BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN RM

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BUPATI BATANG PEMERINTAH KABUPATEN BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014

Pokok bahasan. Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN RI. Jabatan Fungsional. Rumpun Kesehatan.

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RAHASIA KEDOKTERAN. Dr.H Agus Moch. Algozi, SpF, DFM. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga PENDAHULUAN

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2015.

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Konsil Kedokteran Indonesia ROADMAP. Menuju. Dashboard Informasi Kedokteran-Kesehatan Indonesia. Daryo Soemitro dr., Sp.BS Ketua Divisi Registrasi

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

GUBERNUR SULAWESI BARAT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

ALOKASI FORMASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAGI PELAMAR UMUM KEMENTERIAN KESEHATAN RI T.A 2013

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES. Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI No.269/MENKES/PER/III/2008

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Juni Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi merupakan kemampuan seseorang untuk membedakan, mengelompokan, dan memfokuskan suatu pengamatan. Oleh karena itu, seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda walaupun objeknya sama. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan (Sarwono, 2002). Sedangkan menurut Leavit (1978) dalam Sobur (2003) menjelaskan bahwa persepsi mempunyai pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, persepsi merupakan penglihatan yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Walgito (2004) menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu objek yang dipersepsi, alat indera, syaraf, dan susunan syaraf, serta perhatian. Objek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor, dimana stimulus dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan maupun dari luar individu yang mempersepsi. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, dimana untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran harus melalui syaraf sensoris. Untuk menyadari persepsi atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yang merupakan pemusatan dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sekumpulan objek. 9

10 2.2 Jaminan Kesehatan Nasional Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan (Geswar, 2014). JKN merupakan salah satu program SJSN untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial pada rakyat Indonesia dengan menjamin peserta JKN untuk mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. JKN merupakan jaminan kesehatan yang bersifat wajib untuk seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 JKN adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Iuran yang dibayarkan oleh peserta atau pemerintah merupakan tulang punggung dalam pendanaan SJSN karena menjadi bagian terbesar dari dana jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS (Putri, 2014). JKN merupakan asuransi kesehatan yang bersifat wajib untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia karena memiliki beberapa manfaat yang lebih unggul dibandingkan dengan asuransi kesehatan komersial, diantaranya adalah memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi yang lebih terjangkau, peserta asuransi kesehatan sosial bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang wajar dan terkendali karena asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali mutu, asuransi kesehatan sosial menjamin kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan

11 yang berkelanjutan, dan asuransi kesehatan mempunyai portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes, 2013). Seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta JKN, termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari 6 (enam) bulan sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Dengan dibentuknya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, maka terjadi reformasi dari segi pembiayaan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan sistem pembagian kesehatan melalui program JKN. Untuk mencapai reformasi pembangunan kesehatan ditetapkan 7 (tujuh) prioritas kesehatan, dimana prioritas pertama sebagai tulang punggung untuk mendukung seluruh aspek reformasi pembangunan kesehatan dengan menyelenggarakan JKN (Supriyantoro, 2013). Dalam pelaksanannya program JKN harus bersifat terbuka bagi seluruh masyarakat, dimana masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada perundang-undangan (Hafiz, 2010). Kepesertaan dalam program JKN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan adalah bersifat wajib untuk mencakup seluruh rakyat Indonesia yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dimulai pada 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi PBI Jaminan Kesehatan, Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementrian Pertahanan dan anggota kelurarganya, Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya, dan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2019.

12 2.2.1 Kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan membayar kepada FKTP dengan sistem pembagian kapitasi. Membayar Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dengan menggunakan sistem kapitasi berarti PPK dibayar di muka (praupaya) per bulan berdasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar tidak tergantung berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan. Konsep kapitasi merupakan sebuah konsep atau sistem pembagian berdasarakan jumlah orang (capita) yang menjadi tugas PPK untuk melayani dalam sebuah fasilitas kesehatan dengan memberi imbalan jasa kepada health providers (PPK) dengan jumlah yang tetap, tanpa memperhatikan jumlah kunjungan, pemeriksaan, tindakan, obat, dan pelayanan medik lain yang diberikan oleh PPK tersebut (Hendrartini, 2005 dalam Martiningsih, 2008). Pembagian dengan sistem kapitasi akan merangsang PPK untuk melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut menyebabkan PPK melakukan inovasi-inovasi antara lain mengurangi penggunaan teknologi, penggunaaan perawatan dengan alternatif biaya yang lebih rendah, dan mengutamakan pencegahan kesehatan. Dengan sistem pembagian kapitasi, maka dapat mendorong provider untuk memilih pasien yang memiliki risiko rendah dalam mengurangi biaya-biaya pelayanan kesehatan populasi yang terdaftar pada mereka. Provider juga dapat membatasi kualitas dan kuantitas mutu pelayanan yang diberikan (Barnum dkk, 1995 dalam Martiningsih, 2008). Dengan sistem pembagian kapitasi, PPK akan berusaha mencapai keuntungan yang maksimal menurut Thabrani, 1998 dalam Hendrartini, 2007 dengan melakukan: 1. Memberikan pelayanan promotif dan preventif untuk mencegah angka kesakitan. Apabila angka kesakitan menurun, maka peserta tidak perlu lagi berkunjung ke PPK yang menyebabkan biaya pelayanan menjadi lebih kecil.

