FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN TEMPAT PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIPUCANG KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT Ejawati *), Puji Pranowowati, SKM. M.Kes **), Fitria Primi A, S.SiT. M.Kes ***) *) Alumnus Program Studi D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ***) Staf Pengajar Program Studi DIII Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Tempat yang ideal untuk persalinan adalah di fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang siap menolong bila sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Akan tetapi, tidak setiap ibu bersalin memilih fasilitas kesehatan melainkan memilih bersalin di non fasilitas kesehatan, karena di pengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang tahun 2015. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang telah bersalin pada bulan Januari 2015 berjumlah 52 orang dengan pengambilan sampel total sampling sebanyak 52 responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara membagi kuesioner yang telah diuji validitasnya. Analisis data mengunakan uji chi Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa 34 (65,4%) ibu memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan dan 18 (34,6%) ibu memilih non fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Tidak ada hubungan bermakna antara pendapatan (p=0,891) dengan pemilihan tempat persalinan, dan ada hubungan bermakna antara akses ke fasilitas kesehatan(p=0,000) dan dukungan keluarga (p=0,000) dengan pemilihan tempat persalinan. Kata kunci : pemilihan tempat persalinan, pendapatan, akses ke fasilitas kesehatan, dukungan keluarga Daftar Pustaka : 38 (2004-2014) 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
THE FACTORS ASSOCIATED WITH SELECTING DELIVERY ASSISTANT AT THE WORKING AREA OF KALIPUCANG SUB-DISTICTPANGANDARAN PROVINCE WEST JAVA ABSTRACT The ideal place for deliveries is in health facilities with equipment and personnel are ready to help if anytime of deliveries complications happened. However, not every all women gave birth chose a health facilities but they are chose at not health facilities, because it is influenced by several factors. The purpose of this study was to find the factors associated with selecting delivery assistant at Kalipucang Health Center in 2015. This was a descriptive-analytical study with cross sectional approach. The population of this study was all women who gave birth in January 2015 as many as 52 women and data sampling used total sampling technique to 52 respondents. The data were collected by dividing the questionnaires that had been tested its validity. The data analysis using chi Square test. The results of this study indicated that 34 (65.4%) respondents chose a health facility as a place of delivery, and 18 (34.6%) respondents chose non-health facility as a place of delivery. There war no significant correlation between income (p = 0.891) and the selection of the place of delivery, and there war a significant correlation between access to health facilities (p = 0.000) and family support (p = 0.000) with the selection of the place of delivery. Keywords : selecting place of delivery, income, access to health facility, family support Bibliographies : 37 (2004-2014) 2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
PENDAHULUAN Persalinan merupakan salah satu peristiwa penting dan senantiasa diingat dalam kehidupan wanita. Setiap wanita memiliki pengalaman melahirkan tersendiri yang dapat diceritakan ke orang lain. Memori melahirkan, peristiwa dan orang-orang yang terlibat dapat bersifat negatife atau positif, dan pada akhirnya dapat menimbulkan efek emosional dan reaksi psikososial jangka pendek dan jangka panjang. (Hendorson, 2006). Aspek-aspek asuhan yang terbukti mempengaruhi perasaan persalinan dan kepuasan pengalaman persalinan meliputi komunikasi dan pemberian informasi, penatalaksanaan nyeri, tempat melahirkan, dukungan sosial dan dukungan dari pasangan serta dukungan dari pemberi asuhan. Persalinan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan tempat persalinan berlangsung. Idealnya, setiap wanita yang bersalin dan tim yang mendukung serta memfasilitasi usahanya untuk melahirkan