BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Masalah perekonomian selalu menjadi faktor yang penting untuk mendorong kemajuan suatu negara. Perusahaan akan selalu menghadapi hambatan-hambatan dalam menjalankan usahanya, apabila kondisi perekonomian negara tidak stabil. Selain itu, penting bagi sebuah perusahaan untuk menumbuhkan perusahaan menjadi lebih besar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan modal kerja. Peningkatan modal kerja dapat dilakukan dengan cara menerbitkan saham dan memperjual belikannya kepada masyarakat melalui pasar modal. Lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak yang memiliki kelebihan dana dengan peminjaman selaku pihak yang membutuhkan dana. Menurut Suad Husnan (2005 : 3), pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Dalam pasar modal memungkinkan para pemodal (investor) untuk melakukan investasi, membentuk portofolio sesuai dengan risiko yang bersedia mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum. Pasar modal merupakan salah satu bagian dari pasar finansial yang menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dalam menjalankan fungsi ekonomi yaitu dengan mengalokasikan dana secara efisien dari pihak yang memiliki dan kepada pihak yang membutuhkan dana, sedangkan fungsi keuangannya dapat ditunjukkan oleh kemungkinan adanya perolehan imbalan bagi pihak yang memberi dana sesuai dengan karakteristik investasi yang mereka pilih (Sakhowi, 2004: 1). 1
Pada perdagangan efek khususnya saham, informasi memiliki peranan yang dominan dan krusial. Suad Husnan (2004) menyebutkan bahwa sebuah pasar modal dikategorikan efisien jika harga sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi terefleksikan pada harga sekuritas maka pasar modal tersebut semakin efisien. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda tepatnya pada Desember tahun 1912 di Batavia. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi lainnya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Pada tahun 2007, terjadi penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) sehingga berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti yang kita kenal sekarang. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di Bursa Efek Indonesia yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, barang konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdangangan dan jasa, dan manufaktur. Dalam penelitian ini, perusahaan yang menjadi objek adalah perusahaan manufaktur industri makanan dan minuman yang listing di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan food and beverages (F&B) atau lebih dikenal dengan perusahaan industri makanan dan minuman adalah sub kelompok perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memiliki jumlah anggota perusahaan yang lebih banyak dibandingkan jenis perusahaan lainnya yang terdapat dalam perusahaan manufaktur. Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi makanan dan minuman dengan mengolah bahan mentah menjadi barang dalam proses atau menjadi barang jadi. Sampai tahun 2014, terdapat 16 perusahaan industri manufaktur sektor industri barang konsumsi sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di 2
Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini mengambil objek perusahaan makanan dan minuman karena sektor industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor usaha yang akan terus mengalami pertumbuhan dan merupakan salah satu sektor yang diminati oleh para investor. Selain itu prospek yang dimiliki oleh perusahaan sektor ini sangat baik karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan makanan dan minuman dalam hidup. Tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduknya, sehingga tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat akan bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia tiap tahunnya. Ini merupakan hal yang baik karena melihat fenomena jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah pada tiap tahunnya. Perusahaan ini juga dipilih karena menyediakan informasi yang lengkap dan memiliki harga saham yang cenderung berfluktuasi sehingga tepat untuk diteliti lebih lanjut. Sejak krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2008, industri makanan dan minuman tetap dapat bertahan dan permintaan pada sektor tersebut tetap tinggi. Data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menunjukkan tren pertumbuhan industri makanan dan minuman dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Volume penjualan ditahun 2007 mencapai Rp 383 Trilyun, di tahun 2008 mencapai Rp 505 Trilyun, di tahun 2009 mencapai Rp 555 Trilyun dan di tahun 2010 mencapai Rp 605 Trilyun. Pada tahun 2011 Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mencatat bahwa nilai penjualan makanan dan minuman mencapai 660 triliun sedangkan tahun 2012 meningkat hingga 700 triliun. Industri makanan, minuman, dan tembakau memegang peranan penting dalam pembangunan sektor industri, terutama kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas, yaitu sebesar 35,43 persen pada tahun 2013. 1.2 Latar Belakang Penelitian Keadaan perekonomian Indonesia yang mengalami ketidakstabilan pada periode 2008-2009 menjadi sebuah fenomena yang sangat signifikan sehingga berdampak terjadinya krisis global yang pada akhirnya menjadi ancaman bagi 3
