II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. malaria berasal dari bahasa Itali Mal = kotor, sedangkan Aria = udara udara yang kotor.

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41/1999 dan Undang-Undang No. 19/2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN TEORI. Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit (Protozoa)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp.

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

2. Ketan hitam dapat difermentasikan oleh jamur Saccharomyces cerevicae menjadi tape. Komponen biotik pada pernyataan tersebut adalah...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anopheles sp. 1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Anophelini : Anopheles Spesies : Anopheles sp. (Borror, 1992).

7 2. Morfologi Nyamuk Anopheles sp. 1.a 1. b 1. c Gambar 1. Larva Anopheles sp: (1. a) Thorax, (1.b) Palmate hairs, dan (1. c) Ventral brush. (Sumber: http://fr.impact malaria.com/web/formation_paludisme/ morphologie_ taxonomie/larves_nymphes_anopheles/morphologie_larves). Telur Anopheles sp berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan diletakkan satu per satu di atas permukaan air serta memiliki sepasang pelampung yang terletak di bagian lateral. Di tempat perindukan, larva Anopheles mengapung sejajar dengan permukaan air dengan bagian badan yang khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, batu palma pada bagian lateral abdomen, dan tergal

8 plate pada bagian tengah setelah dorsal abdomen (Gambar 1). Pada stadium pupa terdapat tabung pernafasan yang disebut respiratory trumpet yang berbentuk lebar dan pendek yang berfungsi untuk mengambil O 2 dari udara. Stadium dewasa Anophelini jantan dan betina memiliki palpi yang hampir sama dengan panjang probosisnya, hanya pada nyamuk jantan palpi pada bagian apikal berbentuk gada yang disebut club form sedangkan pada nyamuk betina ruas itu mengecil. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip. Kosta dan vena 1 atau sayap pada bagian pinggir ditumbuhi sisiksisik yang berkelompok sehingga membentuk belang-belang hitam putih (Safar, 2010). 3. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles sp. Anopheles mengalami metamorfosis sempurna yaitu stadium telur, larva, kepompong, dan dewasa yang berlangsung selama 7-14 hari. Tahapan ini dibagi ke dalam 2 (dua) perbedaan habitatnya yaitu lingkungan air (aquatik) dan di daratan (terrestrial). Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan aquatik ke lingkungan terresterial setelah menyelesaikan daur hidupnya. Oleh sebab itu, keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa larva dan pupa. Nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu persatu di dalam air atau bergerombol tetapi saling lepas. Telur Anopheles mempunyai alat pengapung dan untuk menjadi larva dibutuhkan waktu selama 2 sampai 3 hari, atau 2 sampai 3 minggu pada iklim-iklim lebih dingin. Pertumbuhan larva dipengaruhi faktor suhu, nutrien, ada tidaknya binatang predator yang berlangsung sekitar 7 sampai 20 hari bergantung pada suhu. Kepompong

9 (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan aquatik dan tidak memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alatalat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki. Lama stadium pupa pada nyamuk jantan antara 1 sampai 2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina, karenanya nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur. Stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2 sampai dengan 4 hari (Rinidar, 2010). 4. Perilaku Nyamuk Anopheles sp. Nyamuk betina merupakan nyamuk yang aktif menggigit karena memerlukan darah untuk perkembangan telurnya. Pada saat nyamuk aktif mencari darah maka nyamuk akan terbang berkeliling untuk mencari rangsangan dari hospes yang cocok. Beberapa faktor seperti keberadaan hospes, tempat menggigit, frekwensi menggigit dan waktu menggigit merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan perilaku nyamuk menghisap darah. Berdasarkan obyek yang digigit (hospes), nyamuk dibedakan menjadi antrofilik, zoofilik, dan indiscriminate biter. Nyamuk antrofilik adalah nyamuk yang lebih suka menghisap darah manusia, dan dikategorikan zoofilik apabila nyamuk lebih suka menghisap darah hewan. Apabila nyamuk menghisap darah tanpa kesukaan tertentu terhadap hospes disebut indiscriminate biter. Nyamuk akan menghisap darah dari hospes lain yang tersedia apabila darah hospes yang disukai tidak ada. Hal ini disebabkan

