FPSO Brotojoyo Dengan Variasi Pre-tension Mooring Lines Terhadap Kemanan Lazy-S Riser

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

KAJIAN NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO TERTAMBAT DALAM KONDISI ALAMI KERUSAKAN PADA KONDISI MOORING LINE YANG BERBEDA

ANALISA TIME-DOMAIN PENGARUH SPREAD MOORING DENGAN VARIASI JUMLAH LINE TERHADAP TENSION PADA FLEXIBLE RISER

Studi Kekuatan Puncak Struktur Crane Pedestal Fpso Belanak Akibat Interaksi Gerakan Dinamis Cargo pada Crane

Analisis Fatigue Top Side Support Structure Silindris Seastar Tension Leg Platform (TLP) Akibat Beban Lingkungan North Sea

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan

PRESENTASI TUGAS AKHIR (P3)

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

Studi Sistem Tambat FSO di Ladang Minyak Kakap Natuna

ANALISA KEANDALAN STRUKTUR TOPSIDE MODULE FPSO PADA SAAT OPERASI ABSTRAK

KAJIAN KEKUATAN KOLOM-PONTON SEMISUBMERSIBLE DENGAN KONFIGURASI DELAPAN KOLOM BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT AKIBAT EKSITASI GELOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum

Mainas Ziyan Aghnia ( ) Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. Ir. Murdjito, M.Sc.Eng. Company. Click to add subtitle

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: G-118

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL

Analisa Stabilitas Akibat Konversi Motor Tanker (MT). Niria Menjadi Mooring Storage Tanker

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

Tabel 3 dan Gambar 8 adalah contoh Response Amplitude Operator (RAO) hasil perhitungan MOSES 6.0 untuk gerakan surge pada berbagai kondisi draft.

PROPOSAL TUGAS AKHIR. d. Jumlah SKS yang telah lulus e. IPK rata-rata :

Presentasi Tugas Akhir Surabaya, 25 Januari 2012 Jurusan Teknik Kelautan FTK - ITS

Studi Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Anjungan Pengeboran Semi-submersible dengan Dua Kolom Miring dan Ponton Berpenampang Persegi Empat

Analisa Seakeping FPSO Dengan Sistem Tambat Turret Mooring

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

DAFTAR NOTASI. F wv. ( ω) ε i a i. D ij M jk A jk B jk C jk F j T p H s S R. m o. = amplitudo gelombang

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension

Analisa Pengaruh Variasi Tipe Buoy pada Kinerja Sistem Tambat FPSO Brotojoyo

ANALISA PERILAKU DINAMIS FPSO DENGAN SISTEM INTERNAL TURRET MOORING

Analisa Perilaku Dinamis Struktur Spar-Buoy Floating Wind Turbine (FWT) dengan Kondisi Lingkungan di Perairan Kepulauan Seribu

KAJIAN NUMERIK RESPON GERAKAN KAPAL FPSOIFSO SAAT DITAMBAT (MOORED FPSOIFSO)

Analisis Kegagalan Ultimate pada Topside Support Structure Seastar Tension Leg Platform (TLP) dengan Metode Incremental Extreme Load

Pengaruh Kedalaman Air terhadap Beban Gelombang pada Tali Tambat Terminal Tanker Floating Storage Offloading (FSO)

ANALISIS RESPON DINAMIK TEMPORARY TANDEM MOORING BARGE PADA FPU

Analisis Ultimate Strength Pada Sambungan Ponton dan Kolom Semi-submersible Essar Wildcat Terhadap Beban Ekstrem

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan

Oleh Ir. Sahlan, MT (Perekayasa Utama) UPT BPPH BPPT (hp , )

ANALISA KEKUATAN STRUKTUR GLOBAL SINGLE POINT MOORING AKIBAT BEBAN GELOMBANG EKSTRIM

Analisis Karakteristik Gerakan dan Operabilitas Self Propelled Coal Barge (SPCB)

