60 BAB IV ANALISIS Setelah mengetahui legalitas şallallahu alaihi wasallam dan alaihi sallam dari tafsir al-marāghī di dalam bab tiga, maka pada bab ini akan dipaparkan analisis guna menganalisa şalawat dan salam yang terdapat dalam tafsir al-marāghī. A. Analisis Şalawat Dan Salam Dalam Tafsir Al-Marāghī Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya tentang konsep şalawat kepada para Nabi yaitu şallallahu alaihi wasallam dan alaihi sallam, al-marāghī menerangkan bahwa şalawat yang dijelaskan mengacu pada pemaknaan. Dalam penjelasannya al-marāghī memaknai şalawat dengan pernyataan bahwa şalawat yang dilakukan oleh Allah SWT maksudnya ialah memberi rahmat. Sedangkan yang dilakukan oleh para Malaikat, yang dimaksud ialah memohonkan ampun. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas adalah sesungguhnya Allah memberi rahmat kepada Nabi, sedangkan para Malaikat mendo akan dan memohonkan ampun untuknya. Dalam Tafsir al-marāghī menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman, do akanlah agar Nabi mendapat rahmat, dan tampakanlah kemuliaannya dengan cara apa pun yang kamu lakukan yaitu mengikuti dia dengan baik dan mematuhi perintahnya dalam segala hal yang Nabi Muhammad perintahkan. Juga dengan mengucapkan şalawat dan salām kepadanya dengan lidahmu.
61 Begitu juga al-marāghī memaknai salam sebagai pujian yang baik dikalangan para Nabi. Sebutan yang baik ini sebagai salam kesejahteraan yang dilimpahkan kepada para Nabi terkemudian diabadikan oleh Allah SWT. Adapun ayat-ayat yang dijadikan rujukan al-marāghī didalam menjelaskan şalawat dan salam sebagai bentuk penghormatan terhadap hamba-hamba Allah pilihan diantaranya ialah surat al-ahzab ayat 56, dan Surat as-şāffāt ayat 79,109, 120, 130, dan 181. Ayat-ayat diatas, itulah yang dirujuk oleh al-marāghī dalam memaparkan şalawat dalam bentuk şallallāhu alaihi wasallam yang diperuntuhkan untuk Nabi Muhammad SAW. Dan juga salam dalam bentuk alaihi salām yang ditujukan kepada para Nabi. Al-Marāghī menyebutkan selain surat al-ahzab ayat 56 yang dijadikan sebagai dasar untuk berşalawat kepada Nabi, al-marāghī juga merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh an-nasaī melalui jalur sanad dari Abdillah bin Abi Ţalңah sebagai berikut: Begitu pula Abdullah bin abī Ţalңah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW datang pada suatu hari, sedang pada wajahnya tampak berseri-seri. Maka kami berkata sesungguhnya kami benar-benar tahu kegembiraan pada wajah engkau. Maka Rasul menjawab, Jibril telah datang kepadaku, lalu berkata, Ya Muhammad, sesungguhnya tuhanmu
62 menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, tidaklah engkau rela bahwa tak seorang pun mengucapkan şalawat kepadamu di antara umatmu, kecuali Aku (Allah) memberi rahmat 10 kali lipat kepadanya. Dan tidak seorang dari umatmu yang menyampaikan salam kepadamu kecuali aku menyampaikan salam kepadamu 10 kali lipat. Ahmad Muşţafā al-marāghī, juga mengutip hadis tentang bagaimana cara mengucapkan şalawat dan salām kepada Nabi Muhammad. Hal ini Seperti hadiş yang diriwayatkan Imam Bukhārī melalui jaur sanad Ka ab ibnu Ujrah sebagai berikut: Al-Bukhārī dengan sanad dari Ka ab ibnu Ujrah meriwayatkan bahwa Ka ab berkata, Rasulullah SAW ditanya? Ya Rasulullah, adapun mengucapkan salām padamu kami telah tau, maka bagaimana mengucapkan şalawat? Nabi menjawab, ucapkanlah Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad kama shallaita ala Ibrāhim. (Ya