10 adanya suhu dan kelembaban yang dapat menyebabkan nyamuk berorientasi terhadap hospes tertentu dengan jarak yang cukup jauh dan adanya bau spesifik dari hospes (Depkes, 2004). Selain berdasarkan objek yang digigit, berdasarkan tempat menggigitnya nyamuk juga dapat dibedakan menjadi eksofagik dan endofagik. Nyamuk dikatakan eksofagik apabila nyamuk lebih suka menggigit di luar rumah dan dikatakan endofagik apabila nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah. Namun nyamuk yang bersifat eksofagik dapat bersifat endofagik apabila terdapat hospes yang cocok di dalam rumah (Rumbiak, 2006). Frekuensi menggigit nyamuk dipengaruhi oleh siklus gonotropik dan waktu mengggigit. Nyamuk dengan siklus gonotropik dua hari akan lebih efisien untuk menjadi vektor dibandingkan dengan nyamuk yang mempunyai siklus gonotropik tiga hari. Nyamuk yang menggigit beberapa kali untuk satu siklus gonotropik akan menjadi vektor yang lebih efisien dari pada nyamuk yang hanya menggigit satu kali untuk satu siklus gonotropiknya. Siklus gonotropik juga dipengaruhi oleh suhu dan tersedianya genangan air untuk tempat bertelur. Waktu menggigit harus diperhatikan, seperti nyamuk Anopheles yang menggigit pada malam hari. Pada waktu malam hari pada umumnya manusia sedang beristirahat atau sedang tidur, mungkin satu kali menggigit sudah cukup untuk satu siklus gonotropik (Depkes RI, 2001). Berdasarkan waktu menggigit, secara umum nyamuk Anopheles aktif mencari darah pada waktu malam hari, mulai dari senja hingga tengah

11 malam tetapi ada pula yang mulai tengah malam hingga menjelang pagi (Depkes, 2004). B. Penyakit Malaria 1. Definisi Malaria Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau Indonesia dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Jenis nyamuk Anopheles yang berperan dalam penularan penyakit malaria di daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Nyamuk Anopheles sangat banyak macamnya dan berbeda-beda jenisnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya (Soedarto, 1992). 2. Penyebaran Malaria di Propinsi Lampung Di Indonesia salah satu daerah bagian baratnya yang belum terbebas dari penyakit malaria adalah provinsi Lampung. Situasi penyakit malaria baik di kota maupun kabupaten di provinsi Lampung cukup tinggi, berdasarkan Annual Malaria Incidence per 1000 penduduk. Daerah yang paling banyak ditemukan malaria klinis adalah di Tanggamus yaitu sebesar 14,95, Lampung Utara sebesar 12,51, Bandar Lampung dan Way Kanan sebesar 11,58, Lampung Selatan sebesar 9,89, Lampung Barat sebesar 9,31, Tulang Bawang sebesar 3,37, Lampung Timur sebesar 0,77, Lampung

12 Tengah sebesar 0,71, dan yang terendah di Kota Metro (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2007). Dari waktu ke waktu dan pada daerah yang sama atau berbeda angka AMI tersebut ternyata tidak selalu konstan. Pada beberapa daerah yang telah belasan tahun tidak ada kasus malaria, tiba-tiba menjadi endemis kembali. Hal ini berhubungan dengan terjadinya perubahan lingkungan yang memudahkan perkembangan nyamuk vektor malaria. Dengan derajat infeksi yang bervariasi, penyakit malaria tersebar luas di berbagai daerah. Malaria dapat mudah menyebar pada sejumlah penduduk, terutama pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah perkebunan, pantai, hutan, dan persawahan (Anies, 2005). C. Tempat Perindukan Larva Vektor Malaria Habitat nyamuk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu habitat air mengalir dan habitat air menggenang. Habitat air mengalir, dapat berupa saluran air (parit atau selokan) yang mengalir lambat, dan sungai yang alirannya deras maupun lambat. Pada saluran irigasi biasanya tumbuh tanaman menjalar yang dapat menahan arus air. Jenis Anopheles sp. yang hidup dalam habitat seperti ini antara lain: Anopheles palmatus, Anopheles barbumbrosus, Anopheles vagus, Anopheles hunteri, Anopheles barbirostris, Anopheles sinensis, Anopheles nigerrimus, Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus, dan Anopheles maculates (Mattingly, 1969). Sedangkan habitat air menggenang dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1) Habitat air tanah, 2) Habitat air bawah permukaan tanah, dan 3) habitat kontainer. Anopheles sp. hanya ditemukan

13 pada habitat air tanah dan habitat air bawah permukaan tanah, sedangkan pada kontainer belum didapatkan laporan (Safitri, 2009). 1. Habitat Air Tanah Habitat air tanah yang tergolong air tanah permanen antara lain danau, kolam, atau lagun atau rawa-rawa. Beberapa spesies Anopheles yang hidup pada habitat seperti ini antara lain Anopheles lesteri, Anopheles bancrofti, Anopheles stigmaticus, Anopheles kochi, Anopheles tesselatus, Anopheles vagus, Anopheles aconitus, dan Anopheles japonicus. Sedangkan habitat air tanah yang tergolong air tanah sementara antara lain comberan atau kobakan, air kubangan serta jejak tapak kaki manusia atau hewan (Safitri, 2009). Beberapa spesies yang didapat adalah Anopheles barbirostris, Anopheles nigerrimus, dan Anopheles kochi. 2. Habitat Air Bawah Permukaan Tanah Habitat yang dikategorikan sebagai air bawah permukaan tanah dapat berupa sumur/perigi, bekas galian tambang, dan waduk. Beberapa spesies Anopheles yang hidup di habitat ini antara lain An. vagus dan An. hunter (Safitri, 2009).