13 2. Memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dengan menegakkan diagnostik yang tepat dan dapat memberikan pengobatan atau tindakan yang tepat. Dengan pelayanan yang baik, maka pasien akan cepat sembuh dan tidak kembali lagi PPK untuk melakukan pengobatan atau memerlukan tindakan lebih lanjut yangmerupakan biaya tambahan. 3. Mempertahankan efisiensi operasi dan tetap memegang jumlah pasien Jaminan Pelayanan Kesehatan sebagai income security dengan memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih dan tidak kurang. Pembayaran kepada tenaga kesehatan dengan konsep kapitasi juga dapat menimbulkan ketidakpuasan dari tenaga kesehatan dikarenakan besaran jasa pelayanan yang diterima oleh tenaga kesehatan berdasarkan pada besaran dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas. Apabila besaran kapitasi yang diterima oleh puskesmas kecil maka akan berdampak pada besaran jasa pelayanan yang diterima oleh tenaga kesehatan dikarenakan tenaga kesehatan akan mendapatkan jumlah jasa pelayanan yang rendah. Hasil penelitian Wintera & Hendrartini (2005) menunjukkan bahwa 57,7% dokter puskesmas mempunyai tingkat kepuasan yang rendah terhadap sistem pembayaran kapitasi. Hasil penelitian tersebut dipertegas dengan keluhan dari beberapa dokter puskesmas yang menyatakan tidak puas dengan sistem pembayaran kapitasi, dimana selain karena jumlahnya kecil, pembayarannya terlambat dan juga tidak tahu jumlah riil peserta di lapangan. 2.2.2 Jasa Pelayanan BPJS Kesehatan akan membayar jasa pelayanan pasien JKN kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan menggunakan sistem kapitasi. Besaran pembagian kepada fasilitas kesehatan yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ditentukan

14 berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Kemenkes, 2013). Berdasarkan Perpres RI No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembagian dana kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah berdasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai dengan data dari BPJS Kesehatan. Dana kapitasi dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada bendahara kapitasi JKN pada FKTP. Puskesmas merupakan FKTP milik Pemerintah Daerah sehingga pembagian dana kapitasi dibayarkan oleh BPJS Kesehatan langsung kepada bendahara dana kapitasi JKN yang ditunjuk oleh kepala daerah. Bendahara dana kapitasi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah kemudian membuka Rekening Dana Kapitasi JKN yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Pembagian dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan yang dilakukan melalui rekening dana kapitasi JKN pada FKTP dan diakui sebagai pendapatan yang digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan peserta JKN pada FKTP (Depkes, 2014). Sejak diundangkannya Perpres No. 32 Tahun 2014 dan Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 dana kapitasi langsung dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke FKTP milik Pemerintah Daerah. Permenkes RI No. 19 Tahun 2014 mengatur mengenai dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan digunakan untuk pembagian jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembagian jasa pelayanan kesehatan.

