BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PREDATOR PADA TANAMAN JAGUNG MANIS ( Zea mays sacchrata Sturt ) DENGAN SISTEM POLA TANAM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A

TINJAUAN PUSTAKA. ordoodonata, danmemiliki 2 sub ordoyakni sub ordoanisoptera (dragonflies)

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

biologi SET 23 ANIMALIA 3 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri b. Klasifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.)

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan,

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian m dpl dan dapat hidup baik

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang

SERANGGA-SERANGGA YANG BERASOSIASI PADA PERSEMAIAN PADI SAWAH DI KECAMATAN KOTAMOBAGU TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu

3. PENGENDALIAN OPT TANAMAN JAGUNG

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dan berkaitan dengan lingkungan hidupnya. Dalam komunitas organisme

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb)

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut.

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tanaman yang banyak ditanam masyarakat yaitu tanaman jagung.

Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak

Perkiraan jumlah makhluk hidup yang menghuni bumi

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

Tabel 4.1. Kondisi Rata-Rata Cuaca Selama Penelitian Di Dataran Rendah Suhu Udara Minimum ( o C)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

Sekilas tentang IGTF... 2 Program Kerja... 3 Profil Desa... 4 Pembuatan Lecanicillium...7 Penanaman Refugia... 8 Pembuatan Verticulture...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

BAB I PENDAHULUAN. golongan hewan yang dominan di muka bumi sekarang ini. Dalam jumlah,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai berikut: Menochilus sp Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Sub klas : Pterygota Ordo : Coleoptera Family :Coccinelidae Gambar 1. Menochilus sp Ciri ciri spesimen : memiliki panjang tubuh 5-6mm, merupakan predator dari kutu daun dan kutu hijau berwarna orange kemerahan ada titik hitam, dan punya titik hitam seperti bulan sabit, memiliki sepasang antena.dengan gerak lambat. Mangsa/inang adalah Aphid sp, kutu daun, dan kutu hijau. Capung besar Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Odonata Famili : Libellulidae

Gambar 2. Odonata sp Ciri-ciri spesimen : Memiliki 3 pasang tungkai, jarang berada/jauh dari air, memiliki 2 pasang sayap, memiliki antena kecil, tubuh tersusun atas caput, thoraks, abdomen, dan memiliki mata yang besar. Mangsa/inang adalah walang sangit. Paederus sp Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Staphylinidae Gambar 3. Paederus sp Ciri-ciri spesimen : Ukuran Tomcat berkisar antara 1 hingga 35 mm (1,5 inci) dengan bentuk umumnya memanjang. Kepalanya warna hitam, dada dan perut berwarna oranye, dan sayap kebiruan. Warna yang mencolok ini berfungsi sebagai peringatan bagi predatornya. Biasanya, serangga ini terlihat merangkak di kawasan sekelilingnya dengan menyembunyikan sayapnya dan dalam pandangan sekilas ia

lebih menyerupai semut. Apabila diganggu, kumbang ini akan menaikkan bagian abdomen (perut) agar ia terlihat seperti kalajengking untuk menakutkan musuh. Stagmomantis sp Phylum : Arthoropoda Klas : Insekta Ordo : Orthoptera Famili : Mantidae Gambar 4. Stagmomantis sp Ciri-ciri spesimen : sepasang kaki depan bersifat seperti menyembah, memiliki 3 pasang kaki. dua pasang kaki belakang di gunakan untuk berjalan sedangkan sepasang kaki depan berguna untuk menangkap mangsa. Tetraganatha sp Phylum : Arthropoda Klas : Arachnida Ordo : Araneae Famili : Tetragnathidae

Gambar 5. Tetragnatha sp Ciri-ciri spesimen : panjang tubuh 10-25 mm, memiliki rahang, tungkai - tungkainya panjang dan dalam keadaan diam / beristrihat sering terjulur dalam satu garis. Rentang hidupnya 150 hari dan jumlah telur yang dihasilkan 120 butir / betina. Kebiasan hidupnya adalah berada pada daun dimana laba - laba tersebut membentuk saranganya. Mangsa/inang adalah wereng coklat,wereng hijau,wereng pungguh putih. lycosa sp Phylum : Artrhropoda Klas : Arachnida Ordo : Araida Famili : Lycosidae Gambar 6. Lycosa sp Ciri-ciri spesimen : Laba - laba ini mempunyai ukuran 7-10 mm, merupakan hewan berbuku-buku,, pada tungkai terdapat duri - duri yang panjang dengan mata berbentuk segi enam, matanya berwarna gelap (hitam). Laba - laba ini merupakan

