digilib.uns.ac.id 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menggambarkan hubungan kontrak kerjasama antara prinsipal (pemilik atau pemegang saham) dengan agen (manajemen pengelola perusahaan). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak dan diberi wewenang oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dan membuat keputusan terbaik bagi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Hubungan keagenan dapat muncul antara manajer dengan pemegang saham dan antara manajer dengan pemberi pinjaman. Menurut Anthony dan Govindarajan (2007), hubungan keagenan muncul ketika pihak prinsipal mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melaksanakan jasa dengan mendelegasikan wewenang kepada agen untuk membuat keputusan. Dalam perusahaan, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal yang mempekerjakan manajemen yang bertindak sebagai agen. Elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa prinsipal dan agen memiliki tujuan yang berbeda. Penjelasan mengenai munculnya praktik manajemen laba dapat dilakukan menggunakan teori agensi. Pemegang saham diasumsikan tertarik pada hasil keuangan yang meningkat atas investasinya di dalam perusahaan, sedangkan manajemen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan sesuai dengan kontraknya.
digilib.uns.ac.id 9 Manajemen perusahaan tentunya lebih memahami informasi mengenai kondisi internal dan prospek perusahaan dibandingkan para pemegang saham. Perbedaan penguasaan informasi ini akan menyebabkan munculnya asimetri informasi (kesenjangan informasi) antara pemegang saham dengan manajemen. Adanya asimetri informasi tersebut memungkinkan pihak manajemen melakukan manajemen laba (earnings management) yang dapat merugikan pemegang saham dengan melaporkan laba sesuai kepentingan pribadinya. 2.1.2. Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang penting yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan, seperti investor, peminjam, dan kreditur. Laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan sehingga sangat berguna bagi berbagai pihak, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. Definisi laporan keuangan menurut PSAK No.1 (2009) merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan kinerja, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi dalam satu kesatuan akuntansi. Proses akuntansi berawal dari pengumpulan bukti-bukti transaksi atau peristiwa lain yang kemudian diklasifikasikan sesuai sifat dan fungsinya dan akhirnya disusun laporan keuangan. Laporan keuangan harus disajikan secara wajar dan jujur mengenai dampak dari transaksi, peristiwa, dan
digilib.uns.ac.id 10 kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku dan diterima umum. Tujuan pelaporan keuangan menurut Statement of Financial Accounting Concepts No.1 (2010) antara lain sebagai berikut. 1. Pelaporan keuangan harus menyajikan informasi yang bermanfaat bagi investor potensial, kreditur, dan pengguna lainnya dalam pengambilan keputusan investasi, pemberian kredit, dan keputusan sejenis lainnya. 2. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu investor potensial, kreditur, dan pengguna lainnya dalam menaksir jumlah, waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas di masa depan dari dividen atau bunga dan dari penjualan, pelunasan, atau jatuh temponya surat-surat berharga atau pinjaman. 3. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber daya tersebut perusahaan lain dan pemilik perusahaan), dan pengaruh dari transaksi, kejadian, serta keadaan yang mempengaruhi sumber daya dan klaim terhadap sumber daya tersebut. 2.1.3. Pengertian Laba Definisi laba menurut Suwardjono (2008) adalah tambahan kemampuan ekonomik perusahaan dalam suatu periode yang ditandai dengan kenaikan kapital yang berasal dari kegiatan operasional perusahaan yang dapat dinikmati oleh pemilik tanpa mengurangi kemampuan ekonomik kapital pada awal periode. Informasi laba diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai berikut.