bekerja sama dalam suatu lingkungan yang paling nyaman dan aman bagi ibu yang akan melahirkan. (Varney, 2008). Tempat bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat mempengaruhi psikologis ibu bersalin. Pemilihan tempat persalinan dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara langsung pada kesehatan ibu. (Rohmah, 2010). Tempat yang paling ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang siap menolong sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas yang mampu memberikan Pelayanan Obsetrik Dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Di pahami belum seluruh Puskesmas mampu untuk memberikan pelayanan dasar tersebut, minimal pada saat ibu melahirkan di puskesmas terdapat tenaga kesehatan yang dapat segera merujuk jika terjadi komplikasi. (Laporan Riskesdas, 2010). Pertolongan persalinan juga harus memenuhi 4 pilar safe motherhood, yang salah satunya adalah persalinan bersih dan aman serta ditolong oleh tenaga kesehatan yang trampil. Perlu diwaspadai adanya resiko infeksi dikarenakan paparan lingkungan yang tidak bersih, alas persalinan yang tidak bersih, serta alat dan tangan penolong yang tidak bersih karena mobilisasi dari pusat pelayanan kesehatan kerumah ibu. (Prasetyawati, A.E, 2012). Menurut Depkes RI, 2009, tujuan persiapan persalinan aman adalah agar ibu hamil dan keluarga tergerak merencanakan tempat dan penolong persalinan yang aman. Bahkan menurut Kemenkes RI 2011 persalinan dilakukan difasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan Profil kesehatan Indonesia tahun 2013, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan sejak tahun 2011 sampai 2013 cenderung mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 mencapai 86,38 %, dan pada tahun 2013 cakupaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia telah mencapai 90,88%. Dimana angka ini telah memenuhi target restra kementian tahun 2013 yakni sebesar 89 %. Akan tetapi, meningkatnya cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia belum diimbangi dengan peningkatan persalinan disarana pelayanan kesehatan. (Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, persalinan ibu anak terakhir menunjukan bahwa 66,7 % melahirkan difasilitas kesehatan seperti rumah sakit (pemerintah dan swasta), Rumah bersalin, Puskesmas, Pustu, praktek dokter. Terdapat 29,6 % melahirkan di rumah/lainnya dan hanya 3,7 % yang melahirkan di polindes/poskesdes. Keadaan seperti ini banyak terjadi disebabkan oleh kendala biaya, di samping 3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
itu Akses ternyata masih menjadi persoalan di sebagain wilayah Indonesia, khususnya daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya keterbatasan infrastruktur dan transfortasi, kondisi geografis dan cuaca yang sulit, serta masih kentalnya budaya patriarki di Indonesia sehingga semua keputusan ditentukan oleh orang tua istri ataupun suami dan kerabat yang dituakan. Mereka menentukan semua hal yang penting yang berhubungan dengan persalinan, memilih tempat persalinan, tenaga penolong persalinan, juga kebiasaan yang lain yang dilakukan oleh ibu setelah melahirkan. Mereka juga yang menentukan perlu tidaknya ibu bersalin dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit bila persalinan terjadi komplikasi. Sering terjadi seorang ibu sampai dirumah sakit dalam keadaan sangat terlambat atau bahkan meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit hanya karena setiap anggota keluarga tidak mencapai kata sepakat membawanya berobat. (BKKBN, 2014). Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan atau Linakes adalah indikator yang di gunakan untuk menggambarkan besarnya presentase persalinan yang aman. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Pangandaran tahun 2013 cakupan pertolongan persalinan yaitu 81,3 % sudah ditolong oleh tenaga kesehatan. Walaupun masih belum sesuai dengan target renstra 2013 yaitu 88 %. Dari data tersebut ada 3 Puskesmas yang cakupan persalinannya masih rendah yaitu Puskesmas Cikembulan sebesar 71,1 %, Puskesmas Salasari sebesar 71,4 % dan Puskesmas Kalipucang 72,3 %. Untuk tempat persalinan, Puskesmas Kalipucang merupakan Puskesmas yang tertinggi angka persalinan di non Fasilitas yaitu pada Tahun 2013 sebesar 69,8% persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan 1,8 % persalinan ditolong oleh dukun terlatih dan 0,3 % persalinan ditolong oleh dukun tidak terlatih. Serta 55,3 % persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan dan 16,7 % persalinan yang di lakukan di rumah/non fasilitas. Dari data di atas Puskesmas Kalipucang mengalami penurunan, persalinan yang di tolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 yaitu 75,2 %, sedangkan untuk pemilihan tempat persalinan sebesar 59,3 %, persalinan di lakukan di fasilitas kesehatan, dan 16,0 % di lakukan di non fasilitas/rumah sendiri. Wilayah kerja Puskesmas Kalipucang terdiri dari 9 desa yaitu desa Kalipucang, Cibuluh, Banjarharja, Tunggilis, Ciparakan, Pamotan, Bagolo, Emplak dan Putrapinggan. Ketersediaan pelayanan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang cukup memadai, di mana terdapat 1 Puskesmas mampu Poned, 4 Pustu, 4 Polindes dan ada beberapa yang tidak layak untuk tempat persalinan. Walaupun membutuhkan waktu yang lama Kepala Puskesmas Kalipucang bekerja sama dengan desa setempat mengupayakan berbagai renovasi supaya tempat tersebut menjadi layak untuk tempat persalinan. Akan tetapi, karena wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang sebagaian warganya berada di daerah perbukitan dan pegunungan hal ini menjadi kendala kenapa masih rendahnya persalinan di Fasilitas Kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu telah mengupayakan revolusi KIA yang merupakan suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi melalui Penempatan Bidan di desa di setiap desa, renovasi Fasilitas yang sudah tidak layak di gunakan dan mewajibkan setiap Bidan wajib menolong persalinan di Fasilitas Kesehatan. Kecuali pada pasien dengan kondisi partus presipitatus. Namun kebijakan tersebut tidak mempengaruhi cakupan persalinan di Fasilitas Kesehatan. Tingginya angka persalinan dirumah di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang bukan tanpa masalah. Pada 4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
tahun 2013 terdapat 2 kematian ibu yang mengalami kehamilan berisiko, dan terlambat mendapat penanganan sampai tempat rujukan. dan 4 kematian bayi, 1 bayi karena kelainan bawaan, 3 bayi karena terlambat mendapat pertolongan sampai tempat rujukan, dan angka ini meningkat dari tahun 2012 yaitu sebelumnya tidak ada kematian ibu dan untuk kematian bayi jumlahnya masih sama yaitu 4 bayi. Salah satu resio apabila persalinan di lakukan di rumah dapat terjadi di mana ketika proses persalinan mengalami kesukaran, pertolongan lebih lanjut tidak dapat segera di berikan. Hal ini disebabkan tidak tersedianya alat-alat sehingga membutuhkan waktu lama sebelum tiba kerumah sakit. (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang yang dilakukan peneliti pada bulan September 2014 di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. Hasil wawancara terhadap 10 ibu yang bersalin pada tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang 6 ibu yang memilih bersalin di rumah atau di non Fasilitas Kesehatan karena akses ke Fasilitas Kesehatan yang di nilai jauh. Sehingga bila mereka melahirkan ke Fasilitas harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Populasi dan Sampel Populasi Populasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah data seluruh ibu yang bersalin pada bulan Januari 2015 dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang sebanyak 52. Sampel dan Teknik Sampling Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi yaitu sebesar 52 (Sugiyono, 2009). walaupun persalinan pada saat itu gratis. Dan 4 ibu yang bersalin di Fasilitas karena dukungan dari keluarga yang menginginkan persalinan di Fasilitas serta karena terjadi komplikasi sehingga diharuskan bersalin di Fasilitas Kesehatan. Berdasarkan Fenomena dan studi pendahuluan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Jenis dan rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Pendekatan menggunakan Cross sectional yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2012). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tangggal 12 s/d 14 Februari 2015 di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu data primer di peroleh berdasarkan pertanyaan/pernyataan dalam bentuk kuesioner tentang pendapatan, akses ke fasilitas kesehatan dan dukungan keluarga yang di isi oleh responden yaitu ibu yang bersalin pada bulan januari 2015 di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. Sedangkan data sekunder di peroleh dari laporan PWS yaitu data jumlah ibu bersalin pada bulan Januari 2015. 5 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