14 D. Faktor Ekologi Larva Vektor Malaria Kepadatan larva vektor malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan biologi akan mengatur keseimbangan populasi nyamuk di alam. Faktor-faktor yang dapat mengatur keseimbangan populasi nyamuk di alam, antara lain: 1. Faktor Fisik Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan larva nyamuk malaria dan nyamuk malaria, antara lain: a. Suhu Secara umum, nyamuk Anopheles lebih menyukai temperatur yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis Culicinae. Hal ini menyebabkan jenis Anopheles lebih sering dijumpai di daerah tropis. Suhu air sangat mempengaruhi perkembangbiakkan larva ditempat hidupnya (Takken dan Knols, 2008). Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah namun proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis dan pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologisnya. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25 o -27 o C. Toleransi suhu bergantung pada jenis nyamuknya, biasanya pada suhu 5 o -6 o C spesies nyamuk tidak dapat bertahan hidup. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari

15 10 o C atau lebih dari 40 o C. Nyamuk termasuk hewan berdarah dingin sehingga siklus hidup dan proses metabolismenya tergantung pada suhu lingkungan. Pada tempat-tempat yang bersuhu lebih rendah dari 15 o C hampir tidak mungkin terjadi penularan malaria meskipun nyamuk yang biasa menjadi vektor terdapat dalam jumlah yang besar. Selain berpengaruh pada vektor, suhu udara juga mempengaruhi pertumbuhan parasit di dalam tubuh vektor. Suhu kritis terendah ratarata untuk siklus sporogonik di dalam tubuh nyamuk adalah 16 o C. Pada suhu lebih rendah dari 16 o C bila ada sporozoit di dalam tubuh nyamuk akan mengalami degenerasi. Pembentukan gamet dan siklus sporogonik memerlukan suhu yang sesuai. Pada suhu harian rata-rata 27 o C siklus sporogonik memerlukan waktu 9 hari. Pada suhu 32 o C, ookista di dalam tubuh nyamuk akan mati sehingga tidak terjadi pertumbuhan sporozoit dari rongga perut ke kelenjar ludah nyamuk (Depkes RI, 2001). b. Kedalaman air larva Anopheles hanya mampu berenang ke bawah permukaan air paling dalam 1 meter dan tingkat volume air akan dipengaruhi curah hujan yang cukup tinggi yang akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal pada kedalaman kurang dari 3 meter (Depkes RI, 2001).

16 c. Curah Hujan Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh bergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan (Harijanto, 2000). Curah hujan yang cukup tinggi dalam jangka waktu yang lama akan memperbesar kesempatan perkembangbiakkan nyamuk secara optimal (Depkes RI, 2001). d. Kelembaban nisbi udara Kelembaban nisbi udara merupakan banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban yang rendah tidak mempengaruhi parasit nyamuk namun dapat memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk adalah 60 %. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk dapat menjadi lebih sering menggigit dan lebih aktif sehingga meningkatkan penularan malaria. Cara hidup nyamuk dipengaruhi kelembaban udara, dengan beradaptasi pada keadaan lembab yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekositem hutan. Kemampuan terbang nyamuk juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka.

17 Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas (Depkes RI, 2001). e. Angin Kecepatan angin 11-14 m/detik atau 25-31 mil/jam dapat menghambat penerbangan nyamuk. Angin berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia (Harijanto, 2000), dan juga mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung dari arah angin. Angin yang kencang dapat membawa Anopheles terbang sejauh 30 km atau lebih. Pada jarak 2-3 km dari lokasi tempat perindukan vektor (TPV) tidak ditemukan Anopheles betina yang mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh (Hoedojo, 1998). f. Ketingggian lokasi Secara umum, malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Jika perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk, penyebaran nyamuk, dan musim penularan. Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula adalah ½ o C (Harijanto, 2000).

