BAB I PENDAHULUAN. penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada berbagai kendala yang ada. Menurut Anne O Dwyer (2011)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Rahdian Raksabrata, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

I. PENDAHULUAN. yaitu kimia sebagai proses, produk dan sikap. Kimia sebagai proses meliputi

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PROBLEM SOLVING LABORATORY MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF TERHADAP PERUBAHAN KONSEP FISIKA SISWA SMA NEGERI 5 PALU

BAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah pre-experiment one group pretest

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya

I. PENDAHULUAN. keteguhan hati, dan juga keterampilan dalam hal melakukan penyelidikan ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS FISIKA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 7 MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menuntut adanya suatu strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

I. PENDAHULUAN. belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENGAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

BAB I PENDAHULUAN. pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga negara yang baik. Hal ini sejalan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

Firmansyah, Srini M. Iskandar, Darsono Sigit Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mata pelajaran biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. studi, menemukan dan mengembangkan produk produk sains, dan sebagai

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA KELAS XI

ISSN: Quagga Volume 9 No.2 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

2016 PENGEMBANGAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PERPINDAHAN KALOR DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA YANG BERORIENTASI PENGUBAHAN KONSEPSI SISWA SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan mata pelajaran kimia di SMA adalah agar siswa memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta keterkaitan dengan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi (Depdiknas, 2003). Berdasarkan tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa pemahaman konsep penting untuk dikembangkan pada diri siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kimia di SMA seharusnya mampu membuat siswa memahami konsep dengan baik. Namun, fakta di lapangan di salah satu SMA di Majalengka menunjukkan bahwa penguasaan konsep kimia di kelas XI SMA rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rerata materi mata pelajaran kimia berikut ini: Tabel 1.1 Nilai Rerata Materi Kimia Kelas XI SMA X Majalengka Kelas Struktur Atom dan Termokimia Laju Reaksi Sistem Periodik XI - IPA 1 74 40 57 XI - IPA 2 65 40 51 XI - IPA 3 66 40 53 (Arsip Guru Mata Pelajaran Kimia, 2011) Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa dari tiga materi kimia yang diajarkan, materi termokimia memiliki nilai rerata paling rendah dibandingkan dengan materi struktur atom dan sistem periodik serta laju reaksi. 1

2 Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pemahaman materi termokimia, salah satunya adalah adanya miskonsepsi baik dalam pembelajaran maupun yang dialami oleh siswa (Pinar, 2009). Miskonsepsi yang terdapat dalam materi termokimia antara lain: siswa tidak bisa membedakan antara suhu dan panas (Erickson 1979, 1980; Harrison 1999; Niaz 2000, 2006; Yeo and Zadnik 2001; Paik et al, 2007; Baser and Geban 2007). Boo (1986) menemukan bahwa siswa mengklasifikasikan pembakaran lilin ke dalam reaksi endoterm. Pada konsep yang berhubungan dengan reaksi pembakaran, siswa percaya bahwa reaksi pembakaran selalu menghasilkan api atau nyala (Bou Jaoude, 1991). Gambaran rendahnya penguasaan konsep termokimia akibat miskonsepsi diperkuat oleh hasil penelitian Kismarini (2011) yang menunjukkan bahwa siswa SMA kelas XI mengalami miskonsepsi pada konsep sistem, lingkungan, reaksi eksoterm dan endoterm. Lebih lanjut, ia mengungkapkan miskonsepsi yang dialami siswa menimbulkan permasalahan pembelajaran dalam termokimia. Siswa mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan bahwa reaksi pemutusan ikatan merupakan reaksi endoterm sedangkan reaksi pembentukan ikatan adalah reaksi eksoterm, dan beranggapan bahwa setiap reaksi dengan oksigen termasuk persamaan termokimia dari perubahan entalpi pembakaran. Salah satu penyebab terjadinya miskonsepsi adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas guru (teacher centered). Dalam pembelajaran ini semua informasi dan pengetahuan disampaikan oleh guru. Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa siswa hanya dilibatkan sebagai pendengar tanpa

3 kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran (Sutisna, 2011). Akibatnya, siswa cenderung menghafal konsep tanpa benar-benar memahaminya. Cara belajar seperti ini kurang mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan mengaitkan antar konsep, menjadikan konsep kimia semakin abstrak, sehingga berpeluang menimbulkan miskonsepsi. Hal ini sejalan dengan pandangan Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh siswa atau orang yang sedang belajar. Pengetahuan tidak diterima begitu saja dari guru tetapi siswa sendirilah yang harus mengorganisasi, memikirkan dan membentuk pengetahuan itu. Tanpa kegiatan aktif membentuk pemikiran dalam dirinya, siswa tidak akan tahu sesuatu (Suparno, 2001). Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Salah satu caranya adalah pembelajaran dengan strategi konflik kognitif. Strategi konflik kognitif akan menciptakan ketidakseimbangan yang mengantarkan pada ketidakpuasan terhadap konsep yang sudah ada, dan pada akhirnya mengantarkan pada kesiapan untuk menerima konsep baru (Kang et al, 2010). Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan dan mengkritisi hal yang berbeda dengan konsepsinya Dalam strategi konflik kognitif akan muncul pertentangan antara konsep yang lama dan baru. Untuk memutuskan konsep mana yang akan dipertahankan atau diterima maka diperlukan suatu keterampilan berpikir tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks menggunakan proses berpikir mendasar berupa penalaran logis

