PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

dokumen-dokumen yang mirip
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

METODE PENELITIAN. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

MATERI DAN METODE. Materi

EFEK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

MATERI DAN METODA. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

BAB III MATERI DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang. pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada 16 Maret sampai 15 April 2014,

III. MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb

PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN. Jurusan/Program Studi Peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

Transkripsi:

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN HANI AH D24104046 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN Oleh : HANI AH D24104046 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Maret 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Nahrowi, MSc NIP. 131 625 429 Ir. Widya Hermana, MSi NIP. 131 999 586 Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531

RINGKASAN HANI AH. D24104046. 2008. Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum Berbasis Jagung dan Bungkil Kedelai dengan Suplementasi DL-Metionin. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, MSc Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi Kualitas protein pakan dinyatakan tinggi atau rendah, tergantung dari keseimbangan asam amino esensial yang terkandung dalam bahan pakan tersebut. Pemanfaatan asam amino sebagai suplemen dapat dilakukan dengan menambahkan asam amino sintetis ke dalam ransum basal, salah satunya metionin. Penambahan metionin ke dalam ransum unggas sangat penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, mengingat pakan unggas sebagian besar terdiri dari bahan nabati yang diketahui mengandung asam amino metionin yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Ternak yang digunakan adalah 1.000 ekor DOC (Day Old Chick) ayam pedaging strain Ross yang dipelihara selama enam minggu. Ransum tersusun dari jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, DL-metionin, garam, vitamin dan mineral (premiks). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangannya menggunakan 40 ekor ayam. Level penambahan DL-metionin adalah 0,20%, 0,25%, 0,30% dan 0,35% untuk periode starter dan level 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% untuk periode finisher. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA), jika hasilnya nyata dilakukan uji polinomial ortogonal untuk mencari level optimum dan dilanjutkan uji jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam amino DL-metionin sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum, nyata (P<0,05) meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum. Uji Duncan menunjukkan konsumsi ransum R2 sangat nyata (P<0,01) meningkat dibandingkan R0, namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lainnya. Pertambahan bobot badan R2 nyata (P<0,05) meningkat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Konversi ransum R1, R2, R3 dan R4 nyata (P<0,05) menurun dibandingkan R0. Dapat disimpulkan bahwa penambahan DL-metionin yang optimal sebesar 0,22% untuk starter dan 0,20% untuk finisher pada ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai dengan kandungan metionin ransum 0,29% untuk starter dan 0,25% untuk finisher agar menghasilkan performa yang baik dengan ditandai meningkatnya konsumsi ransum, pertambahan bobot badan yang tinggi dan konversi yang rendah. Kata-kata kunci : ayam broiler, DL-metionin, performa

ABSTRACT Broiler Performance in the Basal Diets Corn and Soybean Meal with Supplementation DL-Methionine Hani ah, Nahrowi and W. Hermana One thousand Day Old Chick (DOC) broilers were used in the experiment to determine the optimum level of DL-methionine addition in broiler diet. Broilers were randomly distributed to five dietary treatments with five replication consisted of 40 broilers. The diets were R0 (control diet S0 and F0), R1 (control diet+0.20% DLmethionine for starter (S1) and control diet+0.15% DL-methionine for finisher (F1)), R2 (control diet+0.25% DL-methionine for starter (S2) and control diet+0.20% DLmethionine for finisher (F2)), R3 (control diet+0.30% DL-methionine for starter (S3) and control diet+0.25% DL-methionine for finisher (F3)), and R4 (control diet+0.35% DL-methionine for starter (S4) and control diet+0.30% DL-methionine for finisher (F4)). The experiment used Completely Randomized Design and any significant difference among treatments was determined using Duncan Test. There were significant effects of dietary treatments on body weight gain, feed intake and feed conversion ratio at 0 to 41 day. The usage 0.22% DL-methionine for starter and 0.20% DL-mehionine for finisher increased broiler performance by increasing consumption, body weight gain and decreasing feed conversion. Key words : broiler, DL-methionine, performance.

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rosullullah SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang istiqomah di jalan Islam hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum Berbasis Jagung dan Bungkil Kedelai dengan Suplementasi DL-Metionin. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama tiga bulan dimulai dari bulan Februari sampai April 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-Metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi ayam broiler. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Terakhir kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat, baik untuk kalangan akademis maupun peternak ayam broiler yang ingin menggunakan DL-Metionin sebagai suplementasi untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik. Maret, 2008 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Maderiyanto dan Ibu Keni Dihartini (Alm). Pendidikan penulis dimulai dengan memasuki pendidikan di Taman Kanakkanak Insan Kamil pada tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Insan Kamil hingga tahun 1999, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Insan Kamil dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Insan Kamil. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan (periode 2005-2006), serta aktif dalam Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al An am (FAMM Al-An am) Fakultas Peternakan (periode 2004-2006), dan dalam kepanitiaan Olimpiade Mahasiswa IPB 2005. Selain di dalam lingkungan kampus, penulis aktif mengajar kursus Bahasa Arab di Al-Ihya Insan Kamil.

