Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah Gayo merupakan daerah dataran tinggi di wilayah tengah Aceh yang terkenal akan tanahnya yang subur dan berudara sejuk. Daerah ini menjadi sentra hortikultura untuk Aceh dengan hasil utamanya antara lain beragam buah seperti jeruk, alpukat, dan markisa, termasuk berbagai jenis sayuran seperti kol, sawi, labu, kentang dan sebagainya. Namun demikian yang membuat Gayo terkenal hingga ke mancanegara adalah kopi. Kopi menjadi komoditi utama perkebunan di Bumi Gayo. Perkebunan kopi tersebar di lereng-lereng pegunungan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, dua kabupaten yang wilayah geografisnya berada di Bumi Gayo. Bener Meriah merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Di sini kopi menjadi sektor andalan penggerak roda perekonomian masyarakat. Produksi kopi gayo sudah menembus pasar mancanegara sejak lama. 1 / 7
Dalam sejarahnya Kopi Gayo dibawa masuk pertama kali oleh Belanda tahun 1930. Belanda menanamnya di Desa Gele, Takengon dan ternyata bisa hidup dengan subur. Sejak saat itu masyarakat mengenal kopi dan mengembangkan tanaman perkebunan ini ke berbagai wilayah di Gayo. Tak hanya di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah, kopi juga ditanam masyarakat Gayo yang ada di kabupaten tetangga Gayo Lues. Pada 2010, Kopi Gayo berhasil meraih sertifikat Indikasi Geografis (IG) atau hak paten dari Direktur Jenderal Hak dan Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Adalah Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo, Pemerintah Kabupaten dan para pihak lainnya yang menginisiasi sertifikat Kopi Gayo sebagai hak paten. Maka dengan adanya sertifikat Indikasi Geogarfis maka Kopi Arabika Gayo menjadi hak milik masyarakat Gayo dan menjadi hak Komunitas Masyarakat Gayo Kopi di wilayah Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Ini menjadi kekuatan hukum bagi kopi Gayo. Koperasi Vs Agen Kopi Gayo masih memiliki peluang usaha yang sangat besar untuk pasar ekspor. Namun sayangnya pengelolaan kebun dan hasil produksi belum terpadu. Para petani kopi hingga pengusaha pengelolaan kopi masih memakai pola-pola tradisional. Meski ada beberapa pabrik pengelolaan kopi di Bener Meriah, namun masuk dalam kategori industri yang besar yang dapat menjadi penampung kopi dari para petani kecil. 2 / 7
Petani-petani yang memakai pola sederhana masih mengelola sendiri hasil panennya sebelum dijual ke pasar. Keuntungan yang didapat tidak maksimal karena pengelolaan pasca panen yang tidak baik yang sesuai dengan mutu untuk menembus pasar internasional, petani juga menjadi lemah dalam hal tawar menawar harga dengan agen karena tidak mengetahui harga kopi di pasaran. Selayaknya di Aceh Tengah memiliki sebuah Koperasi Primer yang bernama Koperasi Petani Kopi Gayo. Koperasi ini berfungsi memberikan bantuan teknis penyuluhan pemiliharaan kopi, menyediakan pupuk organik untuk kebutuhan kopinya, mengusahakan bibit kopi yang bervaritas produksi tinggi, mempunyai pabrik pengolahan kopi dan pengemasannya, serta memasarkannya melalui ekspor atau bermitra di dalam negeri, Semua mekanisme tersebut adalah milik petani kopi, sebagai anggota koperasi dan menjadi Pengurus dan Pengawas untuk koperasinya, dan ada upaya untuk menetapkan sebuah menejemen profesional untuk mengelolanya. Koperasi ini harus lahir dengan Anggaran Dasar yang menetapkan Koperasi Petani Kopi yang mempunyai komitmen mengamankan hutan. Alangkah menariknya kalau Dinas Pertanian atau Departemen Kehutanan atau NGO lokal atau Internasional yang terkait dengan penyelamatan dan perlindungan Hutan menjadi Mitra Petani Kopi dalam melahirkan koperasi tersebut. Koperasi Kopi adalah koperasi dengan usaha satu jenis, yang umumnya di Indonesia akan jauh lebih mudah untuk dikembangkan dibandingkan dengan KUD yang unit usahanya bermacam macam mulai dari pupuk, listrik, waserda, simpan pinjam. Seperti yang terjadi kenapa koperasi susu yang bukan KUD lebih maju dari KUD susu karena koperasi susu adalah single purpose. Seperti halnya Koperasi Petani Kopi Gayo, hanya tunggal adalah kopi, sehingga ada optimisme yang akan lebih mudah untuk dikelola. 3 / 7