perusahaan dan tidak terlepas terhadap perusahaan makanan dan minuman. Hal ini mengakibatkan para investor perlu berhati-hati dalam melakukan penanaman modal pada suatu perusahaan demi mengantisipasi risiko yang terjadi. Pelaporan keuangan yang baik sangat diperlukan untuk menarik minat investor untuk berinvestasi. Ditambah dengan tingginya tingkat persaingan industri. Persaingan industri yang semakin keras menuntut perusahaan untuk semakin meningkatkan nilai dan prestasi perusahaannya. Dalam situasi demikian setiap perusahaan dituntut untuk dapat bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya agar tetap berhasil dan bertahan dalam masa krisis maupun dalam persaingan yang semakin ketat. Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu untuk menghasilkan laba. Wibisono (2010) menyebutkan bahwa laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Tujuan utama yang ingin dicapai oleh manajer keuangan secara normatif adalah memaksimalkan nilai perusahaan sebagai sasaran akhir. Nilai perusahaan dapat tercermin dari return dan harga saham perusahaan tersebut. Menurut Tandelilin (2010:102), return adalah tingkat pengembalian yang diperoleh atas waktu serta risiko terhadap investasi yang telah dilakukan. Bagi para investor ukuran return saham menjadi salah satu alasan dalam mendukung pengambilan keputusan. Investor dalam menanamkan modalnya berharap untuk memperoleh return saham yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu investor membutuhkan berbagai jenis informasi sehingga investor dapat menilai kinerja perusahaan yang diperlukan untuk pengembalian keputusan investasi. Harga atau return saham merupakan faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh investor dalam melakukan investasi karena return saham menunjukkan prestasi perusahaan, pergerakan return saham searah dengan kinerja perusahaan. Apabila perusahaan mempunyai prestasi yang semakin baik maka keuntungan yang dapat dihasilkan 4
dari operasi usaha semakin besar. Pada kondisi yang demikian, return saham emiten yang bersangkutan cenderung naik. Untuk mencapai nilai perusahaan tersebut, perusahaan berupaya untuk meningkatkan laba dan arus kas yang diperoleh di masa depan, sehingga peningkatan performa atau kinerja perusahaan sangat penting. Evaluasi kinerja perusahaan biasanya digambarkan dalam laporan keuangan perusahaan. Indikator kinerja akan dicerminkan oleh rasio-rasio. Bagi perusahaan publik, indikator rasio-rasio ini akan menjadi salah satu titik fokus dalam pengembalian keputusan, terutama dalam menilai harga saham. Dalam penelitian ini, rasio yang digunakan hanya rasio profitabilitas karena secara umum investor yang menanamkan dananya di pasar modal adalah untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin. Keuntungan yang diperoleh investor atas dananya yang diinvestasikan pada saham berupa laba (dividen) dan selisih harga jual saham dengan harga belinya (capital gain). Rasio profitabilitas menunjukkan pengaruh gabungan dari kebijakan likuiditas, manajemen aktiva, dan manajemen utang terhadap hasil operasi. Dua rasio profitabilitas yang biasa digunakan adalah return on equity (ROE) dan return on assets (ROA) (Tandelilin, 2010:372). Namun demikian, menurut Halim dan Supomo (2001 : 155), pengukuran dengan menggunakan metode tersebut memiliki kelemahan di antaranya pengukuran tersebut lebih menitikberatkan pada maksimalisasi rasio laba daripada jumlah laba absolut serta kurang mendorong manajer untuk menambah investasi yang menghasilan ROA rendah dalam jangka panjang. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dikembangkan suatu pendekatan baru dalam menilai kinerja suatu perusahan, yaitu economic value added (EVA). Pada akhir tahun 1980-an G. Bennett Stewart dan Joel M. Stern analis keuangan dari perusahaan konsultan Stern Stewart and Co. mencetuskan economic value added untuk pertama kalinya sebagai salah satu ukuran untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Mereka menyatakan bahwa EVA merupakan metode penilaian yang lebih baik dibanding pengukuran kinerja akuntansi tradisional. Selain itu EVA juga membantu manajer memastikan bahwa suatu unit bisnis menambah nilai bagi pemegang saham. Investor dapat 5
menggunakan EVA sebagai salah satu pedoman untuk mengetahui saham spot mana yang akan meningkatkan nilainya. EVA berusaha mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dengan memperhatikan biaya modal yang meningkat, karena biaya modal menggambarkan risiko perusahaan. EVA yang positif menunjukkan perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modalnya. Metode EVA akan sesuai dengan kepentingan para investor. Dengan menggunakan EVA, manajer akan berpikir dan bertindak seperti para investor, yaitu memaksimalkan return (tingkat pengembalian) dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga value creation oleh perusahaan dapat dimaksimalkan. Berbeda dengan konsep EVA, pada pengukuran ROA dan ROE tidak memperhitungkan adanya biaya modal. Hal ini akan menyulitkan mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak. Namun demikian ROA dan ROE masih dianggap sebagai pengukur kinerja yang lebih sering digunakan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan ditampilkannya ROA dan ROE pada laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Noer Sasongko dan Nila Wulandari (2006) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh EVA dan Rasio-Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham. Perusahaan yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur periode 2001-2002. Indikator dari rasio profitabilitas yang diteliti adalah return on asset (ROA), return on equity (ROE), return on sales (ROS), earning per share (EPS), basic earning power (BEP), economic value added (EVA). Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa return on assets, return on equity, dan economic value added tidak berpengaruh terhadap harga saham. Anggita Mugi Rahayu (2013), dalam penelitiannya menemukan bahwa return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan economic value added (EVA) berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Selain faktor-faktor internal perusahaan diatas, lingkungan ekonomi makro juga merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. 6