JUMLAH KEHADIRAN laba - laba aktif yang memburu mangsanya. Mangsa/ inang adalah aphid sp dan kutu daun. 4.2 Populasi Predator 4.2.1 Intensitas Kehadiran Predator 8 6 4 2 Menochilus Odonata Lycosa Stagmomantis 0 Monokultur Tumpangsari Paederus Tetragnatha POLA TANAM Gambar 7. Intensitas Kehadiran Predator Di Pertanaman Jagung Dengan Sistem Tanam Monokultur dan Tumpangsari Gambar diatas menunjukkan bahwa kehadiran semua jenis predator tidak mempunyai pola baik pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari. Kehadiran predator tidak dipengaruhi oleh pola tanam, predator jenis tertentu kadangkadang hadir selalu. Untuk spesies Odonata sp, Stagmomantis sp, dan Tetragnatha sp mempunyai tingkat kehadiran lebih tinggi pada sistem tanam tumpangsari. Sedangkan Paederus sp dan Menochilus sp lebih tinggi pada sistem tanam monokultur. Hal ini disebabkan kelembaban pada setiap kanopi sistem tanam berbeda. Setelah di ukur tingkat kelembaban yang tertinggi yaitu pada sistem tanam monokultur 93% sedangkan pada sistem tanam tumpangsari 90%, keadaan inilah yang membuat kehadiran spesies- spesies predator pada kedua sistem tanam berbeda. Spesies Odonata sp hadir 8 kali pengamatan pada sistem tanam tumpangsari, sedangkan pada sistem tanam monokultur 7 kali. Intensitas kehadiran selanjutnya adalah spesies Menochilus sp, pada sistem tanam monokultur Menochilus sp hadir sebanyak 7 kali, dan pada sistem tanam tumpangsari hadir sebanyak 6 kali

pengamatan. Dan untuk spesies Paederus sp hadir 4 kali pada pertanaman monokultur sedangkan pada pertanaman tumpangsari hadir 4 kali selama 8 kali pengamatan. Untuk spesies Lycosa sp muncul 4 kali pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari. Dari hasil pengamatan bahwa intensitas kehadiran tertinggi sepanjang pengamatan adalah spesies Menochilus sp dan Odonata sp baik pada sistem pola tanam monokultur maupun tumpangsari. Hal ini diduga karena predator Menochilus sp merupakan predator utama pada tanaman jagung, dan kemungkinan besar ketersediaan mangsa yang banyak dan terjadi melimpah di pertanaman. Menochilus sp merupakan family dari Coccinelidae, sementara Coccinelidae bersifat generalis terhadap semua kutu daun. Menurut Hendrival et.al, (2011) bahwa family Coccinelidae diketahui sebagai predator berbagai jenis serangga hama dan lebih memangsa kutu daun. Sedangkan Odonata sp kemungkinan besar merupakan predator yang berimigrasi ke pertanaman jagung dan diketahui bahwa Odonata sp adalah predator pada tanaman padi sawah. ( Ansori 2009), serta letak lahan penelitian berdekatan dengan pertanaman padi. Sedangkan predator Menochilus sp dan Paederus sp lebih tinggi pada monokultur diduga iklim mikro berupa kelembaban pada tanaman monokultur lebih tinggi dibanding tumpangsari akibat daun jagung saling menyatu pada sistem tanam monokultur. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari masih ada jarak karena ada tanaman kacang tanah diantara tanaman jagung. Kehadiran Stagmomantis sp dan Tetragnatha sp lebih dominan pada tanaman tumpangsari dibanding monokultur, diduga masing-masing spesies ini memiliki habitat dan mangsa tertentu, sehingga kehadiran dari spesies-spesies ini kurang. Meskipun demikian kehadiran predator tersebut dapat menekan populasi hama pada setiap pertanaman.