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Broiler... 3 Jagung... 4 Bungkil Kedelai... 5 Asam Amino Metionin... 6 Suplementasi DL-Metionin... 9 Konsumsi Ransum... 9 Pertambahan Bobot Badan... 10 Konversi Ransum... 11 METODE... 12 Lokasi dan Waktu... 12 Materi... 12 Ternak... 12 Kandang dan Perlengkapan... 12 Ransum... 12 Vitamin dan Vaksin... 15 Metode... 15 Perlakuan... 15 Rancangan Percobaan dan Model Matematika... 15 Analisis Data... 16 Prosedur Pelaksanaan... 16 Peubah yang Diamati... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN... 18 Keadaan Umum Penelitian... 18 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum... 19 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan... 22 Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum... 26 KESIMPULAN DAN SARAN... 29 Kesimpulan... 29 Saran... 29 UCAPAN TERIMA KASIH... 30 DAFTAR PUSTAKA... 31 LAMPIRAN... 34

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler... 4 2. Komposisi Zat Makanan pada Jagung (As Fed)... 5 3. Komposisi Zat Makanan pada Bungkil Kedelai (As Fed)... 6 4. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Starter... 13 5. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Finisher... 14 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan... 18 7. Rataan Konsumsi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif)... 19 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif)... 22 9. Rataan Konversi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif)... 26

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proses Transmetilasi... 7 2. Struktur Asam Amino Metionin... 7 3. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Konsumsi Ransum Starter... 20 4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan.... 21 5. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Starter... 23 6. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Pertambahan Bobot Badan Finisher... 24 7. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 25 8. Grafik Konversi Ransum selama Enam Minggu Pemeliharaan... 27

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 35 2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 35 3. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 35 4. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 35 5. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 36 6. Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 36 7. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 36 8. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 36 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 37 10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 37 11. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 37 12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 37 13. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 38 14. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 38 15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 38 16. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 38 17. Uji Duncan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 39

18. Rataan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 39 19. Analisis Ragam Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 39 20. Uji Duncan Konversi Ransum Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan... 39 21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 39 22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Starter (0-3 Minggu Pemeliharaan)... 40 23. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 40 24. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Periode Finisher (4-6 Minggu Pemeliharaan)... 40

PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perfoma ayam broiler yaitu pakan. Pakan harus mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh yang sesuai dengan kebutuhan. Ahli pakan telah melakukan berbagai penelitian tentang sumber bahan pakan yang efisien dan ekonomis sehingga mampu menunjang produksi secara optimal, terutama aspek penggunaan asam amino sebagai suplemen di dalam ransum. Ternak memperoleh asam amino dari pencernaan enzimatik dan protein dalam ransum. Protein merupakan bahan pakan yang harganya relatif mahal sehingga perlu diusahakan agar protein ransum yang diberikan mendekati kebutuhan optimal untuk berproduksi. Pemberian protein pada ternak harus diperhatikan dari segi kuantitas maupun dari segi kualitasnya. Kualitas protein dalam bahan makanan dinyatakan tinggi atau rendah, tergantung dari keseimbangan asam amino esensial yang terkandung dalam bahan makanan tersebut. Komposisi asam amino esensial bahan pakan hewan umumnya lebih tinggi dibandingkan asam amino dari bahan pakan nabati. Bungkil kedelai secara umum dikenal sebagai salah satu sumber protein nabati terbaik untuk ayam broiler. Protein yang terdapat dalam bungkil kedelai mengandung semua asam amino esensial tetapi kurang akan sistin dan metionin, sedangkan jagung rendah protein dan defisien lisin (McDonald et al., 2002). Pemanfaatan asam amino sebagai suplemen dapat dilakukan dengan menambahkan asam amino sintetis ke dalam ransum basal, salah satunya metionin. Penelitian ini mengkaji pengaruh penambahan DL-metionin pada ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai terhadap performa ayam broiler. Perumusan Masalah Selama ransum ayam broiler mengandung bijian lebih dari 60%, maka ransum tersebut akan kekurangan asam amino esensial, sehingga perlu ada upaya untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Penambahan atau penggunaan sumber protein hewani dapat membantu mencukupi kebutuhan, tetapi penggunaan yang terlalu tinggi membuat ransum tidak ekonomis. Upaya lain diantaranya yaitu penambahan asam amino sintetis dalam ransum yang sering dilakukan untuk mencukupi

kebutuhan asam amino salah satunya metionin. Mukhtar et al. (2007) menyatakan bahwa dengan melengkapi asam amino esensial ke dalam ransum yang rendah kandungan proteinnya akan menunjang produksi ayam yang baik, selain itu suplementasi metionin pada ransum secara ekonomis efisien untuk produksi ayam broiler. Aoyagi dan Baker (1993) menyatakan metionin adalah penting, karena asam amino tersebut merupakan salah satu asam amino pembatas dalam ransum dasar jagung dan bungkil kedelai. Menurut NRC (1994) kebutuhan metionin ayam broiler sekitar 0,50% untuk starter dan untuk finisher sekitar 0,38%. Kebutuhan metionin ransum pada ayam broiler cukup beragam, salah satu faktor yang berpengaruh diantaranya adalah lingkungan. Untuk kondisi ayam broiler khususnya yang dipelihara di daerah iklim tropis dengan ketinggian dari permukaan laut yang berbeda, kebutuhan metionin ransum pada ayam broiler masih perlu dilakukan pengujian dan penelitian. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan level penambahan kandungan asam amino DL-Metionin yang optimal dalam ransum ayam broiler berbasis jagung dan bungkil kedelai khususnya yang dipelihara di daerah Bogor. 2