Analisis Data Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil penelitian, yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Variabel yang dianalisis dengan univariat yaitu pendapatan, akses ke fasilitas HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Pendapatan Keluarga Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendapatan Keluarga pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Pendapatan Frekuensi Persentase (%) Rendah Tinggi 21 31 40,4 59,6 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang yang memiliki pendapatan keluarga kategori tinggi yaitu sejumlah 31 orang (59,6%), lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki pendapatan keluarga kategori rendah yaitu sejumlah 21 orang (40,4%). Muzaham (2007) mengatakan bahwa pendapatan merupakan salah satu karakteristik yang mendukung ibu dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan seperti pertolongan persalinan. Besarnya pendapatan secara garis besar sangat mempengaruhi ibu dan keluarga dalam mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk memelihara kesehatan, dukungan keluarga dan pemilihan tempat persalinan. Analisis bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pendapatan, Akses ke fasilitas kesehatan dan dukungan keluarga dengan pemilihan tempat persalinan. uji statistik yang digunakan adalah Chi square. dan mengobati si sakit, menentukan yang menolong atau tempat yang akan di gunakan dalam pertolongan persalinan. Semakin besar pendapatan dalam keluarga, maka semakin besar peluang ibu dan keluarga untuk memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Pendapatan keluarga di dasarkan pada UMR Kabupaten pangandaran tahun 2014 Rp. 1.165.000,00. Karena pendapatan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksudkan pendapatan dalam penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Selain itu, jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi tingkat pendapatan suatu keluarga karena dapat menambah ataupun mengurangi pendapatan suatu keluarga. Dan di wilayah kerja puskesmas Kalipucang sebagaian besar responden tinggal dengan orang tua atau mertuanya. Oleh karena pertimbangan tersebut peneliti menggunakan pendapatan yang berdasar UMR bukan lagi perorangan melainkan 2 orang. Sehingga kategori pendapatan tinggi jika pendapatan lebih dari 2 kali UMR atau > Rp.2.330.00,00. 6 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
Berdasrkan penelitian Wulan (2011) responden yang berpendapatan tinggi (> UMR) memilih rumah sakit umum sebagai tempat persalinan, sedangkan responden dengan pendapatan rendah (<UMR) lebih memilih persalinan dirumah dengan didampingi bidan atau dengan dukun. Laporan Riskesdas 2010, presentase tempat ibu melahirkan menurut tempat persalinan berdasrkan karakteristik tempat tinggal atau pendapatan. Di Pedesaan umumnya persalinan di lakukan dirumah, sedangkan di perkotaan melahirkan di fasilitas kesehatan lebih banyak. Makin tinggi pendapatan lebih memilih tempat persalinan di fasilitas kesehatan, sebaliknya untuk persalinan di rumah makin rendah pendapatan, presentase persalinan dirumah makin banyak. Akses ke Fasilitas Kesehatan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Akses ke Fasilitas Kesehatan pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Akses ke Fasilitas Kesehatan Frek Persentase (%) Sulit Mudah 17 35 32,7 67,3 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang memiliki akses ke tempat fasilitas kesehatan dalam kategori mudah, yaitu sejumlah 35 orang (67,3%), lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki akses ke fasilitas dalam kategori sulit sejumlah 17 orang (32,7%). Penempatan fasilitas kesehatan yang strategis diharapkan membuat masyarakat mudah untuk menjangkau dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, namun