III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

31 Universitas Indonesia

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. merupakan data tahunan dan hanya pada sektor industri.

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time

III METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

3. METODE. Kerangka Pemikiran

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agriculture, Manufacture Dan Service di Indonesia Tahun Tipe

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

III. METODE PENELITIAN. Jenderal Pengelolaan Utang, Bank Indonesia dalam berbagai edisi serta berbagai

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

III. METODE PENELITIAN. A. Daerah Penelitian dan definisi operasional variabel. Penelitian ini dilaksanakandi di Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. dan yang tidak dipublikasikan. Data penelitian bersumber dari laporan keuangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian (Sugiyono,2002). Sehingga penelitian ini mengambil obyek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1.Objek Penelitian Dalam penelitian ini terdiri dari varabel terikat dan variabel bebas. Dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan hipotesa. Jenis penelitian ini adalah penelitian sebab akibat

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data panel, yaitu model data yang menggabungkan data time series dengan crosssection.

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data sekunder tahunan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder dalam bentuk tahunan dari tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menganalisis data, penulis menggunakan alat bantu komputer seperti paket

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang

IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

Pertemuan 4-5 ANALISIS REGRESI SEDERHANA

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

METODE PENELITIAN. tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005: :12 yang

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB I PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikann sistem kelembagaan (Arsyad, 2010:11)

METODOLOGI PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (timeseries) yang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. dasarnya menghasilkan hasil analisis dengan numeric (angka) yang akan diolah

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB III. Metode Penelitian. bagaimana hasilnya apakah signifikan atau tidak. terhadap variabel-variabel dependen.

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dipilih menjadi lokasi penelitian karena daerah ini merupakan salah satu provinsi dengan angka permintaan kedelai yang tertinggi di Indonesia namun salah satu provinsi yang memproduksi kedelai terendah di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara dari segi penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara mempunyai sumberdaya lahan yang cukup besar, mempunyai kesesuaian agronomis terhadap tanaman kedelai, namun salah satu provinsi yang mengalami penurunan produksi tertinggi di Indonesia. 3.2 Metode Pengambilan Sampel Penentuan Jumlah sampel berdasarkan pendapat Maholtra (2008), dimana jumlah sampel minimal empat sampai lima kali jumlah variabel yang diamati. Pada penelitian ini, terdapat 7 variabel yang diamati yaitu permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara, penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara, harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara, pendapatan perkapita, harga riil jagung dan luas areal panen kedelai. Sehingga besar sampel (size of sample) minimal adalah 28-35 sampel. Penelitian dilakukan dengan purposive sampling dengan besarnya sampel (size of sample) (n) sebesar 48 sampel menggunakan data sekunder time series setiap semester selama dari tahun 1990 hingga tahun 2013..

3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Provinsi Sumatera Utara dan nasional, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, dan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara serta instansi instansi lain yang berkaitan data yang digunakan dalam penelitian ini. 3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Spesifikasi Model Permintaan dan penawaran suatu komoditas merupakan suatu sistem yang tidak dapat dianalisis secara terpisah. Hubungan antara penawaran dan permintaan suatu komoditas selalu dipengaruhi oleh variabel-variabel secara simultan. Oleh karena itu, untuk mengukur keragaan penawaran dan permintaan komoditas di dalam pendekatan ekonometrika atau statistika ekonomi digunakan pendekatan simultan. Spesifikasi model dilakukan berdasarkan alur pemikiran model permintaan dan penawaran komoditas kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang disajikan pada Gambar 8. 3.4.1.1 Spesifikasi Fungsi Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara diduga dipengaruhi oleh harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara dan pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara.

Persamaannya adalah sebagai berikut : QD = a0 + a1 HKDSU+ a2 PKP + a3 JPSU + U1...(13) a1 < 0; a2,a3 >0 dimana, QD = Permintaan Kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu ton) HKDSU = Harga riil kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu rupiah/kg) PKP JPSU U1 a0 = Pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara (dalam juta rupiah) = Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (dalam juta jiwa) = Variabel pengganggu = Intersep a1,a2,a3 = Koefisen regresi Gambar 7. Alur Pemikiran Model Permintaan Dan Penawaran Komoditas Kedelai Di Provinsi Sumatera Utara

Hubungan/Pengaruh antara harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara dengan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara bersifat negatif. Apabila terjadi peningkatan harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara, maka akan menyebabkan menurunnya permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara. Hubungan antara permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara dan pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara adalah positif. Apabila pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara meningkat maka permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara akan meningkat. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara diduga berpengaruh positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Kenaikan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara akan meningkatkan kebutuhan/permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara, hal ini mengakibatkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara akan meningkat. Selain itu, sebagai salah satu komoditas penting bagi penduduk Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara akan secara langsung akan meningkatkan permintaan kedelai. 3.4.1.2 Spesifikasi Fungsi Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh harga riil domestik kedelai, luas areal panen kedelai, dan harga riil jagung. Dirumuskan sebagai berikut: QS= b0 + b1 HKDSU + b2 LPKSU+ b3 HJG+ U2...(14) b1, b2 > 0 b3<0

dimana, QS HKSU = Penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara (Dalam ribu ton) = Harga riil kedelai di Provinsi Sumatera Utara (dalam ribu rupiah/kg) LPKSU = Luas areal panen kedelai di Provinsi Sumatera Utara (Dalam Ribu ha) HJG = Harga riil jagung di Provinsi Sumatera Utara (dalam Ribu rupiah/kg) b1,b2,b3 b0 U2 = koefisien regresi = Intersep = Variabel Pengganggu Hubungan antara penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dan harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara bersifat positif. Apabila harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara naik maka penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara akan meningkat. Hubungan antara penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dan luas areal panen kedelai bersifat positif. Apabila luas areal panen meningkat maka penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara akan meningkat. Hubungan antara harga riil jagung dan penawaran adalah negatif dimana apabila harga riil jagung meningkat tanpa diikuti oleh kenaikan harga riil kedelai maka penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara menurun diakibatkan kurangnya panen kedelai.

