BAB III KEBIJAKAN DAN KARAKTERISTIK KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2007

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha)

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2006

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha)

JUMLAH SEKOLAH, KELAS, GURU, RUANG KELAS, MURID LULUSAN, MENGULANG DAN PUTUS SEKOLAH SD DI KABUPATEN GARUT TAHUN Guru R. Kelas Murid Lulusan

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda

TABEL PENDUDUK 7-24 TAHUN MENURUT KECAMATAN, JENIS KELAMIN, DAN PARTISIPASI BERSEKOLAH (SUSEDA KAB. GARUT 2005)

Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Taman Kanak- Kanak di Kabupaten Garut Tahun Murid laki-laki

Sapi Potong. Kerbau Kuda Domba

Jumlah Petugas Pelayanan Akseptor Baru Keluarga Berencana di Kabupaten Garut Tahun 2009

Geografi. Kab. SUMEDANG. Kab. CIANJUR. Kab. TASIKMALAYA

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Peternakan/Husbandary. Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012.

: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun menurut Ijasah/STTB yang Dimiliki di Kabupaten Garut Tahun 2012

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Gambar 1. Hasil Pengamatan Lapang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

JADWAL PELATIHAN KURIKULUM DAN LOKASI PELATIHAN 2013

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kab. Garut Tahun 2013 sebanyak 268,6 ribu rumah tangga

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 315 TAHUN 2011

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Manusia

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

DAFTAR RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA TAHUN ANGGARAN 2012

4 KONDISI UMUM WILAYAH

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

sebagai kawasan konservasi serta kawasan lindung yang mengesankan seolaholah pamali untuk dijamah. (Bappeda Propinsi Jawa Barat,2005) Faktor lain

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB IV ANALISIS KETERKAITAN TIGA PUSAT PERTUMBUHAN KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

PENYUSUNAN RANCANGAN KALENDER TANAM BAWANG MERAH DAN CABE

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

RKPD KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

CATATAN PELAKSANAAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN BUPATI GARUT PUTARAN KEDUA DI TINGKAT KABUPATEN GARUT

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini

Pengarahan Pusat Pertumbuhan Melalui Analisis Keunggulan Komparatif di Kabupaten Garut

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Transkripsi:

BAB III KEBIJAKAN DAN KARAKTERISTIK KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN Peran kota kecil tidak terbatas pada internal wilayahnya saja. Untuk melihat bagaimana suatu wilayah dapat tumbuh berkembang harus diperhatikan juga karakteristik dan konsep pembangunan yang ada pada tingkatan diatasnya. Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi dilihat dari sisi kebijakan penataan ruang yang ada, serta kondisi fisik ekonomi dan sosial wilayahnya. 3.1 Karakteristik dan Konsep Pembangunan Setiap wilayah memiliki fungsi dan perannya masing-masing, serta sedikit banyaknya memiliki dampak dalam kedudukannya pada tingkatan yang lebih rendah maupun lebih tinggi. Pengembangan suatu perkotaan harus sejalan dengan prinsip dan konsep pembangunan yang digariskan pada level diatasnya, baik pada tingkat nasional, propinsi, maupun Kabupaten. 3.1.1 Nasional Pengembangan perkotaan tidak dapat dipisahkan dari pengembangan wilayah. Begitu pula dengan strategi pengembangan perkotaan yang juga perlu dikaitkan dengan strategi pembangunan nasional. Lebih jauh lagi, strategi perkotaan menjadi bagian dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dari sistem perencanaan pembangunan nasional 1. Rencana pembangunan jangka panjang dan menengah dibentuk dengan didasari oleh permasalahan-permasalahan yang melanda Indonesia di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial, politik, keamanan, kelembagaan. Untuk jangka menengah 2004-2009, telah dikeluarkan visi pembangunan Indonesia sebagai berikut : 1. terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan bernegara yang aman, bersatu, rukun dan damai 1, RPJM nasional telah disahkan pengunaannya dengan PP no.7/2005, sementara RPJP sedang dalam tahap pengesahan 36

2. terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak-hak asasi manusia 3. terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan Visi tersebut kemudian dijabarkan menjadi misi pembangunan Indonesia: (1) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, (2) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan (3) Mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Diantara ketiga misi tersebut misi ketiga lah yang paling langsung terkait dengan pembangunan perkotaan perdesaan. Misi ini dijabarkan menjadi 5 sasaran yang masing-masing memiliki prioritas pembangunan. Tabel III.1 Prioritas Pembangunan Jangka Menengah Indonesia Sasaran (1) menurunnya jumlah penduduk miskin, terciptanya lapangan pekerjaan yang layak dan mampu mengurangi pengangguran (2) berkurangnya kesenjangan antar wilayah (3) meningkatnya kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh, membaiknya Indeks Pembangunan Indonesia (HDI) di Indonesia (4) membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam, mengarusutamakan (main streaming) prinsip pembangunan berkelanjutan. (5) membaiknya infrastruktur nasional maupun daerah Sumber : Tjahjati, 2005 Prioritas Pembangunan - Penanggulangan kemiskinan - Peningkatan investasi dan ekspor non-migas - Peningkatan daya saing industri manufaktur - Revitalisasi pertanian - Pemberdayaan KUKM - Peningkatan pengelolaan BUMN - Peningkatan kemampuan IPTEK - Perbaikan iklim ketenagakerjaan - Pemantapan stabilitas ekonomi makro - Pembangunan perdesaan - Pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah - Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas - Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitaspeningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial - Pembangunan kependudukan, keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga - Peningkatan kualitas kehidupan beragama - Perbaikan mutu pengelolaan sumber daya alam - Pelestarian mutu lingkungan hidup - Percepatan pembangunan infrastruktur 37

3.1.2 Propinsi Jawa Barat Dalam lingkup Jawa Barat terdapat peraturan dan rencana yang mengatur tentang struktur dan pola tata ruang wilayah propinsi. Adapun kedudukan Jawa Barat dalam konstelasi nasional adalah sebagai pemacu pertumbuhan sosial ekonomi, sebagai penyangga dan penyeimbang ibu kota negara. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah sebesar 4.435.461 dengan luas daratan sebesar 3.709.528,44 Ha. Provinsi Jawa Barat terdiri atas 25 kota/kabupaten, batas-batas wilayah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut Sebelah Utara : Provinsi DKI Jakarta dan Laut Jawa Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Barat : Provinsi Banten 3.1.2.1 Kebijakan pemanfaatan / pengendalian ruang Jawa Barat Dalam konstelasi nasional, arah penataan ruang daerah Jawa Barat meliputi arahan penetapan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya, sistem perkotaan, prasarana wilayah dan pengembangan wilayah-wilayah prioritas. Pemantapan Kawasan Iindung yaitu untuk meningkatkan fungsi terhadap tanah, air, udara dan mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna (diversity) yang menjadi aset Jawa Barat. Pengembangan kawasan budidaya berupa pengakomodasian kegiatan pertanian, kehutanan, permukiman, pertambangan, industri dan pariwisata. Pengembangan Sistem Perkotaan di Jawa Barat diarahkan menjadi 3 (tiga) kelompok hirarki, masing-masing kelompok berfungsi sebagai : Kelompok Hirarki I berfungsi sebagai pusat pertumbuhan. Kelompok Hirarki II berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi. Kelompok Hirarki III berfungsi sebagai pusat produksi. Masing-masing kelompok dibedakan berdasarkan volume intensitas dan frekuensi kegiatan yang dibagi menjadi dua kategori yaitu A dan B. Kategori A rnempunyai intensitas yang lebih tinggi dari pada kategori B di masing-- masing kelompok hirarki. Kota-kota yang termasuk dalam kategori tersebut adalah : Hirarki I A : Jakarta dengan kegiatan utama perdagangan antar wilayah dan Internasional. 38

Hirarki I B : Bojonegara dan Cirebon dengan kegiatan utama industri hilir, perdagangan antar wilayah dan daerah. Hirarki II A : Bandung, Bogor, Bekasi, Tangerang, Cikampek dengan kegiatan utama industri, pemukiman dan perdagangan regional. Hirarki II B : Serang, Banjar, Rangkasbitung, Labuan, Kadipaten, Malingping, Cikande, Indramayu dari Tasikmalaya dengan kegiatan utama industri hulu, pemukiman dan pariwisata. Hirarki III A : Balaraja, Rupin, Tigaraksa, Leuwiliang, Sukabumi, Garut, Karawang, Palabuhan Ratu dan Cianjur dengan kegiatan utama agroindustri, pemukiman, pariwisata, pertanian dan pertambangan. Pengembangan kota-kota Orde III diarahkan pada percepatan pertumbuhan dan pengembangan melalui kegiatan non-pertanian yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan utama di masing-masing kota. Pengembangan Kota-Kota Orde l lebih diarahkan pada penataan dan persiapan prasarana sesuai dengan fungsi dan kegiatan utama dl masing-masing kota. Untuk pengembangan transportasi, diarahkan pada pengembangan jaringan jalan dari sentra produksi yang menuju Kota Orde III, peningkatan dan pengembangan jaringan jalan yang menunjang pengembangan kawasan industri, serta pengembangan jalan poros Barat-Timur di sebelah selatan Jawa Barat untuk menunjang pengembangan pariwisata dan pengembangan Jawa Barat Selatan. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat juga meliputi pemantapan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pemantapan kawasan lindung dilakukan untuk mempertahankan keanekaragaman dan kelestarian yang direncanakan melalui peningkatan fungsi kawasan lindung. Ditetapkan pula mengenai peningkatan penanganan perusakan lingkungan dan pencemaran yang berdampak terhadap kondisi lingkungan dan sumber daya alam. Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya dilakukan melalui upaya pemfungsian kawasan industri di Jawa Barat bagian utara (Serang-Purwakarta), peningkatan pengembangan permukiman skala besar untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh dengan pesat (kawasan industri), serta mempertahankan sawah beririgasi teknis dan peralihan penggunaan lahan. 39

Tabel III.2 Fungsi Kawasan dan Arahan Pengembangan Provinsi Jawa Barat Fungsi Kawasan 1. Kawasan Pertanian 2. Kawasan Industri 3. Kawasan Permukiman 4. Kawasan Pertambangan Arahan Pengembangan Kawasan pertanian lahan basah dengan irigasi teknis mutlak dipertahankan secara maksimal namun karena perkembangan prasarana (jalan) dan industri saat ini serta pertumbuhan permukiman disekitarnya menyebabkan areal pertanian irigasi teknis tersebut berkurang. Untuk itu perlu dicari alternatif pengganti yaitu dengan membangun bendungan pembangunan irigasi perdesaan terutama di Jawa Barat bagian selatan dan melanjutkan pembangunan daerah irigasi yang belum selesai. Kawasan pertanian lahan kering berupa kawasan hutan produksi tetap dipertahankan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu (madu, damar,dll) sehingga tidak mengurangi luas areal hutan yang ada. Kawasan industri luasnya berjumlah 800.000 Ha, di samping zona industri yang telah berkembang. Luas ini diperhitungkan akan cukup menampung industri yang telah ada yang harus berlokasi dalam jangka waktu perencanaan. Jadi tidak ada usulan kawasan industri baru dengan mempertimbangkan keseimbangan sumber daya air. Pengelolaan mikro perlu untuk zona-zona industri yang telah berkembang di luar maupun di dalam kota, disamping lokasi yang telah disebutkan terdahulu. Pengembangan sistem kota-kota, di mana terdapat perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan / perkembangan yang telah terjadi di bagian utara dan perkembangan yang akan distimulasi di bagian selatan. Di bagian utara akan tumbuh kota-kota dengan pusat yang perlu didukung dengan perencanaan lebih mikro. Di bagian selatan akan dikembangkan kota-kota pusat pelayanan yang akan mengurangi kesenjangan bagian utara. Pengembangan permukiman skala besar, pembangunan kawasan permukiman dalam jumlah unit rumah yang banyak dan lahan yang sangat luas. Tumbuhnya permukiman dengan skala besar ini ditujukan untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh cepat,misalkan kota metreopolitan dan kawasan industri yang sangat luas. Sesuai dengan sifatnya, maka pada masa yang akan datang permukirnan skala besar akan tumbuh di Kabupaten Serang, wilayah Botabek untuk rnendukung perkembangan wilayah kota Jakarta serta wilayah Bandung dan sekitarnya untuk mendukung kota metropolitan Bandung. Kawasan Pertambangan akan dibebaskan dari pernanfaatan untuk kegiatan lain dan perlu reklamasi bekas galian tambang. 5. Kawasan Pariwisata Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2001 Kawasan pariwisata yang akan dikembangkan ditangani dan direncanakan oleh swasta melalui penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan kegiatan yang dapat berlangsung dimana saja dan tidak mengganggu fungsi dasarnya. 40

Untuk konteks Jawa Barat, Kabupaten Garut berperan penting dalam budidaya perikanan yang terdiri atas perikanan darat, tambak, dan perikanan laut, serta dalam hal perkebunan, tanaman pangan lahan kering, serta perkebunan. Rencana Pemanfaatan Ruang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan Iindung seluas 1.774.184 Ha (40%) kawasan budidaya 60 % yang terdiri atas: Kawasan pertanian lahan basah seluas 1.197.575 Ha (27 %) Kawasan pertanian lahan kering seluas 1.064.511 Ha (24 %) Kawasan perkotaan seluas 399.191 Ha (9 %) Struktur tata ruang Jawa Barat dibagi dalam tiga wilayah pengembangan, yang masing-masing mempunyai arah orientasi ke pusat pertumbuhan utama. Pengembangan wilayah Jawa Barat ini dibagi menjadi tiga wilayah pengembangan, secara makro bertujuan untuk membentuk keterkaitan (linkages) yang jelas antar pusat-pusat pertumbuhan yang membentuk suatu sistem wilayah yang terintegrasi. Tiga pusat pertumbuhan utama tersebut memiliki skala pelayanan dan keterkaitan dalam sistem nasional dan memiliki fungsi sebagai pusat pintu keluar dan pintu masuk yang menunjang kegiatan perekonomian yaitu : Wilayah Pengembangan Barat, dengan pusat pertumbuhan utama Bojonegara. Wilayah Pengembangan Tengah, dengan pusat pertumbuhan utama DKI Jakarta dan Bandung. Wilayah Pengembangan Timur dengan pusat wilayah pertumbuhan utama Cirebon. Berdasarkan karakteristik, kondisi dan potensi serta arahan pengembangan, masing-masing wilayah pengembangan akan terdiri dari Wilayah Utama dan Wilayah Penunjang. Wilayah utama adalah wilayah dengan aglomerasi kegiatan ekonomi utama di bagian utara, yang pengembangannya cenderung membentuk koridor yang membentang dari barat ke timur. Fungsi wilayah ini adalah sebagai "motor penggerak utama perekonomian Jawa Barat. Fungsi lainnya adalah 41

sebagai pemacu dan pusat pertumbuhan wilayah belakangnya (hinterland). Kegiatan ekonomi utama di wilayah ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan system perekonomian internasional dan nasional, yaitu kegiatan ekonomi industri, perdagangan dan jasa, permukiman dan pertanian lahan basah. Wilayah Penunjang adalah wilayah dengan fungsi pendukung dan penopang pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan utama. Wilayah ini terakumulasi di bagian selatan. Kegiatan basis di wilayah ini adalah pusatpusat produksi pertanian lahan kering peternakan, pertambangan, dan kegiatan pariwisata. Kabupaten Garut tergolong kedalam wilayah penunjang pengembangan tengah dengan hirarki III A memiliki fungsi sebagai pusat produksi, koleksi dan distribusi, dengan skala pelayanan inter-regional. Kategori A menunjukkan intensitas, volume dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi daripada B. Dari segi transportasi, rencana sistem pengembangan prasarana transportasi di Jawa Barat diarahkan untuk meningkatkan kelancaran roda perekonomian, agar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa terselenggara lebih lancar dan agar mobilitas penduduk dan akses ke daerah produksi dan ke daerah yang masih terisolasi meningkat, yaitu antara wilayah utama dan wilayah penunjang. Bentuk sistem transportasi Jawa Barat pada pola pengembangan yang baru ini tidak merubah bentuk yang ada, tetapi mengembangkan sistem transportasi antar moda melalui penyediaan prasarana yang memadai di masing-masing wilayah. Konsep dasar dari pengelompokan kawasan ini mengacu pada pintu keluar yang merupakan sentral dari aliran pergerakan yang orientasi utamanya pada pemasaran keluar wilayah dan disesuaikan dengan pengembangan ruang, yaltu dengan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk mengantisipasi kepadatan kegiatan dan pergerakan di Jakarta. 3.1.3 Jawa Barat Bagian Selatan Jawa Barat selatan bukanlah suatu wilayah yang memiliki administratif atau historis tersendiri. Tidak terdapat penggolongan administratif secara resmi mengenai pembagian wilayah Jawa Barat menjadi utara dan selatan, namun 42

timbulnya istilah ini tidak dapat dilepaskan dari fenomena-fenomena yang terjadi selama ini. Pada mulanya, Jawa Barat Selatan merupakan peristilahan yang digunakan untuk menyebut lajur dataran tinggi yang membentang luas dari ujung kulon Kabupaten Pandeglang hingga sekitar perbatasan pantai selatan Ciamis dengan Nusakambangan (timur). Bila ditinjau berdasarkan ketentuan normatif dalam Peraturan Daerah No.2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat, definisi dari wilayah Jawa Barat Selatan masih terpisah dalam bentuk dua terminologi yaitu, pertama sebagai Pusat Kegiatan Wilayah berupa Cianjur-Sukabumi, Priangan Timur, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Kedua, sebagai kawasan Andalan yang terdiri dari kawasan andalan Sukabumi, Priangan Timur, dan Pangandaran. Dari aspek geologis dapat diklasifikasikan bahwa Jawa Barat selatan meliputi daerah-daerah di sebelah selatan aliran S. Cimandiri di Sukabumi Selatan, bagian selatan jalur jalan Sukabumi-Cianjur, menyambung ke Bandung-Garut Selatan pada rangkaian kaki selatan G. Patuha G. Papandayan G. Cikuray G. Cakrabuana, selatan aliran Ciwulan-Citanduy di Tasikmalaya dan Ciamis. Kondisi geologi tersebut menjadikan Jawa Barat Selatan mempunyai morfologi yang umumnya berrelief kasar. Dalam ilmu kebumian, sudah dikenal sejak lama bahwa Jawa Barat Selatan termasuk pada Zona Pegunungan Selatan, berupa plateau dan daratan terangkat. Medannya berbukit-bukit terjal dengan dataran-dataran sempit yang umumnya mengikuti lembah-lembah sungai. Jaringan sungai cukup rapat dengan pola umum mengalir berarah utaraselatan. Jawa Barat Selatan meliputi beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang dibatasi oleh punggung bukit yang memisahkan aliran air permukaan ke utara dan ke selatan dan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Daerahnya umumnya rawan longsor dan dilalui oleh jalur-jalur gempa bumi yang relatif aktif Daerah rawan becana di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini relatif tersebar merata di seluruh wilayah. Bencana alam yang didentifikasikan mengancam wilayah Jawa Barat bagian selatan ini meliputi gerakan tanah rendah, rawan gerakan tanah tinggi, rawan gunung api 1 (daerah terlarang), rawan gunung api 2 (daerah waspada), rawan banjir, rawan longsor/amblasan dan 43

kemungkinan bahaya tsunami (Firman, 2005). Adapun lokasi-lokasi yang diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana di Jawa Barat bagian selatan adalah sebagai berikut (Firman, 2005) : - gerakan tanah rendah, diidentifikasikan terdapat di semua kabupaten terutama Kabupaten Cianjur dan Sukabumi - gerakan tanah tinggi, diidentifikasikan terdapat di semua kabupaten - longsor atau amblasan, diidentifikasi terdapat di Kabupaten Cianjur bagian selatan, Garut bagian Selatan, dan Sukabumi bagian selatan - gunung api 1 dan 2 (daerah bahaya dan waspada), diidentifikasikan terdapat di Kabupaten Garut - bencana banjir, diidentifikasikan terdapat di Kabupaten Cianjur, Ciamis, Sukabumi, dan Tasikmalaya - bahaya tsunami, diidentifikasikan terdapat di wilayah sekitar pantai Selatan terutama di Kabupaten Ciamis yaitu Kecamatan Parigi, Sidamulih, dan Pangandaran. Hal yang lebih umum diketahui sehubungan dengan pembagian utara-dan selatan pada pulau jawa ini yaitu adanya rute transportasi yang membentang dari timur ke barat pulau jawa yang lebih dikenal sebagai jalur pantura. Jalur pantura yang membentang sepanjang pantai utara pulau jawa ini sedikitbanyaknya turut membuka wilayah-wilayah di utara pulau jawa terhadap potensi pengembangan ekonomi. Kawasan selatan selama ini berfungsi sebagai daerah penyangga karena sebagian wilayahnya hutan dan kawasan agraris, sementara di utara kawasan industri dan jalur utama perlintasan Kota Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Pola jaringan jalan di Jawa Barat bagian selatan ini termasuk dalam koridor pengembangan Selatan Jawa Barat yang meliputi Pelabuhanratu - Sagaranten - Sindangbarang - Pameungpeuk Cipatujah Sikalong Pangandaran Majingklak (Firman, 2005). Beberapa lokasi yang merupakan kawasan andalan di wilayah Jawa Barat bagian selatan telah dihubungkan dengan bandara udara seperti Pelabuhan Komersial Nusawiru di Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis, yang mulai diaktifkan kembali untuk menunjang pariwisata di Pangandaran (Firman, 2005). Jawa Barat Selatan cenderung mengalami ketertinggalan dalam pembangunan dibandingkan dengan Jawa Barat bagian utara dan tengah. Selain dikarenakan 44

faktor geografis yang terdiri atas bentang alam yang relatif tinggi dan berbukit, ketertinggalan ini disebabkan juga oleh skala prioritas pembangunan dan segi kebijakan perencanaan. selama wilayah Jawa Barat selatan ditetapkan sebagai kawasan konservasi serta kawasan lindung, dengan 60% dari luas kawasan lindung di Jawa Barat berada di Jabar Selatan. Sarana dan prasarana di Jawa Barat bagian selatan relatif tersedia dengan baik terutama untuk sarana dan prasarana perekonomian, pendidikan, dan kesehatan. Untuk prasarana air bersih, masyarakat di Jawa Barat bagian selatan dipenuhi subsisten oleh sumber daya yang terdapat di wilayah tersebut melalui air tanah, mata air, dan air permukaan terutama sungai dan situ (Firman, 2005). Sarana dan prasarana kelistrikan dan telekomunikasi menjangkau cukup baik di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini. Dari sisi transportasi, tingkat aksesibilitas wilayah ini terhadap wilayah sekitar cukup tinggi, terutamanya di Cianjur-Sukabumi, Tasikmalaya, dan Kadipaten (RTRW Jawa Barat, 2003). 3.1.4 Kabupaten Garut Setelah pemekaran kecamatan berupa pembentukan 2 Kecamatan baru dan beberapa desa di awal tahun 2004, wilayah administratif Kabupaten Garut terdiri atas 42 Kecamatan, 19 Kelurahan, dan 400 Desa. Secara geografis Kabupaten Garut terletak di sebelah selatan Propinsi Jawa Barat, terletak pada koordinat 6 O 5 46 7 O 45 00 Lintang Selatan dan 107 O 25 8 108 O 7 38 Bujur Timur, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang Sebelah Timur : Kabupaten Tasikmalaya Sebelah Selatan : Samudera Indonesia Sebelah Barat : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung 45

Tabel III.3 Daftar Kecamatan, Luas dan Jumlah Desa di Kabupaten Garut No Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Desa/Kelurahan 1 Cisewu 9.483 6 Desa 2 Caringin 17.703 5 Desa 3 Talegong 10.874 7 Desa 4 Bungbulang 11 Desa 5 Mekarmukti 20.22 4 Desa 6 Pamulihan 13.244 5 Desa 7 Pakenjeng 19.844 12 Desa 8 Cikelet 17.232 7 Desa 9 Pameungpeuk 4.411 7 Desa 10 Cibalong 21.359 9 Desa 11 Cisompet 17.225 11 Desa 12 Peundeuy 5.679 6 Desa 13 Singajaya 6.769 9 Desa 14 Cihurip 4.042 4 Desa 15 Cikajang 12.495 11 Desa 16 Banjarwangi 12.382 11 Desa 17 Cilawu 7.763 18 Desa 18 Bayongbong 4.995 17 Desa 19 Cigedug 2.888 5 Desa 20 Cisurupan 8.088 16 Desa 21 Sukaresmi 3.517 6 Desa 22 Samarang 5.971 12 Desa 23 Pasirwangi 4.67 12 Desa 24 Tarogong Kidul 1.871 7 Desa 5 Kelurahan 25 Tarogong Kaler 3.674 13 Desa 26 Garut Kota 2.771 11 Kel. 27 Karangpawitan 5.207 17Desa 3 Kelurahan 28 Wanaraja 2.804 8 Desa 29 Pangatikan 1.819 8 Desa 30 Sucinaraja 4.252 7 Desa 31 Sukawening 3.883 11 Desa 32 Karangtengah 2.328 4 Desa 33 Banyuresmi 6.246 15 Desa 34 Leles 7.351 12 Desa 35 Leuwigoong 1.935 8 Desa 36 Cibatu 4.143 11 Desa 37 Kersamanah 1.65 5 Desa 38 Cibiuk 1.99 5 Desa 39 Kadungora 3.731 14 Desa 40 Bl. Limbangan 7.359 14 Desa 41 Selaawi 3.407 7 Desa 42 Malangbong 9.238 23 Desa Jumlah 306.519 419 Desa / Kelurahan Sumber : BPN Kabupaten garut 46

Secara lebih rinci kota-kota di Kabupaten Garut yang diidentifikasi pada tingkat Propinsi adalah sebagai berikut : Kota Garut (Orde IIIA), Cikajang (Orde IVA), dan Pameungpeuk E (Orde IVA). Kota hirarki III berfungsi sebagai pusat-pusat produksi, koleksi dan distribusi dengan skala pelayanan inter regional. Kota hirarki IV berfungsi sebagai pusat-pusat produksi pertanian dengan skala pelayanan lokal. Kategori A untuk membedakan intensitas, volume dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi daripada kategori B. Dalam rencana pemanfaatan ruang RTRW Propinsi ditunjukkan alokasi dominan aktivitas ekonomi, untuk Kabupaten Garut dialokasikan untuk kegiatan pertanian lahan kering, hutan produksi, perkebunan, dan perikanan. Dalam kebijakan pembangunan Kabupaten Garut, struktur ruang wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi 3 pusat pertumbuhan, yaitu : Pusat Pertumbuhan Utara, merupakan pusat industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan dan pusat pemasaran hasil-hasil pertanian/perkebunan. Pusat Pertumbuhan Tengah, sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, dan industri pengolahan hasil pertanian (yaitu Kota Garut). Pusat Pertumbuhan Selatan, sebagai pusat pengembangan pariwisata dan konservasi (yaitu Kota Pameungpeuk). Dalam kajian RTRWP Jawa Barat Tahun 2002, Kabupaten Garut termasuk kedalam Kawasan Andalan Priangan Timur dan sekitarnya dengan Kota Tasikmalaya sebagai PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dan Kota Garut Ciamis adalah PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kabupaten Garut dalam konteks Propinsi Jawa Barat berperan sebagai wilayah penunjang (bagian tengah) dengan kegiatan utama pertanian lahan kering, perkebunan, hutan produksi dan perikanan. Dalam konteks fungsi tersebut kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan (nodes) yaitu Garut (Orde III A), Cikajang (Orde IV A) dan Pameungpeuk (Orde IV A). Dalam konteks internal, Kabupaten Garut memiliki 3 pusat pertumbuhan yaitu pusat pertumbuhan utara, tengah dan selatan dengan fungsi yang berbeda. 47

Fungsi wilayah Kabupaten Garut sebagai wilayah penunjang di propinsi Jawa Barat, diturunkan pula kepada fungsi-fungsi permukiman. Pusat-pusat permukiman di bagian utara diarahkan pada kegiatan perekonomian skala antar region dan internasional, pusat-pusat bagian tengah untuk kegiatan koleksi distribusi intra region, sedangkan pusat-pusat permukiman di bagian selatan sebagai pusat pelayanan produksi lingkup lokal. Sesuai dengan konsep pengembangan tata ruang wilayah Kabupaten Garut maka strategi pengembangan yang dilakukan adalah pemerataan pelayanan dn penjalaran fungsi pusat-pusat pelayanan. Oleh sebab itu dibutuhkan pembentukan pusat-pusat yang mampu memberikan pelayanan secara memadai. Tabel III.4 Orde Kota/Kecamatan Kabupaten Garut No kota/kecamatan skala pelayanan orde fungsi kota A B C D E F Garut dan 1 tarogong wilayah I 2 Cikajang sub-wilayah II - - 3 Pameungpeuk sub-wilayah II - - 4 Malangbong sub-wilayah II - 5 Bungbulang sub-wilayah II - - Sumber : Bappeda Kabupaten Garut 2001 Keterangan : Fungsi : A = pusat administrasi pemerintahan B = pusat perdagangan, jasa dan pemasaran C = pusat pelayanan sosial ekonomi D = pusat perhubungan dan komunikasi E = pusat produksi pengolahan F = pusat pendidikan tinggi Hierarki sistem pusat-pusat permukiman di Kabupaten Garut adalah sebagai berikut : Kota Orde 1 : Kota dengan fasilitas pelayanan tertinggi Kota ini berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah. Kota orde 1 ini adalah kota Garut Kota orde 2 : Kota dengan fasilitas pelayanan lebih rendah dari kota orde 1 dan berfungsi sebagai pusat pelayanan sub-wilayah 48

Kota orde II ini adalah kota malangbong (melayani Garut bagian utara), Cikajang melayani Garut bagian tengah). Pameungpeuk (melayani Garut bagian Selatan-timur), dan Bungbulang (melayani Garut bagian Selatan-barat) Kota orde 3 : Kota dengan tingkat pelayanan kecamatan. Kota-kota lainnya (selain kota orde I dan orde II) merupakan kota orde III. 3.1.5 Garut bagian Selatan Seperti pada Jawa Barat Selatan, Garut bagian Selatan pun tidak memiliki nilai administratif tertentu. Keberadaan Garut bagian Selatan ini hanyalah berdasarkan persamaan karakteristik dan lokasi semata berdasarkan pembagian utara dan selatan di tingkat propinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut bagian Selatan terdiri dari 16 Kecamatan dan 122 Desa, dengan total luas 200.079,00 Ha, atau sekitar 60 % dari luas Kabupaten Garut. Batas wilayah Garut bagian Selatan yaitu : Sebelah Selatan : Samudera Indonesia (Pantai Selatan Jawa) Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur Sebelah Barat : Kabupaten Tasikmalaya Sebelah Utara : Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Cigedug, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Bandung 16 kecamatan yang termasuk ke wilayah selatan Kabupaten Garut ini yaitu : o Banjarwangi o Pameungpeuk o Singajaya o Cibalong o Peundeuy o Cisompet o Cihurip o Bungbulang o Talegong o Pakenjeng o Caringin o Cikajang o Cisewu o Cikelet o Pamulihan o Mekarmukti Selain dari segi geografis, perbedaan antara Garut bagian Selatan dengan bagian utaranya bisa dilihat dari segi-segi ekonomi dan kependudukannya. Dari sisi perekonomiannya, Kabupaten Garut bagian Selatan masih bertumpu pada sektor pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor dalam PDRB, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian di Kabupaten Garut bagian Selatan (Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005). Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor ini juga menjadikan sektor pertanian sebagai 49

sektor tumpuan utama penghidupan masyarakatnya, karena juga berperan dalam penciptaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan penciptaan ketahanan pangan. PDRB Kabupaten Garut bagian Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut. Tabel III.5 Perbandingan PDRB Atas Dasar Harga Belaku Menurut Kelompok Lapangan Usaha Kabupaten Garut bagian Selatan dan Kabupaten Garut Tahun 2002 Kabupaten Garut Kabupaten Lapangan Usaha bagian Selatan Garut Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 1087110,58 3038722,82 Pertambangan dan penggalian 1606,73 11575,56 Industri pengolahan 178025,16 694335,40 Listrik, gas, dan air bersih 2727,09 42286,16 Bangunan/konstruksi 25773,88 230574,10 Perdagangan, hotel, dan restoran 325603,59 2262086,34 Angkutan dan komunikasi 43545,40 259150,80 Bank dan lembaga keuangan lainnya 46655,98 216037,79 Jasa-jasa 150472,99 664688,01 Sumber : BPS Kab. Garut dalam Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005 PDRB Kabupaten Garut bagian Selatan dapat digolongkan sangat rendah dibandingkan PDRB yang dihasilkan di wilayah utaranya. Selatan Kabupaten garut ini merupakan wilayah dengan dominasi guna lahan kehutanan dan pertanian, sehingga pemasukan terbesar datang dari hasil pertanian. Meski demikian PDRB pertanian ini hanya menyumbang sepertiga dari total PDRB pertanian Kabupaten Garut. Dilihat dari kependudukannya, jumlah penduduk Kabupaten Garut bagian Selatan jauh lebih sedikit dari total penduduk karena banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah utara Kabupaten. Hanya seperempat dari jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Garut tinggal di wilayah yang mencapai lebih dari setengah luas wilayah keseluruhan Kabupaten. Kepadatan bagian selatan jauh lebih dari wilayah utaranya. 50

Tabel III.6 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Menurut kecamatan tahun 2004 No Kecamatan Luas wilayah Jumlah penduduk (Ha) (jiwa) Kepadatan/Ha 1 cisewu 9483 31363 3.31 2 caringin 17703 27445 1.55 3 talegong 10874 29228 2.6 4 Bungbulang 13487 56254 4.17 5 mekarmukti 6738 14266 2.12 6 pamulihan 13244 16643 1.26 7 pakenjeng 19844 58653 3.96 8 cikelet 17225 35955 2.09 9 Pameungpeuk 4411 35483 8.04 10 cibalong 21359 37200 1.74 11 cisompet 17225 47525 2.76 12 peundeuy 5679 21868 3.85 13 singajaya 6769 42239 6.24 14 cihurip 4042 16419 4.06 15 Cikajang 12495 68505 5.48 16 banjarwangi 12382 53418 4.31 GARUT SELATAN 192960 592464 3.07 KABUPATEN GARUT 306519 2204175 7.19 Sumber : BPS Kab. Garut dalam Pusat Penelitian dan Pengkajian Universitas Garut, 2005 3.2 Pusat Pertumbuhan Kabupaten Garut bagian Selatan Pada bagian selatan kabupaten Garut ditetapkan 3 buah pusat pertumbuhan, yaitu pada Kecamatan Bungbulang, Cikajang, dan Pameungpeuk. 3.2.1 Cikajang Kecamatan Cikajang yang luasnya sebesar 12.495 Ha dan terdiri dari 11 desa, merupakan kecamatan yang memiliki kelerengan dominan sebesar 8-15 % untuk wilayah terbangun dan 15->40 % untuk wilayah tidak terbangun. Adapun dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Cikajang adalah untuk perkebunan teh, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai daerah hutan lindung untuk fungsi konservasi. Komoditas unggulan yang dihasilkan yaitu padi gogo, jagung, ubi kayu, komoditas hortikultura (kentang, kubis, sawi, wortel, cabe, tomat, bucis, dan labu siam), komoditas perkebunan (teh dan kopi), serta produksi daging ayam ras dan sapi. Kecamatan Cikajang juga merupakan salah satu daerah sentra peternakan domba 51

di Kabupaten Garut, komoditas unggulan yang dihasilkan yaitu kulit domba untuk aneka kerajinan kulit. Curah hujan di Kecamatan Cikajang rata-rata per tahunnya sebesar 3000-4000 mm. Terkadang untuk bulan tertentu di bagian tengah kecamatan bisa melebihi 4000 mm per tahun. Sementara itu, ditinjau dari morfologinya, sebagian besar Kecamatan Cikajang berjenis tanah Asosiasi Regosol, yang merupakan jenis tanah subur untuk perkebunan teh. Secara geologi, Kecamatan Cikajang merupakan daerah yang dapat dibangun, dengan sebagian besarnya merupakan jenis batuan dari gunung api yang tak terurai dan plioses fasis sedimen. Hal ini menyebabkan perkebunan di Cikajang akan tumbuh subur dan cocok karena didukung oleh ketinggian ideal untuk perkebunan. Kecamatan Cikajang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara : Kecamatan Bayongbong dan Cisurupan Timur : Kecamatan Banjarwangi Barat : Kecamatan Pamulihan Selatan : Kecamatan Cisompet dan Pakenjeng Tabel III.7 Sektor Dominan di Kecamatan Cikajang Tahun 2002 Sektor PDRB Sektor (Ribu Rp) Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp) Pertanian,Peternakan, Kehutanan&Perikanan 100.781,3 16,64489 Perdagangan, Hotel&Restoran 54.729,87 605.479 9,039104 Bank dan lembaga keuangan lainnya 412.107 68,06298 Jasa-jasa 17.876,17 2,952402 Sumber : BPS Kabupaten Garut, 2002 PDRB Sektor/Kecamatan (%) Berdasarkan data ketenagakerjaan di Kecamatan Cikajang tahun 2003, sejumlah 16.094 penduduk (60,5%) berprofesi sebagai petani, kemudian sejumlah 5838 penduduk (21,9%) berprofesi sebagai peternak. Maka dapat disimpulkan bahwa sektor dominan yang paling banyak menyerap tenaga kerja/ sebagai lapangan 52

kerja utama di Kecamatan Cikajang yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan meskipun nilai kontribusinya terhadap PDRB kecamatan tidak besar. Pola penggunaan lahan terbangun di Cikajang sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama. Di beberapa titik di pusat-pusat kegiatan, ada beberapa yang sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan di Cikajang masih menyebar di desa-desa. Di pusat kota kecamatan hanya merupakan permukiman untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Pusat kota belum mampu tumbuh menjadi kota yang memiliki perumahan yang dekat dengan pusat kota karena pola jaringan jalannya yang masih linear (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005). Sesuai dengan kedudukannya sebagai kota berorde 2, Kecamatan Cikajang telah memiliki sarana perdagangan dan jasa yang cukup lengkap. Kecamatan Cikajang telah memiliki pasar yang cakupan pelayanannya sampai ke kecamatan-kecamatan lain di sekitar Kecamatan Cikajang. Sarana jasa lain yang terdapat di Kecamatan Cikajang adalah SPBU, yang merupakan satu-satunya SPBU yang terdapat di wilayah selatan Kabupaten Garut. Sarana perhubungan berupa terminal juga sudah terdapat di Kecamatan Cikajang 3.2.2 Bungbulang Kecamatan Bungbulang memiliki luas sebesar 20,220 Ha dan terdiri dari 11 desa. Dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Bungbulang adalah untuk hutan yaitu seluas 6.726 Ha, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai areal tegalan dan semak belukar. Luas lahan terbangun berupa perkebunan, dan persawahan, serta hanya sekitar 2% dari luas lahan Bungbulang dipergunakan untuk permukiman. Perekonomian Kecamatan Bungbulang didominasi oleh pertanian, khususnya komoditas padi memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di kecamatan ini. Kecamatan Bungbulang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara : Kabupaten Bandung Timur : Kecamatan Pakenjeng, Pamulihan Barat : Kecamatan Caringin, Cisewu, Selatan : Kecamatan Mekarmukti, Samudera Indonesia 53

Tabel III.8 Sektor Dominan di Kecamatan Bungbulang Tahun 2002 Sektor PDRB Sektor (Ribu Rp) Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp) PDRB Sektor/Kecamatan (%) Pertanian,Peternakan, 66,13401 183861,93 Kehutanan&Perikanan Perdagangan, 50213,77 278014 18,06158 Hotel&Restoran Bank dan lembaga 6860,72 2,467759 keuangan lainnya Jasa-jasa 21158,35 7,610529 Industri Pengolahan 7870,71 2,831046 Sumber :BPS Kabupaten Garut, 2002 Pola penggunaan lahan terbangun di Bungbulang sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama, namun pada beberapa titik di pusat-pusat kegiatan sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan tersebar di desa-desa dan di pusat kota kecamatan. Selain permukiman, pusat kota kecamatan terdiri atas kegiatan perdagangan, pertanian dan pemerintahan (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005). 3.2.3 Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk yang luasnya sebesar 4.411 Ha dan terdiri dari 7 desa, merupakan kecamatan yang memiliki kelerengan dominan sebesar 0-8 % untuk wilayah terbangun dan 0-15 % untuk wilayah tidak terbangun. Adapun dominasi pemanfaatan lahan untuk lahan tidak terbangun di kecamatan Pameungpeuk adalah untuk pertanian lahan basah, sementara itu sebagian besar lahan tidak terbangun lainnya dipergunakan sebagai daerah hutan lindung untuk fungsi konservasi. Kecamatan Pameungpeuk memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara : Kecamatan Cisompet Timur : Kecamatan Cibalong Barat : Kecamatan Cikelet Selatan : Samudera Indonesia 54

Tabel III.9 Sektor Dominan di Kecamatan Pameungpeuk Tahun 2002 Sektor PDRB Sektor (Ribu Rp) Total PDRB Kecamatan (Ribu Rp) PDRB Sektor/Kecamatan (%) Pertanian,Peternakan, Kehutanan&Perikanan 103899,7 51,45791 Perdagangan, 42467,26 21,03257 Hotel&Restoran 201911,93 Jasa-jasa 17232,28 8,534553 Industri Pengolahan 17152,29 8,494936 Pengangkutan & Komunikasi 15903,95 7,876677 Sumber: BPS Kabupaten Garut, 2002 Kegiatan dominan di Kecamatan Pameungpeuk adalah pertanian yang menyerap tenaga kerja cukup besar, yaitu 67065 petani, dengan komoditas padi sawah menjadi komoditas unggulan. Sebagai Kota Orde dua, kegiatan perdagangan berkembang pesat di alun-alun kota, begitu pula dengan kegiatan hotel dan restoran karena letak Kecamatan Pameungpeuk dekat dengan pantai yang berpotensi sebagai objek wisata.industri galian bukan logam berkembang karena terdapat sumber bahan baku industri ini yang terletak di sekitar pantai. Curah hujan di Kecamatan Pameungpeuk rata-rata per tahunnya sebesar 2500-3000 mm. Sementara itu, ditinjau dari morfologinya, sebagian besar kecamatan Pameungpeuk berjenis tanah Asosiasi Podsolik dan di sebagian pantainya berjenis tanah Aluvial, yang merupakan jenis tanah subur untuk pertanian lahan basah. Secara geologi, Kecamatan Pameungpeuk merupakan daerah yang dapat dikembangkan, dengan sebagian besarnya merupakan jenis batuan dari miosen fasies sedimen dan alluvium. Pantai selatan Pameungpeuk juga sangat potensial untuk dikembangkan karena pemandangannya yang indah. Pola penggunaan lahan terbangun di Pameungpeuk sebagian besar masih mengikuti pola jaringan jalan utama. Di beberapa titik di pusat-pusat kegiatan, ada beberapa yang sudah mulai membentuk pola bercabang. Perumahan di Pameungpeuk masih menyebar di desa-desa. Di pusat kota kecamatan hanya merupakan permukiman untuk kegiatan perdagangan dan jasa perhotelan dan pemerintahan. Pusat kota belum mampu tumbuh menjadi kota yang memiliki 55

perumahan yang dekat dengan pusat kota karena pola jaringan jalannya yang masih linear (Fakta dan Analisis Studio Wilayah PWK ITB, 2005). Sesuai dengan fungsinya sebagai orde kedua, Kecamatan Pameungpeuk mempunyai fasilitas perdagangan dan jasa yang relatif lebih lengkap dibanding wilayah sekitarnya. Hal ini terlihat dengan adanya pasar, KUD, perbankan, perhotelan dan restoran yang sekaligus mendukung sektor pariwisata. Sedangkan dilihat dari sarana perhubungan, kondisi yang ada juga dalam keadaan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari tersedianya angkutan umum yang menghubungkan kecamatan ini dengan dengan wilayah lain yang difasilitasi oleh terminal tipe B. Prasarana yang ada meliputi listrik, PDAM, dan jaringan telepon. Jaringan listrik di kecamatan ini sudah terpasang di seluruh bagian kecamatan, namun belum meliputi semua rumah tangga. 56