PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN. Jurusan/Program Studi Peternakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN. Jurusan/Program Studi Peternakan"

Transkripsi

1 PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : DAMAR ADI PRASETYO H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user

2 PENGARUH SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : DAMAR ADI PRASETYO H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user i

3 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii RINGKASAN... ix SUMMARY... x I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Ayam Broiler... 3 B. Ransum... 3 C. Protein dan Lisin... 4 D. Konsumsi Ransum... 6 E. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)... 7 F. Konversi Ransum... 8 G. Feed Cost Per Gain... 8 HIPOTESIS III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat Penelitian C. Persiapan Penelitian D. Pelaksanaan Penelitian E. Cara Analisis Data iv

4 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum B. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) C. Konversi Ransum D. Feed Cost Per Gain V. SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

5 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (BK) Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum basal fase starter dan finisher (as-fed) Program pemberian vaksin Kandungan nutrien ransum komersial Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Rerata konversi ransum ayam broiler jantan Rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp) vi

6 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Rumus bangun lisin Rumus bangun L-Lysine HCl... 5 vii

7 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Analisis kovariansi rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Analisis kovariansi rerata pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Analisis kovariansi rerata konversi ransum ayam broiler jantan Analisis deskriptif rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp) Analisis proksimat bahan pakan penyusun ransum Brosur ADM L-Lysine HCl viii

8 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam pedaging final stock yang efektif dalam memproduksi daging. Kelebihan dari ayam broiler adalah pertumbuhannya cepat dan konversi ransumnya rendah (Rasyaf, 2004). Multi Breeder Adirama (2007) menyatakan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler pada umur 35 hari adalah 1977 gram dan 1,57. Salah satu faktor yang memengaruhi produksi ayam broiler adalah ransum. Ayam broiler membutuhkan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti energi, protein, lemak, serat kasar, fosfor dan kalsium (Suprijatna et al., 2005). Protein merupakan unsur pokok dalam penyusunan ransum yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan produksi. Protein yang memiliki kualitas tinggi mengandung asam amino esensial yang lengkap, jumlahnya cukup dan seimbang (Anggorodi, 1995). Penyusunan ransum selain menitikberatkan pada protein perlu memerhatikan keseimbangan asam amino esensial. Hal ini dikarenakan asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam tubuh sehingga kebutuhannya harus disediakan dalam ransum (Aisjah et al., 2007). Penyusunan ransum menggunakan jagung sebagai bahan pakan sumber energi mencapai 50 persen dalam ransum (Sinurat et al., 2007). Kekurangan jagung adalah rendah asam amino lisin (Anggorodi, 1995). Lisin merupakan asam amino esensial dan pembatas pada ayam serta mempunyai peranan untuk memenuhi pertumbuhan yang cepat (Hutapea, 2003). Kandungan lisin yang rendah pada jagung dapat ditingkatkan dengan cara suplementasi lisin. Suplementasi lisin berfungsi untuk meningkatkan sintesis protein tubuh sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan (Edward et al., 1999), pertambahan bobot badan dan efisiensi kebutuhan ransum ayam broiler serta dapat meningkatkan kandungan protein karkas (Labadan et al., 2001). Rezaei et al. (2004) melaporkan ayam broiler yang dipelihara sampai umur enam commit minggu to dengan user mendapatkan suplementasi lisin 1

9 2 dalam bentuk L- Lysine HCl sebanyak 0,15 dan 0,30 persen pada protein 17,84 persen (starter) dan 16,12 persen (finisher) dapat memberikan bobot hidup yang sama dengan ayam yang diberi ransum dengan protein 20,84 persen (starter) dan 18,12 persen (finisher). Berdasar uraian tersebut, maka perlu dikaji mengenai pengaruh suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan. B. Rumusan Masalah Penyusunan ransum selain menitikberatkan pada protein perlu memerhatikan keseimbangan asam amino esensial. Jagung merupakan bahan pakan potensial yang porsi penggunaannya besar di dalam ransum. Kekurangan dari jagung adalah kandungan asam amino lisin yang rendah, sehingga perlu ditambahkan dalam jumlah yang cukup. Lisin merupakan asam amino esensial dan pembatas pada ayam untuk memenuhi pertumbuhan yang cepat. Jika lisin tidak ditambahkan pada bahan pakan yang rendah lisin, maka kualitas protein bahan pakan tidak meningkat. Kandungan lisin yang rendah pada ransum dapat ditingkatkan dengan cara suplementasi lisin. Suplementasi lisin dapat meningkatkan sintesis protein dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan. Rezaei et al. (2004) menyatakan bobot badan ayam broiler dapat meningkat jika ransum yang kandungan proteinnya rendah disuplementasi lisin. Berdasar uraian tersebut, diharapkan suplementasi lisin dapat meningkatkan kualitas protein dalam ransum rendah protein, sehingga dapat memperbaiki performan ayam broiler jantan. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan. 2. Mengetahui level optimal suplementasi lisin dalam ransum rendah protein terhadap performan ayam broiler jantan.