Analisa Seakeeping pada Offshore Supply Vessel 56 Meter

ANALISA GERAKAN STRUKTUR JACKET TRIPOD WELLHEAD PLATFORM, PADA PROSES INSTALASI DENGAN METODE ROLL-UP UPENDING

Keandalan Struktur Geladak Kapal Tongkang pada Transportasi Jacket Platform

Sistem Offloading Antara FPSO dan Tanker

M.Mustaghfirin Ir. Wisnu W, SE, M.Sc, Ph.D Yoyok Setyo Hadiwidodo,ST.,MT

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-217

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

Jurnal Tugas Akhir. Analisis Operabilitas Instalasi Pipa dengan Metode S-Lay pada Variasi Kedalaman Laut

PENGKAJIAN TEKNOLOGI BARU BENTUK LAMBUNG OCTAGONAL SPM (SINGLE POINT MOORING) DENGAN PROSEDUR TECHNOLOGY QUALIFICATION

Pengaruh Riser terhadap Fatigue life Tali Tambat Studi Kasus : SPM FPSO Seagood 101

ANALISIS STRUKTUR PENYANGGA SISTEM TERAPUNG UNTUK TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS PASANG SURUT

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence

KAJIAN KONDISI DAMAGE PADA SAAT PROSES LAUNCHING JACKET

R = matriks pembobot pada fungsi kriteria. dalam perancangan kontrol LQR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

STUDI KARAKTERISTIK GERAKAN DAN OPERABILITAS ANJUNGAN PENGEBORAN SEMI-SUBMERSIBLE DENGAN KOLOM TEGAK DAN PONTON BERPENAMPANG PERSEGI EMPAT

KEANDALAN FLEXIBLE RISER PORCH TERHADAP BEBAN EKSTREM

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

2/11/2010. Motion Response dan Motion Statistic MCH-TLP Seastar kondisi tertambat

Analisis Dampak Scouring Pada Integritas Jacket Structure dengan Pendekatan Statis Berbasis Keandalan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-396

Bayu Pranata Sudhira NRP

Studi Pengaruh Gerak Semi-submersible Drilling Rig dengan Variasi Pre-tension Mooring Line terhadap Keamanan Drilling Riser

Analisis Geometri dan Konfigurasi Kolom- Ponton terhadap Intensitas Gerakan dan Stabilitas Semisubmersible

ANALISA KEANDALAN STRUKTUR STINGER DALAM PENGOPERASIAN S- LAY BARGE

ANALISA KEKUATAN SPREAD MOORING PADA SISTEM TAMBAT FDPSO BERBENTUK SILINDER DI PERAIRAN LEPAS PANTAI BARAT NATUNA-INDONESIA MENGGUNAKAN FEM

Studi Perbandingan Analisis Gerak Ponton Model Tripod Secara Numeris dan Empiris

Analisis Perbandingan Stabilitas Dinamis Barge Menggunakan Flounder Plate dengan Single Lead Pendant Pada Operasi Towing

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Analisis Lifting dan Design Padeye pada pengangkatan Deck Jacket Wellhead Tripod Platform menggunakan Floating Crane Barge

Kajian Kekuatan Struktur Semi-submersible dengan Konfigurasi Enam Kaki Berpenampang Persegi Empat Akibat Eksitasi Gelombang

Analisis Penambatan dan Gerakan Dok Apung Akibat Gaya-Gaya Luar dengan Variasi Konfigurasi Pengikatan pada Perairan Dangkal Terbatas

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: G-155

Analisis Kegagalan Akibat Kepecahan Pada Sambungan Ponton dan Kolom Struktur Semisubmersible Essar Wildcat

Analisa Concrete Block Anchor Pada Floating Breakwater

ANALISA GERAKAN STRUKTUR JACKET TRIPOD WELLHEAD PLATFORM, PADA PROSES INSTALASI DENGAN METODE ROLL-UP UPENDING

PRESENTASI TUGAS AKHIR (MN )

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

SIDANG TUGAS AKHIR Click to edit Master title style

DINAMIKA KAPAL. SEA KEEPING Kemampuan unjuk kerja kapal dalam menghadapi gangguan-gangguan disaat beroperasi di laut

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN

ANALISA GERAKAN SEAKEEPING KAPAL PADA GELOMBANG REGULER

Transkripsi:

ANALISA PERILAKU SINGLE POINT MOORING BUOY (SPM)#6 AKIBAT PERUBAHAN KONFIGURASI TALI TAMBAT DAN DAERAH OPERASI DARI PERAIRAN LAUT JAWA KE PERAIRAN PANGKALAN SUSU MILIK PT. PERTAMINA E.P. REGION SUMATERA Rahayu Istika Dewi (1), Jusuf Sutomo (2), Murdjito (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan PT. Pertamina E.P. Region Sumatera melakukan pergantian SBM Arubay dengan SPM #6 dikarenakan SBM Arubay sudah tidak layak teknis maupun operasional. Perbedaan kapasitas bui yang diikuti perbedaan kapasitas tanker yang beroperasi dan mooring line pada SBM Arubay dan SPM #6 menyebabkan perlunya dilakukan konfigurasi mooring line dan analisa gerakan tanker 7. serta operabilitas dari SPM #6. Analisis dilakukan dengan menggunakan software MOSES dan ORCAFLEX. Diawali dengan software MOSES untuk mendapatkan RAO struktur tanker dan SPM yang kemudian digunakan sebagai input software ORCAFLEX untuk mendapatkan tension mooring, hawser dan offset dari subsea hose. Dari hasil pengkajian didapatkan respon gerakan Tanker dan SPM yang sangat significan yaitu kondisi heave. Berdasarkan code ABS, minimum safety factor yang diijinkan adalah 2,25. Sehingga dari hasil analisa untuk kondisi SPM #6 rantai utuh, tanker masih bisa beroperasi. Namun untuk kondisi damage pada Hs=3,6m SPM #6 tidak dapat beroperasi. Untuk tension hawser, menurut ABS, minimum load factor yang diijinkan adalah 1,67. Sehingga saat rantai utuh maupun damage tanker masih bisa beroperasi. Offset maksimum PLEM terjadi pada Hs=3,6m kondisi damage yaitu sebesar 8,1m. Pada saat SPM #6 tidak memenuhi syarat operabilitas maka disarankan segera melepas hawser dari tanker. Kata-kata kunci : tanker, SPM, tension, mooring lines, subsea hose, hawser, damage. 1. PENDAHALUAN PT. Pertamina EP Region Sumatera menggunakan Single Buoy Mooring (SBM) Arubai untuk pengopersian bongkar muat minyak mentah. Namun kondisi fisik bui Arubai sudah tidak layak teknis maupun operasional dan sudah dioperasikan atau terpasang hampir 4 tahun. Sehingga dapat membahayakan keselamatan di laut jika diteruskan beroperasi tanpa dilakukan perbaikan atau pergantian. Karena perbaikan bui Arubai tersebut dipandang tidak ekonomis, bahkan tidak mungkin dilakukan mengingat sudah parahnya kerusakan yang dialami bui tersebut, maka pada tahun 29 PT. Pertamina EP Region Sumatera melakukan penggantian SBM Arubai Field Pangkalan Susu dengan SPM #6 BP West Java (PT. PERTAMINA, 29). SBM Arubai berkapasitas 1., empat Mooring Line dan Lantern subsehose. Sedangkan SPM #6 berkapasitas 7., enam Mooring Line dan Lazy S subsea hose. Gambar konfigurasi subsea hose masing-masing bui dapat dilihat pada Lampiran A. Agar SPM #6 dapat diinstal di Pangkalan Susu Arubay maka dilakukan konfigurasi Mooring Line. Selain itu karena kapasitas tanker yang akan beroperasi mengikuti kapasitas bui, perlu dikaji pula apakah gerakan kapal tanker tersebut juga cukup aman di operasikan di perairan Pangkalan Susu. Hal ini dikarenakan gerakan (motion) dari kapal tanker dan SPM menyebabkan mooring system mengalami tension force, restoring force dan damping. Analisa tegangan Mooring Line