digilib.uns.ac.id 11 1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat pengembalian atas investasi. 2. Sebagai alat pengukur kinerja manajemen perusahaan. 3. Sebagai dasar penentu besarnya pengenaan pajak. 4. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi perusahaan dan terhadap debitur dalam kontrak hutang. 5. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus. 6. Sebagai alat motivasi bagi manajemen dalam mengendalikan perusahaan. 7. Sebagai dasar pembagian dividen. Menurut Belkaoui (2004), laba merupakan hal mendasar dan penting dari laporan keuangan yang berguna dalam berbagai konteks antara lain sebagai berikut. 1. Digunakan sebagai dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan di antara individu-individu. 2. Sebagai panduan dalam menentukan kebijakan dividen dan retensi perusahaan. 3. Sebagai panduan umum untuk berinvestasi dan mengambil keputusan. 4. Sebagai sarana untuk membantu dalam meramalkan laba dan peristiwaperistiwa ekonomi di masa depan. 2.1.4. Manajemen Laba (Earnings Management) Menurut Belkaoui (2004), manajemen laba merupakan suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dengan menentukan pilihan
digilib.uns.ac.id 12 yang tepat agar tercapai tingkat laba yang diinginkan sesuai dengan kepentingan pihak manajemen perusahaan. Praktik manajemen laba ini bertujuan untuk memenuhi harapan dari analis keuangan atau para pengguna laporan keuangan. Setiawati dan Na im (2000) mengungkapkan pengertian manajemen laba sebagai tindakan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh keuntungan pribadi. Tindakan ini dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan karena menyebabkan bias dalam laporan keuangan sehingga para pemakai laporan keuangan akan mempercayai angka laba hasil rekayasa sebagai angka yang benar. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahan para pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Peluang bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba muncul karena adanya kelemahan inheren dalam akuntansi itu sendiri dan adanya asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar (Setiawati dan Naim, 2000). Scott (2009) membagi pemahaman atas manajemen laba menjadi dua sebagai berikut. 1. Melihat manajemen laba sebagai perilaku oportunistik (opportunistic earnings management) untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak hutang, dan political costs. 2. Melihat manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient earnings management) di mana manajemen laba memberi fleksibilitas untuk melindungi pihak manajemen dan perusahaan untuk mengantisipasi kejadiankejadian tidak terduga agar memberikan keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba dari perspektif ini bertujuan untuk
digilib.uns.ac.id 13 mengkomunikasikan informasi dan meningkatkan nilai pasar saham perusahaan, misalnya melalui perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Informasi akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik kepentingan antara pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Watt dan Zimmerman, 1990). Akan tetapi, untuk tujuan tertentu pihak manajemen terkadang melakukan manajemen laba. Watts dan Zimmerman (1990) dalam positive accounting theory menggambarkan tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba antara lain sebagai berikut. 1. Bonus Plan Hypothesis Manajemen cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan utilitasnya, yaitu bonus yang tinggi. Dalam perusahaan yang berencana memberikan bonus, maka manajer akan menaikkan laba yang dilaporkan saat ini dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini dengan alasan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi di masa kini. 2. Debt Covenant Hypothesis Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit atau yang memiliki rasio debt to equity cukup tinggi akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba dengan tujuan menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh dana tambahan
digilib.uns.ac.id 14 dari pihak kreditur atau bahkan dapat terancam melakukan pelanggaran perjanjian utang. 3. Political Cost Hypothesis Perusahaan besar cenderung memiliki biaya politik yang tinggi yang akan medorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba yang dilaporkan dengan cara menangguhkan laba yang dilaporkan pada periode sekarang ke periode selanjutnya. Hal ini dilakukan oleh manajer karena pemerintah akan segera mengambil tindakan terhadap perusahaan dengan laba yang tinggi, misalnya: mengenakan peraturan anti trust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Biaya politik muncul karena perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Scott (2009) menjelaskan adanya beberapa motivasi yang mendorong untuk melakukan manajemen laba antara lain sebagai berikut. 1. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi mengenai laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan tindakan manajemen laba dengan cara memaksimalkan laba saat ini. 2. Political Motivations Perusahaan publik melakukan manajemen laba untuk mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah untuk menetapkan peraturan yang lebih ketat.
digilib.uns.ac.id 15 3. Taxation Motivations Tujuan penghematan pajak menjadi motivasi yang paling nyata untuk melakukan tindakan manajemen laba. Berbagai metode akuntansi digunakan untuk tujuan menghemat pajak pendapatan yang dibayarkan. 4. Initital Public Offering (IPO) Tindakan manajemen laba dilakukan oleh manajer perusahaan yang akan go public dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan karena pada dasarnya perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar. 5. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Perusahaan harus menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Setiawati dan Na im (2000) membagi teknik dalam merekayasa laba menjadi tiga kelompok sebagai berikut. 1. Memanfaatkan peluang dalam membuat estimasi akuntansi Manajemen dapat mempengaruhi laba dengan menggunakan judgement terhadap estimasi akuntansi, yaitu: estimasi tingkat piutang yang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aset tetap atau amortisasi aset tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi yang digunakan Teknik ini dilakukan dengan cara mengubah metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, misalnya dengan mengubah
digilib.uns.ac.id 16 metode depresiasi aset tetap dari depresiasi angka tahun ke depresiasi garis lurus. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan Teknik yang digunakan untuk merekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian atau promosi sampai periode akuntansi berikutnya, bekerjasama dengan vendor untuk mempercepat/menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain. Manajer dapat memilih bentuk manajemen laba sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Scott (2009) mengemukakan empat bentuk manajemen laba antara lain sebagai berikut. 1. Taking a bath Pola taking a bath terjadi ketika perusahaan berada dalam kondisi tertekan atau sedang melakukan reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Pola ini dilakukan dengan cara menghapus beberapa aktiva, mengakui biaya periode mendatang ke dalam periode berjalan, dan melakukan clear the desk. Tindakan tersebut akan menyebabkan kerugian dalam jumlah besar yang dilaporkan pada periode saat ini dan diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang.