Populasi ekor/m² 4.2.2 Fluktuasi Populasi Predator Pada Tanaman Jagung Dengan Sistem Pola Tanam Monokultur Dan Tumpangsari Dari hasil pengamatan jumlah individu predator yang terkoleksi pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari menunjukkan fluktuasi yang berbeda, dapat dilihat pada gambar 7. SISTEM TANAM MONOKULTUR (a) SISTEM TANAM TUMPANGSARI (b) 12 10 8 6 4 12 10 8 6 4 lycosa capung besar menochilus stagmoman tis paederus 2 0 3 4 5 6 7 8 9 10 2 0 3 4 5 6 7 8 9 10 tetraganath a Waktu Pengamatan (minggu ke) Waktu Pengamatan (minggu ke ) Gambar 7. Fluktuasi Populasi Predator Pada Tanaman Jagung Dengan SistemTanam Berbeda. Monokultur (a) dan Tumpangsari (b) Gambar di atas menunjukkan bahwa pada sistem tanam monokultur Menochilus sp hadir pada pengamatan minggu ke-4, mencapai puncak pada minggu ke-6 dan menurun sampai pada minggu ke-10. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari Menochilus sp hadir pada pengamatan minggu ke-4, mencapai puncak pada minggu ke-6, menurun pada minggu ke-7, dan mencapai puncak kembali pada minggu ke-8. Predator selanjutnya adalah spesies Paederus sp hadir pada vase generatif baik pada sistem tanam monokultur maupun tumpangsari. Pada sistem

tanam monokultur Paederus sp muncul pada minggu ke-7 dan mencapai puncak pada minggu ke-9. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari Paederus sp meningkat pada minggu ke-8. Dan untuk predator lain seperti Lycosa sp, Stagmomantis sp, Tetragnatha sp, dan capung besar populasinya merata namun kehadiran predator tersebut dapat menekan populasi serangga hama pada pertanaman jagung. Dari hasil pengamatan bahwa fluktuasi Menochilus sp dua kali mencapai puncak pada pertanaman tumpangsari, diduga keadaan ekosistem pada sistem tanam tumpangsari sangat sesuai dan sangat mendukung untuk perkembang biakan Menochilus sp. Menurut Deptan (2012) bahwa predator Menochilus sp membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk satu siklus hidup. Sementara pada monokultur keadaan ekosistemnya tidak mendukung untuk terjadi pekembang biakan yang maksimal. Tingginya fluktuasi Menochilus sp pada sistem tanam monokultur pada minggu ke-6 diduga karena pada minggu ke-4 dan pada minggu ke-6 sudah meningkat dan selanjutnya mengalami penurunan populasi sampai pada minggu ke- 10. Sedangkan pada tumpangsari daya dukung lingkungan mampu memberikan dukungan kepada Menochilus sp untuk mengalami dua kali siklus yaitu pada minggu ke-6 dan ke-8. Spesies Paederus sp muncul pada vase generatif baik pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari diduga karena Paederus sp mulai aktif mencari mangsa apabila tanaman mulai berbunga. Sedangkan tingginya fluktuasi Paederus sp pada sistem tanam monokultur disebabkan karena faktor predator itu berkembang biak karena paederus sp meningkat apabila musim hujan dan keadaan lingkungan yang cukup lembab. Menurut Arifin (2012) bahwa serangga kumbang tomcat bersifat kompolit (berada dimana-mana) dan berhabitat di tanah yang lembab.

total populasi 4.2.3 Total Populasi Predator Pada Tanaman Sistem Tanam Monokultur Dan Tumpangsari. Total populasi predator pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari dapat dilihat pada gambar 9 60 50 40 30 20 10 0 Populasi monokultur Populasi Tumpangsari jenis Predator Gambar 8. Total Populasi Predator Pada Sistem Tanam Yang Berbeda. Dari Gambar 8 diatas tampak bahwa populasi predator tertinggi pada kedua sistem tanam adalah spesies Menochilus sp. Total populasinya pada sistem tanam monokultur adalah 42 ekor, sedangkan pada sistem tanam tumpangsari 48 ekor. Tingginya Menochilus sp diduga berkaitan dengan ketersediaan makanan, perkembang biakan predator, serta siklus hidupnya yang pendek. Total populasi paling sedikit pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari adalah stagmomantis sp dan tetragnatha sp. Stagmomantis sp merupakan serangga karnivora yang makan segala macam serangga dan terkadang bersifat kanibal. Makanannya adalah jangkrik, ulat, belalang, dan beberapa jenis kutu. Kurangnya populasi Stagmomantis sp kemungkinan karena keadaan ekosistem pertanaman tidak mendukung habitat dari Stagmomantis sp. Diketahui predator Stagmomantis sp merupakan belalang pengembara yang selalu mencari mangsa dari satu tanaman ketanaman yang lainnya (Puslitan, 2012). Sehingga kemungkinan memiliki mobilitas

