ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

dokumen-dokumen yang mirip
ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA JARINGAN MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA (JMKI)

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI SMA NEGERI DELAPAN JAKARTA

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN KOORDINASI KEGIATAN MAHASISWA TEKNIK KIMIA INDONESIA BAB I STATUS DAN KEANGGOTAAN PASAL 1

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN KOORDINASI KEGIATAN MAHASISWA TEKNIK KIMIA INDONESIA BAB I STATUS DAN KEANGGOTAAN PASAL 1

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN TATA TERTIB KONGRES IJTI KE-5 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6A TAHUN 2009 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR RESIK KOTA TASIKMALAYA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATURAJA MULTI GEMILANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI SMK NEGERI 5 DENPASAR

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR : 3 TAHUN 1992 SERI D NO. 3

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

ANGGARAN DASAR & ATURAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI UNPAR (IKA UNPAR)

RANCANGAN TATA TERTIB MUSYAWARAH LOKAL XII ORARI LOKAL GARUT

ANGGARAN RUMAH TANGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2009 SERI E.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA SERTA TATA CARA PEMBENTUKANNYA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KETUA UMUM DHARMA WANITA PERSATUAN NOMOR : 527 TAHUN 2014 TANGGAL : 10 DESEMBER 2014

ANGGARAN DASAR (AD) ASOSIASI PENGELOLA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI (SPAMS) PERDESAAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI BADAN USAHA MILIK DESA SE INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH WIRA USAHA WOLIO SEMERBAK KOTA BAUBAU

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA TERTIB MUSYAWARAH PROVISI DPD HIPKI (Himpunan Penyelenggara Pelatihan Dan Kursus Indonesia) PROVINSI LAMPUNG. Pasal 1 NAMA DAN STATUS

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA MASJID NUR HIDAYAH

Anggaran Rumah Tangga Daihatsu Zebra Club (ZEC)

Musyawarah Nasional VI Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia. Tata Tertib Musyawarah Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN FISIKA MEDIK DAN BIOFISIKA INDONESIA (HFMBI) BAB I UMUM. Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PERHOTELAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I UMUM. Pasal 1. (1) Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar ORARI yang telah disahkan dalam Munas khusus ORARI tahun 2003

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA INFORMATIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERMAHI (PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA) ANGGARAN RUMAH TANGGA PERMAHI (PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA)

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH. BAB I WAKTU DAN LAMBANG Pasal 1 Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah tanggal 14 Maret.

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SURVEYOR INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3

ANGGARAN DASAR. Research Study Club Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya BAB I NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA GABUNGAN INDUSTRI PENGERJAAN LOGAM DAN MESIN INDONESIA BAB I LANDASAN PENYUSUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IKATAN ALUMNI CEDS UI

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Transkripsi:

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU Diterbitkan oleh: Majelis Pusat Gereja Kristen Perjanjian Baru

Daftar Isi BAB I Keanggotaan... 3 BAB II Musyawarah Besar... 4 BAB III Musyawarah Pengurus Lengkap... 6 BAB IV Musyawarah Wilayah... 8 BAB V Majelis Apostolik... 11 BAB VI Majelis Pusat... 13 BAB VII Majelis Penghubung Wilayah... 17 BAB VIII Majelis Penatua Jemaat... 20 BAB IX Dewan Pengurus Jemaat... 22 BAB X Badan Pengurus Pos Jemaat... 24 BAB XI Tindakan Penertiban... 26 BAB XII Perbendaharaan... 27 BAB XIII Quorum dan Pengambilan Keputusan... 29 BAB XIV Presbiter... 30 BAB XV Gelar Pendeta... 32 BAB XVI Perubahan Anggaran Rumah Tangga...33 BAB XVII Peraturan Peralihan... 34 BAB XVIII Penutup... 34 Disahkan dalam Musyawarah Besar Khusus Gereja Kristen Perjanjian Baru di Denpasar, Bali pada tanggal 1 Juni 2006

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Syarat keanggotaan : 1. Sudah berusia serendah-rendahnya 12 tahun. 2. Sudah mengalami kelahiran baru. 3. Sudah mengikuti pemuridan yang ditentukan oleh Musyawarah Pengurus Lengkap. 4. Sudah dibaptis dengan air dengan cara diselamkan. 5. Menyatakan secara tertulis permohonan untuk menjadi anggota. 6. Sudah memenuhi persyaratan keanggotaan lainnya yang ditentukan oleh Majelis Pusat yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. Pasal 2 Setiap anak yang berusia di bawah 12 tahun, yang dibimbing, diasuh dan dibina dalam jemaat lokal Badan Persekutuan, memiliki status sebagai anggota Badan Persekutuan yang tidak memiliki hak suara. Pasal 3 Apabila anak yang tersebut dalam pasal 2 dari Anggaran Rumah Tangga ini telah mencapai usia 12 tahun, ia dapat terus memiliki status keanggotaannya dan memiliki hak suara apabila telah memenuhi persyaratan yang tersebut dalam pasal 1 dari Anggaran Rumah Tangga ini. 3