10 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang memiliki pertumbuhan cepat dengan perolehan timbangan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang singkat (Rasyaf, 2004). Ayam broiler jantan memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu mengonversikan ransum lebih baik dibandingkan dengan ayam broiler betina. Ayam broiler jantan pada umur 35 hari mampu menghasilkan bobot badan sekitar 1977 gram dengan konversi ransum 1,57. Ayam broiler betina hanya mampu menghasilkan bobot badan sekitar 1702 gram dengan konversi ransum 1,63 (Multi Breeder Adirama, 2007). Susilorini et al. (2008) menyatakan karakteristik ayam broiler bersifat tenang, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Rasyaf (2004) menyatakan ayam broiler yang biasanya dipelihara oleh peternak dikenal dengan sebutan final stock yang artinya bibit Day Old Chick (DOC) itu hanya dapat digunakan untuk memproduksi daging saja dan tidak dapat diternakkan lebih lanjut untuk ditetaskan. B. Ransum Suprijatna et al. (2005) menyatakan ransum adalah campuran dari berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimal. Nutrien merupakan substansi yang diperoleh dari bahan pakan penyusun ransum. Rasyaf (2004) menyatakan ransum ayam broiler di Indonesia dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa pemberian ransum, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter) dan ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher). Kedua ransum itu tampaknya sama, tetapi kandungan nutriennya berbeda. Kandungan nutrien berbeda disebabkan kebutuhan nutrien ayam broiler tiap fase berbeda. Kebutuhan nutrien ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 1. 3

11 4 Tabel 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler Starter Finisher Nutrien No. (1-21 hari) (22-42 hari) 1. Energi metabolis (Kkal/kg) min. 2900,00 1 min. 2900, Protein kasar (%) min. 19,00 1 min. 18, Serat kasar (%) 3 4,00 5,00 4. Lemak kasar (%) 3 6,00 6,00 5. Ca (%) 3 1,00 0,90 6. P tersedia (%) 3 0,45 0,35 7. Lisin (%) min. 1,10 1 min. 0, Metionin (%) min. 0,40 1 min. 0,30 2 Sumber : 1 Badan Standardisasi Nasional (2006a) 2 Badan Standardisasi Nasional (2006b) 3 NRC (1994) Zuprizal dan Kamal (2005) menyatakan bahwa menyusun ransum merupakan penetapan pengetahuan tentang nutrien, bahan pakan dan ternak di dalam mendapatkan ransum yang seimbang. Wahju (1992) menambahkan bahwa dalam penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan tiap periode pertumbuhan dan produksi dipengaruhi oleh nilai nutrien bahan pakan yang dipergunakan. Memilih bahan pakan yang akan dipergunakan dalam ransum, harus diketahui lebih dahulu kandungan nutrien dalam bahan pakan tersebut. Kekurangan salah satu kandungan nutrien dapat ditutupi dengan mengunakan bahan pakan yang mengandung nutrien tersebut. C. Protein dan Lisin Tillman et al. (1989) menyatakan protein merupakan senyawa komplek yang terdiri atas asam amino yang digabungkan dengan ikatan peptida. Protein memiliki fungsi sebagai pembangun protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan energi dan sumber enzim dalam tubuh serta menyediakan asam amino. Kualitas protein dihubungkan dengan adanya asam amino yang dilepaskan dari protein pada waktu pencernaan dan kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Protein meskipun daya cernanya tinggi, secara kualitas tidak mencukupi kebutuhan sintesis protein dalam tubuh karena kekurangan satu atau lebih asam amino esensial, sehingga disebut protein kualitas rendah. Anggorodi (1995) menyatakan asam amino merupakan hasil akhir pencernaan protein, bahan pembangun untuk pembuatan protein tubuh dan

