PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

dokumen-dokumen yang mirip
PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, N Kajian Tipologi Sintaksis Bahasa Sasak Dialek Ngeno-Ngene

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

PERGESERAN ARGUMEN DAN MORFOLOGI VERBA BAHASA JAWA ABSTRACT

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang

STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1. Abstract

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

AGEN DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

SISTEM KOREFERENSIAL KLAUSA SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA

PELESAPAN ARGUMEN PADA PENGGABUNGAN KLAUSA BAHASA INDONESIA

Pelesapan Preposisi dalam Gramatika Bahasa Indonesia i

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan juga karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA

TESIS STRUKTUR VERBA BERARGUMEN TIGA BAHASA BALI DAN BAHASA JEPANG: ANALISIS FUNGSI SINTAKSIS

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

Perhatikan kalimat di bawah ini!

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan

KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA SERAWAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good,

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

FUNGSI PREDIKATIF INTRANSITIF ADJEKTIVA BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

KESUBJEKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT DIALEK NUSA TADON Oleh. Ida Bagus Putra Yadnya

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

UKBM 3.4/4.4/1/4 BAHASA INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

RELASI GRAMATIKAL BAHASA BATAK TOBA: ANCANGAN TIPOLOGI. Beslina Afriani Siagian Universitas HKBP Nommensen

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

VOICE IN MANDAILING LANGUAGE AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN VERBA TRANSITIF SISWA KELAS XII JURUSAN TEKNIK JARINGAN TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 2 KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

MEKANISME PENAIKAN VALENSI BAHASA BALI DIALEK NUSA PENIDA (BBDNP)

Transkripsi:

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA Oleh F.X. Sawardi sawardi_fransiskus@mailcity.com 1. Pengantar Paper ini mencoba mengungkap celah-celah untuk meneropong masalah ergativitas bahasa Indonesia. Bila tipologi ergativitas itu tampak jelas pada bahasabahasa yang memiliki pemarkah argumen (baik dengan klitika maupun kasus atau pengacuan silang seperti bahas Inggris, bahasa Latin, bahasa Dyirbal dan yang lain), bahasa Indonesia merupakan kasus yang menantang karena tidak mempunyai alatalat tersebut untuk mengidentifikasi aliansi argumen. 2. Tipologi Akusatif Ergatif Konsep tipologi ini berawal dari analisis kalimat berdasarkan predikator dan argumen (Djunaidi, 2000). Semua bahasa di dunia membedakan verba berargumen satu inti (intransitif), dan verba berargumen lebih dari satu inti (transitif & ditransitif). Pada beberapa bahasa, hampir setiap verba dapat dikelompokkan secara tegas masuk dalam verba transitif atau intrantif, misalnya bahasa Latin, bahasa Dyrbal; pada bahasa yang lain, pembedaan transitif dan intrantisitif itu menjadi lebih lentur (fluid), misalnya bahasa Inggris; dan ada juga bahasa yang semua verba intransitifnya dapat dibuat menjadi verba transitif misalnya bahasa Fiji (Dixon, l994:6). Argumen-argumen tersebut membentuk relasi gramatikal dasar. Satu-satunya argumen inti pada verba intransitif akan dipetakan menjadi S (subjek). Bila verba berargumen dua, salah satu argumennya akan dipetakan menjadi A(agen) dan yang lain akan dipetakan menjadi O (objek) berdasarkan peran semantiknya. Bahasa yang memperlakukan S-nya sama dengan A disebut bahasa akusatif, dan bahasa yang memperlakukan S-nya sama dengan O disebut dengan bahasa ergatif. Bahasa yang S-nya yang mirip A diperlakukan dengan A dan yang S-nya mirip O diperlakukan seperti O disebut dengan bahasa terpilah (Dixon, l994, Arka,