Pasal 4 Setiap anggota Badan Persekutuan terhisap dalam keanggotaan Jemaat Lokal Badan Persekutuan menurut tempat tinggal atau tempat kedudukan pelayanannya. Pasal 5 Keanggotaan seseorang hilang bila yang bersangkutan: 1. Meninggal dunia. 2. Berhenti atas permintaan sendiri. 3. Diberhentikan atas keputusan Majelis Apostolik bagi Presbiter Badan Persekutuan atau keputusan Majelis Pusat atau Badan Pemimpin Jemaat Lokal sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing seperti yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini bagi mereka yang bukan Presbiter Badan Persekutuan. BAB II MUSYAWARAH BESAR Pasal 6 Musyawarah Besar merupakan forum tertinggi dalam struktur kelembagaan Badan Persekutuan. Pasal 7 Musyawarah Besar diselenggarakan atas permintaan salah satu dari: 1. Majelis Apostolik. 2. Majelis Pusat. 3. Majelis Penatua Jemaat yang paling sedikit didukung oleh 1/2 dari jumlah Majelis Penatua Jemaat yang ada pada saat itu. 4

Pasal 8 Musyarawah Besar diselenggarakan oleh Majelis Pusat. Pasal 9 Peserta Musyawarah Besar terdiri dari seluruh Presbiter Badan Persekutuan. Pasal 10 Apabila dianggap perlu, Majelis Pusat dapat mengundang peninjau sidang Musyawarah Besar. Pasal 11 Macam-macam sidang dalam Musyawarah Besar adalah: 1. Sidang Pleno yang terdiri dari seluruh peserta Musyawarah Besar. 2. Sidang Komisi yang diadakan berdasarkan kebutuhan. Pasal 12 Pimpinan Sidang dalam Musyawarah Besar: 1. Musyawarah Besar dibuka dan ditutup oleh Ketua Umum Majelis Pusat atau oleh wakilnya bila ia berhalangan. 2. Sidang Pleno dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan yang dipilih dan disetujui oleh Musyawarah Besar. 3. Sidang Komisi dipimpin oleh Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota komisi. Pasal 13 Hak dan Kewajiban dalam Musyawarah Besar: 1. Peserta sidang mempunyai hak suara dan hak bicara yang sama. 2. Peserta sidang mempunyai hak pilih dan dipilih yang sama. 5

3. Peninjau sidang tidak mempunyai hak suara dan hak bicara. 4. Peninjau sidang tidak mempunyai hak pilih dan hak dipilih. 5. Peserta dan peninjau sidang wajib mentaati tatatertib Musyawarah Besar. Pasal 14 Hal-hal lain tentang persidangan Musyawarah Besar diatur dalam tatatertib Musyawarah Besar yang disahkan dalam Musyawarah Besar tersebut. BAB III MUSYAWARAH PENGURUS LENGKAP Pasal 15 Musyawarah Pengurus Lengkap merupakan badan kelengkapan Badan Persekutuan yang bertugas sebagai pembantu Musyawarah Besar. Pasal 16 Dalam keadaan yang sangat mendesak, di mana suatu keputusan yang penting harus diambil sedangkan keadaan tidak memungkinkan untuk menunggu penyelenggaraan Musyawarah Besar, Musyawarah Pengurus Lengkap berhak mengambil keputusan-keputusan yang menjadi wewenang dari Musyawarah Besar. Keputusan-keputusan tersebut harus dimintakan pengukuhan pada Musyawarah Besar. Pasal 17 Musyawarah Pengurus Lengkap diselenggarakan atas permintaan salah satu dari: 1. Majelis Apostolik. 2. Majelis Pusat. 6

3. Majelis Penghubung Wilayah yang paling sedikit didukung oleh 2/3 dari jumlah Majelis Penghubung Wilayah yang ada pada saat itu. Pasal 18 Musyawarah Pengurus Lengkap diselenggarakan oleh Majelis Pusat. Pasal 19 Peserta dari Musyawarah Pengurus Lengkap adalah: 1. Majelis Apostolik. 2. Majelis Pusat. 3. Seluruh ketua Majelis Penghubung Wilayah yang ada pada saat itu. Pasal 20 Apabila dianggap perlu, Majelis Pusat dapat mengundang peninjau sidang Musyawarah Pengurus Lengkap. Pasal 21 Macam-macam sidang dalam Musyawarah Pengurus Lengkap adalah: 1. Sidang Pleno yang terdiri dari seluruh peserta Musyawarah Pengurus Lengkap. 2. Sidang Komisi yang diadakan berdasarkan kebutuhan. Pasal 22 Pimpinan Sidang dalam Musyawarah Pengurus Lengkap: 1. Musyawarah Pengurus Lengkap dibuka dan ditutup oleh Ketua Umum Majelis Pusat atau oleh wakilnya bila ia berhalangan. 7

2. Sidang Pleno dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan yang dipilih dan disetujui oleh Musyawarah Pengurus Lengkap. 3. Sidang Komisi dipimpin oleh Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota komisi. Pasal 23 Hak dan Kewajiban dalam Musyawarah Pengurus Lengkap: 1. Peserta sidang mempunyai hak suara dan hak bicara yang sama. 2. Peserta sidang mempunyai hak pilih dan dipilih yang sama. 3. Peninjau sidang tidak mempunyai hak suara dan hak bicara. 4. Peninjau sidang tidak mempunyai hak pilih dan hak dipilih. 5. Peserta dan peninjau sidang wajib mentaati tatatertib Musyawarah Pengurus Lengkap. Pasal 24 Hal-hal lain tentang persidangan Musyawarah Pengurus Lengkap diatur dalam tatatertib Musyawarah Pengurus Lengkap yang disahkan dalam Musyawarah Pengurus Lengkap tersebut. BAB IV MUSYAWARAH WILAYAH Pasal 25 Musyawarah Wilayah merupakan forum tertinggi tingkat wilayah Badan Persekutuan. 8