3.4.2 Identifikasi Model Menurut Koutsoyiannis (1977), masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan-persamaan yang didalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus diestimasi secara statistik. Masalah identifikasi tidak muncul dalam persamaanpersamaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi equilibrium, karena dalam hubungan-hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran. Untuk menentukan metode pendugaan yang tepat, Identifikasi dilakukan dengan melihat hubungan antara selisih antara jumlah variabel predeterminan/ instrument variabel pada model (K-k) dan selisih Jumlah variabel endogen yang terdapat pada persamaan dikurangi dengan satu (g-1). Terdapat tiga kemungkinan hubungan yaitu apabila K-k lebih kecil dari g-1 maka persamaan teridentifikasi underidentified, Apabila K-k sama dengan g-1, maka persamaan teridentifikasi exactly identified, apabila K-k > g-1, maka persamaan teridentifikasi over identified 1. Persamaan Underidentified Suatu persamaan dikatakan underidentified jika bentuk statistiknya tidak tunggal. Suatu sistem dikatakan underidentified ketika satu atau lebih persamaanpersamaan yang ada dalam sistem tersebut underidentified. Jika suatu persamaan atau model underidentified maka tidak mungkin dilakukan pendugaan dari seluruh parameter yang ada dengan teknik ekonometrika manapun. 2. Persamaan Identified Jika Suatu persamaaan memiliki bentuk statistik tunggal maka persamaan tersebut dapat diidentifikasikan (identified), dan persamaan tersebut bisa exactly identified atau overidentified. Dalam persamaan yang teridentifikasi, koefisien

yang terdapat didalamnya dapat diduga secara statistik. Jika persamaan exactly identified maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect Least Square (ILS). Sedangkan jika persamaan overidentified maka metode yang dapat digunakan salah satunya adalah Two Least Square (2SLS). 3.4.3 Uji Asumsi Klasik Penggunaan regresi 2SLS pada suatu model tidak boleh menyimpang dari asumsi BLUE (best, linear, unbiased and estimator). Model harus lolos dari penyimpangan asumsi. Pengujian asumsi dilakukan dengan pengujian asumsi klasik. Pada penelitian ini, pendugaan parameter dalam model 2SLS. Model regresi yang dibangun sebaiknya tidak menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linear, Unbiased dan Estimator). Model harus lolos dari penyimpangan asumsi yang disebabkan adanya serial korelasi, normalitas, dan multikoliearitas. 3.4.3.1 Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan untuk melihat asumsi data model simultan 2SLS terdistribusi normal. Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Distribusi normal data dimana data memusat pada nilai rata-rata dan median. Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel variabel yang digunakan baik yang dijadikan sebagai variabel dependen ataupun variabel yang dijadikan sebagai variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distibusi data normal atau mendekatinormal. Langkah yang digunakan dalam program eviews untuk menguji normalitas variabel yang digunakan dimulai dengan membuka lembar output model regresi.

Pada lembar output model regresi klik tab View, kemudian pilih Residual Test dan Histogram. Kemudian pilih Normality Tes. Pendektesian apakah residualnya berdistribusi normal atau tidak dilakukan dengandengan membandingkan nilai nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) dengan tingkat signifikansi. Pada penelitian ini tingkat signifikasnsi adalah 0.05, kemudian untuk menarik kesimpulan dilakukan pengujian hipotesis dilakukan pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut: 1. Jika nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) < 0,05, maka residualnya berdistribusi tidak normal. 2. Jika nilai Probabilitas Jarquae Bera (JB) > 0,05, maka residualnya berdistribusi normal. 3.4.3.2 Uji Autokorelasi Salah satu asumsi model linier adalah faktor pengganggu tidak dipengaruh oleh faktor pengganggu pada pengamatan lain. Serial korelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah serial korelasi timbul karena residual tidak bebas dari suatu observasi ke observasi lainnya. Masalah ini sering ditemukan apabila kita menggunakan data time series/runtut waktu. Hal ini disebabkan karena error pada suatu data yang cenderung akan mempengaruhi error pada data yang sama pada periode berikutnya. Sedangkan, pada data cross section, masalah serial korelasi jarang terjadi karena error pada observasi yang berbeda berasal dari data yang berbeda. Cara mendeteksi adanya serial korelasi pada eviews adalah sebagai berikut setelah melakukan regresi, lembar output model regresi dibuka. Lalu operasi