yang digunakan untuk menahan sistem SPM dari beban angin, beban arus dan beban gelombang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pergeseran PLEM. Pergeseran PLEM pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya kerusakan pada sistem SPM tersebut. 2. DASAR TEORI 2.1 UMUM SPM#6 merupakan buoy tambat jenis Single Point Mooring yang dirancang dengan konfigurasi 6 tali tambat di sekeliling huul-nya, dan berfungsi sebagai buoy tambat dan muat (mooring & loading buoy) dalam operasi pemuatan minyak bumi dari tangki timbun di darat ke atas kapal tangker di lepas pantai. Sistem Single Point Mooring ditali oleh rantai dan jangkar untuk menunjang kekuatan sistem tersebut, bangunan atas dari sistem ini hanya dilengkapi oleh sistem bongkar/unloading minyak mentah (crude oil) yang berguna untuk membongkar minyak dari kapal dan kemudian dialirkan melalui pipa ke tangki penimbunan/penyimpanan milik Pertamina (Sulistyono, 26). 2.2 DASAR ANALISA DINAMIS 1. Frequency domain analysis adalah simulasi kejadian pada saat tertentu dengan interval frekuensi yang telah ditentukan sebelumnya. Frequency domain juga dapat digunakan untuk memperkirakan respon gelombang acak termasuk gerakan platform dan percepatan, gaya tendon dan sudut. Keuntungannya adalah lebih menghemat waktu perhitungan dan juga input atau output lebih sering digunakan oleh perancang. Namun kekurangannya metode ini adalah semua persamaan nonlinier harus diubah dalam bentuk linear. 2. Time domain analysis adalah penyelesaian gerakan dinamis struktur berdasarkan fungsi waktu. Pendekatan yang dilakukan dalam metode ini menggunakan prosedur integrasi waktu dan akan menghasilkan respon time history berdasarkan waktu x(t). 2.3 KONSEP PEMBEBANAN 1. Beban mati (dead load). 2. Beban Hidup (live load). 3. Beban akibat kecelakaan (accidental load). 4. Beban lingkungan (environmental load). Suatu sistem mooring dianalisa berdasarkan desain kriteria yang diformulasikan dalam 3 batasan yang telah ditetapkan, yaitu (DNV-OS- E31): 1. Ultimate Limit State (ULS), untuk memastikan bahwa sebuah mooring line cukup kuat untuk bertahan terhadap efek beban yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada kondisi ekstrem. 2. Accidental Limit State (ALS), untuk memastikan bahwa suatu sistem mooring memiliki kapasitas yang cukup untuk bertahan pada kegagalan sebuah mooring line yang dimana penyebab dari terjadinya kegagalan tidak diketahui. 3. Fatgue Limit State (FLS), untuk memastikan bahwa sebuah mooring lines memiliki kapasitas yang cukup untuk bertahan pada beban yang bersifat cyclic. 2.3.1 Gaya Gelombang Beban gelombang merupakan beban terbesar yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada bangunan lepas pantai. Syarat pemilihan teori untuk perhitungan gaya gelombang didasarkan pada perbandingan antara diameter struktur (D) dengan panjang gelombang (λ) sebagai berikut: D/λ > 1 = Gelombang mendekati pemantulan murni, persamaan Morison tidak valid. D/λ >.2 = Difraksi gelombang perlu diperhitungkan, persamaan Morison tidak valid. D/λ <.2 = Persamaan Morison valid. 2.4 TEORI GERAK KAPAL AKIBAT EKSITASI GELOMBANG 1. Mode gerakan translasional. Surge, gerakan transversal arah sumbu x Sway, gerakan transversal arah sumbu y Heave, gerakan transversal arah sumbu z