12 5 merupakan hasil akhir katabolisme protein. Abun (2006) menyatakan asam amino terbagi menjadi dua bagian yaitu asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus disediakan dalam ransum karena ternak tidak mampu mensintesis dari dalam tubuh. Asam amino nonesensial adalah asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh yang berasal dari sumber karbon yang tersedia dan dari gugus amino dari asam amino lain atau dari senyawa sederhana sehingga tidak harus disediakan dalam ransum. Lisin merupakan asam amino esensial karena ketersediannya di dalam bahan ransum kurang, sehingga diperlukan penambahan bahan ransum sumber lisin (Muhtarudin, 2004). Rasyaf (1994b) mengemukakan bahwa lisin sering dibuat dalam bentuk sintetis yaitu L-Lysine HCl. Menurut Archer Daniels Midland (2006), L-Lysine HCl adalah lisin sintetis monokhlorida dengan kualitas yang tinggi, berbentuk butiran krem dan digunakan terutama untuk industri pakan ternak. L-Lysine HCl terdiri atas 78,80 persen L-Lysine, 19,70 persen HCl, dan berat molekul sebesar 182,65. Rumus bangun lisin disajikan pada Gambar 1 dan rumus bangun L-Lysine HCl disajikan pada Gambar 2. Gambar 1. Rumus bangun lisin (Rasyaf, 1994b) Gambar 2. Rumus bangun L-Lysine HCl (Archer Daniels Midland, 2006) Widodo (2004) menyatakan ketersediaan lisin umumnya kritis dalam ransum unggas bersamaan dengan kritisnya metionin. Hal ini dikarenakan lisin dan metionin sulit untuk dilengkapi dalam jumlah yang seimbang. Wahju (1992) menyatakan kekurangan lisin menyebabkan kandungan asam amino

13 6 esensial dalam ransum menjadi tidak seimbang, sehingga memengaruhi nilai protein untuk pembentukan jaringan tubuh. Parakkasi (1986) menyatakan penambahan asam amino esensial (terutama lisin dan metionin) pada ransum rendah protein telah dilaporkan mempunyai respon positif. Menurut Anggorodi (1995) bila lisin dalam ransum berlebihan akan menimbulkan peningkatan aktivitas arginase ginjal, yang dalam gilirannya akan meningkatkan kebutuhan arginin sehingga menimbulkan efek ketidakseimbangan asam amino dalam ransum. Hatta (2003) menambahkan ketidakseimbangan asam amino dalam ransum menyebabkan kebutuhan energi menjadi tinggi yang akan digunakan untuk proses deaminasi dan pembuangan nitrogen dalam asam urat dari sejumlah asam amino yang tidak dapat digunakan untuk sintesis protein. Anggorodi (1995) menyatakan asam amino lisin bersifat antagonis terhadap arginin, sehingga dalam penyusunan ransum harus diperhatikan tentang keseimbangan asam amino untuk memperoleh produksi yang maksimal. Labadan et al. (2001) melaporkan bila kandungan arginin pada level 0,96-1,36 persen dan lisin pada level 0,95-1,35 persen mampu meningkatkan bobot badan ayam broiler sampai umur dua minggu. Pada umur dua sampai empat minggu untuk menghasilkan bobot badan maksimal dapat dicapai dengan kandungan lisin dalam ransum sebesar 1,13 persen. D. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum tidak hanya sekedar memindahkan ransum dari luar ke dalam tubuh ternak, tetapi intinya adalah memindahkan sejumlah nutrien (protein, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air) ke dalam tubuh ternak (Rasyaf, 1995). Rasyaf (1994a) menyatakan konsumsi ransum akan mengalami penurunan seiring dengan kenaikan temperatur lingkungan dan gangguan kesehatan. Wahju (1992) menyatakan konsumsi ransum akan menurun dengan meningkatnya energi dalam ransum. National Research Council (1994) menyatakan faktor lain yang memengaruhi konsumsi ransum adalah bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.

14 7 Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konsumsi ransum ayam broiler jantan dari umur 11 sampai 35 hari mencapai 114,28 gram/ekor/hari dan ayam broiler betina mencapai 101,84 gram/ekor/hari. Anggorodi (1995) menyatakan konsumsi ransum dapat menurun jika terdapat ketidakseimbangan asam amino yang dapat memicu penurunan konsumsi ransum. Rezaei et al. (2004) melaporkan suplementasi lisin level 0,15 dan 0,30 persen dalam ransum tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler sampai umur enam minggu. Dirjopratno (1995) juga melaporkan bahwa suplementasi lisin dalam ransum pada tingkat protein 16, 19 dan 22 persen tidak menyebabkan penurunan yang nyata terhadap konsumsi ransum ayam broiler. E. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Pertumbuhan merupakan suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Proses pertumbuhan tersebut membutuhkan energi dan substansi penyusun sel atau jaringan yang diperoleh ternak melalui ransum yang dikonsumsinya (Wahju, 1992). Tillman et al. (1989) menyatakan pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan. Rasyaf (2004) menambahkan bahwa pengukuran bobot badan biasanya dilakukan dalam kurun waktu satu minggu. Bintang (2000) melaporkan suplementasi lisin pada dedak dalam ransum itik manila yang sedang tumbuh, menunjukkan bahwa itik manila jantan dan betina yang mendapat suplementasi lisin sebesar 0,10 persen dengan protein 12,33 persen mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada tanpa suplementasi lisin. Jabbar et al. (2010) melaporkan ayam broiler sampai umur 28 hari yang mendapat suplementasi L-Lysine HCl level 0,28 persen (0,22 persen lisin) dengan kadar protein 19 persen memberikan bobot badan yang lebih baik dibandingkan dengan kadar protein ransum sebesar 23 persen tanpa suplementasi L-Lysine HCl.