TINJAUAN PUSTAKA Broiler Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007). Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Nilai konversi makanan ayam broiler sewaktu dipanen sekarang ini mencapai nilai dibawah 2 (Amrullah, 2003). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995) Perbedaan genetik strain ayam berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisinya (Ensminger et al., 1992). Adanya rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula ransum yang diberikan (Unandar, 2001). Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai strain dan kondisi bulu kering dan berkembang. Menurut Wahju (1997), ransum ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrisi broiler dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Starter Periode Finisher Nutrien - - - - - - - - - - - - - - - - - - % - - - - - - - - - - - - - - - Protein Kasar (%) 23,00 20,00 Energi Metabolis (kkal/kg) 3.200 3.200 Ca (%) 1,00 0,90 P Non Phytat (%) 0,45 0,35 Asam Linoleat (%) 1,00 1,00 Histidin (%) 0,35 0,32 Glisin dan Serin (%) 1,25 1,14 Treonin (%) 0,80 0,74 Arginin (%) 1,25 1,10 Metionin (%) 0,50 0,38 Metionin dan Sistin (%) 0,90 0,72 Valin (%) 0,90 0,82 Phenilalanin (%) 0,72 0,65 Isoleusin (%) 0,80 0,73 Leusin (%) 1,20 1,09 Lysin (%) 1,10 1,00 Sumber : NRC (1994) Jagung Jagung adalah bahan makanan yang disukai dan sesuai untuk semua jenis ternak. Jagung kaya energi dan rendah dalam serat serta mineral. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam biji jagung yang terdiri atas amilosa dan amilopektin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Meskipun jagung sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah protein dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin). Protein jagung sekitar 8,5% (National Research Council, 1994) Isi protein kasar jagung sangat berubah-ubah dan secara umum berkisar dari 90 sampai 140 g/kg BK (McDonald et al., 2002). McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa jagung kuning mengandung pigmen cryptoxanthin, yang merupakan prekursor vitamin A. Pigmen cryptoxanthin tersebut berguna dalam ransum unggas sebagai pemberi warna daging dan kuning telur. Menurut Amrullah (2003) jagung mengandung 5 ppm xantophil dan 0,5 ppm karoten. Ayam yang memperoleh jagung, warna pigmen dalam lemak tubuh dan kuning telurnya mempunyai skor yang tinggi. 4

Penggunaan jagung dalam ransum ayam broiler dapat mencapai hingga taraf 70%. Adanya pembatasan penggunaan jagung dikarenakan jagung mempunyai protein yang rendah dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin) (Amrullah, 2003). Menurut Goldsworthy dan Fischer (1992) komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara penanaman, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung berubah selama pertumbuhan. Kandungan zat-zat makanan dalam jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan pada Jagung (As Fed) Komponen Jumlah Bahan Kering (%) 89 Protein (%) 8,5 Lemak (%) 3,8 Serat Kasar (%) 2,2 Ca (%) 0,02 P Non Phytat (%) 0,08 Metionin (%) 0,18 Energi Metabolis (kkal/kg) 3.350 Sumber : NRC (1994) Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara ekspeller (mekanis) atau secara solver (kimia) (Standar Nasional Indonesia, 1996). Bungkil kedelai mempunyai protein yang relatif tinggi dan memiliki keseimbangan asam-asam amino yang baik. Proporsi nutrisi bungkil kedelai cukup seimbang dengan protein rata-rata 38%, karbohidrat 31%, air 8%, beberapa mineral, dan vitamin (Lotong, 1998). Swick (2001) menyatakan bahwa bungkil kedelai sesuai sebagai sumber protein dalam pakan karena kandungan lisin yang tinggi walaupun kandungan metionin dan sistin terbatas. Menurut McDonald et al. (2002), bungkil kedelai secara umum dikenal sebagai salah satu sumber protein terbaik untuk hewan. Protein yang terdapat dalam bungkil kedelai mengandung semua asam amino esensial tetapi kurang akan sistin dan metionin. Metionin merupakan asam amino pembatas terutama ransum berenergi tinggi. Kandungan zat-zat makanan dalam bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 3. 5