2. Mode gerak rotasional. Roll,gerakan rotasional arah sumbu x Pitch, gerakan rotasional arah sumbu y Yaw, gerakan rotasional arah sumbu z 2.5 RESPON SRUKTUR Respon amplitude operater (RAO) atau sering disebut transfer function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai sruktur offshore. RAO disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk transfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur. Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi (Chakrabarti 1987) adalah sebagai berikut :... (2.1) 2.6 SPEKTRUM GELOMBANG Spektrum gelombang yang digunakan dalam kajian ini adalah spectrum jenis Pierson Moskowitz yang dipandang paling sesuai untuk kondisi lingkungan di perairan lepas pantai Pangkalan Susu. Spektrum gelombang tersebut diformulasikan sebagai: ζζ... (2.2) 2.7 MOORING SISTEM 2.7.1 Offset Offset adalah perpindahan posisi pada bui dengan jarak sejauh x meter setelah terkena gelombang dan merupakan salah satu bentuk respon dari bui pada saat mendapat beban lingkungan. Offset dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Mean offset Displacement dari vessel karena kombinasi dari pengaruh beban arus, wave drift ratarata dan angin. 2. Maximum offset Mean offset yang mendapat pengaruh dari kombinasi frekuensi gelombang dan lowfrequency motion. Menurut API RP 2T untuk unity check tidak boleh melebihi nilai satu. Secara matematis persamaan unity check dapat dituliskan sebagai berikut : σ 1... (2.3) σ dimana: UC = unity check σn = tegangan nominal σyield = tegangan yield material Sedangkan kondisi batas tegangan ijin didapat dengan membagi yield strenght dengan safety factor. σ... (2.4) σ σ... (2.5) Dengan sarat n ijin σ n < σ ijin, dimana: σijin = tegangan ijin SF = safety factor Batas dari tension dan safety factor untuk kondisi analisa mooring dan hawser menurut American Bureau of Shipping, 24, adalah sebagai berikut (ABS, 24): Tabel 2.2. Kondisi Lingkungan dan Saftey Factor Faktor Kondisi Keamanan Desain pada kondisi 2.25 lingkungan Mooring Desain pada kondisi 2.25 ekstrim Desain Lingkungan in Hawser 1.67 place 3. METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk pengerjaan tugas akhir adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah: a. Data ukuran tanker

Ukuran utama tanker diperlukan untuk pemodelan dengan software meliputi panjang antara sumbu tegak (Lpp), lebar (B), sarat air (T), tinggi (H), koefisien blok (Cb), kecepatan (V). b. Data lingkungan dimana struktur tersebut beroperasi Input data gelombang meliputi tinggi gelombang (H w ) dan periode gelombang (T w ). 2. Pemodelan Tanker dengan Software Software yang digunakan adalah software MOSES. 3. Pembebanan Beban yang digunakan hanya beban gelombang. Sudut yang dibentuk beban gelombang terhadap tanker adalah 18, 225, dan 27. 4. Persamaan gerak Persamaan gerak 6 DOF (Heave, Pitch, Roll, Sway, Roll, Yaw) uncouple. 5. Running pemodelan dengan menggunkan software Software yang digunakan adalah MOSES. 6. Analisa hasil running program Setelah me-running model menggunakan software MOSES akan didapatkan RAO dari tanker, massa tambah dan faktor tahanan untuk tiap-tiap derajat kebebasan. 7. Pemodelan SPM #6 dengan software Software yang digunakan adalah ORCAFLEX. 8. Running pemodelan dengan menggunakan software Software yang digunakan adalah ORCAFLEX dengan input data adalah output data dari MOSES yaitu RAO dari tanker, massa tambah dan faktor tahanan untuk tiap-tiap derajat kebebasan. 9. Analisa operabilitas Untuk mengetahui batas tegangan tali tambat akibat gerakan tanker akibat beban lingkungan yaitu gelombang signifikan. 1. Analisa keandalan Analisis keandalan ini dilakukan untuk mengetahui keandalan dari tali tambat akibat gerakan kapal tanker yang terjadi. Sehingga bisa diketahui batas kegagalan dari Mooring Line. 4.2 PEMODELAN STRUKTUR 4.2.1. Pemodelan Tanker Pemodelan tanker dengan menggunakan software Maxsurf 9.6 dengan Gambar 4.1, 4.2 dan 4.3. Gambar 4.1 Pemodelan Tanker 7. dengan Maxsurf Gambar 4.2 Pemodelan Tanker 35. dengan Maxsurf Gambar 4.3 Pemodelan Tanker 1. dengan Maxsurf 4.2.2. Pemodelan Tanker dengan Moses Pemodelan tanker dengan menggunakan software Moses pada gambar 4.4, 4.5, 4.6. Gambar 4.4 Pemodelan Tanker dengan Moses tanker 7.