15 8 F. Konversi Ransum Tillman et al. (1989) dan Nurhayati (2007) menyatakan bahwa konversi ransum didefinisikan sebagai jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi pertambahan bobot badan. Konversi ransum merupakan indikator baik atau tidaknya ransum yang diberikan pada ayam broiler. Nilai konversi ransum yang semakin besar mengakibatkan kebutuhan ransum yang diperlukan untuk menghasilkan setiap satuan bobot badan semakin besar. Rasyaf (1995) menyatakan konversi ransum merupakan tolak ukur produksi ayam broiler. Konversi ransum diukur tiap minggu untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum dalam membentuk daging. Suprijatna et al. (2005) menambahkan nilai konversi ransum yang efisien dan ekonomis perlu dijadikan target dan diupayakan untuk memperoleh keuntungan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa faktor lain yang memengaruhi besar kecilnya konversi ransum adalah kualitas ransum yang diberikan dan keseimbangan nilai nutrien yang terkandung dalam ransum. Hutapea (2003) melaporkan suplementasi lisin pada ransum menggunakan ubi kayu fermentasi menghasilkan nilai konversi ransum yang lebih rendah sebesar 17,89 persen dibandingkan perlakuan tanpa penambahan lisin. Jabbar et al. (2010) melaporkan nilai konversi ransum ayam broiler yang mendapat ransum dengan kadar protein 19 persen dengan suplementasi 0,28 persen L-Lysine HCl (0,22 persen lisin) memberikan hasil yang hampir sama dengan ayam broiler yang mendapat ransum dengan kadar protein 21 dan 23 persen. G. Feed Cost Per Gain Biaya ransum merupakan komponen harga ransum dikalikan dengan jumlah ransum yang konsumsi. Tinggi rendahnya biaya ransum tergantung pada harga ransum dan efisien tidaknya pemberian ransum yang dilakukan (Rasyaf, 1995). Feed cost per gain adalah besarnya biaya ransum yang diperlukan ternak untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan. Feed cost per gain dapat digunakan untuk mengetahui kualitas jenis ransum dalam meningkatkan bobot badan. Feed cost per gain yang rendah dapat ditempuh

16 9 dengan cara memerhatikan dalam pemilihan bahan pakan penyusun ransum yang murah dan tersedia secara kontinyu (Budiarsana et al., 2006). Nugroho (2010) menyatakan nilai feed cost per gain berkorelasi dengan nilai konversi dan biaya ransum. Jika konversi ransum tinggi, maka semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot badan. Rasyaf (2004) menyatakan faktor ini disebabkan oleh pertumbuhan yang menurun dan konsumsi ransum yang senantiasa meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Budiarsana et al. (2006) menambahkan nilai feed cost per gain yang tinggi menandakan bahwa dari segi ekonomi penggunaan ransumnya tidak efisien.

17 11 III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang yang berlokasi di Desa Keyongan RT 02 RW 06 Nogosari, Boyolali. Pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan pada tanggal 23 Juli sampai 27 Agustus B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Ternak Ternak yang digunakan adalah ayam broiler jantan sebanyak 100 ekor dengan strain Lohmann. Rerata bobot badan awal perlakuan adalah 198,34 ± 33,85 gram (CV = 17 persen). 2. Ransum Ransum yang digunakan adalah ransum basal yang disuplementasi L-Lysine HCl dalam berbagai tingkat sesuai dengan perlakuan. Ransum basal yang digunakan terdiri dari jagung, bekatul, bungkil kedelai, Meat Bone Meal (MBM), minyak sawit, premix, garam, DL- Methionine dan grit. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum dan susunan ransum basal serta kandungan nutrien ransum basal fase starter dan finisher sesuai Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum (% BK) Sumber : Nutrien Bahan Pakan BK EM 2 PK SK LK Ca 2 P trs 2 Lis 2 Met 2 (%) (Kkal/Kg) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Jagung 1 86, ,37 0,46 2,39 0,02 0,07 0,28 0,18 Bekatul 1 90, ,63 18,51 4,13 0,20 0,07 0,27 0,26 Bungkil kedelai 1 90, ,57 2,20 0,53 0,24 0,21 2,56 0,60 MBM 2 93, ,40 2,80 10,00 10,30 5,10 2,61 0,69 Minyak sawit Premix DL-Methionine ,00 L-Lysine HCl ,80-1 Hasil Analisis Lab. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, UNS (2011) 2 NRC (1994) 3 Mineral B12 (Produksi Eka Farma Semarang) 4 ADM L- Lysine HCl commit (Produksi to user Archer Daniels Midland) 11