Tabel 3. Komposisi Zat Makanan pada Bungkil Kedelai (As Fed) Komponen Jumlah Bahan Kering (%) 89 Protein (%) 44 Lemak (%) 0,8 Serat Kasar (%) 7 Ca (%) 0,29 P Non Phytat (%) 0,27 Metionin (%) 0,62 Energi Metabolis (kkal/kg) 2.230 Sumber : NRC (1994) Bungkil kedelai mengandung zat yang membahayakan yang disebut antitripsin (trypsin inhibitor) yang mempunyai kemampuan menghambat tripsin. Pembatas tripsin ini menyebabkan ketersediaan beberapa asam amino esensial terutama lisin dan arginin menjadi berkurang, namun antitripsin ini dapat dinonaktifkan dengan pemanasan (McDonald et al., 2002). Menurut Araba dan Dale (1990) selain penghambat tripsin, berkurangnya ketersediaan asam amino dan penurunan nilai nutrisi dalam bungkil kedelai disebabkan pula oleh proses pemanasan yang berlebih (over processing). Asam Amino Metionin DL-Metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan esensial (undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik. Menurut Sutardi (1980) asam amino metionin bersifat glikogenik (menghasilkan glukosa pada waktu proses metabolisme terjadi) dan lipotropik (membantu pemecahan lemak dalam tubuh pada waktu proses metabolisme terjadi), hubungannya dengan asam amino lain yang mengandung sulfur (sistein dan sistin) adalah sebagai donor bagi sistein (CySN). Sistein (asam amino non essensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin (SER). Apabila sistein (CySN) dan sistin (CYS) kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al., 1984). 6

Gambar 1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007) Metionin juga menjadi donor metil untuk pembentukan kholin melalui transmetilasi. Sebaliknya, kholin dapat mendonorkan metilnya pada homosistein, sehingga kekurangan kholin juga dapat memperbesar kebutuhan metionin (Maynard et al., 1997). Struktur asam amino metionin dapat dilihat pada Gambar 2. NH 2 CH 3 S CH 2 CH 2 C COOH H Gambar 2. Struktur Asam Amino Metionin (Scott et al., 1982) 7

Sigit (1995) menyatakan asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Metionin juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan dan salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987). Sutardi (1980) menyatakan metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan asam amino-l (L-AA) mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam keto alfa dapat pula diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D- AA. Metionin dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-Metionin. Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yang biasa ditambahkan, pertama dalam bentuk powder metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu analog hidroksi metionin (Vázquez-Añón et al., 2006). Metionin diketahui sebagai asam amino yang bersifat racun bila berlebihan, disamping tirosin, triptofan dan histidin. Asam amino yang bersifat racun adalah asam amino yang dalam metabolismenya dapat menempuh berbagai jalur, yaitu glikoketogenik (menghasilkan glukosa maupun ketosa pada waktu proses metabolisme terjadi) sehingga produk metabolisme ataupun sisa metabolismenya sangat banyak. Kelebihan pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat badan. Terjadinya penurunan selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme asam-asam amino yaitu antara metionin dengan leusin, alanin, isoleusin, phenilalanin, tirosin dan treonin (Sutardi, 1980). Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar dari bahan nabati (Sutardi, 1980). Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam pemberian metionin perlu memperhatikan tingkatan protein, bentuk fisik dan palatabilitas bahan makanan. 8

Suplementasi Asam Amino Metionin Metionin adalah asam amino pembatas pertama di dalam ransum ayam (Weerden et al., 1984). Seperti dinyatakan Schutte et al. (1997), metionin adalah suatu zat yang esensial untuk unggas, ditambahkan oleh Huygherbaert et al. (1994) bahwa pembentukan daging bagian dada broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin di dalam ransum. Penambahan metionin dalam ransum dengan level 0,32%, 0,36% dan 0,40% dalam ransum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot badan akhir dan komponen karkas (Hafsah, 1999). Wiradisastra (2001) menyatakan bahwa tingkat metionin 0,392% dan 0,432% dalam ransum sangat nyata menyebabkan efisiensi penggunaan protein lebih tinggi daripada tingkat metionin 0,312% dan 0,352% dalam ransum yang kandungan proteinnya 18%. Attia et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan anak ayam pada perlakuan penambahan metionin 0,37% dan 0,42% dalam ransum. Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad libitum (Parakkasi, 1999). Sedangkan menurut Tillman et al. (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Wahju (1997) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum dapat mempengaruhi konsumsi. Sedangkan menurut National Research Council (1994) yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan. Tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi yaitu semakin tinggi energi ransum akan menurunkan konsumsi. Ransum yang tinggi kandungan energinya harus diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar ayam tidak mengalami defisiensi protein, vitamin dan mineral (Wahju, 1997). Temperatur lingkungan yang panas disertai dengan kelembaban yang tinggi disamping dapat menurunkan konsumsi ransum yang berakibat terjadinya defisensi zat-zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi, juga dapat mengganggu proses metabolisme (Syamsuhaidi, 1997). 9