Pasal 26 Musyawarah Wilayah diselenggarakan atas permintaan salah satu dari: 1. Majelis Penghubung Wilayah. 2. Majelis Penatua Jemaat yang paling sedikit didukung oleh 1/2 dari jumlah Majelis Penatua Jemaat yang ada di wilayah tersebut pada saat itu. Pasal 27 Musyawarah Wilayah diselenggarakan oleh Majelis Penghubung Wilayah. Pasal 28 Apabila Majelis Penghubung Wilayah untuk wilayah tertentu belum terbentuk maka Musyawarah Wilayah di wilayah tersebut untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh Majelis Pusat dengan tujuan untuk membentuk Majelis Penghubung Wilayah. Pasal 29 Peserta Musyawarah Wilayah terdiri dari seluruh Presbiter Badan Persekutuan dari wilayah tersebut. Pasal 30 Apabila dianggap perlu, Majelis Penghubung Wilayah dapat mengundang peninjau sidang Musyawarah Wilayah. Pasal 31 Macam-macam sidang dalam Musyawarah Wilayah: 1. Sidang Pleno yang terdiri dari seluruh peserta Musyawarah Wilayah. 2. Sidang Komisi yang diadakan berdasarkan kebutuhan. 9

Pasal 32 Pimpinan Sidang dalam Musyawarah Wilayah: 1. Musyawarah Wilayah dibuka dan ditutup oleh Ketua Majelis Penghubung Wilayah atau wakilnya bila ia berhalangan. 2. Sidang Pleno dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan yang dipilih dan disetujui oleh Musyawarah Wilayah. 3. Sidang Komisi dipimpin oleh Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota komisi. Pasal 33 Hak dan Kewajiban dalam Musyawarah Wilayah: 1. Peserta sidang mempunyai hak suara dan hak bicara yang sama. 2. Peserta sidang mempunyai hak pilih dan dipilih yang sama. 3. Peninjau sidang tidak mempunyai hak suara dan hak bicara. 4. Peninjau sidang tidak mempunyai hak pilih dan hak dipilih. 5. Peserta dan peninjau sidang wajib mentaati tata tertib Musyawarah Wilayah. Pasal 34 Hal-hal lain tentang persidangan Musyawarah Wilayah diatur dalam tatatertib Musyawarah Wilayah yang disahkan dalam Musyawarah Wilayah tersebut. 10

BAB V MAJELIS APOSTOLIK Pasal 35 Majelis Apostolik adalah badan kepemimpinan apostolik yang tidak melakukan kegiatan eksekutip keluar atas nama Badan Persekutuan. Pasal 36 Hak, fungsi dan tugas dari Majelis Apostolik: 1. Memberi nasihat dan bimbingan rohani kepada Majelis Pusat. 2. Menjaga dan mengawasi kemurnian pengajaran di dalam Badan Persekutuan. 3. Melantik Majelis Pusat yang diangkat oleh Musyawarah Besar. 4. Mengangkat Presbiter Badan Persekutuan. 5. Memberhentikan anggota Majelis Apostolik atau Majelis Pusat dari jabatannya apabila yang bersangkutan dinilai tidak mampu lagi menjalankan tugas dan kewajibannya. 6. Menjatuhkan tindakan penertiban kepada Presbiter Badan Persekutuan yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 7. Merehabilitasi orang yang terkena tindakan penertiban Majelis Apostolik. 8. Menganulir keputusan tindak penertiban terhadap Presbiter Badan Persekutuan yang dibuat oleh Majelis Pusat atau Majelis Penghubung Wilayah. 9. Dalam keadaan mendesak Majelis Apostolik berhak untuk meminta diselenggarakannya Musyawarah Besar atau Musyawarah Pengurus Lengkap. 10. Apabila berdasarkan penilaian Majelis Apostolik dinyatakan bahwa Majelis Pusat tidak mampu untuk me- 11

nyelenggarakan Musyawarah Besar atau Musyawarah Pengurus Lengkap maka Majelis Apostolik berhak untuk menyelenggarakan Musyawarah Besar Istimewa atau Musyawarah Pengurus Lengkap Istimewa berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah Majelis Penghubung Wilayah yang ada pada saat itu. Keputusan-keputusan yang dibuat Musyawarah Besar Istimewa atau Musyawarah Pengurus Lengkap Istimewa ini bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh Badan Perlengkapan lainnya dari Badan Persekutuan. Pasal 37 Majelis Apostolik untuk pertama kalinya diangkat oleh Musyawarah Besar berdasarkan usulan dari Majelis Pusat. Perubahan keanggotaan dan susunan kepengurusan selanjutnya dilakukan oleh Majelis Apostolik itu sendiri dan disahkan dalam Musyawarah Besar. Pasal 38 Keanggotaan Majelis Apostolik: 1. Syarat keanggotaan: a. Presbiter Badan Persekutuan. b. Dewasa dalam rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Pernah menjadi pengurus Majelis Pusat atau Majelis Penghubung Wilayah Badan Persekutuan. d. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. e. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis, karena telah melewati batas usia purna tugas bagi seorang Presbiter. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. 12