Gambar 4.5 Pemodelan Tanker dengan Moses tanker 35. 4.2.4. Pemodelan Dengan Software OrcaFlex Struktur dimodelkan lengkap dengan hull, Subsea hose, SPM dan mooring lines. Pertama kita modelkan hull tanker, yaitu dengan cara menentukan koordinatkordinat titik dari geometri hull tanker yang kemudian titik-titik itu dihubungkan dengan garis hingga menjadi surface yang utuh. Dikarenakan ada 3 variasi tanker dengan kondisi summer atau full load, maka kita mendesain tanker dengan kapasitas 7., 35., 1.. Kemudian kita modelkan SPM 7. serta tali hawser sebagai penghububg SPM dengan tanker. Setelah itu kita memodelkan mooring lines dengan sistem catenary dan dianchor pada sea bed, serta subsea hose dengan tipe Lazy-S. Gambar 4.6 Pemodelan Tanker dengan Moses tanker 1. Gambar 4.8.Struktur bangunan tampak samping 4.2.3. Pemodelan SPM #6 Pemodelan SPM #6 dengan software Moses pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Pemodelan SPM #6 dengan Moses Gambar 4.9.Struktur bangunan tampak atas Sebagai input data, kita masukkan data RAO motion tanker arah, 45, 9, 135, 18 untuk gerak surge, heave, sway, roll, pitch, dan yaw hasil dari ourput MOSES. Kemudian kita masukkan juga tipe spektra gelombang, kecepatan arus, kecepatan angin serta arah headingnya, kedalaman perairan, massa tambah serta wave drift force.

Untuk beban lingkungannya pada model ini kita ambil beban gelombang 1 tahunan dan 1 tahunan untuk mendapatkan sea state condition yang dibutuhkan. 4.2.5 Pemodelan Beban 4.2.5.1 Pemodelan Beban di MOSES ver6. Pada analisa dinamis dengan software MOSES, pembebanan yang diberikan hanya berupa pay load yang diwakili oleh sarat air. Besarnya pay load sebanding dengan besar gaya bouyancy, dimana besar gaya bouyancy tergantung dari besar volume hull tanker yang tercelup dalam air. Model hanya diberi beban pay load sarat air karena hanya ingin dicari respon gerak strukturnya saja. 4.2.5.2 Pemodelan Beban di OrcaFlex Pada pemodelan ini, struktur dikenai beban gelombang 1 tahunan dan 1 tahunan untuk mendapatkan sea state condition yang dibutuhkan. Pembebanan dilakukan untuk arah gelombang 18 (head seas), 225 (quarter seas), 27 (beam seas). Translational (m/m) 3 2 1 RAO ( deg) 2 4 Period (sec) 5 4 3 2 1 Gambar 4.1 RAO Tanker pada arah 2. Beam seas (µ= 9 ) dan (27 ) Rotational (deg/m) Surge Sway Heave Roll Pitch Yaw Pada arah gelombang 9 dan 27, gerakan tanker yang mengalami perubahan paling signifikan adalah heave, roll dan sway. Gerakan yang lain hanya sedikit mengalami perubahan. 4.3 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.3.1 Analisa Perilaku Gerakan Tanker dan SPM di Gelombang Reguler Pada penelitian ini perilaku gerakan tanker dan SPM dianalisa hanya pada saat kondisi free floating. Hasil yang diperoleh dari analisa tersebut adalah grafik RAO motion dengan arah, 45, 9, 135, dan 18 untuk Tanker, dan hanya dan 18 untuk SPM. RAO motion ini menunjukkan perilaku gerakan tanker dan SPM di gelombang reguler. Pada tugas akhir ini hanya meninjau gerakan-gerakan yang mengalami perubahan secara signfikan saja sesuai dengan arah datang gelombang (heading). Translational (m/m) 2 1.5 1.5 RAO (9 deg) 3 2 1 2 4 Period (sec) Rotational (deg/m) Surge Sway Heave Roll Pitch Yaw Dari analisa grafik RAO tanker dan SPM diketahui bahwa secara umum karakteristik gerakannya tidak terlalu berbeda. Berikut adalah grafik RAO untuk masing-masing arah pembebanan : a. Tanker 1. Following seas (µ= ) dan head seas (µ=18 ) Pada arah gelombang dan 18, gerakan tanker yang mengalami perubahan paling signifikan adalah surge, heave, dan pitch. Gerakan sway, roll, dan yaw hampir tidak mengalami perubahan. Gambar 4.11 RAO Tanker pada arah 9 3. Quartering seas (µ= 45 dan 135 ) Pada arah gelombang 45 dan 135, gerakan tanker semuanya mengalami perubahan, akan tetapi tidak mengalami perubahan yang signifikan pada semua gerakan.