Dalam dunia peternakan, tingkat konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan palatabilitas (Parakkasi, 1998). Palatabilitas didefinisikan sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan ternak. Secara umum palatabilitas ditentukan oleh rasa, bau dan warna (Pond et al., 1995). Amrullah (2003) menyatakan bahwa pada minggu-minggu terakhir, ayam broiler makan sebanyak 150-200 gram per ekor per hari. Konsumsi pakan ayam broiler strain Ross (jumbo) selama enam minggu adalah 4.075 gram/ekor dengan bobot badan 2.474 gram/ekor (Cibadak Indah Sari Farm, 2005). Pertambahan Bobot Badan Ensminger (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai mencapai tubuh dewasa. Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan.. Ternak ayam akan mengalami pertambahan berat badan karena pembesaran dan pembelahan sel. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat- zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan ukuran sel-sel individual, pertumbuhan mencakup 4 komponen utama yaitu peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air, peningkatan ukuran tulang (skeleton), peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam (Rose, 1997). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler adalah galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung, dalam hal ini pakan dan manajemen (Ensminger, 1991). Protein dan asam amino merupakan nutrisi yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang maksimal (National Research Council, 1994) North dan Bell (1990) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Menurut Rose (1997) perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian cepat dan perlahan lagi 10

atau berhenti. Pertumbuhan maksimum (gram bobot badan per hari) terjadi ketika ayam mencapai setengah dari bobot badan dewasa. Menurut Amrullah (2003), laju pertumbuhan yang cepat diimbangi dengan konsumsi makanan yang banyak. Pertambahan bobot badan ayam broiler strain Ross (jumbo) pada umur enam minggu adalah 2.432 gram/ekor (Cibadak Indah Sari Farm, 2005). Konversi Ransum Konversi ransum pada ayam broiler diartikan sebagai jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas ransum, penyakit, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan dan manajemen kandang. Konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak (Lacy dan Vest, 2004). Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas (Amrullah, 2003) North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam broiler jantan lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan betina. Bila nilai konversi pakan sudah jauh di atas angka dua maka pemeliharaannya sudah kurang menguntungkan lagi, oleh karena itu ayam broiler biasanya dipasarkan maksimal pada umur enam minggu. Menurut Amrullah (2003), konversi ransum yang baik berkisar 1,75-2,00. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi berarti kualitas ransum semakin baik. Konversi ransum ayam broiler strain Ross (jumbo) pada umur enam minggu adalah 1,72 (Cibadak Indah Sari Farm, 2005). 11

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama enam minggu yaitu mulai dari bulan Februari sampai dengan April 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 1.000 ekor ayam broiler umur sehari (DOC / Day Old Chick) strain Ross yang diperoleh dari Cibadak Indah Sari Farm. Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan berupa kandang beratap asbes dengan sistem litter beralaskan sekam padi berukuran 1 x 1,5 x 2,5 m sebanyak 25 petak. Setiap petak kandang dilengkapi dengan dua tempat pakan dan dua tempat minum serta lampu pijar 100 watt. Peralatan lain yang digunakan diantaranya timbangan untuk menimbang ayam dan ransum, plastik, tempat ransum, ember plastik, termometer dan higrometer. Ransum Ransum penelitian menggunakan dua jenis ransum, dengan kandungan energi metabolis (EM) sebesar 3.200 kkal/kg dan kandungan protein 23% untuk starter serta kandungan protein 20% untuk finisher. Bahan baku ransum yang digunakan pada penelitian diperoleh dari pabrik pakan Welgro. Bahan-bahan tersebut adalah jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, DCP (Dicalsium phosphat), limestone, garam, premiks dan DL-metionin. Ransum dianalisa menggunakan metode proksimat dan asam amino dianalisa mengunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Komposisi ransum penelitian yang digunakan beserta kandungan nutriennya terdapat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Starter Jagung Kuning (%) Bungkil Kedele Brazil (%) Dedak Padi (%) Corn Gluten Meal (%) Meat Bone Meal (%) Minyak Kelapa (%) DCP (%) Garam (%) Premiks (%) Limestone (%) Total (%) DL-Metionin(%) Perlakuan S0 S1 S2 S3 S4 47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,00 47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,20 47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,25 47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,30 47,95 25,00 12,01 6,70 5,00 1,59 1,00 0,27 0,24 0,24 100 0,35 Komposisi Nutrien (as fed) Bahan Kering (%) 87,45 84,71 84,73 84,02 84,96 Abu (%) 5,85 5,45 5,04 5,62 5,25 Protein Kasar (%) 22,24 22,09 22,70 22,83 22,76 Serat Kasar (%) 4,34 4,55 3,22 3,27 4,25 Ekstrak Ether (%) 5,06 4,81 4,03 4,46 5,09 Beta-N (%) 49,96 47,81 49,74 47,84 47,61 Ca (%) 0,93 0,94 0,86 1,04 0,93 P Total (%) 0,87 0,93 0,79 0,89 0,73 NaCl (%) 0,12 0,11 0,10 0,09 0,13 Energi Bruto (kkal/kg) 4.134 4.153 4.413 4.358 4.239 Asam Aspartat (%) 2,29 2,36 2,08 2,38 2,41 Asam Glutamat (%) 4,28 4,56 3,88 4,45 4,65 Serin (%) 1,09 1,18 0,99 1,12 1,03 Histidin (%) 0,53 0,50 0,35 0,33 0,63 Glisin (%) 1,26 1,31 1,11 1,30 1,37 Treonin (%) 0,99 1,00 0,86 0,98 0,93 Arginin (%) 1,51 1,56 1,34 1,57 1,60 Tirosin (%) 0,71 0,79 0,65 0,82 0,72 Metionin (%) 0,29 0,47 0,49 0,60 0,65 Metionin dan Sistin (%) 0,69 0,87 0,89 1,00 1,05 Valin (%) 1,35 1,30 1,14 1,27 1,32 Phenilalanin (%) 1,29 1,33 1,16 1,32 1,31 Isoleusin (%) 1,10 1,14 0,99 1,13 1,18 Leusin (%) 2,36 2,47 2,19 2,46 2,45 Lysin (%) 1,26 1,28 1,07 1,23 1,23 S0= tanpa DL-metionin; S1= penambahan 0,20 % DL-metionin; S2= penambahan 0,25 % DLmetionin; S3= penambahan 0,30 % DL-metionin; S4= penambahan 0,35 % DL-metionin. Keterangan: Komposisi Nutrien Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET IPB (2007) 13