karena kondisi geografis di wilayah puskesmas Kalipucang yang kebanyakan dataran tinggi dengan belum di tunjang kondisi jalan yang memadai, masyarakat membutuhkan waktu tempuh yang lama untuk dapat mencapai ke fasilitas kesehatan tersebut. Berdasarkan klasifikasi menurut Riskesdas (2010), mengukur jarak dan waktu di perkotaan lebih rendah dibandingkan di pedesaan. Karena wilayah kerja Puskesmas Kalipucang masih di kategorikan pedesaan, maka jarak dan waktu tempuh rumah tangga terhadap sarana pelayanan kesehatan berdasarkan tipe daerah, proporsi rumah tangga dengan jarak ke sarana kesehatan > 5 km, dan begitu pula proporsi rumah tangga dengan waktu tempuh > 30 menit. Berdasarkan penelitian Meylanie (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ibu dengan akses mudah dengan pemilihan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Dukungan Keluarga Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%) Kurang Baik 29 23 55,8 44,2 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dukungan keluarga pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang, dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 29 orang (55,8%). Lebih besar dibandingkan ibu yang mendapat dukungan kurang sejumlah 23 orang (44,2%). Hal ini menunjukan bahwa keluarga responden banyak yang masih menganut budaya phatriarki, dimana semua keputusan ditentukan oleh orang tua istri ataupun suami dan kerabat yang dituakan. Mereka menentukan semua hal yang penting yang berhubungan dengan 7 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
persalinan, memilih tempat persalinan, tenaga penolong persalinan, juga kebiasaan yang lain yang dilakukan oleh ibu setelah melahirkan. Mereka juga yang menentukan perlu tidaknya ibu bersalin dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit bila persalinan terjadi komplikasi. Keluarga menganggap bahwa rumah merupakan lingkungan yang sudah dikenal, sehingga mereka merasa memiliki kendali terhadap tubuhnya. Keadaan dilingkungan rumah sendiri menimbulkan rasa tenang dan tentram pada ibu yang akan melahirkan karena dikelilingi oleh orang-orang yang diinginkanya dalam pendampingan. Berdasarkan perbandingan dengan pengalaman melahirkan difasilitas kesehatan, dalam lingkungan yang kurang memiliki sentuhan pribadi, dan penuh dengan peraturan serta staf yang sibuk. Menurut teori Green (2005) faktor dukungan keluarga mempengaruhi prilaku seseorang dalam timbulnnya tindakan kesehatan. Sedangkan Engel, Blackwell, Miniard (1994) Sofana (2010) mengatakan bahwa keputusan pemilihan fasilitas kesehatan dalam keluarga melibatkan setidaknya lima peranan dukungan, dukungan ini di pegang oleh suami, istri, anak, orang tua atau anggota lain dalam rumah tangga. Dukungan keluarga merupakan sistem pendukung utama untuk memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat ataupun sakit. Adapun dukungan keluarga yang dimaksud disini adalah dukungan yang diberikan anggota keluarga yang mencakup 4 aspek yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. (Friedman, 2010). Ellyana Hutapea (2012) mengatakan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemilihan persalinan di tenaga kesehatan. Nurhasni (2010), juga menyatakan ada hubungan dukungan keluarga dengan pemilihan fasilitas kesehatan sebagai tempat untuk bersalin. Pemilihan Tempat Persalinan Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemilihan Tempat Persalinan pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Pemilihan Tempat Persalinan Frek Persentase (%) Non FasKes Fasilitas Kesehatan 18 34 34,6 65,4 Jumlah 52 100 Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang, yang memilih tempat persalinan pada fasilitas kesehatan, yaitu sejumlah 34 orang (65,4%), lebih besar dibandingkan ibu yang memilih tempat persalinan di non fasilitas kesehatan sejumlah 18 orang (34,6%). Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara langsung pada kesehatan ibu. Tempat yang paling ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga kesehatan yang siap menolong sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Di pahami belum semua seluruh Puskesmas mampu untuk memberikan pelayanan dasar tersebut, minimal pada saat ibu melahirkan di Puskesmas terdapat tenaga yang dapat segera merujuk jika terjadi komplikasi. (Laporan Riskesdas, 2010). Pada awal tahun 2014 pemerintah membuat kebijakan tentang BPJS (Badan Jaminan Bantuan Sosial) dengan cara membayar premi bagi peserta non PBI (bukan penerima bantuan iuran), dan gratis bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran). Namun kebijakan ini tidak di manfaatkan oleh responden yang masih bersalin di non 8 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