d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh keputusan Rapat Pleno Majelis Apostolik. Pasal 39 Majelis Apostolik terdiri dari Pengurus Harian yang sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris dan seorang Bendahara dan Anggota-Anggota, dengan periode susunan kepengurusan 4 tahun. Pasal 40 Anggota Majelis Apostolik tidak boleh menjabat sebagai Pengurus Harian Majelis Pusat atau Pengurus Harian Majelis Penghubung Wilayah. Pasal 41 Segala kegiatan, tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh Majelis Apostolik wajib dilaporkan dalam Musyawarah Besar. BAB VI MAJELIS PUSAT Pasal 42 Majelis Pusat diangkat oleh Musyawarah Besar dan disusun oleh tim formatur yang dipilih dan dibentuk oleh Musyawarah Pengurus Lengkap yang dilaksanakan menjelang waktu Musyawarah Besar pada dan oleh mana Majelis Pusat tersebut diangkat. Pasal 43 Pengurus Harian Majelis Pusat terdiri dari seorang Ketua Umum, seorang Sekretaris Umum, seorang Bendahara Umum, dan sekurang-kurangnya seorang Ketua, seorang Wakil Sekretaris, dan seorang Wakil Bendahara. 13

Pasal 44 Ketua Umum Majelis Pusat dipilih oleh Musyawarah Besar dari antara anggota tim formatur Majelis Pusat yang dipilih dan dibentuk oleh Musyawarah Pengurus Lengkap yang dilaksanakan menjelang waktu Musyawarah Besar pada dan oleh mana Majelis Pusat tersebut diangkat. Pasal 45 Ketua Umum Majelis Pusat adalah pemikul tanggungjawab tertinggi dalam badan eksekutip tersebut. Pasal 46 Hak dan kewajiban Majelis Pusat: 1. Menjalankan kepemimpinan atas Badan Persekutuan. 2. Mewakili Badan Persekutuan secara keseluruhan baik kedalam maupun keluar. 3. Melantik Majelis Penghubung Wilayah yang dipilih oleh Musyawarah Wilayah. 4. Mengangkat Badan Pemimpin Jemaat Lokal dengan mendengarkan saran dari Majelis Penghubung Wilayah. 5. Memberhentikan anggota Majelis Penghubung Wilayah atau Badan Pemimpin Jemaat Lokal dari jabatannya apabila yang bersangkutan dinilai tidak mampu lagi menjalankan tugas dan kewajibannya. 6. Menjatuhkan tindakan penertiban kepada anggota Badan Pemimpin Jemaat Lokal yang bukan Presbiter Badan Persekutuan yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 7. Menjatuhkan tindakan penertiban setinggi-tingginya berupa pemberhentian sementara kepada Presbiter Badan Persekutuan yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Apostolik. 14

8. Berhak meminta pertanggungjawaban Badan Pemimpin Jemaat Lokal. 9. Berhak menganulir keputusan tindak penertiban terhadap anggota Badan Persekutuan yang dibuat oleh Badan Pemimpin Jemaat Lokal. 10. Berhak membubarkan Badan Pemimpin Jemaat Lokal. 11. Berhak menyusun program kerja dan anggaran belanja berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Kerja. 12. Berhak mengatur perbendaharaan yang menjadi milik Badan Persekutuan. 13. Berhak melakukan pengisian keanggotaan apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Majelis Pusat serta mengadakan pembaharuan susunan kepengurusan Majelis Pusat. Kedua-duanya harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari Musyawarah Pengurus Lengkap. 14. Berhak membentuk badan pembantu untuk melaksanakan program kerjanya. 15. Berhak mengadakan pemutasian Presbiter sesuai dengan keperluan pelayanan yang ada dan dengan mendengarkan saran dari Majelis Apostolik atau Majelis Penghubung Wilayah. 16. Wajib melaksanakan keputusan-keputusan Musyawarah Besar atau Musyawarah Pengurus Lengkap. 17. Wajib mengurus bantuan untuk janda dan anak yatim piatu dari Presbiter Badan Persekutuan sesuai dengan keputusan Musyawarah Besar atau Musyawarah Pengurus Lengkap. 18. Wajib memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah Besar pada akhir masa jabatannya atas semua kegiatan yang telah dilaksanakannya dan perbendaharaan yang berada di dalam pengelolaannya sesudah diperiksa oleh badan auditor yang ditunjuk oleh Musyawarah Pengurus Lengkap. 15

Pasal 47 Masa jabatan dari Majelis Pusat adalah 4 tahun. Pasal 48 Selama Majelis Apostolik belum terbentuk, Majelis Pusat dipilih oleh Musyawarah Besar melalui Tim Formatur yang dipilih dalam Musyawarah Besar tersebut. Pasal 49 Apabila Majelis Apostolik telah terbentuk, seorang Ketua Umum Majelis Pusat hanya boleh memangku jabatan tersebut sebanyak-banyaknya tiga periode masa jabatan secara berturut-turut, dan baru dapat dipilih kembali sesudah melewati selang satu periode masa jabatan. Pasal 50 Keanggotaan Majelis Pusat: 1. Syarat keanggotaan: a. Presbiter Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh keputusan Majelis Apostolik. 16