Tabel 5. Formulasi dan Komposisi Nutrien Pakan Finisher Jagung Kuning (%) Bungkil Kedele Brazil (%) Dedak Padi (%) Meat Bone Meal (%) Minyak Kelapa (%) Corn Gluten Meal (%) Premix (%) Garam (%) Total (%) DL-Metionin (%) Perlakuan F0 F1 F2 F3 F4 51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,00 51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,15 51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,20 51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,25 51,64 19,26 12,48 8,09 5,00 3,06 0,25 0,22 100 0,30 Komposisi Nutrien (as fed) Bahan Kering (%) 85,48 85,60 87,28 85,20 86,30 Abu (%) 5,18 4,31 4,99 5,38 4,51 Protein Kasar (%) 20,32 20,57 20,79 20,75 20,14 Serat Kasar (%) 4,10 4,17 3,48 3,37 3,06 Ekstrak Ether (%) 8,04 8,17 8,50 8,50 7,33 Beta-N (%) 47,84 48,38 49,52 47,20 51,26 Ca (%) 0,87 0,87 0,95 1,04 0,99 P Total (%) 0,65 0,77 0,82 0,81 0,80 NaCl (%) 0,13 0,20 0,18 0,16 0,18 Energi Bruto (kkal/kg) 4.356 4.396 4.382 4.272 4.309 Asam Aspartat (%) 1,78 1,92 1,75 1,73 1,85 Asam Glutamat (%) 3,32 3,43 3,26 3,26 3,48 Serin (%) 0,77 0,79 0,79 0,70 0,76 Histidin (%) 0,47 0,48 0,44 0,49 0,42 Glisin (%) 1,16 1,10 1,25 1,04 1,12 Treonin (%) 0,66 0,68 0,64 0,62 0,66 Arginin (%) 1,21 1,27 1,26 1,20 1,29 Tirosin (%) 0,53 0,55 0,52 0,52 0,51 Metionin (%) 0,25 0,35 0,37 0,40 0,42 Metionin dan Sistin (%) 0,59 0,69 0,71 0,74 0,76 Valin (%) 1,02 0,99 0,94 0,95 1,00 Phenilalanin (%) 0,94 0,95 0,86 0,88 0,91 Isoleusin (%) 0,86 0,89 0,82 0,84 0,88 Leusin (%) 1,73 1,68 1,51 1,55 1,65 Lysin (%) 0,86 0,87 0,83 0,80 0,79 F0= tanpa DL-metionin; F1= penambahan 0,15 % DL-metionin; F2= penambahan 0,20 % DLmetionin; F3= penambahan 0,25 % DL-metionin; F4= penambahan 0,30 % DL-metionin. Keterangan: Komposisi Nutrien Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET IPB (2007) 14

Vitamin dan Vaksin Vitamin yang digunakan selama penelitian berupa Vitastress yang diberikan seminggu sekali setelah penimbangan. Jenis vaksin yang digunakan yaitu vaksin ND 1 (Newcastle Disease 1) yang diberikan pada ayam umur 3 hari melalui tetes mata dan ND II diberikan pada ayam berumur 21 hari melalui air minum. Vaksin gumboro diberikan melalui air minum pada ayam umur 10 hari. Setiap satu kg Vitastress mengandung Vitamin A 6.000.000 IU, Vitamin D 3 1.200.000 IU, Vitamin E 2.500 IU, Vitamin K 3 g, Vitamin B 1 2 g, Vitamin B 2 3 g, Vitamin B 6 1 g, Vitamin B 12 2g, Vitamin C 20g, Nicotinic Acid 15 g, Ca-D- Panthotenate 5 g, Elektrolit berupa Na, Ca, K, Mg 750 g. Metode Perlakuan Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R0 : Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin untuk starter (S0) dan untuk finisher (F0) R1 : Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk starter (S1) dan Ransum kontrol + 0,15% DL-metionin untuk finisher (F1) R2 : Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk starter (S2) dan Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk finisher (F2) R3 : Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk starter (S3) dan Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk finisher (F3) R4 : Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk starter (S4) dan Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk finisher (F4) Ransum kontrol, ransum perlakuan serta air minum diberikan ad libitum pada pagi, siang dan sore. Semua petak perlakuan dilengkapi dengan lampu bohlam 100 watt pada malam hari dengan dinding tirai ditutup dengan plastik. Rancangan Percobaan dan Model Matematika Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 40 ekor ayam. 15