fasilitas kesehatan yang terkendala oleh masalah biaya persalinan. Asumsi responden mengatakan BPJS ini tidak praktis seperti program Jampersal. Mereka harus tetap membayar perbulanya, dan hal ini pula sangat memberatkan bagi sebagaian responden yang tidak masuk dalam peserta PBI (penerima bantuan iuran). Maka dari itu, sebagain responden memilih bersalin di rumah hanya dengan memangil bidan atau dengan dukun saja. hal ini di buktikan dengan peningkatan jumlah persalinan di non fasilitas sejumlah 18 responden pada Januari 2015 yaitu 12 orang dari setiap desa yaitu desa Putrapinggan 1 orang, desa Ciparakan 2 orang, desa Tunggilis 1 orang, desa Banjarharja 3 orang, desa Pamotan 3 orang, dan desa Bagolo 2 orang di tolong oleh DT/DTT (dukun terlatih/dukun tidak terlatih) dan 6 orang dari setiap desa yaitu di desa Emplak 1 orang, desa Kalipucang 1 orang, desa Banjarharja 2 orang, desa Bagolo 1 orang, dan desa Cibuluh 1 orang di tolong oleh bidan. (Laporan PWS KIA, 2015). Menurut Depkes RI, 2009, tujuan persiapan persalinan aman adalah agar ibu hamil dan keluarga tergerak merencanakan tempat dan penolong persalinan yang aman. Bahkan menurut Kemenkes RI 2011 persalinan dilakukan difasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan peralatan di Fasilitas Kesehatan lebih lengkap jika dibandingkan peralatan saat persalinan di rumah. Sedangkan di tempat persalinan yang bukan Fasilitas Kesehatan, proses pelayanan menjadi kurang maksimal karena peralatan yang terbatas perlu diwaspadai adanya resiko infeksi dikarenakan paparan lingkungan yang tidak bersih, alas persalinan yang tidak bersih, serta alat dan tangan penolong yang tidak bersih karena mobilisasi dari pusat pelayanan kesehatan kerumah ibu. (Prasetyawati, A.E, 2012). Asumsi responden yang di tolong oleh dukun tidak terlatih mereka mengalami kesulitan dalam penyembuhan luka perineum, berdasarkan informasi dari kader setempat dukun sering melakukan tindakan episiotomi yang di lakukan dengan alat yang tidak steril salah satunya dengan menggunakan silet. Bahkan dukun berani melakukan tindakan Pemeriksaan dalam tanpa mengunakan sarung tangan. Menurut Rafhael-leff (1991) dalam Henderson (2006), mengungkapkan bahwa efek jangka panjang dari beberapa intervensi seperti persalinan dengan bantuan alat dapat meningkatkan kejadian depresi pascanatal, mengurangi kepercayaan diri wanita dalam kemampuannya menjalani peran sebagai ibu. Bahkan efek jangka panjang dapat menyebabkan stes pascatrauma karena merasa tidak mampu mengendalikan diri mereka sendiri. Apalagi alat yang di gunakan oleh dukun bukan alat yang steril atau bahkan bukan alat yang digunakan dalam persalinan. Berdasarkan penelitian Elyana Hutapea (2012) mengatakan bahwa dari 80 responden yang ditolong oleh tenaga kesehatan 45,4% karena agar lebih aman bila terjadi masalah dalam persalinan, 9,1% karena ada penyulit dan 28% karena anjuran petugas kesehatan. Sedangkan dari responden yang ditolong oleh dukun 41,6% dikarenakan alasan biaya lebih murah, 13,8% karena faktor keluarga yang turun temurun bersalin di paraji dan 8,3% karena alasan paraji mudah di panggil. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rosnani (2010) bahwa persalinan ditolong oleh bukan tenaga kesehatan diantaranya disebabkan karena faktor biaya yang lebih murah dan faktor keluarga yang turun temurun. 9 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
