HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

dokumen-dokumen yang mirip
SINKRONISASI ESTRUS PADA DOMBA GARUT (Ovis aries) MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN DAN PROGESTERON AEPUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

2. Mengetahui waktu timbulnya dan lamanya estrus pada setiap perlakuan penyuntikan yang berbeda. Manfaat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

Tatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

RESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN

ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PROSTAGLANDIN (PGF2α) TERHADAP KARAKTERISTIK ESTRUS PADA DOMBA GARUT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

HASlL DAN PEMBAHASAN

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA

5 KINERJA REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

M. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

Pemanfaatan Ekstrak Hipotalamus Kambing Sebagai Upaya Optimalisasi Kesuburan Kambing Kejobong Betina

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2 DI KABUPATEN BONE BOLANGO

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Anatomi/organ reproduksi wanita

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

PERBAIKAN REPRODUKSI PADA INDUK SAPI POTONG MELALUI PENYERTAKAN BERAHI DENGAN HORMON ESTRO-PLAN DI SULAWESI SELATAN. Daniel Pasambe dan A.

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

PENGARUH PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI TERHADAP RESPON BERAHI PADA SAPI BALI INDUK PASCA MELAHIRKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah Perkembangan Kambing PE

Nurcholidah Solihati Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung. ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Perubahan Siklus Estrus Akibat Induksi Peningkatan Kadar Prostaglandin F 2 α (PGF 2 α) Pada Fase Luteal Kambing Peranakan Boer

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar antara 47-96 jam dari penyuntikan kedua PGF 2α dan lama estrus berkisar antara 22-45 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 1. No Umur (ganti gigi seri) Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α 1 * Pengamatan Respon Estrus Hari ke- Onset Estrus (jam, menit) Lama Estrus (jam, menit) 2 3 4 5 1 I2 - - 08.32 - - 47.28 < 24 2 I2 - - 08.35 - - 47.25 < 24 3 I2 - - 10.30 - - 49.03 < 24 4 I1 - - 10.53 09.04-49.53 22.49 5 I1 - - 11.28 09.18 08.51 50.28 45.23 6 I2 - - 11.30 - - 50.03 < 24 7 I2 - - 13.05 09.12 08.43 52.05 44.38 8 I1 - - 13.44 - - 52.44 < 24 9 I1 - - - 09.00 08.41 72.00 23.41 10 I1 - - - 09.07 13.31 72.07 28.24 11 I1 - - - 09.14 08.47 72.14 23.33 12 I2 - - - 10.50-73.05 < 24 13 I1 - - - - 09.05 96.05 < 24 14 I2 - - - - - - - 15 I2 - - - - - - - Rata-rata 60.25 31.18 SD 4,22 4.39 Ket: umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan penyentikkan PGF 2α yang kedua pada pukul 09.00. Penyuntikan PGF 2α dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan karena pada penyuntikan pertama domba memiliki fase yang berbeda, dengan disuntikkannya PGF 2α maka domba yang sedang pada fase luteal akan mengalami lisisnya CL dan siklus folikuler dimulai kembali, sedangkan domba yang tidak sedang pada fase luteal penyuntikan pertama tidak berpengaruh karena PGF 2α hanya berfungsi pada fase luteal, jika terjadi estrus pun dimungkinkan domba sudah mendekati fase folikuler. Hormon PGF 2α berfungsi dengan baik melisiskan CL yang berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) atau lima hari

(Plumb 1999). Penyuntikan kedua dengan selang waktu 11 hari karena dengan selang tersebut sudah bisa diperhitungkan bahwa domba berada pada fase luteal maka hormon akan berfungsi melisiskan CL sehingga terjadi estrus secara serentak. Respon estrus sebagian besar (53,3%) terjadi secara serentak pada hari ketiga pengamatan. Empat ekor domba mulai menunjukan gejala estrus pada hari keempat dan satu ekor mulai menujukkan gejala estrus pada hari kelima. Hal tersebut dimungkinkan karena fungsi dari hormon yang digunakan adalah melisiskan CL terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sekresi hormon gonadotropin untuk proses folikulogenesis juga dimungkinkan karena perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Lisisnya CL akan menimbulkan gejala estrus. Hal ini karena CL yang lisis akan memungkinkan sekresinya hormon gonadotropin untuk pertumbuhan folikel. Folikel yang tumbuh diikuti dengan peningkatan hormon estrogen akibat dari pematangan folikel (Hafez & Hafez 2000). Tingginya kadar hormon estrogen dalam darah memungkinkan terjadinya estrus (Rizal & Herdis 2008) yang diekspresikan dengan tanda-tanda estrus. Proses lisisnya CL diakibatkan karena kurangnya aliran darah yang menuju organ tersebut sebagai akibat dari fungsi hormon PGF 2α terhadap pembuluh darah, yaitu sebagai vasokonstriktor (Toelihere 1977). Dengan konstriksinya otot pembuluh darah mengakibatkan aliran darah tidak sempurna terhadap organ reproduksi (ovarium) maka terjadi proses lisisnya CL (Campbell et al. 2004). Terdapat dua domba yang tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya dosis yang diberikan, status individu hewan, penyuntikan tidak pada fase luteal yang tepat, dan tidak terdapat CL dalam ovarium. Menurut Plumb (1999), penyuntikan dosis PGF 2α pada sinkronisasi estrus adalah 8 mg IM pada hari ke lima dari fase luteal dalam siklus estrus.