serial korelasi dengan menekan klik pada View Residual Test kemudian pilih Serial Correlation LM Test, setelah itu akan muncul tabel Serial Correlation LM Test. Untuk mendeteksi adanya serial korelasi pada tabel Serial Correlation LM Test yaitu dengan membandingkan Probabilitas Obs*R-square dengan tingkat signifikansi, pada penelitian ini tingkat signifikansi adalah 5 %, lalu dilakukan pengujian hipotesis pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut : 1. Jika nilai probabilitas Obs*R-square < 0,05, maka hipotesis menyatakan bahwa model bebas dari masalah serial korelasi ditolak. 2. Jika nilai probabilitas Obs*R-square > 0,05, maka hipotesis menyatakan bahwa model bebas dari masalah serial korelasi diterima. 3.4.3.3 Uji Multikolinearitas Salah satu penyimpangan asumsi model klasik adalah adanya multikolinieritas dalam model regresi yang dihasilkan, artinya antar variabel eksogen yang membentuk model memiliki hubungan yang sempurna. Gejala terjadinya multikolonearitas adalah koefisien determinasi (R 2 ) yang didapat tinggi tetapi tidak satupun koefisien regresi parsilanya signifikan. Konsekuensi dari model regresi yang mengandung multikolinearitas adalah bahwa kesalahan standar estimasnya akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel eksogen, dan tingkat signifikansi yang digunakan menolak hipotesis HO diperoleh tidak sahih untuk menaksir variabel endogen. Tahapan untuk pengujian eviews dilakukan dengan pendekatan korelasi parsial yaitu dengan cara dengan melakukan regresi pada persamaan permintaan

kedelai dari langkah pertama didapat nilai R Square Permintaan. Setelah R Square didapat kemudian lakukan estimasi regresi harga riil kedelai dengan variabel pendapatan perkapita dan jumlah penduduk untuk mendapatkan R Square harga riil kedelai. Lakukan estimasi dengan cara yang sama terhadap pendapatan perkapita dan jumlah penduduk sehingga didapat Rsquare permintaan, Rsquare harga riil kedelai, Rsquare jumlah penduduk, dan Rsquare pendapatan perkapita. Apabila Rsquare permintaan > Rsquare harga riil kedelai, Rsquare jumlah penduduk, dan Rsquare pendapatan perkapita maka tidak ada masalah multikorelasi. 3.4.4 Intepretasi Evaluasi Model Dalam evaluasi model diharapkan dapat diketahui variabel eksogen mana yang berpengaruh pada variabel endogen, baik secara bersama-sama, maupun secara parsial. Evaluasi model memerlukan kriteria pengujuan (criteria statistic) yang terdiri dari Uji koefisien determintasi (uji R 2 ), Uji statistik-t dan Uji statistik-f. 3.4.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R 2 ), digunakan untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas (variabel eksogen/variabel tidak bebas/variabel independent/variable penjelas) dapat menjelaskan variabel terikat (endogen/variabel tidak bebas/ variabel dependent). Koefisien ini menunjukan seberapa besar variasi total pada variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya dalam model regresi tersebut. Nilai dari koefisien determinasi ialah antara 0 hingga 1. Nilai R 2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa variabel

dalam model tersebut dapat mewakili permasalahan yang diteliti, karena dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel dependennya. Nilai R : sama dengan atau mendekati 0 (nol) menunjukan variabel dalam model yang dibentuk tidak dapat menjelaskan variasi dalam variabel terikat. 3.4.4.2 Uji F-statistik Uji F-Statistik digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesis yang dipakai pada uji F berupa H0 adalah keseluruhan variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas ; H1 adalah keseluruhan variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas. Apabila, Prob F-statistik < 0.05 maka H0 diterima H1 ditolak, sebaliknya Prob F- statistik > 0.05 maka H1 diterima H0 ditolak 3.4.4.3 Uji t-statistik Uji t (uji t hitung) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel eksogen/variabel tidak bebas/ variabel independent/variabel penjelas menerangkan variabel endogen/variabel bebas/variabel dependen dengan cara membandingkan t-hitung dan t-tabel. Sebagai H0 adalah Variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas; Sebagai H1 adalah Variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas. Apabila prob t < 0.05 maka Ho diterima ; H1 ditolak; namun apabila prob t > 0.05 maka H0 ditolak; H1 diterima Hipotesis diuji dengan uji- t pada daerah kritis dengan taraf nyata sebesar α= 5% secara dua arah.

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut : 1. Permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) adalah total konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang digunakan sebagai bahan pangan, bahan pakan ternak dan kebutuhan lainnya. 2. Penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) adalah total produksi kedelai yang tersedia di Provinsi Sumatera Utara. 3. Harga kedelai Sumatera merupakan harga riil rata-rata kedelai di tingkat produsen yang dihimpun dari BPS pada beberapa kabupaten kota. 4. Pendapatan per kapita merupakan rata-rata pendapatan yang diperoleh penduduk Provinsi Sumatera Utara yang digambarkan oleh PDRB perkapita. 5. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara merupakan total penduduk terdaftar di Provinsi Sumatera Utara 6. Luas areal panen adalah rata-rata luas areal yang dipanen petani kedelai 7. Harga riil jagung adalah harga riil jagung pada tingkat konsumen 3.5.2 Batasan Operasional Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah: 1 Daerah penelitian adalah daerah Provinsi Provinsi Sumatera Utara, Indonesia 2 Waktu penelitian adalah pada tahun 2014. 3 Data yang dipakai adalah data semesteran dalam kurun waktu tahun 1990-2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1 0-4 0 Lintang Utara dan 98 0-100 0 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera, dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34.2 0 C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13.4 0 C. Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