18 g. Arus air Beberapa jenis Anopheles menyukai tempat perindukan dengan jenis aliran air yang berbeda-beda. Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras sedangkan Anopheles letifer menyukai air tergenang, dan Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat (Depkes RI, 1993). h. Sinar matahari Pengaruh sinar matahari dapat berbeda-beda terhadap pertumbuhan larva nyamuk. Beberapa jenis Anopheles menyukai tempat yang terbuka dan tempat yang teduh. An. punctulatus dan An. hyrcanus lebih menyukai tempat yang terbuka sedangkan An. sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, dan An. barbirostis dapat hidup baik ditempat yang terbuka maupun yang teduh (Harijanto, 2000). 2. Faktor Kimia ph, salinitas, dan oksigen terlarut (DO) merupakan lingkungan kimia yang paling mendukung terhadap kelanjutan perkembangbiakan vektor malaria. ph berpengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang berkembang biak di akuatik. ph dipengaruhi suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium organisme (Takken dan Knols, 2008).

19 a. Derajat Keasaman (ph air) ph di perarian secara alamiah dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2 dan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Proses fotosintesis dan respirasi mempengaruhi kadar CO 2 dalam suatu perairan. Oleh karena itu, pada pagi hari nilai ph menjadi rendah, meningkat pada siang hari, dan maksimum pada sore hari. Besarnya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam perairan tersebut adalah besarnya ph dalam suatu perairan (Mulyanto, 1992). Nilai ph sangat berpengaruh terhadap proses biokimiawi suatu perairan, seperti proses nitrifikasi akan berakhir jika ph rendah. Sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). b. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan air dan hewan serta proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan hilangnya oksigen dalam suatu perairan. Selain itu, peningkatan suhu akibat semakin meningkatnya intensitas cahaya juga mengakibatkan berkurangnya oksigen (Effendi, 2003). Meningkatnya suhu air akan menurunkan kemampuan air untuk mengikat oksigen, sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga akan menurun. Peningkatan suhu juga akan mempercepat laju respirasi dan dengan demikian laju pengunaan oksigen juga meningkat (Afrianto dan

20 Liviawati, 1992). Kadar DO optimum untuk menopang kehidupan organisme akuatik bekisar antara 5,0-9,0 mg/l (Effendi, 2003). c. Salinitas Salinitas air sangat mempengaruhi ada tidaknya malaria di suatu daerah (Prabowo, 2004). Berdasarkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas, organisme perairan dapat digolongkan menjadi stenohaline dan euryhaline. Stenohaline merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas sempit, sedangkan euryhaline merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas yang lebar (Odum, 1998). Salinitas merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah garam-garam yang larut dalam suatu volume air. Banyaknya garam-garam yang larut dalam air menentukan tinggi rendahnya salinitas (Odum, 1998). Danau, genangan air, persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan tempat perindukan nyamuk, meningkatkan kemungkinan timbulnya penularan penyakit malaria. 3. Faktor Biologi Lingkungan biologi di tempat perindukan nyamuk antara lain flora dan fauna, yang tumbuh dan saling mempengaruhi:

21 a. Pengaruh tumbuhan Jenis tumbuhan seperti bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat melindungi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi larva dari serangan mahluk hidup lain (Gunawan, 2000). b. Predator nyamuk (Hewan Pemangsa) Hewan pemangsa yang umum memangsa larva nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, dan mujair akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (Cattle barrier) (Gunawan,2000). Setiap spesies serangga sebagai bagian dari kompleks komunitas dapat diserang atau menyerang organisme lain. Jenis binatang yang menjadi musuh alami nyamuk sudah banyak diteliti, baik terhadap nyamuk dewasa maupun larva di air. Musuh-musuh alami tersebut bersama faktor-faktor lainnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan untuk mencegah terjadi ledakan populasi nyamuk (Hadi dkk, 2009). Salah satunya adalah predator, predator merupakan hubungan antara pemangsa dan yang dimangsa. Hewan air yang berperan sebagai predator larva nyamuk terdiri dari :

22 a. Serangga air Larva Dysticidae dan Hydropholidae (coleoptera) merupakan musuh larva nyamuk. Larva capung juga memangsa nyamuk. Larva Culex fuscanus, Culex halifaxii dan Toxorhychities memangsa larva nyamuk lain seperti Anopheles. Bila larva Anopheles terlalu padat di satu tempat perindukan dapat terjadi kanibalisme, larva instar IV bisa memakan larva dari jenis yang sama atau larva Anopheles yang lain yang masih muda. Serangga air dari golongan Hemiptera adalah pemangsa larva nyamuk terutama instar III dan instar IV, dengan cara menusuk tubuh larva dengan moncong dan menghisap cairan tubuh larva (Hadi dkk, 2009), selain itu Gerris (anggang-anggang) memangsa larva nyamuk seperti juga nyamuk dewasanya (Depkes RI, 2004). b. Vertebrata Anak katak dapat memangsa larva nyamuk terutama pada habitat yang kecil dengan air yang dangkal. Tetapi yang terpenting dari semua predator larva nyamuk adalah ikan pemakan larva (Hadi dkk, 2009).