Pasal 51 Majelis Pusat akan bubar apabila: 1. Masa jabatannya telah berakhir. 2. Mandatnya dicabut oleh Musyawarah Besar. BAB VII MAJELIS PENGHUBUNG WILAYAH Pasal 52 Majelis Penghubung Wilayah adalah badan pembantu dari Majelis Pusat yang dibentuk dengan wilayah kerja meliputi satu propinsi atau lebih, sesuai dengan perkembangan jemaat-jemaat lokal di wilayah tersebut yang penentuannya dilakukan oleh Musyawarah Pengurus Lengkap. Pasal 53 Pengurus Majelis Penghubung Wilayah dipilih dan diangkat oleh Musyawarah Wilayah dan dilantik oleh Majelis Pusat. Pasal 54 Hak dan kewajiban Majelis Penghubung Wilayah: 1. Mewakili Majelis Pusat di wilayahnya. 2. Membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi jemaat lokal di wilayahnya. 3. Memberikan tindakan penertiban setinggi-tingginya berupa pemberhentian sementara kepada anggota Dewan Pengurus Jemaat atau Badan Pengurus Pos Jemaat di wilayahnya yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pusat. 4. Memberikan tindakan penertiban setinggi-tingginya berupa pemberhentian sementara kepada Presbiter di wilayahnya yang menyalahi ketentuan Alkitab atau mela- 17

wan kebijaksanaan Badan Persekutuan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Apostolik dan Majelis Pusat. 5. Berhak merehabilitasi anggota Badan Persekutuan di wilayahnya yang terkena tindakan penertiban Majelis Penghubung Wilayah. 6. Berhak menganulir keputusan tindak penertiban terhadap anggota Badan Persekutuan yang dibuat oleh Badan Pemimpin Jemaat Lokal setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pusat. 7. Berhak mengusulkan tentang pengangkatan Presbiter di wilayahnya kepada Majelis Apostolik. 8. Berhak membentuk koordinator wilayah dengan wilayah kerja meliputi satu kabupaten atau lebih serta badan pembantu lainnya untuk melaksanakan program kerjanya. 9. Berhak melakukan pengisian keanggotaan apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Majelis Penghubung Wilayah serta pembaharuan susunan kepengurusan Majelis Penghubung Wilayah dengan persetujuan dari Majelis Pusat. 10. Berhak mengusulkan kepada Majelis Pusat untuk melakukan penambahan anggota Badan Pemimpin Jemaat Lokal serta pengisian keanggotaan Badan Pemimpin Jemaat Lokal apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Badan Pemimpin Jemaat Lokal. 11. Berhak menyusun program kerja dan anggaran belanja. 12. Wajib memberikan pertangungan jawab kepada Musyawarah Wilayah pada akhir masa jabatannya atas semua kegiatan yang telah dilaksanakannya. Pasal 55 Pengurus Majelis Penghubung Wilayah terdiri dari seorang Ketua, sekurang-kurangnya seorang Wakil Ketua, seorang 18

Sekretaris, seorang Bendahara dan Anggota-Anggota berdasarkan kebutuhan. Pasal 56 Ketua Majelis Penghubung Wilayah adalah pemikul tanggungjawab tertinggi dalam badan eksekutip tersebut. Pasal 57 Masa jabatan dari Majelis Penghubung Wilayah adalah 4 tahun Pasal 58 Keanggotaan Majelis Penghubung Wilayah: 1. Syarat keanggotaan: a. Presbiter Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Pusat. Pasal 59 Majelis Penghubung Wilayah akan bubar apabila: 1. Masa jabatannya telah berakhir. 2. Mandatnya dicabut oleh Musyawarah Wilayah. 19

BAB VIII MAJELIS PENATUA JEMAAT Pasal 60 Majelis Penatua Jemaat adalah badan yang menjalankan kepemimpinan secara otonom atas jemaat lokal sesuai dengan hak otonomi yang diatur dalam Anggaran Dasar Badan Persekutuan. Pasal 61 Majelis Penatua Jemaat dibentuk dan diangkat oleh Majelis Pusat dengan mendengarkan saran dari Majelis Penghubung Wilayah. Pasal 62 Anggota Majelis Penatua Jemaat disebut sebagai penatua. Pasal 63 Hak dan kewajiban Majelis Penatua Jemaat: 1. Memimpin, memelihara dan mengembangkan jemaat lokal secara otonom sesuai dengan hak otonomi yang diatur dalam Anggaran Dasar Badan Persekutuan. 2. Menjatuhkan tindakan penertiban kepada anggota Badan Persekutuan bukan Presbiter Badan Persekutuan di dalam lingkup jemaat lokalnya yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 3. Berhak merehabilitasi anggota badan Persekutuan yang terkena tindakan penertiban Majelis Penatua Jemaat. 4. Berhak mengangkat pengurus pembantu dalam jemaat lokal. 5. Berhak mengatur perbendaharaan yang menjadi milik 20

jemaat lokal. 6. Berhak meminta pertimbangan Majelis Penghubung Wilayah untuk mengusulkan pengangkatan Presbiter kepada Majelis Apostolik. Pasal 64 Keanggotaan Majelis Penatua Jemaat: 1. Syarat keanggotaan: a. Presbiter Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis, karena telah melewati batas usia purna tugas bagi seorang Presbiter. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Pusat. Pasal 65 Pengisian keanggotaan apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Majelis Penatua Jemaat serta penambahan anggota dilakukan oleh Majelis Pusat. Pasal 66 Majelis Penatua Jemaat akan bubar apabila mandatnya dicabut oleh Majelis Pusat. 21