4.2 Perkembangan Parameter-Parameter Uji 4.2.1 Perkembangan Harga Nominal Kedelai Provinsi Sumatera Utara Perkembangan harga kedelai di Provinsi Sumatera Utara yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (Gambar 9) menunjukkan bahwa harga kedelai berfluktuasi dengan pola meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal pengamatan pada tahun 1990 Semester 1 harga kacang kedelai adalah Rp. 650 per kg. Sedangkan pada akhir tahun pengamatan yaitu pada semester 2 tahun 2013 harga kedelai mencapai harga Rp. 9,668 per kg. Harga Kedelai Sumatera utara (Ribu Rupiah) 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 Gambar 8. Perkembangan Harga Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013 Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 1998 semester 1 dimana harga kedelai naik dari Rp.1,071 per kg pada semester 2 tahun 1997 menjadi Rp.1,790 per kg pada semester 1 tahun 1999 (67.13% ). Penurunan harga kedelai juga pernah terjadi beberapa kali pada rentang waktu pengamatan yaitu pada tahun 1993 semester 1, pada tahun 1993 semester 1, tahun 2000 setmester 1, tahun 2002 semester 1, pada tahun 2007 semester 1, pada tahun 2009 semester 2 dan pada tahun 2012 semester 1. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2000 semester 1

dimana terjadi penurunan harga kedelai sebesar 16.54%. Secara keseluruhan harga kedelai meningkat sebesar 6.67% per tahun. 4.2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Gambar 10. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada awal pengamatan (tahun 1990) jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah 10.2560 juta jiwa. Pada akhir pengamatan pada tahun 2013 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah 13.3260 juta jiwa. Jumlah Penduduk Sumatera Utara (Juta Jiwa) 14 13 13 12 12 11 11 10 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Gambar 9. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara 1990-2013 Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara rata- rata meningkat 2% per tahun. Namun selama rentang waktu pengamatan dilakukan, penurunan jumlah penduduk pernah terjadi pada tahun 2000 dan tahun 2009. Pada tahun 2000, terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 4% dimana jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 adalah 11.95 juta jiwa, namun pada tahun 2000 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara menurun menjadi 11.51 juta jiwa. Pada

tahun 2010, jumlah penduduk juga mengalami penurunan sebesar 2% dimana pada tahun 2009 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah 13.2 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara menurun menjadi 12.98 juta jiwa. 4.2.3 Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Provinsi Sumatera Utara Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Gambar 11. Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dengan pola meningkat dari tahun ke tahun. Pendapatan Perkapita Regional Sumatera utara Dalam Juta Rupiah 14 12 10 8 6 4 2 0 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013 Gambar 10. Perkembangan Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Provinsi Sumatera Utara 1990-2013 Pada awal pengamatan yaitu tahun 1990, Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 951,944. Pada akhir priode analisis yaitu tahun 2012 pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara adalah Rp. 23,739,577. Pada tahun 1990 ini merupakan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara terendah selama periode analisis sedangkan pada tahun

2012 merupakan Pendapatan Regional Perkapita Provinsi Sumatera Utara merupakan pendapatan perkapita tertinggi. Peningkatan Pendapatan Regional Perkapita Regional Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 47% sedangkan peningkatan terendah terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 7%. Peningkatan rata-rata Pendapatan Regional Perkapita Regional Provinsi Sumatera Utara mencapai 16 % pertahun. 4.2.4 Perkembangan Luas Areal Panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara Perkembangan luas areal panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Gambar 12. Perkembangan luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dengan pola menurun dari tahun ke tahun. 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013 Gambar 11. Perkembangan Luas areal panen Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013 Pada awal tahun pengamatan (semester 1 tahun 1990) luas areal panen kedelai seluas 14,559 ha. Pada akhir tahun pengamatan yaitu pada semester 2

tahun 2013 luas areal panen kedelai seluas 1,856 ha. Luas areal panen kedelai tertinggi dalam rentang waktu 1990 hingga 2012 terjadi pada tahun 1994 semester 2 seluas 28,156 ha. Sedangkan luas areal panen terendah terjadi pada tahun 2013 semester 1 seluas 1,271 ha. Rata-rata luas areal panen kedelai adalah 11,103 ha per semester. Peningkatan luas areal panen tertinggi terjadi pada semester 1 tahun 2008 dimana luas areal panen kedelai meningkat sebesar 108%. Dimana luas areal panen kedelai pada dari semester 2 tahun 2007 seluas 2,166 ha menjadi 4,506 ha pada semester 1 tahun 2008. Penurunan luas areal panen tertinggi pada priode pengamatan adalah pada awal tahun 2006 (semester 1 tahun 2006) dimana luas areal panen mengalami penurunan sebesar 60% dimana pada semester 2 tahun 2005 luas areal panen seluas 7,186 ha menjadi 2,863 pada semester 1 tahun 2006. 4.2.5 Perkembangan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Perkembangan permintaan kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun pengamatan tahun 1990-2013 berfluktuasi meningkat (Gambar 13). Pada awal pengamatan dilakukan, permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pada semester 1 tahun 1990 sebesar 5,262 ton. Pada semester 2 tahun 2013 permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 33,417 ton. Rata-rata permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara dari semester 1 tahun 1990 hingga semester 2 tahun 2013 adalah 19,030 ton per semester. Permintaan tertinggi terjadi pada 2012 Semester 1 dimana permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 37,995 ton sedangkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara terendah terjadi pada tahun 1990 Semester 2 dimana permintaan kedelai sebesar 4,874 ton.