digilib.uns.ac.id 17 2. Income minimization Ketika perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi maka akan dilakukan tindakan minimalisasi laba dengan tujuan agar tidak mendapat sorotan secara politis. Kebijakan yang dapat diambil seperti penghapusan barang modal dan aktiva tidak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk Research and Development, dan sebagainya. 3. Income maximization Pola ini dilakukan ketika perusahaan mengalami penurunan atas laba. Tindakan melaporkan laba yang tinggi dilakukan untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang juga dimungkinkan untuk melakukan maksimalisasi laba. 4. Income smoothing Income smoothing merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan paling populer di antara pola manajemen laba yang ada. Belkaoui (2004) mengungkapkan bahwa perataan laba merupakan proses normalisasi laba yang sengaja dilakukan untuk mencapai tren atau tingkat yang diinginkan. Tindakan ini sengaja dilakukan untuk meratakan laba dengan menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar sehingga laba tampak stabil. 2.1.5. Kualitas Laba Laporan keuangan digunakan oleh para penggunanya untuk menilai kinerja dan prospek masa depan suatu perusahaan. Para pengguna seperti investor
digilib.uns.ac.id 18 dan kreditur yang ingin mengetahui prospek masa depan perusahaan biasanya tertarik pada laporan mengenai laba dan komponennya. Statement of Financial Accounting Concepts No.1 (2010) mengungkapkan bahwa para pengguna laporan keuangan lebih tertarik terhadap informasi mengenai laba daripada informasi mengenai arus kas karena laporan keuangan yang hanya menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas dalam periode yang pendek tidak cukup mengindikasikan keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan para penggunanya. Oleh karena itu, kebenaran informasi mengenai laba yang dilaporkan oleh perusahaan merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan. Pentingnya informasi laba bagi para penggunanya memicu timbulnya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen agar informasi laba tersebut terlihat lebih baik. Adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Praktik manajemen laba tersebut menggambarkan kualitas laba perusahaan yang kurang baik. Jika kualitas laba yang dilaporkan rendah, maka informasi laba yang terkandung dalam laporan tersebut dapat merugikan para pengguna laporan keuangan karena laba yang dilaporkan tidak sesuai dengan hasil kinerja perusahaan yang sebenarnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi sebenarnya mengenai kinerja manajemen dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Selain itu, tindakan manajemen laba dapat menyebabkan kesalahan para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
digilib.uns.ac.id 19 Terdapat beberapa cara dalam menentukan adanya praktik manajemen laba suatu perusahaan, salah satunya adalah dengan menggunakan pengukuran discretionary accruals. Semakin rendah nilai discretionary accruals, maka semakin rendah pula manajemen laba yang dilakukan sehingga kualitas labanya semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi nilai discretionary accruals, maka semakin tinggi manajemen laba yang dilakukan sehingga kualitas labanya semakin rendah. 2.1.6. Dividen Dividen merupakan sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Kieso, Weygandt, and Warfield (2011) mengemukakan terdapat empat tipe dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham antara lain sebagai berikut. 1. Dividen Tunai (Cash Dividends) Dividen tunai dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash (tunai) dengan tujuan memacu kinerja saham di bursa efek. Dividen jenis ini biasanya lebih menarik para pemegang saham dibandingkan dengan dividen saham. 2. Dividen Properti (Property Dividends) Dividen properti merupakan dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk aset perusahaan, seperti persediaan barang dagangan dan investasi sementara.
digilib.uns.ac.id 20 3. Dividen Likuidasi (Liquidating Dividends) Dividen likuidasi merupakan dividen yang didasarkan pada selain saldo laba ditahan tetapi merupakan pengembalian modal kepada pemegang saham. Pembagian dividen likuidasi mengurangi saldo modal saham yang diinvestasikan oleh pemegang saham. 4. Dividen Saham (Stock Dividends) Dividen saham dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham dengan tujuan menahan kas agar dapat digunakan untuk membiayai aktivitas perusahaan. Besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen yang ditentukan oleh manajemen perusahaan. Terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan dividen suatu perusahaan seperti yang dijelaskan oleh Brigham (2001) antara lain sebagai berikut. 1. Dividend Irrelevance Theory Teori ini dinyatakan oleh Modigliani dan Miller yang mengungkapkan bahwa kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham dan biaya modal sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan. 2. Bird-In-The-Hand Theory Myron Gordon dan John Lintner mengungkapkan bahwa biaya modal sendiri suatu perusahaan akan naik jika dividend payout ratio rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains.