2000a). Salah satu bentuk perlakuan tersebut ditunjukkan secara katon (overt) dengan pemarkahan morfologis. 3. Pembedaan A dan O dalam bahasa Indonesia Pembedaan lain antara agen dan pasien yang sudah banyak dirumuskan oleh ahli tata bahasa adalah pembedaan melalui nominalisasi. Nominalisasi argumen agen dibedakan dengan nominalisasi argumen pasien. Pembedaan itu berkaitan fenomena kebahasaan afiks pen- yang dibedakan dengan pe- (lihat misalnya Ramlan, 1983: 116-117). Pembedaan itu didasarkan atas oposisi penyuruh dan pesuruh, penatar dan petatar, penaruh dan petaruh, penugas dan petugas. Pembedaan dua nominalisasi tersebut pada dasarnya membedakan nominalisasi agen dan nominalisasi pasien. Penyuruh, penatar, dan penaruh adalah nominalisasi dari argumen agen karena mereka itu mengontrol pekerjaan yang mereka lakukan. Sebaliknya kata pesuruh, petatar, petaruh, dan petugas adalah nominalisasi pasien karena mereka tidak mengontrol kegiatan dan bahkan malah dikenai pekerjaan. Pembedaan dua nominalisasi tersebut menguatkan pendapat bahwa ada dua jenis nominalisasi yaitu nominalisasi agen dan nominalisasi pasien. Nominalisasi agen dibentuk dengan afiks pen- dan nominalisasi pasien dapat dibentuk dengan pe- saja. Walaupun dengan data yang sangat terbatas, kasus-kasus tersebut terjadi pada verba transitif. Bentukan kata penyuruh dan pesuruh muncul dari verba transitif menyuruh; bentukan kata penatar dan petatar muncul dari verba transitif menatar; bentukan kata penaruh dan petaruh muncul dari verba transitif menaruh memasang taruh (KBBI, 1990: 905). Kasus tersebut terjadi pada verba transitif yang argumen-argumennya adalah agen (A) dan pasien (O) dalam konsepsi Dixon (1994) sehingga penyuruh, penatar, dan penaruh, adalah nominalisasi argumen agen; sebaliknya pesuruh, petatar, dan petaruh menupakan nominalisasi argumen pasien. Dari data yang sangat terbatas tersebut dapat disimpulkan bahwa ada sistem yang mengatur nominalisasi argumen agen yang dipertentangkan dengan nominalisasi argumen pasien, khususnya pada verba transitif. Nominalisasi tersebut berupa prefiks pen- untuk argumen agen, dan afiks pe- untuk argumen pasien. Prefiks pen- lebih banyak produktif dibandingkan dengan prefiks pe-. Banyak verba

transitif yang argumen agennya dapat dinomina dengan prefiks pen- dan sedikit verba transitif yang argumen pasiennya dapat dinominakan argumen pasiennya dengan afiks pe-. Bagaimana dengan kasus verba intransitif? Kalimat intransitif dengan argumen mirip agen (Sa dalam istilah Dixon) dapat dinominalkan dengan afiks pen-. Sebaliknya kalimat intransitif denan argumen mirip pasien (So dalam istilah Dixon) tidak dapat dinominalkan baik dengan pen- maupun pe-. 4. Kendala Berkaitan dengan Parameter PeN- Ada beberapa kendala berkaitan dengan penentuan keterpilahan tersebut. Yang pertama adalah verba yang menyatakan (i) resiprokal, (ii) refleksif, dan (iii) direct motion. Mengapa verba resiprokal tersebut tidak dapat dinominalkan argumen agennya? Secara teoretis karena argumen pada verba resiprokal itu tidak sepenuhnya agen. Argumen agennya di satu sisi sebagai agen tetapi juga berperan sebagai pasien. Kelompok verba kedua adalah kelompok verba refleksif. Secara teoretik kelompok verba refleksif hampir sama. Bedanya pada refleksif dua argumen agen dan pasien itu adalah dua entitas yang berbeda. Mereka bergantian menjadi agen dan pasien. Pada verba refleksif agen dan pasien merupakan entitas yang sama. Kelompok verba refleksif dan resiprokal dalam bahasa Indonesia wajar bila tidak dapat dinominalkan argumennya. Hal ini disebabkan oleh peran argumen agen dan pasien menjadi satu. Pada verba berhias, misalnya, satu-satunya argumen (subjek gramatikal) merupakan agen tetapi juga merupakan pasien. Bila ada kalimat, Ani sedang berhias, Ani merupakan pelaku (agen) dan juga merupakan pasien. Sangat aneh bila keduanya peran tersebut dapat dinominalkan secara serempak. Karena pada dasarnya penominalan itu hanya satu (agen dengan pen- atau pasien dengan pe-. Kelompok verba ketiga adalah kelompok verba verba yang menyatakan direct motion. Dalam analisis tipologi, verba kelompok ini sering dipertentangkan dengan verba manner motion (lihat misalnya Arka, 1998: 58). Keduanya adalah verba yang menyatakan gerak/ perpindahan. Verba direct motion sering adalah verba yang menyatakan gerak/ perpindahan tanpa menyatakan cara bergerak. Perhatikan