18 12 Tabel 3. Susunan ransum basal dan kandungan nutrien ransum basal fase starter dan finisher (as-fed) Starter Finisher No Bahan Ransum % % 1. Jagung Bekatul Bungkil kedelai Meat Bone Meal 7,0 4,5 5. Minyak sawit 2,0 1,0 6. Premix 0,4 1,0 7. Garam 0,2 0,2 8. Grit 0,2 0,2 9. DL- Methionine 0,2 0,1 Jumlah Kandungan nutrien (BK) 1. EM (Kkal/Kg) 2995, ,83 2. Protein kasar (%) 18,40 15,19 3. Serat kasar (%) 3,05 4,86 4. Lemak kasar (%) 4,56 3,70 5. Ca (%) 1,02 1,06 6. P tersedia (%) 0,52 0,47 7. Lisin (%) 1,03 0,81 8. Metionin (%) 0,53 0,39 Sumber : Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 2 3. Kandang dan peralatan a. Kandang Kandang yang digunakan merupakan kandang alas litter dengan 20 petak dan dibuat dengan ukuran 1,0 x 1,0 x 0,5 m. Setiap petak kandang berisi lima ekor ayam broiler jantan. Bahan untuk sekat kandang terbuat dari bilah bambu. b. Peralatan Peralatan yang digunakan antara lain : 1) Tempat ransum terbuat dari bambu berjumlah 20 buah 2) Tempat minum terbuat dari plastik berjumlah 20 buah 3) Termometer Termometer digunakan untuk mengetahui suhu ruang kandang dalam satuan derajat Celcius.

19 13 4) Timbangan Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital merk SHUMA kapasitas tiga kilogram dengan kepekaan satu gram. 5) Lampu pijar 15 watt sebanyak 20 buah 6) Vaksin dan vitamin Vaksin yang diberikan adalah ND B1, Gumboro dan ND La Sota. Vitamin yang digunakan adalah Vita Stress. Program pemberian vaksin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Program pemberian vaksin Umur (hari) Vaksin Cara Pemberian 4 Vaksin ND B1 Tetes mata 12 Vaksin Gumboro B Air minum 18 Vaksin ND La Sota Air minum C. Persiapan Penelitian 1. Persiapan kandang Kandang terlebih dahulu dibersihkan dan didesinfeksi menggunakan formalin dengan kadar satu liter ke dalam 30 liter air. Desinfeksi bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang dan sanitasi kandang dari mikrobia patogen. Kegiatan lain antara lain melakukan pengapuran lantai dan penyekatan kandang, pencucian tempat ransum dan air minum dengan merendamnya ke dalam larutan antiseptik merk Antisep, selanjutnya mengeringkannya di bawah sinar matahari. 2. Persiapan ayam broiler Day Old Chick (DOC) jantan sebanyak 100 ekor ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal dan ditempatkan pada kandang brooder, kemudian diberikan air gula dua persen (Setiawan dan Sujana, 2009). 3. Penentuan petak kandang Penentuan petak kandang untuk menentukan petak perlakuan dilakukan secara acak pengundian.

20 14 4. Persiapan ransum dan perlakuan Bahan pakan penyusun ransum basal disiapkan dan ditimbang sesuai dengan dengan persentase Tabel 3. Bahan pakan dengan porsi kecil seperti DL-Methionine, garam, grit dan premix dicampur dan diaduk merata. Pada ransum basal yang disuplementasi lisin, bahan pakan dengan porsi kecil ditambahkan L-Lysine HCl sesuai dengan perlakuan. Semua bahan pakan berupa jagung, bungkil kedelai, bekatul, MBM dan bahan pakan dengan porsi kecil dicampur menjadi satu dan diaduk merata sampai homogen. D. Pelaksanaan Penelitian 1. Macam perlakuan Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan ransum, masing-masing diulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari lima ekor ayam broiler jantan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : P0 : Ransum basal P1 : Ransum basal + lisin 0,10 persen (0,127 persen L-Lysine HCl) P2 : Ransum basal + lisin 0,20 persen (0,254 persen L-Lysine HCl) P3 : Ransum basal + lisin 0,30 persen (0,381 persen L-Lysine HCl) 2. Tahapan penelitian a. Tahap adaptasi Pemberian ransum pada tahap adaptasi menggunakan ransum komersial dan ransum basal. Kandungan nutrien ransum komersial dapat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan nutrien ransum komersial No. Kandungan nutrien Komposisi (%) 1. Protein kasar minimal 21,00 2. Lemak kasar minimal 4,00 3. Serat kasar maksimal 4,00 4. Kalsium 0,90-1,10 5. Fosfor 0,70-0,90 6. Coccidiostat + 7. Antibiotik + Sumber : Label BR-1 PT. Japfa Comfeed Tbk