Allah berilah rahmat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana engkau telah memberi rahmat kepada Ibrāhim). Sebagai bahan atau sumber perbandingan analilis terhadap pemaknaan şalawat dan salam menurut Ahmad Muşţafā al-marāghī, maka terdapat pemaknaan şalawat dan salam menurut para tokoh mufasir lain diantaranya yaitu: 1. Tafsir Al-Mishbah Sesungguhnya Allah yang maha agung lagi maha kuasa bahkan menghimpun segala sifat terpuji, dan demikian pula Malaikat-Malaikat-Nya yang merupakan makhluk-makhluk suci, sangat cinta dan kagum kepada Nabi
63 Muhammad SAW, karena itu mereka yakni Allah SWT bersama semua Malaikat, terus menerus berşalawat untuk Nabi, yakni Allah melimpahkan rahmat dan aneka anugerah dan Malaikat bermohon kiranya dipertinggi lagi derajat dan dicurahkan maghfirah atas Nabi Allah yang merupakan makhluk Allah yang termulia dan yang paling banyak jasanya kepada umat manusia dalam memperkenalkan Allah dan jalan lurus menuju kebahagian. Karena itu hai orang-orang yang beriman, berşalawatlah kamu semua untuknya yakni mohonlah kepada Allah kiranya şalawat pun lebih dicurahkan lagi kepada beliau, dan disamping itu hai orang-orang beriman hindarkanlah dari beliau segala aib dan kekurangan serta sebut-sebutlah keistimewaan dan jasa beliau dan bersalamlah yakni ucapkanlah salam penghormatan kepada beliau yang sempurna lagi penuhi tuntunan beliau. Perintah Allah kepada orang-orang beriman ini, setelah sebelumnya menyatakan diri-nya dan para Malaikat berşalawat adalah untuk menggambarkan bahwa penghuni langit dan para Malaikat mengagungkan Nabi Muhammad SAW, maka hendaknya kaum muslimin yang merupakan penghuni bumi mengagungkan beliau pula. 2. Tafsir Al-Qurthubi Ayat ini menyebutkan betapa tingginya derajat Nabi Muhammad SAW disisi Allah, setelah sebelumnya disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW terpelihara dari perbuatan dan pemikiran yang buruk. Selain itu, beliau diberi kehormatan dengan cara mengharamkan para istrinya untuk dinikahi
64 oleh siapa pun setelah beliau. Beliau juga diberi kehormatan dengan şalawat dari Allah dan para Malaikat-Nya. Şalawat dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah pemberian rahmat dan keridhaan-nya, sedangkan şalawat dari para Malaikat adalah do a dan permohonan ampun untuk beliau, dan şalawat dari umat beliau adalah do a dan pengagungan terhadap beliau. Para Ulama berlainan pendapat mengenai tempat kembalinya dhamir kata ganti pada lafadh yusalluna, beberapa diantara mereka berpendapat bahwa dhamir tersebut kembali kepada Allah dan para Malaikat-Nya. Ini adalah firman Allah yang juga mengangkat kehormatan para Malaikat, dimana tidak ada siapa pun yang boleh digandengkan namanya dengan nama Allah pada sebuah dhamir, terkecuali Allah sendiri. Para Ulama sepakat bahwa berşalawat kepada Muhammad SAW hukumnya fardhu satu kali seumur hidup. Sedangkan berşalawat yang lebih dari itu, maka hukumnya sunah muakadah (sunah yaang hukum pelaksanaannya sangat dianjurkan dan jarang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW) yang hampir mendekati wajib. Bagi seorang muslim, berşalawat kepada Nabi Muhammad SAW tidak mugkin ditinggalkan atau dilupakan kecuali jika dia adalah orang yang kurang kebaikannya. Para Ulama berbeda pendapat mengenai waktu diwajibkannya berşalawat. Beberapa diantara mereka berpendapat bahwa berşalawat itu diwajibkan pada setiap kali nama beliau disebutkan. Karena, ada sebuah riwayat disebutkan.