Onset estrus terjadi rata-rata 60 jam 25 menit setelah penyuntikan kedua PGF 2α. Hasil tersebut masih pada kisaran normal, yaitu domba berada pada fase proestrus selama 2-3 hari atau 24-72 jam (Pineda & Dooley 2003). Onset tercepat adalah 47 jam 25 menit. Hal tersebut dimungkinkan karena ketika penyuntikan hormon PGF 2α pada ovarium terdapat CL yang matang dan juga umur hewan yang cukup tua (Ismail 2009). Menurut Plumb (1999), estrus terjadi dua hari setelah penyuntikan kedua PGF 2α dilakukan. Onset estrus yang terjadi diatas 3 hari dikarenakan mekanisme dari fungsi hormon yang cukup panjang, yaitu melisiskan CL terlebih dahulu baru merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk proses folikulogenesis dan juga dikarenakan perkembangan CL yang berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus paling lama adalah 96 jam 0.5 menit. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan CL dari masing-masing individu berbeda-beda (Hafez & Hafez 2000). Perbedaan perkembangan CL akan berpengaruh terhadap fungsi dari hormon PGF 2α, yaitu melisiskan CL yang telah berumur lebih dari empat hari (Rizal & Herdis 2008) dan menurut Plumb (1999), penyuntikan PGF 2α dilakukan pada hari kelima dari fase luteal. Lamanya estrus terjadi rata-rata selama 31 jam 18 menit. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20-36 jam (Pineda & Dooley 2003). Terdapat tujuh ekor domba yang memiliki waktu estrus kurang dari 24 jam. Menurut Ketutsutawijaya (2010), masa estrus domba biasanya kurang dari 24 jam. Karakteristik Estrus Setelah Perlakuan Progesteron CIDR Hasil penelitian didapatkan bahwa 7 dari 10 ekor domba (70%) menunjukan gejala estrus setelah perlakuan progesteron CIDR. Onset estrus berkisar antara 22-73 jam sedangkan lama estrus berkisar antara 18-72 jam. Data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2. Respon estrus domba 40% terjadi secara serentak pada hari kedua pengamatan. Waktu estrus yang cukup cepat dikarenakan selama pemasangan

implant progesteron CIDR sintesis hormon gonadotropin tetap terjadi sehingga terjadi penimbunan hormon di hipofise. Keberadaan dari hormon progesteron mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin (Toelihere 1977). Dua ekor domba baru menunjukan gejala estrus pada hari ketiga dan ada satu ekor pada hari keempat. Hal tersebut dimungkinkan karena setelah pelepasan implant masih terdapatnya CL aktif yang merupakan penghasil progesteron (Hafez & Hafez 2000) sehingga berpengaruh terhadap waktu timbulnya gejala estrus yang berbeda-beda. Tiga ekor domba tidak menunjukkan gejala estrus. Hal tersebut dimungkinkan karena sedang bunting (Semiadi et al. 2003), masih adanya CL aktif, atau jumlah sekresi hormon gonadotropin tidak merangsang proses folikulogenesis sehingga tidak terbentuk folikel yang matang (Hafez & Hafez 2000). Tabel 2 Pengamatan karakteristik estrus kelompok progesteron No Umur Pengamatan Respon Estrus Hari ke- Onset Estrus Lama Estrus 1* 2 3 4 5 (jam, menit) (jam, menit) 1 I2-08.43 09.33 09.03 09.13 22.43 72.30 2 I2-09.06 09.16 08.39-23.06 47.33 3 I1-10.02 09.27 - - 24.02 23.25 4 I2-15.03 09.27 - - 29.03 18.24 5 I1 - - 08.53 09.54-46.53 25.01 6 I2 - - 09.46 08.43-47.46 22.57 7 I1 - - - 11.50 09.06 73.50 22.16 8 I0 - - - - - - - 9 I1 - - - - - - - 10 I1 - - - - - - - Rata-rata 38.00 33.38 SD 7.18 7.48 Ket: umur hewan ditandai dengan tanggalnya gigi seri (I1 untuk umur hewan ± satu tahun, I2 untuk hewan ± dua tahun), (*) dilakukan pencabutan implant progesteron pada pukul 10.00 Hasil rata-rata onset estrus adalah 38 jam. Hasil tersebut masih berada pada kisaran normal, yaitu 2-3 hari (Pineda & Dooley 2003). Menurut Herdis dan Kusuma (2003), estrus terjadi 31 jam 83 menit setelah pencabutan CIDR. Domba yang menunjukan gejala estrus pertama tidak hanya dihari kedua dan ketiga, tetapi ada satu ekor pada hari keempat. Hal ini dimungkinkan karena status dari masingmasing individu berbeda baik dalam hal jumlah sekresi hormon gonadotropinnya