21 15 Ayam broiler diberikan sebanyak 100 persen ransum komersial pada tujuh hari pertama. Pemberian ransum sebanyak 75 persen ransum komersial dan 25 persen ransum basal pada hari ke- 8. Pemberian ransum sebanyak 50 persen ransum komersial dan 50 persen ransum basal pada hari ke- 9. Pemberian ransum sebanyak 25 persen ransum komersial dan 75 persen ransum basal pada hari ke- 10. Ayam broiler ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal perlakuan. b. Tahap perlakuan Tahap perlakuan dimulai pada umur 11 hari. Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Konsumsi ransum dihitung setiap hari. Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali. 3. Peubah penelitian a. Konsumsi ransum Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum selama penelitian yang dinyatakan dalam gram/ekor/hari (Rasyaf, 2004). Konsumsi ransum (gram) = ransum yang diberikan (gram) ransum yang sisa (gram). b. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Pertambahan bobot badan harian merupakan selisih bobot badan awal dan bobot badan akhir selama penelitian yang dinyatakan dalam gram/ekor/hari (Rasyaf, 2004). PBBH (gram/hari) = c. Konversi ransum bobot akhir (gram) - bobot awal (gram) waktu (hari) Konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian (Rasyaf, 2004).

22 16 Konversi ransum = d. Feed cost per gain Ransum yang dikonsumsi (gram) Pertambahan bobot badan (gram) Feed cost per gain adalah besarnya biaya ransum yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan satu kilogram bobot badan dan dihitung dengan cara mengalikan nilai konversi ransum dengan harga ransum (Nugroho, 2010). E. Cara Analisis Data Data dari peubah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan konversi ransum dianalisis menggunakan uji normalitas dan homogenitas. Data sebarannya normal dan ragamnya homogen. Data tidak memenuhi asumsi aditif, sehingga tidak dilakukan analisis variansi (ANOVA) tetapi analisis kovariansi (ANKOVA) untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = m + τ i + β(x ij - 삘 ) + ε ij Keterangan : Y ij m τ i β (x ij - 삘 ) ε ij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke- j = Nilai tengah perlakuan ke- i = Pengaruh perlakuan ke- i = Pengaruh regresi linier Y terhadap X = Error percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j Hipotesis statistik : H0 : m = 0 H1 : m 0 Kriteria pengujian : F Hitung < F Tabel, maka H0 diterima F Hitung > F Tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima

23 17 Jika hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Polinomial Orthogonal untuk mengetahui level optimum antara empat perlakuan (Sastrosupadi, 2000). Peubah feed cost per gain dianalisis secara deskriptif (Budiarsana et al., 2006).

24 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan dari keempat macam perlakuan pada penelitian ini berkisar 88,94 sampai 98,08 gram/ekor/hari disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis kovariansi konsumsi ransum menunjukkan suplementasi lisin sampai level 0,30 persen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa suplementasi lisin tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum. Tabel 6. Rerata konsumsi ransum ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Perlakuan Ulangan Rerata P0 85,16 88,21 82,11 100,79 88,43 88,94 P1 85,65 94,21 94,14 88,21 85,94 89,63 P2 87,97 101,43 79,95 102,50 97,50 93,87 P3 106,86 91,23 90,74 107,02 94,53 98,08 Faktor ini disebabkan lisin tidak memengaruhi palatabilitas dalam meningkatkan konsumsi ransum. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas suatu bahan pakan penyusun ransum dipengaruhi oleh keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh sifat organoleptik seperti bau, kenampakan dan tekstur. Lisin terkandung dalam L-Lysine HCl memiliki karakteristik berwarna krem dan berbentuk butiran. Faktor lain yang memengaruhi tingkat konsumsi adalah tingkat energi dalam ransum. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi. Penelitian ini menggunakan tingkat energi yang sama (iso-energi), sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum. Hasil penelitian ini sejalan dengan Dirjopratno (1995) yang melaporkan bahwa suplementasi lisin level 0,15 dan 0,30 persen dalam ransum berprotein 16, 19 dan 22 persen tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler. Rezaei et al. (2004) juga melaporkan bahwa suplementasi lisin sampai level 0,30 persen dalam ransum bahan nabati tidak 18