Pada perkembangannya, terjadi peningkatan maupun penurunan jumlah permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Rata-rata peningkatan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pertahun adalah 5%. Peningkatan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 1995 Semester 2 dimana permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1995 Semester 1 adalah 8,843 ton meningkat menjadi 13,198 ton pada tahun 1995 Semester 2. Sedangkan penurunan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2000 Semester 1 dimana permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 Semester 2 adalah 18,706 turun menjadi 14,895 ton pada tahun 2000 Semester 1. Permint Kedalai Sumatera Utara (Ribu Ton) 40 30 20 10 0 1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1 Sumber : Ketapang 2013, diolah Gambar 12. Perkembangan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013 4.2.6 Perkembangan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Perkembangan penawaran kedelai di Provinsi Sumatera Utara pada tahun pengamatan tahun 1990-2013 berfluktuasi menurun (Gambar 14). Pada awal pengamatan dilakukan, penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada semester 1 tahun 1990 sebesar 13,702 ton. Pada semester 2 tahun 2013 penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 1613 ton.

Penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 1994 Semester 1 dimana penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 29,518 ton. Sedangkan penawaran terendah terjadi pada 2013 Semester 2 dimana penawaran kedelai sebesar 1,613 ton. Rata-rata penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dari semester 1 tahun 1990 hingga semester 2 tahun 2013 adalah 11,568 ton per semester. Pada perkembangannya, terjadi peningkatan maupun penurunan jumlah penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada tahun 2008 Semester 1 dimana penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 Semester 2 adalah 2,413 ton meningkat menjadi 5,158 ton pada tahun 2008 Semester 1. Sedangkan penurunan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tertinggi terjadi pada 2000 Semester 1 dimana penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 Semester 2 sebesar 13,025 turun menjadi 5,764 ton pada tahun 2000 Semester 1. 40000 30000 20000 10000 0 1990S1 1991S1 1992S1 1993S1 1994S1 1995S1 1996S1 1997S1 1998S1 1999S1 2000S1 2001S1 2002S1 2003S1 2004S1 2005S1 2006S1 2007S1 2008S1 2009S1 2010S1 2011S1 2012S1 2013S1 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2013 Gambar 13. Perkembangan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara 1990-2013

4.3 Hasil Analisis Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara. 4.3.1 Pengujian Order Condition Identifikasi model dilakukan dengan melakukan pengujian Order Condition untuk mengetahui metode yang tepat dalam melakukan analisis. Pada penelitian ini, model dibangun dengan 2 persamaan yaitu persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara dan persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. Pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara, variabel predeterminan/ instrument variabel adalah 2 buah yaitu jumlah penduduk (JPSU) dan pendapatan perkapita (PKP) Provinsi Sumatera Utara sehingga nilai k- permintaan adalah 2. Pada persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara, banyaknya variabel predeterminan/ instrument variabel adalah 2 buah yaitu Luas areal panen kedelai (LPKSU) dan Harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) sehingga nilai k-penawaran adalah 2. Total jumlah variabel predeterminan/ instrument variabel (K) pada sistem adalah 4 yaitu jumlah penduduk a (JPSU), pendapatan perkapita (PKP), Luas areal panen kedelai (LPKSU), dan Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG). Jumlah peubah endogen pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (g-permintaan) adalah 1 buah yaitu harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU). Jumlah peubah endogen pada penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (g-penawaran) adalah 1 buah yaitu harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU). Pada perhitungan yang dilakukan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4 didapatkan kesimpulan bahwa kedua persamaan

termasuk pada katagori Over Identified sehingga metode yang dilakukan dengan Two Stage Least Square (2SLS). Tabel 3. Tabel Pengujian Order Condition Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara PERSAMAAN K k g K-k g-1 KESIMPULAN QD = a0 + a1 HKDSU+ a2 PKP + a3 JPSU + U1 QS= b0 + b1 HKDSU + b2 HJG + b3 LPKSU +U2 _ 4 2 1 2 0 Over Identified 4 2 1 2 0 Over Identified 4.3.2 Uji Asumsi Klasik Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Setelah ditetapkan bahwa metode yang dipakai untuk menduga model adalah 2SLS maka tahap selanjutnya dilakukan adalah melakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik digunakan agar asumsi-asumsi yang diasumsikan dalam melakukan regresi tidak menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linear, Unbiased dan Estimator). Berdasarkan pengujian yang dilakukan baik pengujian Normalitas (dengan metode histogram), pengujian autokorelasi (dengan serial correlation LM Test), dan pengujian multikolinearitas (dengan spasial korelasi) dapat disimpulkan bahwa baik persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linear, Unbiased dan Estimator). Sehingga layak digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan penjelasan sebagai berikut :