maupun proses dari folikulogenesisnya, juga dimungkinkan karena kandungan progesteron internal yang dihasilkan CL masih tinggi dalam darah (Hafez & Hafez 2000). Onset estrus tercepat adalah 22 jam 43 menit. Hal ini dimungkinkan karena selama pemasangan implant terjadi penimbunan hormon gonadotropin sehingga setelah implant dilepas terjadi sekresi dalam jumlah yang banyak maka proses folikulogenesis akan maksimal. Onset estrus domba terlama adalah pada hari keempat (73 jam 50 menit). Hal tersebut dimungkinkan karena hewan masih muda (ganti gigi seri 1) sekitar umur 1 tahun dan juga dimungkinkan masih terdapatnya CL yang aktif. Menurut Ismail (2009), onset estrus dipengaruhi oleh umur hewan dimana hewan muda lebih lambat estrus dibandingkan dengan hewan yang tua. Waktu rata-rata lamanya estrus adalah 33 jam 38 menit. Hasil ini masih berada pada kisaran normal, yaitu 24-36 jam (Hafez & Hafez 2000) dan 20-36 jam (Pineda & Dooley 2003). Pencabutan implant progesteron CIDR akan menurunkan kadar hormon progesteron dalam darah secara drastis dan merangsang sekresinya hormon gonadotropin untuk terjadinya folikulogenesis. Pada proses folikulogenesis disertai dengan produksi hormon estrogen, peningkatan hormon ini akan menimbulkan estrus yang diekpresikan dengan gejala estrus pada domba (Rizal & Herdis 2008). Perbandingan Karakteristik Estrus Kelompok PGF 2α dan Progesteron Perbandingan hasil parameter estrus dari kedua kelompok disajikan pada Tabel 3. Respon estrus pada kelompok PGF 2α lebih banyak dibandingkan dengan kelompok progesteron (86,67% vs 70%). Menurut Lunstra dan Chirtenson (1981), respon estrus dengan pemberian hormon eksogen mencapai 60-100%. Meskipun demikian respon estrus yang diperoleh masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil Suripta et al. (2000), pada penggunaan progesteron dapat mencapai 94,4% yang menggunakan MPA (mendroxy progesterone acetate).

Onset estrus pada penelitian ini lebih cepat pada kelompok progesteron dibandingkan dengan kelompok PGF 2α. Hal tersebut disebabkan karena pada perlakuan implant progesteron CIDR berfungsi sebagai pencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin. Selama pemasangan implant sintesa hormon gonadotropin tetap berlangsung dan terakumulasi di hipofisa anterior (Rizal & Herdis 2008). Ketika implant dilepas maka akan terjadi sekresi hormon gonadotropin dalam jumlah yang banyak dan gejala estrus pun berlangsung lebih cepat. Tabel 3. Perbandingan penggunaan hormon PGF 2α dan hormon progesteron Kriteria Hormon PGF 2α Hormon progesteron Respon Estrus (%) 86,67 70 Onset Estrus (jam) 60.25 ± 4,22 a 38.00 ± 7,18 b Lama Estrus (jam) 31.18 ± 4,39 a 33.38 ± 7,48 a Ket: huruf supersscrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada pengamatan kelompok progesteron gejala estrus sudah terlihat pada hari kedua setelah pencabutan implant sedangkan pada kelompok PGF 2α gejala estrus baru dapat dilihat pada hari ketiga setelah penyuntikan kedua, hal tesebut dikarenakan hormon PGF 2α bekerja melisiskan CL terlebih dahulu untuk merangsang sekresi hormon gonadotropin kemudian diikuti oleh sekresi hormon gonadotropin, sedangkan pada hormon progesteron hanya mencegah terjadinya sekresi hormon gonadotropin sehingga terjadi akumulasi hormon selama pemasangan implant (Toilehere 1977). Onset estrus kelompok PGF 2α berbeda nyata dengan kelompok progesteron (60 jam 25 menit vs 38 jam; P< 0,05). Lama estrus pada kelompok progesteron lebih lama dibandingkan dengan kelompok PGF 2α, namun kedua hasil tersebut masih dalam kisaran normal. Hasil kedua kelompok tidak berbeda nyata (33 jam 38 menit vs 31 jam 18 menit; P> 0,05).