15 Jasa pelayanan merupakan penghargaan atau rewards yang diterima oleh tenaga kesehatan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Penghargaan yang langsung terkait dengan kinerja seperti jasa pelayanan dapat memotivasi perbaikan kinerja individu, akan tetapi juga dapat merusak motivasi apabila sistem yang diterapkan tidak sesuai. Aspek keadilan dan kelayakan terhadap balas jasa yang diterima karyawan berkaitan dengan kinerja dari karyawan tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lamere (2013) mengenai Analisis Kinerja Bidan Pada Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas se-kabupaten Gowa, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara insentif atau imbalan dengan kinerja bidan pada pelayanan antenatal care yaitu sebanyak 31 responden menyatakan cukup insentif yang diterima, sebanyak 6 responden (19,4%) memilki kinerja rendah dan 9 responden yang menyatakan kurang terhadap insentif yang diterima, sebanyak 9 responden (50,0%) memilki kinerja rendah (Lamere, 2013). Sebagai imbalan terhadap jasa pelayanan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan, maka tenaga kesehatan berhak untuk mendapatkan kompensasi dalam bekerja. Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang, langsung atau tidak langsung yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan perusahaan (Hasibuan, 2003). Marihot Tua Efendi (2005) juga menjelaskan bahwa kompensasi merupakan keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah bonus insentif, dan tunjangan lainnya seperti tunjangan hari raya, uang makan, uang cuti, dan lain-lain. Pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks dan juga paling berarti untuk tenaga kesehatan, dimana pemberian kompensasi dapat meningkatkan prestasi kerja tenaga, motivasi, dan kemampuan kerja tenaga kesehatan.

16 Handoko (2001) dalam Dachi (2010) menjelaskan bahwa apabila kompensasi yang diterima oleh karyawan benar, maka para karyawan akan merasa lebih terpuaskan dan termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya. Segala bentuk imbalan atau intensif beberapa karyawan menjadi sangat penting tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri. Hasil penelitian Kusnanto (2005) dalam Dachi (2010), mengenai hubungan insentif dengan kepuasan kerja di puskesmas menjelaskan bahwa persepsi tentang pembagian insentif yang berhubungan secara signifikan (p<0.05). Dengan sistem kompensasi yang baik, maka akan tercapai tujuan antara lain menghargai prestasi kerja para karyawan sehingga akan mendorong perilaku-perilaku karyawan sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi dan menjamin keadilan di antara karyawan dalam organisasi karena masing-masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan, dan prestasi kerjanya (Dachi, 2010). Handoko (2002) menjelaskan bahwa kompensasi merupakan hal yang penting bagi karyawan karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karyawan diantara karyawan itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kompensasi apabila diberikan secara adil maka karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran dari organisasi. Salah satu bentuk imbalan yang berupa jasa pelayanan dana kapitasi JKN harus diberikan secara adil kepada tenaga kesehatan. Asas adil yaitu besarnya jasa pelayanan harus dibayar sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, masa kerja, resiko pekerjaan, tanggung jawab serta jabatan pekerja (Hasibuan, 2000). Keadilan merupakan perbandingan yang adil antara segala bentuk imbalan finansial yang diterima oleh tenaga kesehatan dengan segala usaha atau jasa yang telah diberikan kepada institusi atau dengan tenaga kesehatan lain yang memiliki

17 kualifikasi pekerjaan dan jabatan yang sama. Adam dalam Rivai (2005) menjelaskan bahwa setiap karyawan akan membandingkan rasio input dan outcomes yang diterimanya serta membandingkan outcomes yang diterimanya dengan outcomes dari comparison persons, dimana apabila tercapai keseimbangan antara input dan outcomes serta comparisons person maka outcomes bisa dikatakan adil. 2.2.3 Pembagian Jasa Pelayanan Dana Kapitasi JKN Dalam sistem pembagian jasa pelayanan kepada tenaga kesehatan yang diatur dalam Permenkes RI No.19 Tahun 2014 ditetapkan dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagakerjaan dan/atau jabatan antara lain tenaga medis diberi nilai 150, tenaga apoteker atau tenaga profesi keperawatan (Ners) diberi nilai 100, tenaga kesehatan setara SI/D4 diberi nilai 60, tenaga kesehatan setara D3 atau tenaga kesehatan dibawah D3 dengan masa kerja lebih dari 10 tahun diberi nilai 40, dan tenaga kesehatan di bawah D3 diberi nilai 25, serta mempertimbangkan variabel kehadiran. Pemberian poin pada variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dalam pembagian jasa pelayanan dana kapitasi JKN ditentukan berdasarkan pada pendidikan dari tenaga kesehatan untuk menjalankan tugas pokok di puskesmas. Irianto (2001) menjelaskan bahwa pendidikan mempunyai fungsi sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan SDM dalam meningkatkan prestasi kerjanya. Hasil penelitian Handayani (2010) mengenai Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Pelayanan Kesehatan Puskesmas menunjukkan bahwa 91,56% tenaga kesehatan menyatakan kesesuaian tupoksi dengan pendidikan mereka. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengemukakan bahwa tenaga kesehatan berinvestasi dalam menjalankan peran di puskesmas sesuai