4.3.2.1 Hasil Pengujian Normalitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Uji Normalitas dilakukan dengan menggunakan eviews 8 dengan metode Histogram. Widarjono, (2013) menyatakan bahwa apabila Prob. JB pada model > 0.05 maka model yang diuji tidak mengalami masalah normalitas disebabkan residual terdistribusi Normal. Tabel Hasil pengujian normalitas pada persamaan permintaan dan penawaran kedelai disajikan pada tabel 3. Hasil pengujian normalitas pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil pengujian normalitas nilai probability JB adalah 0.37. Hasil pengujian normalitas pada penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pengujian, nilai probability JB untuk persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara adalah 0.37. Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan terdistribusi normal dan memenuhi asumsi klasik (Normalitas). Tabel 4. Tabel Hasil Pengujian Normalitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara _ Persamaan Nilai Prob JB Kesimpulan Permintaan 0.23 Residual Terdistribusi Normal Penawaran 0.37 Residual Terdistribusi Normal

4.3.2.2 Hasil Pengujian Autokorelasi Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak eviews 8. Pada perangkat lunak yang dipakai (eviews 8) pengujian autokorelasi diuji dengan serial correlation LM Test, dimana nilai Prob. Chi-Square Obs*R- Squared pada model dibandingkan dengan refrensi α sebesar 0.05. Menurut Widarjono, (2013) Prob. Chi-Square Obs*R-Squared pada model > 0.05 maka model yang diuji tidak mengalami masalah autokorelasi. Ringkasan hasil pengujian autokorelasipada model persamaan dan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada tabel 4. Tabel 5. Ringkasan Hasil Pengujian Autokorelasi Model Permintaan Dan Penawaran Kedelai Prov. Sumatera Utara Persamaan Prob Chi-Square (2) Kesimpulan Permintaan 0.07 Tidak Terjadi Autokorelasi Penawaran 0.28 Tidak Terjadi Autokorelasi Sumber : Lampiran 3, Lampiran 4 Hasil pengujian Autokorelasi pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil dari pengujian autokorelasi pada permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara menujukkan bahwa nilai dari Prob. Chi-Square Obs*R-Squared bernilai 0.0732. Hasil ini menunjukkan bahwa model permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak mengalami masalah Autokorelasi. Hasil dari pengujian autokorelasi pada penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 4) menujukkan bahwa nilai dari Prob. Chi-Square (2) Obs*R-Spuared dari model permintaan bernilai 0.28. Hasil ini menunjukkan

bahwa model penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak mengalami masalah Autokorelasi. Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan tidak terjadi autokorelasi dan memenuhi asumsi klasik (Autokorelasi). 4.3.2.3 Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Hasil pengujian multikolinearitas dari model persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Tabel 5. Persamaan pengujian multikolinearitas persamaan Permintaan (M.1) merupakan regresi TSLS dari variabel permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) terhadap variabel harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), Variabel Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dan variabel pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP). Nilai koefisien determinasi R 2 QD (M.1) adalah 0.94%. Persamaan M.1.1 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas dari Permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) yaitu Harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) terhadap variabel penjelas lain seperti Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dan pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara PKP. Koefisien determinasi dari M.1.1 adalah 0.32 (hasil estimasi disajikan pada (lampiran 7). Persamaan M.1.2 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas dari QD yaitu JPSU terhadap variabel penjelas lain seperti HKDSU dan PKP.

Koefisien determinasi dari M.1.2 adalah 0.79 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 8). Persamaan M.1.3 merupakan hasil regresi dari variabel variabel penjelas dari QD yaitu PKP terhadap variabel penjelas lain seperti JPSU dan HKDSU. Koefisien determinasi dari M.1.3 adalah 0.78 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 9). Bedasarkan nilai-nilai dari M.1, M.1.1, M.1.2, M.1.3 didapatkan kesimpulan bahwa pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak terjadi multikolinearitas. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi variabel dependen lebih besar dari koefisen determinasi variabel-variabel independennya (M1 > M.1.1, M.1.2, M.1.3). Tabel 6. Tabel Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara No PERSAMAAN R 2 M.1 QD = f(hkdsu, JPSU,PKP) 0.94 M.1.1 HKDSU = f(jpsu,pkp) 0.32 M.1.2 JPSU = f(hkdsu,pkp) 0.79 M.1.3 PKP = f(hkdsu, JPSU) 0.78 Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9. Hasil pengujian multikolinearitas dari model persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada tabel 7. Persamaan pengujian multikolinearitas persamaan penawaran (M.2) merupakan regresi dari variabel penawaran (QS) terhadap variabel harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), variabel harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) dan luas lahan panen kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Nilai koefisien determinasi R 2 QS adalah 0.97.

Persamaan M.21 merupakan hasil regresi dari harga riil kedelai terhadap variabel harga riil jagung (HJG) dan luas areal panen jagung (LPKSU). Hasil regresi dari M.2.1 adalah 0.46 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 10). Persamaan M.2.2 merupakan hasil regresi dari variabel-variabel penjelas dari QS yaitu harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) terhadap variabel penjelas lain seperti Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) dan luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Koefisien determinasi dari M.2.2 adalah 0.44 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 11). Persamaan M.2.3 merupakan hasil regresi dari variabel variabel penjelas dari QS yaitu luas areal panen kedelai kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) terhadap variabel penjelas lain seperti harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) dan harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU). Koefisien determinasi dari M.2.3 adalah -3.73 (hasil estimasi disajikan pada lampiran 12). Bedasarkan nilai-nilai dari M.2, M.2.2, M.2.3 didapatkan kesimpulan bahwa pada persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara tidak terjadi multikolinearitas. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi variabel dependen lebih besar dari koefisen determinasi variabel-variabel independennya (M2 > M.2.1, M.2.2, M.2.3). Sehingga dapat disimpulakan baik pada persamaan permintaan (M.1) maupun penawaran (M.2) tidak terjadi masalah multikolinearitas. Setelah dilakukan pengujian baik pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa seluruh persamaan tidak terjadi multikoliniearitas dan memenuhi asumsi klasik (multikoliniearitas).