RAO (45 deg) Tabel 4.1 Tension Line SPM #6 Tanker 35 Translational (m/m) 1.5 1.5 1 2 3 2 1.5 1.5 Rotational (deg/m) Surge Sway Heave Roll Pitch Period (sec) Yaw Gambar 4.11 RAO Tanker pada arah 45 b. SPM Following seas (µ= ) dan head seas (µ=18 ) Pada arah gelombang dan 18, gerakan SPM yang mengalami perubahan paling signifikan adalah surge. heave dan pitch. Sedangkan untuk surge sedikit mengalami perubahan. Akan tetapi untuk gerakan roll, sway dan yaw hampir tidak mengalami perubahan yang signifikan. RAO ( deg) Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk Hs=1.668m pada kondisi intact maupun damage, tension line yang terjadi memenuhi criteria Faktor of Safety yang disyaratkan oleh ABS, yaitu melebihi harga minimum yang disyaratkan (F.S > 2.25). Tetapi untuk Hs= 3.6 meter, nilai tension line tidak memenuhi criteria ABS pada saat damage line 1, yaitu hanya sebesar 2.2 sehingga kurang dari persyaratan minimum 2.25. Guna menghindari tension yang berlebihan pada line tersebut, maka sangat disarankan untuk melepas hawser dari tanker bila terjadi satu rantai putus pada Hs 3.6 m. Tabel 4.11 Tension Line SPM #6 Tanker 7 Translational (m/m) 3 2 1 2 4 5 4 3 2 1 Rotational (deg/m) Surge Sway Heave Roll Pitch Period (sec) Yaw. Gambar 4.12 RAO SPM #6 pada arah 4.3.2 Tension Mooring Lines dan Subsea Hose. Hasil dari running Orcaflex 8.4a7 didapatkan tension maksimum yang terjadi pada mooring lines dan subsea hose. Besar tension maksimum yang terjadi untuk tiap-tiap mooring lines dan pada arah pembebanan 18, 225 dan 27 untuk kondisi full load disajikan dalam tabel berikut ini : Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk Hs=1.668m dan Hs=3.6 pada kondisi damage, tension line yang terjadi tidak memenuhi criteria ABS pada saat, yaitu untuk Hs=1.668 m sebesar 2.23 dan untuk Hs=3.6 m sebesar 1.93 sehingga kurang dari persyaratan minimum 2.5. Guna menghindari tension yang berlebihan pada line tersebut, maka sangat disarankan untuk melepas hawser dari tanker bila terjadi satu rantai putus.

Tabel 4.12. Tension Line SPM #6 Tanker 1 Hs=3.6 m maka disarankan sesegera mungkin melepas hawser pada SPM #6 dari tanker. Tabel 8. Hawser Tension SPM #6 Tanker 7 Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk semua simulasi pada Hs=1.668m tension line yang terjadi tidak memenuhi criteria ABS yaitu kurang dari 2.5. Sehingga rantai mooring pada SPM #6 tidak dapat digunakan pada tanker dengan 1. Tabel 2. Hawser Tension SPM #6 Tanker 35 Dari table di atas terlihat bahwa untuk semua kondisi simulasi hawser masih dalam kondisi mengalami tension yang aman. Tidak ada indikasi terjadinya uplift pada PLEM. Tabel 5. Hawser Tension SPM #6 Tanker 7 Dari table di atas terlihat bahwa untuk semua kondisi simulasi pada Hs=1.668 m hawser masih dalam kondisi mengalami tension yang aman. Namun pada saat Hs=3.6 m kondisi damage ada indikasi terjadinya up-lift pada PLEM. Nilai unity check kurang dari persyaratan minimum ABS yaitu hanya sebesar 1.61. Sehingga saat terjadi damage pada Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk semua simulasi pada Hs=1.668m hawser line yang terjadi tidak memenuhi criteria ABS yaitu kurang dari 1.67. BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Dari pengkajian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Perilaku kapal tanker 7. dan SPM #6 serta tension line saat terhubung adalah sebagai berikut : 1. Gerakan kapal tanker dan SPM #6 untuk berbagai arah pembebanan yang paling signifikan adalah gerakan heave. 2. Selama simulasi operasi, posisi tanker 7. tidak pernah bertubrukan dengan SPM #6, sehingga SPM #6 dapat beroperasi dengan baik. 3. Pada Hs=1,668m maupun Hs=3,6m baik kondisi intact dan damage, setelah mengalami heave, free board dari SPM #6 tidak tercelup sepenuhnya. Minimum free board yang tersisa adalah,53m, sehingga SPM #6 tetap dapat beroperasi dengan baik. 4. Offset maksimum dari SPM #6 yang melebihi panjang subsea hose terjadi saat damage baik pada Hs=1,668m maupun Hs=3,6m, yaitu sejauh 47,61m dan 53,6m. 5. Nilai Tension Mooring Line maksimum terjadi saat damage dan pada kondisi Hs=3,6m adalah sebesar 184,48 kn dimana nilai tersebut

