Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan... (Nurcholis AB, Tinuk I, Syamsulhuda BM) Nurcholis Arif Budiman *), Tinuk Istiarti **), Syamsulhuda BM **) *)

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

Unnes Journal of Public Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Nizaar Ferdian *) *) mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Koresponden :

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN IMUNISASI CAMPAK: APLIKASI TEORI HEALTH BELIEF MODEL SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA WANITA USIA SUBUR DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI TAHUN 2007)

TESIS. Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

HUBUNGAN PERCEIVED BENEFIT

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

GAMBARAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI KONDOM PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI SUKOSARI KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG.

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG PENYAKIT HIV / AIDS DI LOKALISASI TELUK BAYUR

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Hubungan Pengetahuan Pengguna Jasa Female Condom Di Lokalisasi Pekerja Seks Komersial Dengan Perilaku Pemakaian Tegal Panas Kabupaten Semarang

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi Dan Sampel

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam VCT Ulang di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN SUAMI UNTUK MENCEGAH HIV/AIDS DI DESA X KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG.

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG PENULARAN HIV/AIDS PADA PROSES PERSALINAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Jurnal Kesehatan Masyarakat

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

Transkripsi:

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) Jalanan Dalam Upaya Pencegahan IMS Dan HIV/AIDS Di Sekitar Alun-Alun Dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten Nurcholis Arif Budiman *), Tinuk Istiarti **), Syamsulhuda BM **) *) Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten **) Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT Background: Data from Serro Survey about STI and HIV & AIDS in Klaten in 2005 showed, 5 FSWs (8.4%) have syphilis infected from 59 FSWs followed testing and in 2006, 8 FSWs (18%) have syphilis infected and 1 (2.2%) FSW has HIV infection. Method: The aim of this study was to know factors related practicing Street FSWs for protecting STI and HIV & AIDS around Klaten Square and Prambanan Temple, Klaten. This research was an observational study using cross sectional approach. Questionnaire used for data collecting with 44 samples. Data analyses of this study were univariate, bivariate by chi square and multivariate by logistic regression. Result: The result of this research showed there were relation between knowledge about STI and HIV & AIDS (p value = 0.032), perceived susceptibility on infecting STI and HIV & AIDS (p value = 0.001). Some variables not related in this research, there were age, education, marital status, income, working period, perceived severity, perceived benefit, perceived barrier, and cues to action. This research don t have dominant dependent variable related practicing Street FSWs on protecting STI and HIV & AIDS, but perceived severity was a variable resemble significant (p-value=0.092). Klaten Health Office especially Communicable Disease Control Program suggest to make an advocacy for STI and HIV & AIDS. Increase knowledge about STI and HIV & AIDS and perceived susceptibility, severity, benefits and cost through promotion by Health Officer. Keywords: street female sex workers (FSWs), practicing for protecting STI, HIV and AIDS 120