Model matematika dari rancangan tersebut sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991): Yij = µ + βi + ij Keterangan: Yij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum βi : Efek perlakuan ke-i ij : Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis ragam (Analysis of Variance/ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji polinomial ortogonal untuk mencari level optimum dan dilanjutkan uji jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Prosedur Pelaksanaan Persiapan kandang, persiapan peralatan kandang dan persiapan pakan dilakukan sebelum DOC datang yaitu membersihkan kandang dari kotoran dan mencuci peralatan kandang dengan desinfektan. Setelah 3 hari dilakukan pengapuran pada dinding dan lantai kandang, kemudian dilakukan fumigasi kandang. Sekam ditaburkan dengan ketebalan 5-8 cm di lantai yang telah dipasang kertas koran terlebih dahulu. Anak ayam dimasukan ke dalam kandang, setiap kandang terdapat 40 ekor ayam, dengan pemberian tanda sebanyak 10 ekor yang diambil secara acak dan telah dilakukan penimbangan. Pakan dan minum diberikan adlibitum setiap pagi, siang dan sore. Pemeliharaan ayam dilakukan selama enam minggu. Pada minggu pertama dan kedua, tempat pakan dan air minum diletakkan di atas sekam yang dilengkapi dengan kertas koran diatasnya, sedangkan untuk minggu ketiga sampai pemanenan tempat pakan dan air minum digantung sejajar dengan punggung ayam. Lampu dinyalakan 24 jam selama 14 hari dan setelah ayam berumur 2 minggu lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Penimbangan konsumsi pakan dan bobot badan dilakukan seminggu sekali setiap pagi hari. 16

Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian adalah: 1. Konsumsi Ransum (gram/ekor) Konsumsi ransum dihitung dari jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum pada akhir minggu. 2. Pertambahan bobot badan (gram/ekor) Pertambahan bobot badan dihitung dari bobot badan minggu terakhir ayam dikurangi dengan bobot badan awal ayam. 3. Konversi pakan Konversi ransum diperoleh dengan membagi antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rataan temperatur dan kelembaban udara lingkungan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan Minggu Pagi Siang Sore Suhu ( o C) RH (%) Suhu ( o C) RH (%) Suhu ( o C) RH (%) 1 24,3 76,0 30,5 60,1 26,7 59,6 2 25,5 72,6 31,7 57,5 27,5 58,5 3 24,6 75,5 30,9 58,7 28,5 60,7 4 25,2 72,1 31,4 55,2 25,5 69,5 5 24,2 74,8 30,8 57,8 26,8 62,8 6 24,5 77,3 31,0 54,3 28,7 70,7 Rataan 24,72 74,72 31,05 57,27 27,28 63,63 Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan suhu pada pagi hari yaitu 24,72 o C, dan rataan suhu pada siang hari 31,05 o C. Kondisi suhu lingkungan tersebut masih berada pada kisaran suhu normal di Darmaga Bogor, dengan rataan suhu 20,63 o C sampai 32,30 o C (BPS, 2004). Amrullah (2003) menyatakan bahwa pada suhu lingkungan diatas 27 o C, ayam mulai menggunakan energi lebih banyak sebagai usaha agar tetap nyaman. Ayam mulai mendilatasikan pembuluh darah untuk mengalirkan darah lebih banyak ke gelambir (perifer), kaki dalam usaha untuk meningkatkan kapasitas pendinginan. Jika suhu lingkungan tinggi, yang lebih mudah diamati yaitu ditandai dengan panting (meningkatkan frekuensi pernapasan) sebanyak 140 kali/menit, dan sayap turun begitu suhu mulai meningkat dan udara mudah mengalir bebas menyentuh kulit dan menyerap lalu membuang panas. Ayam yang digunakan dalam penelitian adalah broiler strain Ross yang memiliki keunggulan yaitu sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga diwilayah tropis (Aviagen, 2007).

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum selama periode starter (0-3 minggu), finisher (4-6 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Periode Pemeliharaan Broiler Starter (0-3 minggu) Finisher (4-6 minggu) Kumulatif (0-6 minggu) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 ------------------------------ (g/ekor)----------------------------- 830,89 A ± 48,85 2642,32 ± 85,96 3433,30 A ± 143,28 936,42 B ±26,17 2707,94 ± 117,51 3704,41 AB ±168,04 959,74 B ± 22,00 2842,21 ± 110,77 3801,95 B ± 117,88 935,66 B ± 13,29 2744,85 ± 112,53 3680,51 AB ± 111,07 903,77 B ± 43,47 2840,63 ± 189,52 3553,22 AB ± 200,69 Keterangan : Superskrip hurup besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4) Pemberian asam amino DL-metionin pada ransum ayam broiler periode starter (0-3 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsumsi ransum, akan tetapi perlakuan tidak nyata mempengaruhi konsumsi ayam selama periode finisher. Hal ini terkait dengan kebutuhan asam amino esensial dalam tubuh, yang sangat dibutuhkan pada masa pertumbuhan yaitu saat periode starter. Berdasarkan Uji Duncan, pada periode starter pemberian DLmetionin 0,20% (R1), 0,25% (R2), 0,30% (R3) dan 0,35% (R4) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (R0). Secara kumulatif perlakuan R2 sangat nyata (P<0,01) meningkatkan konsumsi ransum ayam broiler dibandingkan perlakuan R0, namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut National Research Council (1994) yang dapat 19