yang tinggi yang artinya ketika pengamatan predator ini sedang berada pada tanaman lain. Sedangkan spesies Tetragnatha sp. Predator ini habitatnya berada pada persawahan. Salah satu sebab munculnya spesies Tetragnatha sp pada tanaman jagung kemungkinan karena spesies tersebut berimigrasi untuk mencari makanannya. Karena ekosistem penelitian ini berdekatan dengan persawahan. Dari hasil pengamatan bahwa total populasi predator tertinggi hampir pada semua Sistem tanam tumpangsari. Tumpangsari merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan populasi serangga pada suatu pertanaman. Peningkatan populasi serangga ini merupakan konservasi musuh alami atau peningkatan pada agroekosistem yang menyebabkan interaksi tinggi diantara spesies-spesies yang ada.( Nurindah 2008). Jadi keefektifan predator dalam memangsa sangat bergantung pada kemampuan mencari mangsa dan menanganinya pada keadaan lingkungan tertentu seperti keadaan suhu, kelembaban, umur tanaman, dan kerapatan mangsa. ( Nelly et.al, 2012). 4.3 Kelimpahan Predator Pada Sistem Tanam Monokultur Dan Tumpangsari Pada Gambar 10 dibawah jumlah masing masing predator yang terkoleksi pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari selama 8 kali pengamatan pada tanaman jagung. 50 40 30 20 10 0 monokultur tumpangsari Gambar 10. Kelimpahan Predator Pada Sistem Tanam Berbeda.

Hasil identifikasi dan perhitungan kelimpahan predator yang terdapat pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari secara keseluruhan kelimpahan tertinggi pada kedua sistem ini adalah famili coccinelidae, dimana spesies ini memiliki populasi rata-rata kehadiran yang sangat tinggi 44,21 %. Hal ini diduga bahwa famili coccinelidae sangat efektif mencari mangsa pada sistem pola tanam monokultur maupun tumpangsari. Menurut Untung (1993), dalam Udiarto, et al (2010) coccinelidae selain imago, larvanya juga aktif mencari mangsa dan bisasanya lebih rakus daripada imago. Mangsa yang ditangkap akan dihisap cairan tubuhnya, bangkainya akan dibuang dalam keadaan kering. Sedangkan kelimpahan yang paling rendah pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari adalah famili Mantidae karena spesies dari famili ini sulit ditemukan pada setiap tanaman karena populasinya mulai sedikit disebabkan karena keseimbangan kondisi alam yang kurang stabil. Sedangkan menjaga keseimbangan alam adalah cara untuk mendukung adanya predator untuk mengontrol lonjokan-lonjokan hama. (Puslittan, 2012). Dengan demikian bertambahnya umur tanaman berarti semakin berkembangnya pertumbuhan tanaman, tajuknya semakin terbuka, kelimpahan populasi artropoda predator yang ditemui semakin meningkat, Hal ini disebabkan pada umur tanaman tersebut semakin banyak relung yang bisa digunakan serangga fitofag yang merupakan mangsa dari artropoda predator. Taulu, et, al (2001) 4.4 Keanekaragaman Hasil pengamatan terhadap keanekaragaman predator seluruh famili pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari disajikan pada tabel berikut. Tabel. keanekaragaman predator seluruh famili pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari

Sistem Tanam Nilai Keanekaragaman (H ) Monokultur 0,6 Tumpangsari 0,5 Dari hasil analisis data diperoleh nilai keanekaragaman (H) familia secara umum termasuk dalam kategori sangat rendah rendah yaitu hanya berkisar dari 0,8-0,9 atau kisaran H<1. Diduga bahwa sistem tanam sistem yang dilakukan yaitu sistem tanam monokultur jagung-jagung-jagung dan sistem tanam tumpangsari jagungkacang tanah-jagung dalam jangka waktu yang lama dan keberadaan predator pada kedua sistem tanam tersebut akan mengalami presaingan, sehingga predator yang akan unggul akan akan lebih potensial daripada yang lain seperti spesies Tetragnatha, Stagmomantis, Lycosa. Sistem tanam monokultur dan tumpangsari merupakan salah satu praktek budidaya suatu agroekosistem yang terdapat keragaman yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan sistem tanam tumpangsari sangat menguntungkan, karena keragaman populasi dan musuh alami (parasitoid dan predator) relatif tinggi. Nurindah (2008). Menurut Pratiwi et.al, (1991) dalam Meidiwarman (2010) ada berbagai faktor yang mempengaruhi keanekaragaman yaitu pola rantai makanan, macam sedimen, kompetisi antar dan intra jenis atau individu. Kesamaan faktor ini merupakan gabungan kompleksitas yang sulit dijabarkan.