25 19 menyebabkan penurunan konsumsi ransum ayam broiler jantan sampai umur enam minggu. Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konsumsi ransum ayam broiler jantan dari umur 11 sampai 35 hari dengan menggunakan ransum komersial adalah 114,28 gram/ekor/hari. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen. B. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan dari keempat macam perlakuan pada penelitian ini berkisar 42,48 sampai 50,14 gram/ekor/hari disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis kovariansi menunjukkan suplementasi lisin sampai level 0,30 persen tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian. Suplementasi lisin sampai level 0,30 persen belum dapat meningkatkan kualitas protein dalam ransum rendah protein untuk meningkatkan bobot badan. Tabel 7. Rerata pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan (gram/ekor/hari) Perlakuan Ulangan Rerata P0 39,80 42,65 38,70 47,20 44,08 42,48 P1 44,99 48,00 46,70 43,95 43,38 45,40 P2 43,82 58,88 41,77 50,71 51,54 49,34 P3 57,15 46,52 40,51 56,74 49,80 50,14 Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Edward et al. (1999) yang menyatakan suplementasi lisin dalam ransum berfungsi untuk meningkatkan sintesis protein sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Lisin merupakan suatu asam amino esensial dan pembatas bagi pertumbuhan. Kekurangan lisin akan menghambat pertumbuhan. Faktor ini disebabkan karena proses sintesis protein dalam membentuk protein dibutuhkan keseimbangan antar asam amino. Anggorodi (1985) menyatakan keseimbangan asam amino dapat terjadi jika semua asam amino

26 20 esensial mempunyai komposisi yang sama dengan protein yang akan disintesis, maka proses sintesis protein dapat efisien. Anggorodi (1995) menyatakan jika kebutuhan lisin dalam ransum berlebihan, maka proses sintesis protein menjadi tidak efektif karena adanya sifat antagonis yang dapat menekan metabolisme asam amino yang lain seperti arginin. Labadan et al. (2001) melaporkan bila kandungan asam amino berlebihan yaitu lisin pada level 1,30 persen dan arginin pada level 1,20 persen, belum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler pada umur dua sampai empat minggu. Anggorodi (1995) menyatakan kelebihan asam amino untuk sintesis protein tidak dapat ditimbun dan digunakan untuk mensintesis asam urat yang akan diekskresikan bersama feses dalam bentuk ekskreta. Faktor lain disebabkan oleh konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang tidak berpengaruh nyata menyebabkan pertambahan bobot badan harian juga tidak berpengaruh nyata. Wirapati (2008) menyatakan konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi nutrien yang masuk ke dalam tubuh untuk meningkatkan bobot badan. Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan pertambahan bobot badan harian ayam broiler jantan sampai umur lima minggu dengan menggunakan ransum komersial adalah 56,48 gram/ekor/hari. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen. C. Konversi Ransum Rerata konversi ransum ayam broiler jantan dari keempat macam perlakuan pada penelitian ini berkisar 1,91 sampai 2,10 disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis kovariansi menunjukkan suplementasi lisin sampai level 0,30 persen tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum. Suplementasi lisin sampai level 0,20 persen memiliki kecerendungan menurunkan nilai konversi ransum (P=0,0907).

27 21 Tabel 8. Rerata konversi ransum ayam broiler jantan Perlakuan Ulangan Rerata P0 2,14 2,07 2,12 2,14 2,01 2,10 P1 1,90 1,96 2,02 2,01 1,98 1,97 P2 2,01 1,72 1,91 2,02 1,89 1,91 P3 1,87 1,96 2,24 1,89 1,90 1,97 Rasyaf (1995) menyatakan nilai konversi ransum merupakan turunan dari dua peubah yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan bobot badan. Jika konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian tidak secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan, maka konversi ransum juga mengalami hal yang sama. Wirapati (2008) menyatakan nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, artinya semakin rendah angka konversi ransum maka semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan ekonomis. Bahadur et al. (2010) melaporkan suplementasi lisin dalam bentuk L-Lysine HCl sampai level 0,20 persen pada fase starter dan 0,12 persen pada fase finisher belum mampu menurunkan konversi ransum ayam broiler sampai umur 40 hari. Hasil penelitian menunjukkan asam amino yang sesuai rekomendasi sudah cukup memberikan nilai konversi ransum yang sama dengan ransum yang disuplementasi lisin. Kandungan protein dalam ransum yang tidak disuplementasi adalah 22,23 persen dengan lisin 1,13 persen (fase starter) dan 19,16 persen dengan lisin 0,95 persen (fase finisher). Suharwanto (2004) juga melaporkan itik Mojosari Alabio pada umur satu sampai sembilan minggu dengan protein 20 persen yang disuplementasi lisin belum dapat memperbaiki nilai konversi ransum. Multi Breeder Adirama (2007) melaporkan konversi ransum ayam broiler jantan sampai umur lima minggu dengan menggunakan ransum komersial adalah 1,57. Kandungan protein dan lisin dalam ransum komersial sebesar 22 persen dan 1,13 persen diberikan pada ayam umur 11 sampai 28 hari. Ayam berumur 29 sampai 35 hari diberi ransum komersial dengan kandungan protein sebesar 20 persen dan lisin sebesar 0,96 persen.