BAB IX DEWAN PENGURUS JEMAAT Pasal 67 Dewan Pengurus Jemaat adalah badan yang mewakili Majelis Pusat dalam menjalankan kepemimpinan atas jemaat lokal. Pasal 68 Dewan Pengurus Jemaat dibentuk dan diangkat oleh Majelis Pusat dengan mendengarkan saran dari Majelis Penghubung Wilayah. Pasal 69 Hak dan kewajiban Dewan Pengurus Jemaat: 1. Mewakili Majelis Pusat dalam memimpin, memelihara dan mengembangkan jemaat lokal. 2. Menjatuhkan tindakan penertiban kepada anggota Badan Persekutuan bukan Presbiter Badan Persekutuan di dalam lingkup jemaat lokalnya yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 3. Berhak merehabilitasi anggota badan Persekutuan yang terkena tindakan penertiban Dewan Pengurus Jemaat. 4. Berhak mengangkat pengurus pembantu dalam jemaat lokal. 5. Berhak mengatur perbendaharaan yang menjadi milik jemaat lokal. 6. Berhak meminta pertimbangan Majelis Penghubung Wilayah untuk mengusulkan pengangkatan Presbiter kepada Majelis Apostolik. 7. Wajib melaporkan kegiatannya kepada Majelis Pusat dan Majelis Penghubung Wilayah sedikitnya setahun 22

sekali. 8. Wajib melaksanakan segala keputusan Majelis Pusat tentang jemaat yang dipimpinnya. Pasal 70 Masa jabatan dari Dewan Pengurus Jemaat adalah 2 tahun Pasal 71 Keanggotaan Dewan Pengurus Jemaat: 1. Syarat keanggotaan: a. Anggota Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. e. Telah memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan oleh Majelis Pusat, yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Pusat. Pasal 72 Pengisian keanggotaan apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Dewan Pengurus Jemaat serta penambahan anggota dilakukan oleh Majelis Pusat. 23

Pasal 73 Dewan Pengurus Jemaat akan bubar apabila mandatnya dicabut oleh Majelis Pusat. BAB X BADAN PENGURUS POS JEMAAT Pasal 74 Badan Pengurus Pos Jemaat adalah badan yang mewakili Majelis Pusat dalam menjalankan kepemimpinan atas pos jemaat lokal. Pasal 75 Badan Pengurus Pos Jemaat dibentuk dan diangkat oleh Majelis Pusat dengan mendengarkan saran dari Majelis Penghubung Wilayah atau Badan Pemimpin Jemaat Lokal dari jemaat yang membuka pos jemaat tersebut. Pasal 76 Hak dan kewajiban Badan Pengurus Pos Jemaat: 1. Mewakili Majelis Pusat dalam memimpin, memelihara dan mengembangkan pos jemaat lokal. 2. Menjatuhkan tindakan penertiban kepada anggota Badan Persekutuan bukan Presbiter Badan Persekutuan di dalam lingkup pos jemaat lokalnya yang menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 3. Berhak merehabilitasi anggota badan Persekutuan yang terkena tindakan penertiban Badan Pengurus Pos Jemaat. 4. Berhak mengatur perbendaharaan yang menjadi milik pos jemaat lokal. 5. Wajib meminta persetujuan terlebih dahulu dari Majelis Pusat melalui Majelis Penghubung Wilayah untuk hal 24

pengangkatan pengurus pembantu dalam pos jemaat lokalnya. 6. Wajib melaporkan kegiatannya kepada Majelis Pusat dan Majelis Penghubung Wilayah pada akhir masa jabatannya. 7. Wajib melaksanakan segala keputusan Majelis Pusat tentang jemaat yang dipimpinnya. Pasal 77 Masa jabatan dari Badan Pengurus Pos Jemaat adalah 2 (dua) tahun Pasal 78 Keanggotaan Badan Pengurus Pos Jemaat: 1. Syarat keanggotaan: a. Anggota Badan Persekutuan untuk Ketua Badan Pengurus Pos Jemaat dan calon anggota untuk anggota pengurus lainnya. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. e. Telah memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan oleh Majelis Pusat, yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 2. Keanggotaan hilang apabila yang bersangkutan: a. Masa jabatannya habis. b. Meninggal dunia. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. e. Diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Pusat. 25

Pasal 79 Pengisian keanggotaan apabila ada anggota yang tidak lagi menjadi anggota Badan Pengurus Pos Jemaat serta penambahan anggota dilakukan oleh Majelis Pusat. Pasal 80 Badan Pengurus Pos Jemaat akan bubar apabila mandatnya dicabut oleh Majelis Pusat. BAB XI TINDAKAN PENERTIBAN Pasal 81 1. Setiap anggota Badan Persekutuan dapat dikenakan tindakan penertiban apabila terbukti menyalahi ketentuan Alkitab atau melawan kebijaksanaan Badan Persekutuan. 2. Tindakan penertiban tersebut dapat berupa: a. Peringatan. b. Pemberhentian sementara. c. Pemberhentian. d. Tindakan penertiban lainnya yang sesuai dengan Alkitab. 3. Tindakan penertiban diberikan oleh Majelis Apostolik, Majelis Pusat, Majelis Penghubung Wilayah, Majelis Penatua Jemaat, Dewan Pengurus Jemaat, dan Badan Pengurus Pos Jemaat menurut hak dan kewajiban mereka masing- masing seperti yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 26