mempengaruhi konsumsi adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan. 1000 950 Konsumsi (gram/ekor) 900 850 800 750 y = -2453x 2 + 1081.8x + 829.83 R 2 = 0.968 700 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 Level metionin (%) Gambar 3. Grafik Pengaruh Penambahan DL-Metionin terhadap Konsumsi Ransum Starter Hasil uji polinomial ortogonal didapatkan persamaan regresi kuadratik untuk konsumsi ransum periode starter yaitu y = -2453x 2 + 1081,8x + 829,83 (Gambar 3). Level optimum DL-metionin yang diperoleh dari perhitungan sebesar 0,22% agar menghasilkan konsumsi ransum maksimum. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar dari bahan nabati. Penambahan DL-metionin yang melebihi level optimum akan menurunkan konsumsi ransum. Hal ini diakibatkan adanya antagonisme asam-asam amino yaitu antara metionin dengan leusin, alanin, isoleusin, phenilalanin, tirosin dan treonin sehingga terjadi penurunan selera makan, selain itu metionin merupakan asam amino yang bersifat racun bila berlebihan karena dalam metabolismenya dapat menempuh berbagai jalur, yaitu glikoketogenik (menghasilkan glukosa maupun ketosa pada waktu proses metabolisme terjadi) sehingga produk metabolisme ataupun sisa metabolismenya sangat banyak (Sutardi, 1980). 20

Grafik konsumsi ransum ayam broiler selama enam minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. 1400 1200 Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu) 1000 800 600 400 R0 R1 R2 R3 R4 200 0 1 2 3 4 5 6 Umur Ayam (minggu) Keterangan : R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4) Gambar 4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Enam Minggu Pemeliharaan Gambar 4 menunjukkan bahwa konsumsi ransum akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur ayam. Seperti yang dikemukakan North dan Bell (1990) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap minggu akan bertambah sesuai dengan pertambahan berat badan. Hal ini berarti pemberian DL-metionin dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi ransum. Kenaikan konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor yaitu tingkat palatabilitas, kandungan nutrisi ransum dan bobot badan (Pond et al., 1995). Konsumsi ransum perlakuan meningkat disebabkan oleh kandungan metioninnya tidak mengalami defisien, sehingga kebutuhan asam amino metioninnya dapat tercukupi dengan baik. 21

Konsumsi ransum perlakuan selama enam minggu pemeliharaan berkisar antara 3.553,22-3.801,95 gram/ekor. Bila dibandingkan dengan standar konsumsi pakan strain Ross (jumbo) umur 42 hari yang dikeluarkan oleh Cibadak Indah Sari Farm (2005) yaitu 4.075 gram/ekor, maka rataan konsumsi ransum penelitian lebih rendah dibandingkan dengan standar. Hal ini disebabkan suhu selama penelitian tinggi sehingga terjadi stres pada ayam broiler. Untuk mengatasi stres panas tersebut, ayam akan melakukan panting dan banyak minum sehingga berdampak terhadap pengurangan konsumsi pakan (Amrullah, 2003). Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan selama periode starter (0-3 minggu), finisher (4-6 minggu) dan kumulatif (0-6 minggu) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan selama Periode Starter (0-3 Minggu), Finisher (4-6 Minggu) dan selama Enam Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Periode Pemeliharaan Broiler Starter (0-3 minggu) Finisher (4-6 minggu) Kumulatif (0-6 minggu) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 ------------------------------ (g/ekor)----------------------------- 546,70 A ± 51,55 1032,85 a ± 49,93 1579,56 a ± 39,59 623,19 B ± 26,45 1211,88 b ± 69,33 1835,08 b ± 64,73 649,35 B ± 4,19 1289,54 b ± 72,19 1938,89 c ± 69,26 630,88 B ± 9,95 1196,51 b ± 54,91 1827,39 b ± 60,40 599,68 AB ± 30,93 1227,19 b ± 79,60 1826,87 b ± 95,61 Keterangan : Superskrip hurup besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01), hurup kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) R0: Ransum kontrol tanpa pemberian DL-metionin (S0 dan F0) R1: Ransum kontrol + 0,20% DL-metionin untuk periode starter (S1) dan + 0,15% DLmetionin untuk periode finisher (F1) R2: Ransum kontrol + 0,25% DL-metionin untuk periode starter (S2) dan + 0,20% DLmetionin untuk periode finisher (F2) R3: Ransum kontrol + 0,30% DL-metionin untuk periode starter (S3) dan + 0,25% DLmetionin untuk periode finisher (F3) R4: Ransum kontrol + 0,35% DL-metionin untuk periode starter (S4) dan + 0,30% DLmetionin untuk periode finisher (F4) 22