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008 PENDAHULUAN Salah satu masalah nasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Saat ini infeksi menular seksual (IMS) kembali mendapat perhatian besar sejak berkembangnya infeksi HIV&AIDS. Hingga dengan September 2007 tercatat 16.288 kasus HIV&AIDS di Indonesia, yang terdiri dari 5.904 kasus HIV dan 10.384 AIDS, dengan kasus meninggal sebanyak 2.287 orang (Depkes RI, 2005) Menurut data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, sampai dengan Desember 2006 jumlah kasus HIV dan AIDS mencapai 1058 kasus. Terdiri dari 830 kasus HIV dan 228 kasus AIDS, Sedangkan jumlah yang meninggal dunia 121 orang (ASA PKBI, 2008). Data jumlah kasus HIV & AIDS di Kabupaten Klaten sampai dengan Desember 2007 sebanyak 7 kasus terdiri dari 4 kasus HIV dan 3 kasus AIDS, sedang yang meninggal 2 orang. Hasil sero survey STS dan HIV pada tahun 2005 dari 59 sampel WPS didapat hasil 5 orang positif sifilis, dan pada tahun 2006 dari 44 sampel WPS didapat hasil 8 orang positif Sifilis dan 1 orang HIV (DKK Klaten, 2006). Wanita pekerja seks (WPS) merupakan salah satu kelompok risiko tinggi terhadap IMS dan HIV&AIDS. Perkembangan jumlah WPS jalanan cukup sulit untuk diketahui karena mobilitas tempat operasinya sangat luas. Data dari Dinas Sosial Kabupaten Klaten Jumlah WPS jalanan pada tahun 2006 sebanyak 52 orang dan tahun 2007 sebanyak 81 orang, tetapi hal ini tidak menggambarkan jumlah yang sebenarnya. Sesuai pengamatan yang dilakukan jumlah WPS di Kabupaten Klaten sekitar 100 orang lebih. WPS jalanan tersebut tersebar di beberapa pusat kota kecamatan. Yang paling menonjol, banyak dan mudah ditemui adalah dipusat kota Klaten yaitu alun alun Klaten, terminal angkutan kota dan terminal bus dan sekitar Candi Prambanan (Dinsoskab Klaten, 2006) Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 5 WPS jalanan didapat bahwa sebagian besar berumur 20 35 tahun, sangat rentan terkena Infeksi menular seksual karena melakukan hubungan seks secara tidak aman, tingkat pendidikan yang masih rendah. Pemahaman terhadap pengetahuan, penularan penyakit seksual, HIV&AIDS, dan cara pencegahan maupun pengobatannya sangat terbatas, sehingga ada yang mengalami gejala IMS, akan tetapi mereka tidak mengetahui dengan pasti jenis IMS yang pernah diderita. Hal itu terjadi karena mereka tidak pernah memeriksakan diri kepada petugas kesehatan dengan alasan terbatasnya biaya dan perasaan malu. Hal ini mengakibatkan kemungkinan mereka tertular dan menularkan IMS, HIV&AIDS cukup besar. Rerata perhari dalam melayani klien adalah 2 3 klien, klien pada umumnya sopir, buruh pabrik dan berbagai jenis pekerjaan lainnya. Tarif satu kali transaksi berkisar antara Rp.25.000 80.000 tergantung negosiasi antara klien dengan WPS. Penampilan umum dari WPS jalanan di Kabupaten Klaten adalah berpenampilan tidak terlalu mencolok, biasanya pakai kaos, cenderung pasif menanti pelanggan, umumnya bekerja secara berkelompok di warung warung dan kebanyakan merokok. Koentjoro (1995) mengemukakan bahwa sebagian besar penularan HIV&AIDS disebabkan oleh prostitusi (49,8 %). Lentera-PKBI (1995) menunjukkan bahwa penularan HIV&AIDS sebanyak 90 persen disebabkan hubungan seksual, baik berlainan jenis (heteroseksual) maupun sesama jenis (homoseksual). Selebihnya penularan melalui jarum suntik, transfusi darah dan hubungan plasenta janin dan ibu terinfeksi (Mundiharno, 1999). WPS jalanan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan serta memiliki risiko tinggi (high risk group) terhadap penularan IMS dan HIV&AIDS, dan tidak mempunyai lokasi khusus. Hal ini akan menyulitkan pemantauan dan pengawasan secara 121

intensif dari Dinas Kesehatan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perumusan masalahnya adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS di sekitar Alun-alun dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan alat pengukur kuesioner yang sebelumnya telah diuji validitas dan realibilitasnya. Teknik pengumpulan data dengan survai diwilayah penelitian memakai pendekatan cross sectional (Azwar, 1992). Penelitian ini mempelajari hubungan variabel bebas yaitu karakteristik responden, pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, sumber dan bentuk informasi dan praktik WPS HIV&AIDS terhadap variabel terikat yaitu IMS dan HIV&AIDS. Populasi pada penelitian ini adalah semua WPS jalanan yang berada di sekitar alun-alun dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten berjumlah 44 orang dan sekaligus sebagai sampel (total populasi). Penelitian ini menggunakan analisis Bivariate, melihat adanya hubungan variabel bebas dengan variabel terikat (menggunakan uji Chisquare). Multivariate untuk mendapatkan faktor yang paling berhubungan dengan praktik WPS HIV&AIDS (menggunakan uji regresi logistik) (Sugiyono, 1997). HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Persentase terbanyak responden berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 61,4%, tingkat 122