4 untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Costa, 1985). Berpikir kritis tidak hanya sekedar menerima informasi dari pihak lain, tapi juga melakukan pencarian, dan bila diperlukan akan menangguhkan keputusan sampai ia yakin bahwa informasi itu sesuai dengan penalarannya dan didukung oleh bukti atau informasi. Orang yang memiliki keterampilan berpikir kritis, akan mampu mengevaluasi, membedakan dan menentukan apakah suatu informasi benar atau salah. Selain itu, dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu: (1) mempertahankan intuisinya semula, (2) merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, (3) merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru. Jika siswa memilih pilihan ketiga maka akan terjadi perubahan konseptual pada diri siswa. Beberapa penelitian mengenai hubungan antara strategi konflik kognitif dengan perubahan konseptual telah dilakukan. Zaeni dan Noviyanti (2011) menyebutkan bahwa strategi konflik kognitif bisa memfasilitasi perubahan konsepsi materi persamaan kimia dan laju reaksi. Kang et al (2010) mengemukakan bahwa strategi konflik kognitif mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap penguasaan konsep sains siswa. Bertolak dari penjelasan yang telah dikemukakan, terdapat hubungan antara keterampilan berpikir kritis dan perubahan konseptual. Dimana, untuk mengubah pandangannya dan mengakomodasikannya membentuk pengetahuan baru, siswa memerlukan suatu kemampuan untuk memberikan alasan, melibatkan sedikit

5 dugaan hingga dapat membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan fakta-fakta, yang kesemuanya itu terangkum dalam keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian perubahan konseptual terjadi karena adanya kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget siswa SMA telah mencapai tahap berfikir formal. Meskipun demikian perlu diingat bahwa perkembangan kognitif seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Hal ini dapat menjelaskan ketidakmerataan perkembangan kognitif siswa. Pola perkembangan berpikir ini makin tinggi di daerah perkotaan dan makin rendah di daerah pedesaan yang terpencil, baik daerah pantai maupun pegunungan (Hinduan dan Liliasari, 2002). Perkembangan kognitif yang agak terlambat ini ditengarai menyebabkan banyak guru kesulitan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dan perubahan konseptual. Keterampilan berpikir dapat diajarkan (Nickerson,1985), karena itu perlu ditemukan model pembelajaran sains yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa sehingga terjadi perubahan konseptual. Sampai saat ini terdapat dua penelitian model pembelajaran yang bisa memfasilitasi strategi konflik kognitif, yaitu model pembelajaran konflik kognitif yang diajukan oleh Lee (2001) dan Kang et al (2010). Kedua model tersebut menggunakan eksperimen untuk menimbulkan konflik kognitif pada siswa. Dalam materi termokimia, tidak semua konsep bisa dijelaskan dengan eksperimen. Oleh karena itu diperlukan suatu model yang bisa mengakomodasi

6 konflik berupa konseptual. Hubungan antara model yang bisa mengakomodasi konflik kognitif, perubahan konseptual dan keterampilan berpikir sangat perlu untuk diteliti. Hal ini yang melandasi pengembangan model pembelajaran konflik kognitif untuk memfasilitasi perubahan konseptual dan peningkatan keterampilan berpikir kritis pada materi termokimia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut Bagaimanakah karakteristik model pembelajaran konflik kognitif yang mampu memfasilitasi perubahan konseptual dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia? Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik rancangan model pembelajaran konflik kognitif? 2. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran konflik kognitif dalam mengidentifikasi miskonsepsi-miskonsepsi yang muncul? 3. Bagaimanakah perubahan konseptual yang terjadi melalui model pembelajaran konflik kognitif? 4. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis melalui model pembelajaran konflik kognitif?

7 C. Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini merupakan penelitian R&D yang dibatasi hingga tahap uji coba terbatas. 2. Indikator keterampilan berpikir kritis yang diukur adalah mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi serta membuat dan menentukan hasil pertimbangan. 3. Kategori perubahan konseptual terdiri dari empat kategori yaitu identical fit, approximate fit, incomplete fit dan no conception. D. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran konflik kognitif yang dapat memfasilitasi perubahan konseptual dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia. Bedasarkan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menemukan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi perubahan konseptual dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia. 2. Meningkatkan kategori perubahan konseptual dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia. E. Manfaat Penelitian

8 Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti: a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan inovasi pengembangan bagi penelitian lain yang relevan. b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi untuk memfasilitasi perubahan konseptual dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia. 2. Bagi siswa: a. Membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep termokimia secara benar. b. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Bagi guru: a. Dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk memfasilitasi perubahan konseptual dan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa ketika melaksanakan pembelajaran. b. Membantu guru dalam merancang pembelajaran dengan materi yang minim akan miskonsepsi. F. Penjelasan Istilah

9 Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan, diantaranya: 1. Model pembelajaran konflik kognitif adalah model pembelajaran yang mengakomodasi terjadinya strategi konflik kognitif. Strategi konflik kognitif adalah pembelajaran yang mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. (Kang et al, 2010) Adapun tahapannya adalah sebagai berikut; (1) fase orientasi siswa terhadap konflik, (2) fase menjawab probing yang tertera pada buku soal, (3) fase penyajian hasil diskusi dan memberikan kesimpulan, dan (4) fase analisis kesimpulan. 2. Perubahan konseptual (conceptual change) adalah proses peninggalan suatu komitmen pada satu rangkaian pemahaman konseptual dengan mengadopsi rangkaian lain yang tidak disatukan kembali (Rolka, 2007). Perubahan konseptual diukur melalui tes essay. 3. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks menggunakan proses berpikir mendasar berupa penalaran logis untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Costa,1985). Keterampilan berpikir kritis diukur melalui tes essay.