28 22 D. Feed Cost Per Gain Harga lisin pada level 0,10 sampai 0,30 persen tiap satu kilogram ransum basal pada P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah Rp 101,52; Rp 203,05 dan Rp 304,57 (Lampiran 4). Peningkatan level lisin menyebabkan meningkatnya harga ransum. Harga ransum tiap satu kilogram P0, P1, P2 dan P3 pada fase starter adalah Rp 4.413,25; Rp 4.514,77; Rp 4.616,30 dan Rp 4.717,82 (Lampiran 4). Harga ransum pada fase finisher lebih rendah dibandingkan dengan fase starter yaitu Rp 3.731,00; Rp 3832,52; Rp 3934,05 dan Rp 4.035,67 (Lampiran 4). Harga ransum pada fase starter lebih tinggi dibanding dengan fase finisher disebabkan karena kandungan protein pada fase starter lebih tinggi. Feed cost per gain merupakan turunan dari harga ransum yang dikalikan dengan konversi ransum. Rerata feed cost per gain ayam broiler dari keempat macam perlakuan berkisar Rp 7.926,53 sampai Rp 8.117,06 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rerata feed cost per gain ayam broiler jantan (Rp) Perlakuan Ulangan Rerata P , , , , , ,06 P , , , , , ,53 P , , , , , ,71 P , , , , , ,03 Hasil analisis deskriptif pada peubah feed cost per gain menunjukkan pada P1 dengan suplementasi lisin sampai level 0,10 persen lebih mampu menghasilkan bobot badan dengan harga yang lebih rendah yaitu Rp 7.926,53 dibandingkan dengan P0, P2 dan P3. Nilai feed cost per gain yang rendah disebabkan nilai konversi ransum P1 juga rendah yaitu 1,97 (Tabel 8). Kisaran kebutuhan lisin dalam ransum P1 yaitu 1,13 persen pada fase starter dan 0,91 persen pada fase finisher. P0, P2 dan P3 menghasilkan nilai konversi yang tinggi disebabkan ayam broiler belum mampu mengonsumsi ransum dengan baik untuk menghasilkan bobot badan. P1, P2 dan P3 terjadi peningkatan nilai feed cost per gain seiring dengan meningkatnya level lisin.

29 V. SIMPULAN Simpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah suplementasi lisin dalam ransum rendah protein belum dapat memperbaiki performan ayam broiler jantan. 23

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005) III. MATERI METODE A. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan 240 ekor puyuh betina umur 3 hari yang dibagi dalam lima macam perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan terdiri dari 12 ekor puyuh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN

SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN digilib.uns.ac.id SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Teteg

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 1--23 April 2014, di peternakan Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia, Kecamatan Seputih

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam broiler mempunyai pertumbuhan yang cepat (Mulyantini, 2010) dengan pertumbuhan lemak yang tinggi (Atmomarsono, 2004). Perlemakan yang tinggi membuat sebagian masyarakat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang tiktok Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Pelaksanaan pengambilan sampel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang penaruh pemberian limbah bandeng terhadap karkas dan kadar lemak ayam pedaging ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum dan Penambahan lama pencahayaan terhadap Bobot Potong, Persentase Karkas dan Non Karkas Burung Puyuh Jantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 125 ekor ayam kampung jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. Lokasi pemeliharaan di kandang ayam A Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis kadar air,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV. 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV. Populer Farm, Boja, Kendal. Pengukuran kualitas telur dilakukan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN (Restricted Feeding) TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN

PENGARUH TINGKAT PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN (Restricted Feeding) TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN Sains Peternakan Vol. 14 (1), Maret 2016: 43-51 ISSN 1693-8828 PENGARUH TINGKAT PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN (Restricted Feeding) TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN H. A. Kusuma 1, A. Mukhtar 2 dan R.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum, terhadap Performans Puyuh Jantan (umur 2-8 minggu) telah dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2016, di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea canaliculata) dan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan 23 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Pasak bumi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko obat tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 minggu sebanyak 90 ekor dengan

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati 18 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati Baru, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Efisiensi Penggunaan Energi pada Ayam Buras Super Umur 3-12 Minggu yang Dipelihara Dikandang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal merupakan ayam hasil domestikasi dari ayam hutan (Gallus gallus). Jenis-jenis ayam lokal di Indonesia sangat beragam, baik ayam lokal asli

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 sampai 28 November 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN PERALATAN 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan ayam Sentul jantan generasi ke dua umur satu hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) sebagai Acidifier dalam Air Minum Terhadap Bobot Relatif Organ Limfoid Ayam Broiler dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas

Lebih terperinci