verba pergi dengan verba berjalan. Verba pergi menyatakan perpindahan tetapi tidak menyatakan cara berpindah tersebut. Hal ini berbeda dengan verba berjalan, yang menyatakan perpindahan tetapi juga menyatakan cara berpindah (berjalan berpindah dengan menggunakan kaki). Argumen kelompok verba direct motion tidak dapat dinominalkan dengan pen-, sedang verba manner motion dapat dinominalkan dengan pen-. Argumen verba pergi tidak dapat dinominalkan menjadi pemergi, sebaliknya argumen verba berjalan dapat dinominalkan dengan menjadi pejalan. Sebaliknya argumen verba yang menyatakan manner motion dapat dinominalkan dengan pen-. Kelompok verba intransitif yang argumennya mirip pasien, argumennya sama sekali tidak dapat dinominalkan. Berikut yang termasuk verba intransitif yang berargumen mirip pasien menangis, jatuh, pulang, begumam, tertabrak, tumbang, meledak. Verba-verba yang berargumen mirip pasien tidak pernah dapat dinominalkan baik dengan afiks pen-, maupun dengan afiks pe-. Bila ada bentukan yang kelihatannya seperti nominalisasi pada argumen verba intransitif dengan afiks pen-, atau pe-, dapat dipastikan bentukan kata tersebut bukan dari kata verba intransitif yang bersangkutan. 5. Penutup Dengan parameter nominalisai argumen tersebut, verba intransitif bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verba intransitif yang argumennya dapat dinominalkan dengan pen-, dan verba intransitif yang argumennya tidak dapat dinominalkan dengan pen-. Verba intransitif dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu verba intransitif yang argumennya dapat dinominalkan dengan afiks pen-, argumennya mirip agen, dan verba intransitif yang argumennya tidak dapat dinominalkan dengan afiks pen-, argumennya mirip pasien. Bila parameter tersebut dapat diterima, bahasa Indonesia memiliki perilaku terpilah. DAFTAR PUSTAKA Arka, I.W. 2000. Beberapa Aspek Intransitif Terbelah pada Bahasa-Bahasa Nusantara dalam Purwo, B.K. (ed.).2000. Kajian Serba Linguistik. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya.

Arka, I.W..l998. From Morphhosyntax to Pragmatic in Balinese: A lexical-funtional Approach.Disertasi untuk University of Sydney Artawa, I.K..l997. Keergativan Sintaksis dalam bahasa: Bahasa Bali, Sasak, dan Indonesia dalam Purwo, B.K. (ed.). PELLBA 10. Yogyakarta: Kanisius (hal. 108-154). Artawa, I.K.. l995. Semantik, Teori Sintaksis, dan Tipologi Bahasa Linguistika Tahun II Edisi Ketiga. Denpasar: Program Magister (S2) Linguistik Universitas Udayana. Dixon, R.M.W.. l994. Ergativity. Cambridge. Cambridge University Press. Djunaidi, A.. 2000. Tipologi Bahasa Aktif. Makalah Pelbba 14. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya Hanafi, N. 1999. Keintransitifan Belah Dua dalam Bahasa Sunda Makalah Kongres Linguistik IX. Jakarta: MLI. Manning, C.D.. l996. Ergativity: Argument Structure and Gramatical Function. Stanford: CLSI Moeliono, A.M. (eds.). 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sawardi, F.X. 2007. Subjek Alir (Fluid-S) dalam Bahasa Jawa Makalah KOLITA V. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya. Sawardi, F.X.. 2002. Keterpilahan (Split-S) Morfologi bahasa Jawa: Suatu Tinjauan Tipologi Morfologi dalam Linguistik Indonesia Tahun 20, Nomor 1. Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia