BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan. Dari masalah mendapatkan informasi dalam negeri dan luar negeri serta bentuk keinginan untuk memberikan serta mengirimkan suatu barang dan jasa mengingat keuntungan yang dapat diperolehdari hubungan tersebut. Pembangunan pos, telekomunikasi dan informatika diarahkan pada peningkatan kelancaran dan mutu pelayanan arus informasi, komunikasi, pos, giro, barang dan jasa kepada masyarakat, serta perluasan jangkauan dan jaringan dalam dan luar negeri dengan meningkatkan kemampuan teknologi, mutu, kescepatan, dan ketetapan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin meluas dengan biaya terjangkau serta dengan meningkatkan efisiensi pengolahan dan kerjasama internasional. Dewasa ini banyak berkembang perusahaan yang bergerak dibidang jasa angkutan, perusahaan itu bukan hanya milik swasta tetapi juga ada beberapa perusahaan Negara yang bergerak dibidang tersebut seperti perusahaan umum kereta api, PT Pos Indonesia (Persero), dan sebagainya. Adanya perusahaan milik Negara ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan yang belum terpenuhi.
Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur tertentu yang menguntungkan saja, sehingga tidak semua daerah terjangkau. Adapun alasan lainnya adalah biaya angkutan yang ditentukan oleh pihak swasta terlalu mahal, sehingga tidak dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya perusahaan Negara yang bergerak dibidang ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan. Bagi masyarakat yang menggunakan PT Pos Indonesia (Persero) sebagai alternatif pilihan untuk mengirimkan barang, salah satunya adalah pengiriman paket pos. Menurut pasal 1 Ayat 6 UU No 6 Tahun 1984 bahwa paket pos adalah kemasan yang berisi barang dengan bentuk dan ukuran tertentu. Penjelasan pasal tersebut tertuang di Undang-undang terkait tentang PT Pos Indonesia (Persero). 1 Pengangkutan adalah salah satu unsur yang penting dan sangat menunjang dalam berbagai jenis usaha. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia maka pengangkutan semakin banyak ragam dan kualitasnya. Baik pengangkutan orang maupun barang semakin bertambah dan merupakan usaha bagi manusia agar kebutuhan akan pengangkutan bisa tercapai. Fungsi dari sarana pengangkutan dalam setiap kegiatan perdagangan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 2. Di mana melalui PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta Pemerintah ingin mendorong untuk 1 Selanjutnya Undang-undang No 6 Tahun 1984 Tentang Pos dalam tulisan ini disebut UU No 6 Tahun 1984. 2 H.M.N Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1981, hlm 1
meningkatkan jasa pengangkutan terutama barang secara lebih cepat dan singkat kebijaksanaan pos ini meliputi peningkatan jangkauan pemerintah mutu efisiensi pelayanan, peningkatan teknologi serta peningkatan sumber daya manusia. Pengangkut bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada pemilik barang, adakalanya penerima barang merasa kurang pas dengan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut sehingga dia mengajukan klaim ganti rugi yang lebih besar kepada pengangkut. Dalam praktek, pengangkut mewajibkan pengirim untuk mengisi kertas formulir surat pengiriman barang yang telah disediakan oleh pengangkut, dengan demikian timbul kesan bahwa semua syarat pengangkutan ditentukan oleh pengangkut. Dan jelas menguntungkan. Pada pengangkutan barang melalui darat misalnya ketentuan seperti tanggungjawab pengangkut, ganti rugi dan sebagainya dibuat oleh pengangkut secara sepihak. Dengan ditutupnya perjanjian pengangkutan maka pengirim dianggap telah menyetujui ketentuan-ketentuan tersebut. Di dalam pasal 12 ayat 1 UU No 6 Tahun 1984 bahwa badan yakni PT Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab kepada pengirim apabila terjadi : a. Kehilangan atau kerusakan isi surat atau isi paket pos yang dikirim dengan harga tanggungan; b. Kehilangan surat pos tercatat atau paket pos tanpa harga tanggungan; c. Kerusakan isi paket pos tanpa harga tanggungan.
Kerugian yang diderita oleh pihak konsumen sering terjadi tetapi pihak konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi kepentingannya. Kerugian yang ditimbulkan oleh pihak penyedia jasa pengiriman bisa terjadi karena sumber daya manusianya (karyawan) atau sarana dan prasarananya dari perusahaan jasa pengiriman tersebut. Atas terjadinya kerugian selama berlangsungnya pengangkutan dimana pengangkut yang bertanggungjawab, maka tuntutan ganti rugi dapat diajukan kepada pengangkut, baik pengirim maupun penerima. Tuntutan ganti rugi ini biasanya diajukan oleh pihak yang mengalami kerugian. Menurut Pasal 12 ayat 2 UU No 6 Tahun 1984 bahwa ganti rugi yang diberikan oleh badan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 Ayat 3 yaitu: a. Untuk peristiwa menurut ketentuan ayat 1 huruf a adalah sebesar jumlah yang dipertanggungkan dengan ketentuan bahwa jika isi kiriman itu hanya sebagian yang hilang, maka ganti rugi diberikan untuk bagian yang hilang itu; b. Untuk peristiwa menurut ketentuan ayat 1 huruf b ditetapkan oleh Menteri; c. Untuk peristiwa menurut ketentuan ayat 1 huruf c adalah sebanding dengan kerusakan yang diderita dengan memperhatikan jumlah maksimum yang ditetapkan. Usaha menyuarakan hak konsumen sering terbentur pada masalah mengetahui atau tidaknya konsumen akan hak-haknya, dalam arti konsumen itu mengetahui atau tidak tentang peraturan yang mengatur tentang perlindungan hak dan kewajiban bagi konsumen. Selain itu, kesadaran konsumen yang belum tinggi akan bersikap meneriam apa adanya tentang apa yang telah terjadi, konsumen yang sadar akan hak-haknya, akan selalu berusaha mencari perlindungan secara hukum terhadap kerugian yang dideritanya. Namun kalau ditelaah lebih lanjut
dalam prakteknya, mengapa konsumen tetap tidak terlindungi dan praktek seperti itu masih saja berlangsung. Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi ini harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. 3. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatasdapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tanggungjawab PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta terhadap konsumen yang mengalami kerugian? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat wanprestasi PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah : a. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk penyelesaian tanggungjawab PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta terhadap konsumen yang mengalami kerugian. 3 R I. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
b. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat wanprestasi yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Sesuai dengan tema penelitian yakni tentang Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta, maka ada baiknya kita mengetahui tentang pengertian dari perjanjian. Perihal ketentuan - ketentuan yang mengatur perjanjian terdapat dalam KUHPerdata Buku III dengan judul Tentang Perikatan. Kata perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari pada kata perjanjian. Sebab dalam kata perikatan tidak hanya mengandung pengertian hubungan hukum yang timbul dari perjanjian saja, tetapi juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari undangundang. Dalam pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perumusan pengaturan perjanjian tersebut berlaku luas dan kurang lengkap. Salah satu ahli hukum yang mengkritik perumusan pengaturan perjanjian tersebut adalah R. Setiawan, menurut beliau, definisi yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata tidak lengkapnya karena hanya menyebutkan perbuatan sepihak saja, sedangkan sangat luas karena dengan dipergunakannya kata perbuatan maka didalamya tercakup perbuatan hukum, perwakilan suka rela
dan perbuatan melawan hukum. Untuk itu beliau mengusulkan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu : a. kata perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. b. Menambahkan perikatan atau saling mengikatkan dirinya. Jadi perumusan perjanjian, yang ada di dalam pasal 1313 KUHPerdata akan menjadi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih 4. Perjanjian pelayanan jasa pengiriman paket pos termasuk perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa. Hal ini dapat dilihat dari pasal 1601 KUHPerdata, mengenai definisi dan pengaturan-pengaturan lebih lanjut tidak dijelaskan dan diatur dalam KUPerdata. Menurut Subekti, perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu maksudnya suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawan itu. 5. Perjanjian pelayanan jasa pengiriman paket pos ini termasuk perjanjian timbal balik dan konsensual, menurut Abdul Kadir Muhammad perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah 4 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Cet, kedua, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal. 49 5 Subekti (A), Aneka Perjanjian, Cet, Ketujuh, Alumni, Bandung, 1985, hal. 63
pihak. Perjanjian konsensual artinya perjanjian yang terjadinya itu baru dalam tahap menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. 6 Setiap konsumen yang akan menggunakan jasa pengiriman paket pos, kepadanya akan diberikan formulir sesi pengiriman paket yang isinya telah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta dan harus ditaati oleh pengguna jasa pos. Hal ini menunjukan bahwa perjanjian pelayanan jasa pengiriman paket pos. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian pelayanan jasa pengiriman paket pos termasuk perjanjian standar. Menurut Mariam Darus Badrul Zaman, perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonomi)- nya lebih kuat. b. Masyarakat (kreditur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian. c. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu. d. Bentuk tertentu (tertulis). e. Disiapkan terlebih dahulu secara massal dan konfektif. 7 6 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya, Bandung, 1990, hal 203 7 Mariam Darus Badrul Zaman, Perjanjian Baku (standar), Perkembangannya di Indonesia, hal 96.
Jadi disini konsumen hanya berhadapan dengan dua pilihan, yaitu hanya menerima atau menolak perjanjian beserta syarat-syaratnya yang telah dibuat oleh pengusaha. Berdasarkan pengertian mengenai perjanjian dan perikatan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan tentang unsur-unsur perjanjian yaitu sebagai berikut : a. Adanya pihak-pihak yang sedikitnya dua pihak b. Adanya kesepakatan yang terjadi diantara para pihak c. Adanya tujuan yang akan dicapai d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan Perjanjian memiliki suatu tujuan yang dicari yaitu pemenuhan dengan sempurna segala isi dan tujuan dari ketentuan sesuai dengan kehendak yang telah disepakati dan disetujui oleh para pihak di dalam perjanjian. Berdasarkan pengaturan perjanjian standar tersebut maka terpenuhinya kata sepakat tidak secara nyata atau dengan kata lain kata sepakat yang semu. Hal ini disebabkan salah satu pihak dalam perjanjian tidak mempunyai hak untuk mengutarakan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian dengan demikian, perjanjian standar tidak memenuhi unsur-unsur yang dikehendaki oleh pasal 1320 KUHPerdata, dimana syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian adalah : a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. suatu hal yang tertentu d. suatu sebab yang halal
Tujuan dibuatnya perjanjian adalah untuk melaksanakan sesuatu, namun ada kalanya pelaksanaan suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak tidak sesuai yang diharapkan. Hal ini bisa terjadi karena kesalahan yang disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian oleh para pihak. Apabila salah satu pihak tidak dapat melaksanakan apa yang telah disepakati maka pihak tersebut dinyatakan melakukan wanprestasi. Oleh karena itu untuk memastikan sejak kapan adanya wanprestasi, dalam ilmu hukum dikenal adanya ingebrekestelling yaitu penyampaian bahwa debitur dalam keadaan lalai untuk menentukan kapan mulai terjadinya wanprestasi. Dalam suatu perjanjian antara PT Pos Indonesia (Persero) Yogyakarta dengan konsumen tidak selamanya berjalan dengan baik seperti yang diharapkan oleh para pihak sebelumnya, karena bisa saja salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasinya dalam perjanjian dinamakan wanprestasi. Wanprestasi berarti tidak melaksanakan apa yang telah disepakati karena kesalahannya baik disebabkan kesengajaan maupun kelalaian. Dalam suatu perjanjian wanprestasi ini dapat berupa empat macam yaitu: 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan untuk dilaksanakan. 2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. 3. Melakukan apa yang telah diperjanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Perihal adanya wanprestasi dari pihak debitur harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi, yaitu berupa peringatan bagi pihak debitur bahwa pihak kreditur menginginkan pembayaran seketika atau dalam jangka waktu tertentu. Sehubungan dengan masalah itu maka wanprestasi yang dimaksud dalam pelaksanaan perlindungan konsumen adalah wanprestasi karena penyedia jasa tidak dapat melaksanakan apa yang telah disepakati, sehingga dapat merugikan konsumen. Jika hal tersebut terjadi akan mewajibkan debitur dalam hal ini penyedia jasa untuk mengganti kerugian yang timbul seperti yang terdapat dalam pasal 1239 KUHPerdata yaitu tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, apabila siberhutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan pengganti biaya, rugi dan bunga. Ketentuan tentang overmacht yang berarti membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi prestasinya itu ternyata ada perkecualianny, yaitu dimana resiko overmacht tetap menjadi beban yang dipikul oleh debitur, adapun resiko overmacht yang harus dipikul oleh debitur itu adalah : a. Kalau undang-undang menentukan secara tegas demikian. b. Kalau diperjanjian secara tegas sekalipun terjadi overmacht resiko ada pada debitur. c. Kalau kebiasaan memang sudah mengatur bahwa sekalipun terjadi overmacht, resiko ada tetap pada debitur. d. Debitur pada saat perjanjian dibuat oleh pihak debitur sendiri telah menduga dan terjadi overmacht. Keadaan demikian sering
diistilahkan voordebitur yaitu jika telah mampu memperhitungkan akan terjadinya peristiwa yang akan menghalangi namun debitur tetap tidak memperdulikan. Menurut Prof Subekti, yang dimaksud resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Misalnya : paket pos tersebut tidak sampai tujuan sehingga konsumen mengalami kerugian, inilah yang dinamakan resiko. Maka besar tanggung jawab dirumuskan dalam syarat-syarat perjanjian. Dalam rumusan tersebut terdapat tanggung jawab yang menjadi beban konsumen dan yang menjadi beban pengusaha. Apabila ditelaah secara cermat, beban tanggung jawab konsumen lebih ditonjolkan daripada beban tanggung jawab pengusaha. Bahkan terlintas kesan bahwa pengusaha berusaha supaya bebas dari tanggung jawab. Keadaan ini dirumuskan sedemikian rapi dalam syarat-syarat perjanjian, sehingga dalam waktu relatif singkat kurang dapat dipahami oleh konsumen ketika membuat perjanjian dengan pengusaha. Syarat yang berisi pembebasan tanggung jawab ini disebut klausula eksonerasi. E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang dengan menggunakan alat transportasi untuk mencapai tujuan. 2. Subyek penelitian Pejabat dan karyawan PT Pos Indonasia (Persero) Yogyakarta.
3. Sumber data a. Data primer Data primer ini bersumber pada data-data yang ada pada lokasi penelitian sebagai hasil wawancara dengan subyek penelitian. b. Data sekunder Data sekunder ini bersumber dari studi kepustakaan. Studi kepustakaan informasi dilakukan melalui penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji buku-buku, makalah, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dan kemudian dipelajari serta dianalisa berdasarkan kompetisi dan kualitas data. 4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan : a. Wawancara Wawancara ini dilakukan terhadap subyek penelitian, nara sumber dan responden secara langsung dengan mengajukan beberapa pertanyaan bebas dan terpimpin, dalam hal ini penulis mengadakan tanya jawab dengan pejabat ataupun karyawan PT Pos Indonasia (Persero) Yogyakarta. b. Studi pustaka Penulis menelaah buku-buku yang berhubungan dengan skripsi ini, serta undang-undang dan dokumen yang berkaitan dengan obyek
penelitian untuk dilakukan analisis secara kompetensi dan tingkat kualitas data. 5. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan meninjau serta membahas obyek penelitian dengan menitikberatkan pada aspek yuridis. Sedangkan aspek lainnya sebagai pelengkap atau komplementer. 6. Metode Analisa Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif, yaitu dengan menggambarkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh dari penelitian baik lapangan maupun pustaka; sehingga mampu menjawab permasalahan yang ada dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Kerangka skripsi dalam penelitian ini diuraikan dalam bentuk babbab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada Bab ini berisikan uraian tentang permasalahan yang melatar belakangi tema pokok penelitian sehingga sehingga dapat membuat suatu rumusan masalah dan tujuan penelitian. Di samping itu, diuraikan tinjauan pustaka menurut beberapa teori dan landasan hukum yang sesuai dengan masalah penelitian.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN Pada Bab ini berisikan tentang tinjauan teoritis dan yuridis mengenai aspek-aspek pokok dalam mengkaji obyek penelitian. Menguraikan tentang pengertian perjanjian, hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian, kesepakatan dalam perjanjian pengangkutan. BAB III : TANGGUNG JAWAB PT POS INDONESIA (Persero) YOGYAKARTA TERHADAP PENGAJUAN KLAIM PADA PENGANGKUTAN PENGIRIMAN PAKET POS. Pada Bab ini akan disajikan hasil-hasil penelitian yang berisikan tentang tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi konsumen yang diakibatkan oleh perlakuan wanprestasi debitur pada perjanjian pengangkutan dan penyelesaian hukum yang dilakukan konsumen apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perjanjian pengangkutan. BAB IV : PENUTUP Pada Bab ini akan disajikan pandangan dari hasil-hasil penelitian sebagai kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian. Di samping itu pula akan di berikan beberapa saran bagi pihak-pihak terkait sebagai bagian dari konstribusi peneliti dalam meningkatkan penegakan hukum di Indonesia.