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008 α pendidikan tamat SMP sebesar 43,2%, status perkawinan terbanyak status nikah dan cerai yaitu 40,9%, sedangkan tingkat pendapatan responden e Rp. 500.000,- sebanyak 61,4% dan lama bekerja d 5 tahun sebesar 77,3%. Dari analisis hubungan antara karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, tingkat pendapatan dan lama bekerja) ternyata tidak berhubungan dengan IMS dan HIV&AIDS. Dengan hasil uji Chi Square secara berurutan sebagai berikut 0,126, 0,667, 0,436, 1,000, 0,402 untuk batas kemaknaan p < 0,005. 2. Pengetahuan Pengetahuan responden tentang IMS dan HIV&AIDS kategori cukup 68,2%, dan pengetahuan tinggi dan rendah sebanyak 15,9%. Sebanyak 55% responden tidak dapat membedakan antara penyebab IMS dan HIV&AIDS dengan cara penularan dan sebanyak 25% responden tidak mengetahui akibat IMS terutama kanker rahim, IMS dapat menular pada bayi dalam kandungan dan IMS dapat meningkatkan risiko terkena HIV. diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara pengetahuan WPS Jalanan dengan praktik WPS HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square ( = 0,05) didapatkan nilai p value 0,032. 3. Persepsi Kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS Persepsi responden tentang kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS, sebagian besar kategori cukup sebanyak 63,6% dan Kategori baik sebanyak 20,5%. Serta kategori kurang sebanyak 15,9%. diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara persepsi tentang kerentanan dengan praktik WPS HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai p value 0,001. 4. Persepsi Keparahan tentang keparahan Persepsi tentang keparahan IMS dan HIV&AIDS sebagian besar kategori cukup sebanyak 75,0%, dan kategori kurang sebanyak 13,6% sedang terendah kategori baik sebanyak 11,4%. diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang keparahan dengan praktik WPS HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai p value 0,514. 5. Persepsi tentang manfaat pencegahan IMS dan HIV&AIDS Apabila dilihat dari persepsi manfaat pencegahan IMS dan HIV&AIDS sebagian besar berkategori cukup sebanyak 65,9%, kategori baik sebanyak 20,5%, sedangkan kategori kurang sebanyak 13,6%. diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang manfaat pencegahan dengan praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai p value 0,313. 6. Persepsi tentang hambatan pencegahan IMS dan HIV&AIDS Persepsi hambatan pencegahan IMS dan HIV&AIDS sebagian besar berkategori cukup sebanyak 79,5%, kategori kurang sebanyak 11,4 %, dan kategori tinggi sebanyak 9,1% diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi tentang hambatan pencegahan dengan IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai p value 0,972. 7. Sumber dan bentuk informasi Sumber informasi IMS dan HIV&AIDS responden sebagian besar berkategori cukup sebanyak 54,5%, kategori kurang sebanyak 29,5 % dan terendah kategori baik sebanyak 15,9 % 123

diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara sumber informasi tentang IMS dan HIV&AIDS dengan IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai p value 0,177. PEMBAHASAN Menurut Green yang dikutip Notoatmojo menyatakan bahwa pengetahuan merupakan bagian dari faktor predisposisi yang sangat menentukan dalam membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 1997). Sedangkan menurut Green, pengetahuan sebelum melakukan tindakan adalah merupakan hal yang sangat penting (Green, 2000). Le Blanc (1993) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi pengetahuan mengenai IMS (Mundiharno, 1999). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang, maka semakin baik pula praktik pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Pengetahuan seseorang tidak harus didapat dari pendidikan formal saja akan tetapi dapat berupa pendidikan non formal melalui media massa, media elektronik maupun media perorangan seperti anjuran atau penyuluhan. Jika dilihat dari jawaban pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS, sebagian besar responden mengetahui tentang jenis-jenis IMS, gejala IMS, akibat IMS, cara penularan IMS, cara penularan HIV&AIDS, cara pencegahan IMS,dan cara pencegahan HIV&AIDS, sedangkan hampir setengah responden tidak mengetahui penyebab IMS dan HIV&AIDS. Dari uji multivariat didapatkan bahwa variabel pengetahuan responden tentang IMS dan HIV&AIDS tidak dominan jika dibandingkan dengan variabel kerentanan dalam hubungannya dengan praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Pengetahuan responden tentang IMS dan HIV&AIDS mempengaruhi persepsi seseorang, dalam hal ini persepsi tentang kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS. Sebagian besar responden tidak mengetahui penyebab IMS dan HIV&AIDS dan tidak dapat membedakan antara penyebab dengan cara penularan IMS dan HIV&AIDS. Jawaban responden penyebab IMS dan HIV&AIDS adalah sama dengan cara penularan IMS dan HIV&AIDS yaitu akibat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular IMS dan HIV&AIDS. Disamping itu sebagian responden (25%) tidak tahu akibat infeksi menular seksual terutama kanker rahim, kerusakan alat reproduksi, IMS bisa menular pada bayi dalam kandungan, IMS bisa meningkatkan risiko terkena HIV. Dan yang responden ketahui akibat IMS dan HIV&AIDS adalah menyebabkan kemandulan dan kematian. Hal ini terjadi karena informasi tentang pencegahan IMS dan HIV&AIDS yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten seperti penyuluhan-penyuluhan yang sering dilakukan kepada WPS dilokalisasi, tidak dapat diakses oleh WPS jalanan. Sementara ini pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS yang didapat WPS jalanan hanya berasal dari petugas kesehatan (dokter, swasta, perawat swasta) sewaktu periksa rutin itupun dengan waktu yang sangat terbatas sehingga pengetahuan belum sepenuhnya dipahami oleh WPS jalanan. Responden mendapatkan pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS dari media elektronik yaitu televisi sebanyak 70,4 %. Informasi tentang IMS dan HIV&AIDS tersebut masih sangat terbatas karena televisi masih sedikit menyiarkan informasi tentang IMS dan HIV&AIDS dan itupun ditayangkan pada jamjam tertentu. Kebanyakan informasi tentang IMS dan HIV&AIDS dalam bentuk berita televisi, atau kejadian HIV&AIDS. Hasil analisis bivariat menunjukkan antara persepsi kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS Jalanan diperoleh hasil p value 0,001 yang berarti lebih besar dari 0,05. Oleh karena p value < 0,05 maka ada hubungan antara persepsi tentang kerentanan 124

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008 terkena IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS HIV&AIDS, akan tetapi bila diuji secara multivariat secara statistik didapatkan bahwa variabel persepsi kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS tidak dominan dalam hubungannya dengan praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS, akan tetapi jika dibandingkan dengan variabel pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS lebih dominan. Menurut Teori Health Belief Model (HBM), kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health beliefs) yaitu : ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs) (Smet, 1994) Ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan muncul. Hal ini mengacu sejauh mana seorang berpikir penyakit atau kesakitan betulbetul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Perilaku tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka (Ogden, 1996). Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan adanya persepsi tentang kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS baik maka dapat menimbulkan praktik yang baik dalam pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Akan tetapi variabel kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS kurang dominan dalam hubungannya dengan praktik WPS jalanan karena ada faktor lain yaitu pengetahuan dan pengalaman responden. Pengetahuan responden sebagian besar kategori cukup hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah dan kebanyakan tamat SMP, disamping itu pengetahuan didapat dari media elektronik terutama televisi berupa berita yang terbatas pada jam tertentu dan dari petugas kesehatan sewaktu responden periksa rutin dan terbatas waktunya. Sebagian besar responden masih percaya dengan minum antibiotik dan atau minum jamu sebelum atau sesudah berhubungan seks dapat mencegah terkena IMS dan HIV&AIDS karena mereka merasakan dengan minum antibiotik dan jamu menjadi lebih sehat, sembuh dari penyakit dan aman dari IMS dan HIV&AIDS karena anggapan responden bahwa kuman akan mati dengan minum antibiotik dan jamu yang pahit. Responden juga mempunyai persepsi bahwa dengan mencuci vagina dengan odol atau rebusan sirih akan dapat membunuh kuman penyakit, sehingga responden merasa bersih dan aman dari IMS dan HIV&AIDS walaupun berhubungan seks tanpa memakai kondom pada saat melayani pelanggan. Kebiasaan ini banyak dilakukan teman-teman sesama WPS jalanan. dikarenakan kebiasaan yang membudaya di lingkungan dimana WPS jalanan menjalankan profesinya. Misalnya dengan melihat kebiasaaan teman sesama WPS jalanan yang sering mengkonsumsi obat antibiotik, jamu, odol dan sebagainya sebagai pencegahan IMS yang kemudian ditirukan atau dicontoh oleh WPS jalanan tersebut. Hasil penelitian menggambarkan bahwa minum antibiotik dan atau jamu masih dianggap sebagai salah satu cara pencegahan agar tidak terkena IMS. Hal ini sesuai dengan mitos yang masih berkembang seperti yang ditulis oleh Adrianus Tanjung antara lain masih adanya mitos tentang IMS dapat dicegah dengan suntik antibiotik secara rutin, IMS dapat diobati dengan minum ciproxin, supertetra, atau antibiotik lainnya, mencuci liang senggama dengan jamu, odol dan sebagainya (Pona, 1998). Padahal dengan mempercayai mitos tersebut, penggunaan antibiotik sembarangan dapat menjadikan kuman menjadi resisten, karena sebetulnya obat antibiotik hanya digunakan untuk pengobatan bukan untuk pencegahan. 125

Sebagian besar responden mempunyai persepsi dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin akan mencegah terkena IMS dan HIV&AIDS, padahal dengan pemeriksaan rutin belum menjamin akan aman dari risiko terkena IMS dan HIV&AIDS. SIMPULAN 1. Persentase terbanyak responden berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 61,4%, tingkat pendidikan tamat SMP sebesar 43,2%, status perkawinan terbanyak status nikah dan cerai yaitu 40,9%, sedangkan tingkat pendapatan responden e Rp. 500.000,- sebanyak 61,4% dan lama bekerja d 5 tahun sebesar 77,3%. 2. Pengetahuan responden tentang IMS dan HIV&AIDS kategori cukup 68,2%, dan pengetahuan tinggi dan rendah sebanyak 15,9%. Persepsi tentang kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS kategori cukup 63,6%, dan kategori baik sebanyak 20,5%. Sedangkan persentase terendah adalah kategori kurang sebanyak 15,9%. Persepsi tentang keparahan IMS dan HIV&AIDS kategori cukup sebanyak 75,0%, dan kategori kurang sebanyak 13,6% sedang terendah kategori baik sebanyak 11,4%. Persepsi manfaat pencegahan IMS dan HIV&AIDS kategori cukup sebanyak 65,9%, dan kategori baik sebanyak 20,5%. Persepsi hambatan pencegahan IMS dan HIV&AIDS kategori cukup sebanyak 79,5%, dan kategori terendah persepsi hambatan kategori tinggi sebanyak 9,1%. Sumber informasi kategori cukup sebanyak 54,5 %, kategori kurang sebanyak 29,5 % dan terendah kategori baik sebanyak 15,9 %. 3. Ada hubungan antara pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS, persepsi tentang kerentanan IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS jalanan 4. Tidak ada hubungan antara karakteristik WPS jalanan, persepsi tentang keparahan IMS dan HIV&AIDS, persepsi tentang manfaat pencegahan IMS dan HIV&AIDS, persepsi tentang hambatan pencegahan IMS dan HIV&AIDS, sumber informasi tentang IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS jalanan 5. Tidak ada faktor paling dominan yang berhubungan antara pengetahuan WPS jalanan, persepsi kerentanan terkena IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS HIV&AIDS KEPUSTAKAAN ASA PKBI. 2007. Kabar Griya Asa : Info Terkini HIV/AIDS, Vol 4 edisi 9 Desember 2007. Azwar, Saefudin.1992. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Depkes RI. 1997. Petunjuk AIDS untuk Pertugas Kesehatan. Ditjen PPM & PLP. Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Klaten. 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Klaten. Dinas Sosial Kabupaten (Dinsos Kab) Klaten. 2006. Laporan Tahunan. Green, Lawrence. 2000. Health Education Planning Diagnostic Aprroach: John Hopkins University, Mayfield Publishing Co. Mundiharno. 1999. Perilaku Seksual Beresiko Tertular PMS dan HIV/AIDS. Kasus Sopir Truk Antar Propinsi. Yogyakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Ogden, Jane.1996. Health Psychology. Open University Press Buckingham Philadelphia Pona, La. 1998. Pekerja Seks Jalanan : Potensi Penularan Penyakit Seksual. Universitas Gadjah Mada. Smet, Bart, 1994. Psikologi Kesehatan, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Sugiyono.1997. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung 126