Tabel 7. Tabel Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Persamaan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara No PERSAMAAN R 2 M.2 QS = f{hkdsu, HJG, LPKSU} 0.97 M.2.1 HKDSU = f{hjg, LPKSU } 0.46 M.2.2 HJG = f{hkdsu, LPKSU } 0.44 M.2.3 LPKSU = f{ HKDSU, HJG} -3.73 Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12. 4.3.3 Intepretasi dan Evaluasi Model Permintaan dan Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Hasil estimasi sistem persamaan permintaan dan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Lampiran 13. Hasil pedugaan model permintaan dan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara menunjukan nilai koefisien determinasi masing-masing persamaan dalam model secara keseluruhan cukup kuat 0.94-0.97, dimana kedua persamaan yang diuji memiliki nilai koefisien lebih dari 0.67. Menurut Chin (1998) suatu model dikatakan kuat apabila koefisien determainasi terdapat pada rentang 0.67 hingga 1.00. Selanjutnya akan dibahas estimasi dari parameter-parameter yang mempengaruhi permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara maupun penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. 4.3.3.1 Interpretasi dan Evaluasi Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Estimasi dilakukan pada persamaan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) dengan variabel independen harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP), dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) dengan variabel instrumen/predeterminan antara lain, pendapatan perkapita Provinsi Sumatera

Utara (PKP), Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG), jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU), luas area panen kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil estimasi adalah sebagai berikut : QD = -66508.25-3.779 *HKDSU + 6268.6 *JPSU + 6681.15 *PKP Prob t : (0.000) (0.637) (0.000) (0.001) R 2 = 0,94 Prob F= 0.000 4.3.3.1.1 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji F Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Nilai dari prob F pada persamaaan permintaan adalah 0.000 hal ini menandakan bahwa keseluruhan variabel independen (harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP), dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD). 4.3.3.1.2 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Nilai dari koefisien determinasi dari persamaan permintaan bernilai 0.94. Nilai ini mengandung arti bahwa jumlah permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) mampu dijelaskan oleh variasi faktor-faktor independen yaitu harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP), dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) sebesar 94% dan sisanya sebesar 6% dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan.

4.3.3.1.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Regresi Pada Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Variabel harga kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh negatif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan hipotesis. Pengaruh negatif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih kecil dari nol yaitu -3.779. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) naik sebesar seribu rupiah akan menurunkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sebesar 3,779 ton. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Desai (2010) dimana permintaan untuk produk pertanian dipengaruhi oleh harga komoditas. Secara umum senakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta. Variabel jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) naik sebesar satu juta jiwa akan meningkatkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sebesar 6,268 ton. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Menurut Pratama & Mandala (2002), dimana pada suatu tingkat harga, peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan jumlah permintaan terhadap suatu komoditi akan meningkat. Variabel pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) berpengaruh positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sesuai dengan hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) naik sebesar satu juta rupiah

akan meningkatkan permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) sebesar 17.293 ton. Hasil ini sesuai dengan beberapa pendapat Gorman (2009), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memepengaruhi permintaan adalah pendapatan, selain yaitu harga barang itu sendiri, harga barang dan jasa lainnya preferensi dan persepsi akan harga di masa depan. Menurut Pratama & Mandala (2002) juga berpendapat bahwa penigkatan permintaan suatu komoditas terjadi dikarenakan perubahan tingkat pendapatan konsumen dimana dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan permintaan terhadap suatu barang bertambah. Sebaliknya dengan menurunnya pendapatan konsumen maka permintaan untuk barang tersebut berkurang. Pada produk-produk pertanian seperti kedelai, Desai (2010) menjelaskan salah satu faktor penting yang mempengaruhi permintaan untuk komoditas pertanian adalah pendapatan rumah tangga. Ketika pendapatan per kapita mengalami peningkatan, masyarakat cenderung akan menambah konsumsinya sehingga kebutuhan akan bahan pangan pagan seperti kedelai atau demand kedelai akan meningkat.. 4.3.3.1.4 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji t Model Permintaan Kedelai Provinsi Sumatera Utara Variabel harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh secara tidak signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) yang bernilai lebih besar dari 0.05 yaitu 0.637. Harga riil kedelai tidak mempengaruhi naik turunnya permintaan terjadi akibat sifat kedelai merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia Sehingga kenaikan atau penurunan harga tidak terlalu mempengaruhi permintaan