Peluang ini ada dan dapat dianalisa secara sederhana. Pertama, kebanyakan masyarakat Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah petani kopi. Kedua, Kopi Gayo telah dipatenkan dengan Sertifikat Indikasi Geografis (IG). Ketiga, para petani memiliki kekuatan dalam penentuan standarisasi harga biji kopi Sebuah contoh di Denmark, tahun 1852 para petani yang bangkit membentuk perintisan koperasi dengan membentuk koperasi perternakan pertama. Koperasi ini berkembang pesat dengan memiliki usaha lanjutan seperti pabrik susu, keju, mentega dan sebagainya. Koperasi tersebut juga telah berhasil memproduksi keju yang sangat terkenal di pasaran Eropa, Amerika dan Jepang, yaitu yang disebut dengan blue cheese. Koperasi pun berkembang pesat di Denmark. Koperasi-koperasi tersebut dibangun oleh serikat-serikat pekerja di pedesaan dan perkotaan dan terjalin suatu jaringan usaha pertokoan yang berbasis koperasi. Hampir sepertiga penduduk Denmark adalah anggota koperasi. Harapan dari terbentuknya Koperasi Petani Kopi ini adalah, meningkatkan posisi tawar petani Kopi di pasar, efisiensi biaya produksi, petani mudah mendapatkan input pertanian kopi, mudah mendapatkan bantuan tekhnis karena tersedia di koperasi. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani kopi itu sendiri. Manfaat lainnnya adalah memudahkan pembinaan Petani Masyarakat Hutan, karena sudah terorganisir dan terstruktur di dalam koperasi, sehingga akan lebih efisien bagi Departemen Perkebunan dan Kehutanan untuk membina dalam hal kelestarian hutan. 4 / 7
Inisiatif Green Coffee Berkembangnya perkebunan kopi dari waktu ke waktu dapat memunculkan kekhawatiran terhadap kelestarian kawasan hutan di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kebanyakan petani mengembangkan perkebunannya secara ekstensifikasi dengan memperluas kebun kopi dan membuka kebun-kebun baru di sekitar hutan. Para petani tidak digiring untuk melakukan upaya intensifikasi untuk meningkatkan produksi kebunnya. Misalnya dengan meningkatkan kualitas tanaman agar berproduksi lebih tinggi dengan menggunakan cara yang tepat guna dan ramah lingkungan. Di Gayo saat ini sedang digalakkan pengembangan kopi organik yang lebih ramah lingkungan. yang dibudidayakan secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia dari pabrik dan upaya organik ini diharapkan secara alami memperbaiki kualitas tanah secara jangka panjang. Kopi organik lebih ramah dengan alam dan lingkungan. Konsep dan strategi perkebunan kopi berkelanjutan sudah digerakan di Bener Meriah dan Aceh Tengah. Pemerintah telah membuat perencanaan hingga 20-30 tahun ke depan dalam mengembangkan Kopi Gayo yang lebih ramah lingkungan dan terkenal tidak merusak alam. Sudah seharusnya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di kedua kabupaten ini, 5 / 7
pengembangan perkebunan Kopi Gayo yang berkelanjutan dimasukan dalam rencana pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Bahkan jika mungkin Bumi Gayo dimasukan sebagai kawasan strategis provinsi Aceh untuk pengembangan kopi. Perencanaan ini tentunya harus dibuat secara partisipatif dengan melibatkan petani dan para pihak lainnya. Dengan adanya strategi pengembangan kopi yang ramah lingkungan dapat meningkatkan kualitas dan persaingan harga Kopi Gayo sebagai komoditi andalan Aceh di masa depan. Jika perencanaan jangka panjang terhadap pengelolaan perkebunan kopi yang ramah lingkungan tidak dilakukan, dikawatirkan akan mengancam keberadaan kawasan hutan karena kebutuhan lahan yang meningkat dari waktu ke waktu. Mengorbankan hutan untuk mengembangkan perkebunan kopi yang tidak berkelanjutan tentu saja akan banyak mendatangkan kerugian daripada keuntungan di masa depan. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan dapat mengancam wilayah ini karena perusakan tataguna lahan yang tidak terkendali. Kita bisa bercermin dengan apa yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng, sebuah daerah hortikultura dan perkebunan di Jawa Tengah yang gagal melakukan perlindungan hutan karena lebih menekannya pengembangan budidaya kentang sehingga merusak hutan yang ada. Akibatnya bencana menimpa kawasan ini akibat kerusakan hutan dan Daerah Aliran Sungai. 6 / 7
Mengembangkan Kopi Gayo yang ramah lingkungan merupakan sebuah kampanye baik yang bisa mendongkrak popularitas Kopi Gayo di pasar internasional. Masyarakat internasional saat ini sangat peduli dengan kelestarian alam dan lingkungan. Jika Kopi Gayo dibuktikan diproduksi tanpa merusak alam dan lingkungan, maka harganyanya pun dapat bersaing di pasar internasional. Persepsi (image) yang baik akan berdampak pada nilai jual tambah (permium price mechanism ) apalagi kini dunia global gemar akan green coffee organic. Diharapkan harga Kopi Gayo masuk dalam katagori premium karena turut berkontribusi terhadap lingkungan sekitar dan bebas dari pemakaian bahan kimia. Sudah saatnya Kopi Gayo memasuki masa ke-emasan sebagai pilar ekonomi terpadu di Aceh. Tak usah muluk-muluk dengan berbagai jargon. Yang penting adanya kemauan semua pihak untuk memajukan Kopi Gayo sebagai kopi yang ramah lingkungan yang menjadi kebanggaan masyarakat Gayo.atau bumi Gayo yang indah ini hancur karena kebun kopinya? ( Azhar : Pen ulis adalah Pegiat Lingkungan Aceh ) 7 / 7