Faktor-faktor makro tersebut adalah kondisi di luar perusahaan yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan karena berhubungan dengan berbagai faktor kompleks yang ada dalam setiap pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, bagi seorang investor penting untuk memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang guna membantunya membuat keputusan investasi yang menguntungkan. Indikator ekonomi makro yang seringkali dihubungkan dengan pasar modal adalah fluktuasi tingkat inflasi dan suku bunga. Semua negara pasti pernah menghadapi masalah inflasi didalam perekonomiannya. Terjadinya inflasi yang tinggi mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Rahardja dan Manurung (2005:165), menyatakan inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus yang disebabkan oleh permintaan atas produk melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan kenaikan tingkat bunga. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Tingginya inflasi mengakibatkan turunnya profitabilitas perusahaan sehingga mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memberikan laba bagi pemegang saham. Kenaikan harga faktor produksi juga akan meningkatkan biaya modal perusahaan, sehingga pengaruh dari kenaikan laju inflasi yang tidak diantisipasi tersebut akan menurunkan harga saham (Lestari, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2008) mendapatkan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham, sedangkan penelitian Selviarindi (2011) dan Utami (2003) mendapatkan bahwa inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif (Tandenlilin, 2010). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik, sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan portofolio sahamnya. Meningkatnya penjualan saham dan minimnya permintaan akan menurunkan harga saham dan sebaliknya (Prastowo, 2008:9). Tingkat bunga yang tinggi juga akan mempengaruhi laba perusahaan. Hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga, 7
semakin rendah laba perusahaan. Kandir (2008) menemukan bahwa tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap return semua portofolio yang diteliti. Dari banyaknya perbedaan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara economic value added (EVA), return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) sebagai alat ukur kinerja perusahaan serta faktor-faktor makro ekonomi seperti tingkat inflasi dan suku bunga terhadap return saham perusahaan. Untuk itulah penulis mencoba meneliti Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Tingkat Inflasi dan Tingkat Suku Bunga terhadap Return Saham Perusahaan Industri Manufaktur Sub Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013. 1.3 Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, penulis merumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi economic value added, return on assets dan return on equity pada perusahaan manufaktur sub sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta tingkat inflasi dan tingkat suku bunga di Indonesia pada periode pengamatan penelitian? 2. Bagaimana pengaruh economic value added, return on assets, return on equity, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga secara simultan terhadap return saham pada perusahaan manufaktur sub sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial dalam hal ini? a. Economic value added (EVA) terhadap return saham? b. Return on assets (ROA) terhadap return saham? c. Return on equity (ROE) terhadap return saham? d. Tingkat inflasi di Indonesia terhadap return saham? e. Tingkat suku bunga di Indonesia terhadap return saham? 8
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi kinerja keuangan perusahaan sub sektor makanan dan minuman, jika diukur dengan economic value added, return on asstes dan return on equity, serta menganalisis tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia pada periode penelitian. 2. Menganalisis pengaruh economic value added, return on asstes, return on equity, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga secara simultan terhadap return saham pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Menganalisis pengaruh secara parsial dalam hal: a. Pengaruh economic value added (EVA) terhadap return saham. b. Pengaruh return on assets (ROA) terhadap return saham. c. Pengaruh return on equity (ROE) terhadap return saham. d. Pengaruh tingkat inflasi di Indonesia terhadap return saham. e. Pengaruh tingkat suku bunga di Indonesia terhadap return saham. 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: 1.5.1 Aspek Teoritis Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti sehubungan dengan pengaruh EVA, ROA, ROE, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap return saham perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi masyarakat pada umumnya yang dapat digunakan sebagai sumber informasi maupun untuk melanjutkan penelitian ini. 1.5.2 Aspek Praktis 1. Bagi investor, memberi tambahan bahan pertimbangan dalam membuat keputusan investasi. Sebab, tingkat profitabilitas dan EVA 9
dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi kerena keduanya mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan pada perusahaan tersebut. Selain itu, dengan memahami dan mampu meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang menguntungkan 2. Bagi perusahaan, EVA dapat digunakan sebagai acuan untuk memaksimalkan kesejahteraan karyawan dan sebagai bahan pertimbangan untuk mengukur kinerja karyawan. Aspek profitabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan semua sumber daya yang ada di dalam proses operasional perusahaan. 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dijelaskan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Membahas mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Membahas mengenai teori yang menjadi dasar bagi penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan. 10
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai langkah-langkah analisis data dan hasil analisis data yang telah diperoleh dengan menggunakan alat analisis yang diperlukan serta pembahasan hasil penelitian yang diperoleh. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Selain itu juga disertakan saran yang berguna bagi penelitian selanjutnya. 11
Halaman ini sengaja dikosongkan 12