65 Barang siapa yang mendengar namaku disebutkan lalu ia tidak berşalawat kepadaku, maka ia akan dimasukan kedalam api neraka dan dijauhkan dari alah. Berkaitan dengan keutamaan yang diperoleh oleh seseorang yang berşalawat kepada Nabi Muhammad SAW, ada sebuah hadist Nabi yang menyebutkan Barang siapa yang berşalawat kepdaku satu şalawat maka Allah akan berşalawat kepadanya sebanyak sepuluh şalawat. Sahal bin Abdullah berkata, berşalawat kepada Nabi Muhammad SAW itu lebih baik dari pada melakukan beberapa ibadah lainnya, karena setelah Allah dan para Malaikatnya berşalawat kepada Nabi SAW, kemudian Allah SWT juga mmerintahkan kepada orang-orang mukmim untuk berşalawat kepada beliau. Sedangkan ibadah-ibadah lainnya tidak seperti itu. Firman Allah wasallimu tasiman dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Al-Qadhi Abu Bakar bin Bakir meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan membawa pesan dan perintah untuk para sahabat beliau agar membawa salam kepada beliau. Begitu pula dengan kaum muslimin setelah mereka juga diperintahkan untuk memberi salam kepada beliau ketika berkunjung ke makamnya dan ketika disebutkan namanya.
66 3. Tafsir Fizhilalil Qur an Şalawat Allah terhadap Rasulullah adalah pujian-nya atas beliau diantara para Malaikat. Sedangkan şalawat Malaikat terhadap Rasulullah adalah do a mereka bagi beliau di sisi Allah. Sungguh mulia dan tingginya martabat demikian dimana seluruh yang ada menyaksikan berulng-ulang pujian Allah atas Nabi-Nya. Seluruh alam semesta tercerahkan dengannya dan bersahut-sahutan memuji Rasulullah. Allah telah menetapkan pujian itu dalam alam semesta ini sejak zaman azali dan kekal selamanya. Tidak ada nikmat dan kemulian yang lebih tinggi dari pada nikmat dan kemuliaan ini. Jadi, nilai apa lagi yang diberikan oleh manusia ketika berşalawat dan memberi salam kepada Rasulullah setelah şalawat dan salam Allah baginya dan para Malaikat semuanya di al-mala ul a la bagi beliau. Sebetulnya Nabi SAW tidak membutuhkannya sama sekali. Namun, Allah hendak memuliakan orang-orang yang beriman dengan menghubungkan dan mengaitkan antara şalawat dan salam-nya dengan şalawat dan salam mereka. Dan, Dia ingin menyampaikan mereka dengan cara ini kepada kedudukan yang tinggi, mulia, azali dan kekal abadi. Dalam susaana kemulian dan penghormatan Ilahi seperti ini, tampak sekali bahwa gangguan dan hinaan orang-orang kepada Rasulullah adalah keburukan yang sangat jahat, hina, keji, dan jelek. Keburukan dan kejahatan itu di tambah lagi dengan hakikat bahwa sesungguhya gangguan dan penghinaan terhadap Rasulullah itu juga
67 merupakan gangguan dan penghinaan kepada Allah dari hamba-nya dan makhluk-nya. Padahal, mereka tidak mungkin dapat menganggu dan menyakiti Allah. Namun, ungkapan seperti ini mengambarkan sensitivitas dan kepedulian terhadap gangguan dan penghinaan terhadap utusan Allah, seolah-olah gangguan dan penghinaan itu itu ditujukan kepada zat Allah yang maha tinggi. Sungguh alangkah jahatnya, alangkah kejinya, dan alangkah buruknya. 4. Tafsir Al-Azhar Surat al-ahzab ayat 56 ini memperkuat rasa hormat yang wajib kita lakukan kepada Nabi, bukan saja dikala hidupnya, bahkan sampai setelah beliau wafat pun. Allah memberi bukti bahwa Allah sendiri pun berlaku hormat kepada Nabi. Allah mengucapkan şalawat kepada Nabi, Malaikat- Malaikat dilangit pun mengucapkan şalawat kepada Nabi. Maka orang-orang yang beriman hendaklah mengucapkan şalawat pula kepada beliau. Imam Bukhari berkata menurut Abul Aliyah yang dimaksud dengan Allah şalawat Allah kepada Nabi ialah pujian yang Dia berikan terhadap Nabi. Dan şalawat Malaikat kepada Nabi ialah do anya. Ibnu Abbas menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Allah memberi şalawat ialah berkah. Abu Isa Tarmidzi mengatakan bahwa sufyan dan bukan seorang dua dari orang-orang yang berilmu mengatakan bahwa şalawat Allah atas Nabi ialah rahmat-nya kepada beliau. Şalawat Malaikat ialah ketika dia memohonkan ampun untuk Nabi kepada Allah.