BAB XII PERBENDAHARAAN Pasal 82 1. Badan Persekutuan mengakui adanya 2 (dua) jenis hak milik, yakni hak milik jemaat lokal sesuai dengan hak otonominya yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan dan hak milik Badan Persekutuan. 2. Yang dimaksudkan sebagai hak milik jemaat lokal ialah segala perbendaharaan yang berupa benda bergerak dan keuangan yang diperoleh dari usaha, persembahan atau sumbangan kepada jemaat lokal setempat. 3. Perbendaharaan hak milik jemaat lokal harus didaftarkan atas nama Gereja Kristen Perjanjian Baru setempat dan sepenuhnya berada di bawah pengelolaan Badan Pemimpin Jemaat Lokal yang terkait. 4. Badan Pemimpin Jemaat Lokal wajib untuk melaporkan neraca tentang neraca perbendaharaan yang berada di dalam pengelolaannya kepada Majelis Pusat di akhir setiap tahun kerja. 5. Di dalam hal dibubarkannya Badan Pemimpin Jemaat Lokal setempat seperti yang tersebut dalam pasal 73 Anggaran Rumah Tangga ini, dan apabila dalam hal tersebut musyawarah anggota Badan Persekutuan dalam jemaat lokal setempat memutuskan untuk membubarkan diri ataupun berpindah menggabungkan diri kepada Badan Persekutuan gereja lain, maka pengaturan perbendaharaan hak milik jemaat lokal setempat diserahkan kepada jemaat setempat untuk menentukannya melalui musyawarah anggota Badan Persekutuan dalam jemaat lokal tersebut. 6. Yang dimaksud dengan hak milik Badan Persekutuan ialah segala perbendaharaan yang berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak atau keuangan yang diperoleh dari usaha, persembahan atau sumban- 27

gan kepada Badan Persekutuan melalui Majelis Apostolik, Majelis Pusat atau Majelis Penghubung Wilayah dan segala perbendaharan yang berupa benda tidak bergerak yang diperoleh dari usaha, persembahan atau sumbangan kepada jemaat lokal. 7. Badan Pemimpin Jemaat Lokal wajib mengirimkan sebagian dari keuangan yang diperolehnya setiap bulan kepada Majelis Pusat untuk dialihkan menjadi perbendaharaan milik Badan Persekutuan yang besar dan tatacaranya ditentukan oleh Musyawarah Besar. 8. Perbendaharaan hak milik Badan Persekutuan harus didaftarkan atas nama Badan Persekutuan Gereja Kristen Perjanjian Baru dan pengelolaannya berada di bawah tanggungjawab Majelis Pusat. 9. Pengurus Majelis Pusat tidak boleh menjual atau menggadaikan atau secara lain mengikat/membebani atau memindahtangankan benda-benda tak bergerak milik Badan Persekutuan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Musyawarah Besar atau Musyawarah Pengurus Lengkap apabila benda itu diperoleh dari usaha, persembahan atau sumbangan kepada Badan Persekutuan melalui Majelis Apostolik, Majelis Pusat atau Majelis Penghubung Wilayah, dan keputusan tersebut harus dilakukan berdasarkan rapat pleno Majelis Pusat. 10. Pengurus Majelis Pusat tidak boleh menjual atau menggadaikan atau secara lain mengikat/membebani atau memindahtangankan benda-benda tak bergerak milik Badan Persekutuan tanpa persetujuan tertulis dari rapat pleno Badan Pemimpin Jemaat Lokal yang terkait apabila benda itu diperoleh dari usaha, persembahan atau sumbangan kepada jemaat lokal, dan keputusan tersebut harus dilakukan berdasarkan rapat pleno Majelis Pusat. 28

BAB XIII QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 83 Musyawarah tersebut dalam Pasal 6, 15 dan 25 dari Anggaran Rumah Tangga ini adalah sah bila : 1. Dihadiri paling sedikit setengah lebih satu dari jumlah pemilik hak suara. 2. Pemberitahuan Sidang Musyawarah disampaikan paling lambat 7 hari sebelumnya. 3. Apabila pada sidang pertama quorum tidak terpenuhi, maka sidang berikutnya dianggap sah bila telah ditunda paling sedikit 7 x 24 jam dengan memberitahukan sebelumnya dan tanpa memperhatikan quorum. Pasal 84 Keputusan Musyawarah Anggota Jemaat yang dimaksud dalam Pasal 82 ayat 5 dari Anggaran Rumah Tangga ini adalah sah bila pemberitahuan musyawarah tersebut disampaikan secara terbuka dan diumumkan kepada seluruh anggota Badan Persekutuan di dalam jemaat lokal tersebut sekali sepekan selama 4 pekan berturut-turut dan dapat dilaksanakan tanpa memperhatikan quorum. Pasal 85 Keputusan Rapat Pleno Majelis Pusat atau Badan Pemimpin Jemaat Lokal yang dimaksud dalam Pasal 82 ayat 9 dan 10 dari Anggaran Rumah Tangga ini adalah sah bila: 1. Dihadiri paling sedikit 2/3 lebih satu dari jumlah pemilik hak suara. 2. Pemberitahuan rapat disampaikan paling lambat 14 hari sebelumnya. 3. Apabila pada sidang pertama quorum tidak terpenuhi, maka sidang berikutnya dianggap sah bila telah ditunda 29