tidak memenuhi criteria SF ABS 2,25, yaitu sebesar 2,2. 6. Nilai Tension Hawser untuk semua kondisi tidak kurang dari batas SF ABS 1,67, sehingga tension hawser dalam keadaan aman.. b. Pada saat SPM #6 disimulasikan dengan tanker kapasitas 35., sebagian besar menunjukkan nilai yang memenuhi criteria kelayakan operabilitas. Namun pada saat SPM #6 disimulasikan dengan tanker kapasitas 1., terjadi sebaliknya yaitu nilai yang didapat tidak memenuhi kelayakan operabilitas SPM #6. c. Pada saat performansi SPM #6 dan mooring line tidak memenuhi kelayakan operabilitas, maka disarankan untuk segera melepas hawser dari tanker untuk menjaga agar subsea hose tidak putus 5.2. SARAN Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Sistem mooring dan subsea hose merupakan bagian penting dalam operasional, sehingga untuk mendapatkan tingkat keamanan yang tinggi perlu dilakukan analisa fatigue life dan keandalan mooring line serta subsea hose. 2. Diharapkan untuk diperhatikan couple motion dan random pada SPM #6. 3. Dilakukan analisa dengan kapasitas bui yang bervariasi dan diameter chain yang bervariasi pula. VI. DAFTAR PUSTAKA Act of Legislature of the State of New York. 24. American Bureau of Shipping Guide for Building and Classing Floating Production Installation. Houston, USA. American Petroleum Institute. 24. Design, Construction, Operation, and Maintenance of Hydrocarbon Pipelines (Limit State Design). Recommended Practice RP 1111. Bhattacharya, R. 1978. Dynamic Of Marine Vehicles. New York : A Willey, Interscience Publ. Craig, Roy R.,1981. Struktural Dynamics An Introduction to Computer Methods. Department of Aerospace Engineering and Engneering Mechanics, Austin Djatmiko, E. B., 23. Perilaku Bangunan Apung di Atas Gelombang. Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya DNV - OS - E31. 24. Position Mooring. Det Norske Veritas http://www.spfkppapertamina.com/index.php?op tion=com_content&view=article&id=12:partic ulars-mt-gunung-geulis--p84&catid=57:shipparticulars&itemid=7. SP.FKPPA Pertamina. 21. Particulars MT. Gunung Geulis / P.84.24 September 21. PT ITS KEMITRAAN. 29. Pekerjaan Evaluasi Engineering dan Tenaga Ahli QA/QC Perbaikan SPM#6 (SO.1131) BP West Java untuk Digunakan di Pangkalan Susu. ITS, Surabaya. Rozak, Abdul., 29. Analisa Kekuatan Spread Mooring Akibat Motion pada FPSO Berbasis Time Domain. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan, ITS, Surabaya. Sulistyono, Evin Dwi., 26. Analisa Kekuatan Rantai Jangkar Pada System Single Point Mooring (SPM) Di Pertamina Unit Pengolahan (UP) IV Cilacap. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS, Surabaya.