terhadap komoditas kedelai. Selain itu, kedelai sebagai bahan baku untuk industri pangan seperti tahu, tempe dan banyak bentuk lain. Kedelai merupakan komoditas bahan pokok yang tidak bisa digantikan oleh komoditas lain (minim komoditas substitusi) sehingga meskipun harga mengalami kenaikan maka kebutuhan demand kedelai harus tetap dipenuhi hal ini membuat kedelai tidak terlalu dipengaruhi harga hingga pada tingkat harga tertentu. Hasil harga kedelai yang tidak signifikan terhadap permintaan juga terjadi di Samarinda (Rohana, 2008), Jawa Tengah (Sahara, 2004) dan di Jawa Timur (Fahma, 2007) Variabel jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU) yang bernilai lebih kecil dari 0.05 yaitu 0.000. Hal ini sesuai dengan keadaan nyata dimana pada dasarnya setiap orang membutuhkan pangan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Kedelai merupakan masyarakat Indonesia dan Sumatera Utara yang sangat umum yang dikonsumsi dalam banyak varian produk dan merupakan sumber protein nabati utama bagi masyarakat golongan bawah sehingga pertambahan dan penurunan jumlah penduduk sangat mempengaruhi banyaknya permintaan kedelai. Hal ini juga dikemukakan oleh Adetama (2011) dan Setiabekti (2013). Variabel pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara (QD) pada taraf kepercayaan (α) 5%. Kesimpulan ini dapat dilihat dari prob-t pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP) yang bernilai lebih kecil dari 0.05 yaitu 0.001. Ketika pendapatan per kapita mengalami peningkatan,

masyarakat cenderung akan menambah konsumsinya baik secara kuantitas maupun kualitasnya penambahan kuantitas secara langsung keragaman produkproduk berbasis kedelai dan penambahan kualitas membuat perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi protein rendah menjadi pangan karbohidrat rendah dengan protein tinggi hal ini juga mempengaruhi permintaan kedelai. Hal ini membuat peningkatan pendapatan berpengaruh signifikan terhadap permintaan kedelai. Pendapatan perkapita mempengaruhi permintaan kedelai secara signifikan juga dikemukakan oleh Widjayanti (2005) dan Setiabekti (2013). Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang menyebabkan peningkatan permintaan adalah peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Permintaan permintaan kedelai harus disikapi dengan positif dimana permintaan kedelai yang terus meningkat harus dilihat sebagai peluang pasar yang menjanjikan yang diperlukan untuk pergerakan ekonomi, sumber pendapatan masyarakat yang pada akhirnya diharapkan terwujudnya peningkatan kesejahtraan masyarakat. 4.3.3.2 Interpretasi dan Evaluasi Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Estimasi dilakukan pada persamaan penawaran (QS) dengan variabel independen harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) sebagai substitusi kedelai, dan luas areal panen Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) dengan variabel instrumen/predeterminan antara lain, pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara (PKP), jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara (JPSU), luas area panen

kedelai Provinsi Sumatera Utara (LPKSU). Hasil estimasi adalah sebagai berikut: QS = -1415.21 + 10.87*HKDSU - 16.23*HJG + 0.96*LPKSU Prob t: (0.000) (0.1919) (0.1865) (0.000) R 2 = 0,97 Prob F= 0.000 4.3.3.2.1 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Determinasi Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Nilai dari koefisien determinasi dari persamaan permintaan bernilai 0.97. Nilai ini mengandung arti bahwa variasi faktor-faktor independen dalam persamaan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara mampu menjelaskan jumlah penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara sebesar 97% dan sisanya 3% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 4.3.3.2.2 Hasil Estimasi dan Interpretasi Uji F Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Nilai dari prob F pada persamaaan permintaan adalah 0.000 hal ini menandakan bahwa keseluruhan variabel independen yaitu harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU), harga riil jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG), dan luas areal panen Provinsi Sumatera Utara (LPKSU) berpengaruh terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS). Kesimpulan ini didapat dari nilai prob F sebesar 0.000 dimana nilai dari Prob F dibawah 0.05. 4.3.3.2.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi Koefisien Regresi Pada Model Penawaran Kedelai Provinsi Sumatera Utara Variabel Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) berpengaruh positif terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sesuai dengan

hipotesis. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih besar dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila Harga riil Kedelai Provinsi Sumatera Utara (HKDSU) naik sebesar seribu rupiah akan meningkatkan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sebesar 10,870 ton. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli seperti Desai (2010) yang mengungkapkan bahwa harga merupakan instrumen terpenting yang menentukan keputusan untuk menanam suatu komoditas. Harga sangat berhubungan dengan pendapatan sehingga apabila harga meningkat maka pendapatan meningkat. Peningkatan pendapatan tanpa diikuti oleh peningkatan biaya operasional /ongkos produksi akan meningkatkan keuntungan. Keuntungan merupakan motif petani untuk menanam suatu komoditas pertanian (produksi). Berdasarkan transmisi ini, dapat disimpulkan bahwa apabila apabila harga meningkat penawaran akan meningkat. Variabel Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) berpengaruh negatif terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sesuai dengan hipotesis. Pengaruh negative ini dapat dilihat dari nilai koefisen regresi yang lebih kecil dari nol. Berdasarkan koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa apabila Harga riil Jagung Provinsi Sumatera Utara (HJG) naik sebesar seribu rupiah akan menurunkan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara (QS) sebesar 16,230 ton. Hal ini sesuai dengan teori, dimana dijelaskan oleh Desai (2010) bahwa peningkatan harga barang/komoditas pertanian lain akan membuat komoditas yang harganya relatif tidak meningkat tidak menarik bagi petani. Pada jangka panjang akan merubah pola tanam dari komoditas yang harganya kurang menarik yang pada akhirnya akan menurunkan penawaran. Hal ini membuat apabila harga