paling sedikit 7 x 24 jam dengan memberitahukan sebelumnya dan tanpa memperhatikan quorum. Pasal 86 Segala keputusan diambil atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat, dan bila hal ini tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 87 Khusus untuk Pembubaran Badan Persekutuan atau Perubahan Anggaran Dasar atau Perubahan Anggaran Rumah Tangga, maka keputusan Musyawarah dianggap sah bila: 1. Dihadiri paling sedikit 2/3 lebih satu dari jumlah pemilik hak suara. 2. Pemberitahuan Sidang Musyawarah disampaikan paling lambat 14 hari sebelumnya. 3. Apabila pada sidang pertama quorum tidak terpenuhi, maka sidang berikutnya dianggap sah bila telah ditunda paling sedikit 7 x 24 jam dengan memberitahukan sebelumnya dan tanpa memperhatikan quorum. 4. Keputusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya dua pertiga dari jumlah peserta yang hadir. BAB XIV PRESBITER Pasal 88 Presbiter Badan Persekutuan adalah sebutan bagi Pejabat Gereja Badan Persekutuan yang diangkat oleh Majelis Apostolik dengan mempertimbangkan usulan dari Majelis Penghubung Wilayah. Presbiter baru ditahbiskan oleh Musyawarah Besar. 30

Pasal 89 Fungsi dari Presbiter adalah memimpin Badan Persekutuan melalui Musyawarah Besar. Pasal 90 Keanggotaan Presbiter Badan Persekutuan adalah 4 (empat) tahun terhitung sejak yang bersangkutan diangkat oleh Majelis Apostolik. Pasal 91 1. Syarat Presbiter: a. Anggota Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Tidak merangkap sebagai Pejabat Gereja atau Pendeta dari Badan Persekutuan Gereja lain. e. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. f. Telah memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan oleh keputusan Majelis Apostolik, yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 2. Seseorang kehilangan statusnya sebagai Presbiter apabila: a. Meninggal dunia. b. Berakhir masa keanggotaannya sebagai seorang Presbiter. c. Berhenti atas permintaan sendiri. d. Diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Apostolik. e. Mencapai batas usia purna tugas yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga ini. f. Tidak lagi menjadi anggota Badan Persekutuan. 31

Pasal 92 Seorang presbiter yang telah habis masa keanggotaannya dapat diangkat kembali menjadi seorang presbiter oleh Majelis Apostolik berdasarkan usulan dari Majelis Penghubung Wilayah yang terkait dengan tempat pelayanannya dan dengan memperhatikan pertimbangan dari Majelis Pusat. Pasal 93 Usia purna tugas bagi seorang Presbiter adalah enam puluh lima tahun dan hanya dapat diperpanjang sampai dengan usia tujuh puluh tahun berdasarkan keputusan Majelis Apostolik, dan untuk selanjutnya disebut sebagai Emiritus. BAB XV GELAR PENDETA Pasal 94 Dalam lingkup Badan Persekutuan Gereja Kristen Perjanjian Baru gelar Pendeta merupakan gelar penghargaan yang diberikan oleh Majelis Apostolik kepada anggota Badan Persekutuan yang ditimbang oleh Majelis Apostolik perlu menyandang gelar tersebut dan bukan merupakan gelar jabatan atau profesi. Pasal 95 Gelar Pendeta berjangka waktu 4 (empat) tahun sejak diberikan oleh Majelis Apostolik. Pasal 96 1. Syarat dalam pemberian gelar Pendeta, sang penerima haruslah: a. Anggota Badan Persekutuan. b. Dewasa secara rohani dan menunjukkan karakter 32

kristiani dalam kehidupannya. c. Tidak sedang terkena tindakan penertiban Badan Persekutuan. d. Tidak merangkap sebagai Pejabat Gereja atau Pendeta dari Badan Persekutuan Gereja lain. e. Dipandang oleh Majelis Apostolik perlu untuk menyandang gelar tersebut. f. Sehat secara mental dan jasmani sehingga mampu untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya. g. Telah memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan oleh keputusan Majelis Apostolik, yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 2. Gelar Pendeta akan hilang apabila: a. Masa jangka penyandangannya telah berakhir. b. Gelar tersebut dicabut oleh Majelis Apostolik. c. Yang bersangkutan berhenti menjadi anggota Badan Persekutuan. Pasal 97 Gelar Pendeta dapat diberikan kembali oleh Majelis Apostolik kepada seseorang yang telah habis masa penggelarannya dengan mempertimbangkan usulan dari Majelis Penghubung Wilayah yang terkait dengan tempat pelayanan yang bersangkutan dan dengan memperhatikan pertimbangan dari Majelis Pusat. BAB XVI PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA Pasal 98 Perubahan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Besar. 33

BAB XVII PERATURAN PERALIHAN Pasal 99 Untuk pertamakalinya seluruh keanggotaan Presbiter Badan Persekutuan berakhir pada tanggal tujuh bulan Juli tahun dua ribu enam. Pasal 100 Untuk pertamakalinya seluruh gelar Pendeta Badan Persekutuan berakhir pada tanggal tujuh bulan Juli tahun dua ribu enam. BAB XVIII PENUTUP Pasal 101 Hal-hal lain yang belum diatur dengan Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur dalam peraturan atau ketetapan Badan Persekutuan yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Persekutuan. 34

35

36