18 dengan tupoksi masing-masing melalui pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan tersebut. Pemerintah juga dapat menambahkan variabel antara lain kinerja, status kepegawaian, dan masa kerja sesuai dengan kondisi daerah yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan yang diatur pada Permenkes RI No. 28 Tahun 2014. Dalam penyesuaian kompensasi salah satu dasar yang digunakan adalah penilaian prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja merupakan proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan, dimana hasil penilaian prestasi kerja dapat membantu para pengambil keputusan untuk menentukan kenaikan gaji, pemberian bonus dan kompensasi dalam bentuk yang lain (Handoko, 2002). Masa kerja juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam pemberian kompensasi. Mangkunegara (2004) mengemukakan bahwa dalam penentuan bayaran kepada individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai. Hasil penelitian Marseli & Nilowardono (2003) menyatakan bahwa distribusi berdasarkan lamanya masa kerja dari karyawan perlu dianalisis, karena semakin lama bekerja, maka karyawan akan menuntut gaji dan perhatian yang lebih besar dari perusahaan.selain prestasi kerja dan masa kerja, status kepegawaian juga merupakan indikator yang digunakan dalam pemberian kompensasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penghasilan pada jumlah gaji pokok, tunjangan fungsional dan insentif jasa pelayanan yang lebih banyak didapatkan oleh perawat yang berstatus PNS daripada perawat yang berstatus sebagai Pegawai Daerah. Tenaga kesehatan yang merangkap tugas administratif sebagai kepala FKTP, kepala tata usaha, atau bendahara dana kapitasi JKN diberi tambahan nilai 30. Variabel kehadiran dinilai dengan ketentuan apabila hadir setiap hari kerja, diberi nilai 1 (satu)

19 poin per hari dan terlambat hadir atau pulang sebelum waktunya yang diakumulasi sampai dengan 7 (tujuh) jam, dikurangi satu poin. Ketidakhadiran akibat sakit dan/atau penugasan ke luar oleh kepala FKTP dikecualikan dalam penilaian kehadiran. Maryanti (2013) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara disiplin waktu dengan kinerja pelayanan pelayanan kesehatan, dimana dengan disiplin waktu yang baik maka semakin baik kinerja pelayanan kesehatan. Pengurangan poin yang dilakukan dari akumulasi keterlambatan tenaga kesehatan dalam bekerja merupakan suatu tindakan disiplin korektif yang dilakukan untuk menangani pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah dibuat. Disiplin korektif merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut sebagai tindakan pendisiplinan, dimana tindakan pendisiplinan tersebut dapat berupa peringatan atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan secara ringkas yaitu untuk memperbaiki pelanggar, untuk menghalangi karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan serupa, serta untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif (Handoko, 2002). 2.3 Tenaga Kesehatan 2.3.1 Definisi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Perpres No. 32 tentang Tenaga Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan berperan dalam upaya peningkatan kesehatan

20 masyarakat. Namun, Indonesia masih mengalami permasalahan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) baik dalam hal jumlah, sebaran, kualitas, maupun pengaturan kewenangannya (Rini, 2014). Keterbatasan SDMK terjadi karena kurangnya tenaga kesehatan yang sesuai dengan kompetensinya atau SDMK tidak terdistribusi secara merata sehingga tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kompetensinya. Pengaturan undang-undang tentang Tenaga Kesehatan telah disepakati pada 25 September 2014. Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan diatur dalam UU No. 36 Tahun 2014. UU Nakes dimaksudkan sebagai payung hukum bagi tenaga kesehatan agar dapat menjalankan profesinya dengan mengedepankan pelayanan kesehatan yang optimal. UU Nakes diharapkan dapat berperan dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya tenaga kesehatan dalam memajukan kesejahteraan umum. Pengaturan tenaga kesehatan yang profesional akan dilakukan dari perencanaan, pendidikan dan pelatihan, pendayagunaan, serta pembinaan sampai pada pengembangan mutu tenaga kesehatan (Rini, 2014). Notoatmodjo (2003) dalam Handayani (2010) menjelaskan bahwa pendidikan dan keterampilan merupakan investasi dari tenaga kesehatan dalam menjalankan peran sesuai dengan tugas pokok dang fungsi (tupoksi) yang diemban. Tenaga kesehatan berperan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di puskesmas. Dalam peran tersebut diharapkan tupoksi tenaga kesehatan sesuai dengan pendidikian dan keterampilan yang mereka miliki. Setyawan (2002) dalam Handayani (2010) menjelaskan bahwa tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis, dimana tenaga kesehatan mampu secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial, dan manusia dalam tim kerja. Tenaga kesehatan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan

21 kesehatan dengan optimal di puskesmas dengan menggunakan sumber daya fisik yang merupakan sarana pendukung dalam bekerja. 2.3.2 Klasifikasi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan mengatur mengenai jenis tenaga kesehatan yaitu: 1 Tenaga medis, meliputi: a. dokter; b. dokter gigi. 2 Tenaga keperawatan 3 Tenaga kefarmasian, meliputi: a. apoteker; b. analis farmasi; c. asisten apoteker. 4 Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi: a. epidemiolog kesehatan; b. entomolog kesehatan; c. mikrobiolog kesehatan; d. penyuluh kesehatan; e. administrator kesehatan; f. sanitarian. 5 Tenaga gizi, meliputi: a. nutrisionis; b. dietisien. 6 Tenaga keterapian fisik, meliputi:

22 a. fisioterapis; b. okupasiterapis; c. terapis wicara. 7 Tenaga keteknisian medis, meliputi: a. radiografer; b. radioterapis; c. teknisi gigi; d. teknisi elektromedis; e. analis kesehatan; f. refraksionis optisien; g. otorik prostetik; h. teknisi transfusi; i. perekam medis. 2.3.3 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber daya manusia di puskesmas yang dijelaskan pada Permenkes RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Tenaga kesehatan di puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap

23 tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Depkes, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2010) mengenai Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Pelayanan Kesehatan Puskesmas, menunjukkan bahwa sebanyak 46,75% tenaga kesehatan menjelaskan kurang sesuainya tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dengan sarana pendukung kerja di puskesmas. Setiap puskesmas terdapat 21 51 orang tenaga namun hanya 6 (enam) puskesmas yang memiliki dokter tetap. Jenis tenaga kesehatan terbanyak di masingmasing 8 (delapan) puskesmas adalah bidan dan tenaga perawat kesehatan sedangkan asisten apoteker, laborat dan ahli gizi masih kurang jumlahnya. Sebanyak 53,9% tenaga kesehatan mendapatkan tugas tambahan selain tupoksi dan menurut 56,6% tenaga kesehatan bahwa tugas tambahan tersebut dapat mengganggu tupoksi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di puskesmas. Penelitian ini menunjukkan bahwa tugas utama, fungsi dan tugas tambahan yang menjadi beban mereka sudah sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, tetapi mereka merasa tidak didukung oleh fasilitas yang memadai (Handayani, 2010). Pelayanan paramedis (perawat/bidan) sangat dibutuhkan dalam membantu pekerjaan dokter pada suatu fasilitas kesehatan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sitti (2012) mengenai Faktor yang Berhubungan dengan Mutu Pelayanan di Puskesmas Pamboang Kabupaten Majene Tahun 2012, menunjukkan bahwa sebanyak 14,3% pasien merasa pelayanan di puskesmas cukup tepat, namun mutu pelayanan yang diberikan kurang baik. Hal tersebut disebabkan karena dokter yang ada di puskesmas hanya satu dokter, sehingga apabila dokter ke luar kota maka yang menggantikan adalah perawat (Sitti, 2012).

24 2.4 Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sistem merupakan gabungan dari sub-sistem (elemen-elemen) di dalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Sub-sistem (bagian dari sistem) membentuk suatu proses di dalam suatu kesatuan yang terdiri dari elemen-elemen atau bagian-bagian dari suatu sistem. Selanjutnya, dalam sub-sistem juga terjadi suatu proses yang berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari sub-sistem tersebut. Misalnya yaitu pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem terdiri dari sub-sistem, dimana salah satunya adalah pelayanan kesehatan masyarakat. Secara umum, palayanan kesehatan masyarakat merupakan sub-sistem pelayanan kesehatan, dimana tujuan utamanya adalah pelayanan pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dimana apabila salah satu bagian atau sub-sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemenelemen dalam sistem adalah sebagai berikut : a. Masukan (Input), merupakan sub-elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem. b. Proses, merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan. c. Keluaran (output), merupakan ha yang dihasilkan oleh proses. d. Dampak (impact), merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.

25 e. Umpan balik (feedback), merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut. f. Lingkungan (environment), merupakan dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut. INPUT PROSES OUTPUT DAMPAK UMPAN BALIK LINGKUNGAN Gambar 2.1 Unsur-Unsur Sistem Kesehatan