digilib.uns.ac.id 21 3. Tax Preference Theory Dividen dan capital gains yang diterima oleh para pemegang saham akan dikenai pajak. Dengan adanya pajak tersebut, dalam teori ini diungkapkan bahwa para pemegang saham lebih menyukai capital gains dikarenakan dapat menunda pembayaran pajak. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan adanya kandungan informasi yang disinyalkan melalui pembayaran dividen. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tong dan Miao (2011) yang menganalisis hubungan antara dividen dengan kualitas laba membuktikan bahwa dividen mengandung informasi mengenai kualitas laba. Kualitas laba yang diukur melalui proksi discretionary accruals menunjukkan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki discretionary accruals yang rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki kualitas laba yang lebih tinggi, sedangkan perusahaan yang tidak membayarkan dividen memiliki kualitas laba yang lebih rendah. Penelitian Skinner dan Soltes (2009) menemukan bahwa dividen mengandung informasi mengenai kualitas laba yang dilaporkan. Perusahaan yang membayarkan dividen memiliki laba yang lebih persisten dibanding perusahaan yang tidak membayarkan dividen. Selain itu, perusahaan yang membayarkan dividen cenderung jarang (tidak) melaporkan kerugian dibandingkan perusahaan yang tidak membayarkan dividen.
digilib.uns.ac.id 22 Farinha dan Moreira (2007) juga menemukan bukti adanya hubungan positif antara pembayaran dividen dengan kualitas laba. Perusahaan yang tidak berhubungan dengan manajemen laba kemungkinan besar akan membayarkan dividen. Hanlon et al. (2007) menemukan bahwa laba masa depan dapat diprediksi dengan lebih baik oleh investor pada perusahaan yang membayarkan dividen. Mereka juga membuktikan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki tingkat pengembalian saat ini yang terasosiasi lebih baik dengan laba masa depan dibandingkan perusahaan yang tidak membayarkan dividen. Penelitian yang dilakukan oleh Caskey dan Hanlon (2005) membuktikan bahwa dividen merupakan indikasi kualitas laba. Mereka menggunakan sampel 32 perusahaan yang dituduh melakukan fraud pelaporan keuangan oleh SEC dan menemukan bahwa perusahaan yang melakukan fraud jarang (tidak) membayarkan dividen maupun menaikkan ukuran dividen yang dibayarkan dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan fraud. Penelitian yang dilakukan Sirait dan Siregar (2012) menyatakan bahwa dividen berhubungan positif dengan kualitas laba. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak membayarkan dividen.
digilib.uns.ac.id 23 2.3. Kerangka Pemikiran Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen Variabel Dependen Pembayaran Dividen (-) Absolute Discretionary Accruals (ADA) Size Profitabilitas Variabel Kontrol Pertumbuhan Tingkat Utang Variabel Kontrol Dari kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan pengaruh pembayaran dividen terhadap Absolute Discretionary Accruals (ADA) yang merupakan proksi pengukuran kualitas laba. Variabel kontrol yang dimasukkan meliputi ukuran perusahaan (SIZE), profitabilitas, (ROA), pertumbuhan (GROWTH), dan tingkat utang (LEV).
digilib.uns.ac.id 24 2.4. Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara yang kebenarannya belum tentu dan kebenarannya itu masih perlu dibuktikan (Sekaran, 2007). Hipotesis yang akan diajukan dan diuji kebenarannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.4.1. Pengaruh Pembayaran Dividen terhadap Kualitas Laba Farinha dan Moreira (2007) menemukan hubungan positif antara pembayaran dividen dan pengukuran kualitas laba. Mereka juga berpendapat bahwa perusahaan dengan kualitas laba yang tinggi mempunyai probabilitas signifikan untuk membayar dividen. Kebijakan pembayaran dividen memberikan informasi tentang kualitas pelaporan laba (Skinner dan Soltes, 2009). Menurut para pembuat peraturan, akademisi, dan investor, dividen adalah salah satu cara untuk menilai kualitas laba karena dividen didukung oleh arus kas aktual (Tong dan Miao, 2011). Sheng et al. (2011) menyatakan bahwa dividen yang meningkat merupakan sinyal laba masa depan yang baik, sebaliknya penurunan dividen merupakan sinyal buruk untuk memprediksi laba masa depan. Adanya pembayaran dividen merupakan sinyal kestabilan dan pertumbuhan laba masa depan. Hanlon et al. (2007) menyatakan bahwa laba masa depan dapat diprediksi dengan lebih baik oleh investor pada perusahaan yang membayarkan dividen. Caskey dan Hanlon (2005) menemukan bahwa dividen merupakan indikasi kualitas laba. Tong dan Miao (2011) yang menguji hubungan pembayaran dividen terhadap kualitas laba menemukan bahwa pembayaran dividen berhubungan positif terhadap kualitas laba. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
digilib.uns.ac.id 25 Sirait dan Siregar (2012) yang menemukan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak membayarkan dividen. Dari beberapa penelitian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut. H1: Pembayaran dividen berpengaruh positif terhadap kualitas laba.