Analisis Bivariat Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Pemilihan Tempat Persalinan Tabel 4.6 Hubungan Pendapatan dengan Pemilihan Tempat Persalinan pada Ibu Bersalin di Wilayah kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Pendapatan Keluarga Pemilihan Tempat Persalinan Non Fasilitas Fasilitas Total Kesehatan Kesehatan f % F % F % p-value Rendah 8 38,1 13 61,9 21 100 0,891 Tinggi 10 32,3 21 67,7 31 100 Total 18 34,6 34 65,4 52 100 Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa ibu dengan pendapatan Selain itu faktor pengalaman di keluarga rendah sebagian besar memilih tolong oleh tenaga kesehatan juga sangat tempat persalinan pada fasilitas kesehatan berpengaruh terhadap pemilihan tempat sejumlah 13 orang (61,9%), sedangkan ibu persalinan. Ibu merasa nyaman dan lebih dengan pendapatan keluarga tinggi tenang bila persalinan ditolong oleh tenaga sebagian besar juga memilih tempat kesehatan di fasilitas kesehatan karena persalinan pada fasilitas kesehatan tenaga kesehatan dapat meminimalkan sejumlah 21 orang (67,7%). komplikasi, apabila terjadi komplikasi Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai dapat segera diketahui dan dirujuk p-value 0,891. Oleh karena p-value 0,891 kerumah sakit, memperhatikan kemajuan > 0,05, maka disimpulkan bahwa tidak ada persalinan, waspada bila tiba-tiba timbul hubungan yang signifikan antara kelainan yang akan menggangu atau pendapatan keluarga dengan pemilihan menghambat persalinan, melakukan tempat persalinan pada ibu bersalin di kunjungan rumah, dan memberikan wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. pelayanan KB setelah melahirkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Rohmah, 2010). penelitian Elvistron Juliawanto (2008), Asumsi responden yang dimana pendapatan keluarga tidak ada mempengaruhi ibu yang memiliki hubungannya dengan keputusan memilih pendapatan tinggi tetapi melakukan penolong persalinan di fasilitas kesehatan. persalinan di non fasilitas yaitu faktor Salah satu faktor yang akses yang sulit dalam menuju fasilitas mempengaruhi ibu yang berpendapatan kesehatan. Mereka memilih untuk bersalin rendah memilih bersalin di fasilitas di rumah dengan hanya memanggil dukun kesehatan yaitu kepemilikan Askes, setempat atau dengan memanggil bidan. Jamkesmas, Jamkesda yang sekarang karena akses yang sulit sehingga seringnya dirubah menjadi BPJS (Badan bidan mendapati pasien sudah dalam penyelenggara jaminan sosial). pembukaan lengakap. Dan ibu pun merasa Berdasarkan Penelitian dilakukan oleh lebih praktis untuk bersalin dirumah tanpa Zairil dan Mukti (2007) mengenai harus dibawa kemana-mana dalam kepemilikan asuransi kesehatan keadaan sakit. menyatakan bahwa terdapat hubungan Faktor lain yang mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan dengan pendapatan tinggi bersalin di non fasilitas pemilihan persalinan pada tenaga kesehatan yaitu faktor kepercayaan kesehatan di fasilitas kesehatan. terhadap dukun bayi. Hal ini juga 10 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
berhubungan dengan dukungan dari keluarga yang masih banyak mempercayakan pertolongan persalinan pada dukun bayi. Karena keluarga juga sudah secara turun temurun melahirkan di dukun bayi dan menurut mereka tidak ada masalah. Hubungan Akses ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemilihan Tempat Persalinan Tabel 4.7 Hubungan Akses ke Fasilitas Kesehatan dengan Pemilihan Tempat Persalinan pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Pemilihan Tempat Persalinan Akses ke Fasilitas Non Fasilitas Fasilitas Total Kesehatan Kesehatan Kesehatan F % F % F % Sulit 14 82,4 3 17,6 17 100 Mudah 4 11,4 31 88,6 35 100 Total 18 34,6 34 65,4 52 100 Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa ibu yang memiliki akses sulit ke fasilitas kesehatan memilih tempat persalinan pada fasilitas non kesehatan sejumlah 14 orang (82,4%), lebih besar dibandingkan ibu yang bersalin di non fasilitas kesehatan dengan askes mudah sejumlah 4 orang (11,4%). sedangkan ibu yang memiliki akses mudah ke fasilitas kesehatan memilih tempat persalinan pada fasilitas kesehatan sejumlah 31 orang (88,6%) lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki akses sulit yang memilih bersalin di fasilitas kesehatan sejumlah 3 orang (17,6%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai p-value 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < 0,05, maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara akses ke fasilitas kesehatan dengan pemilihan tempat persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. Hal ini sejalan dengan penelitian Meylanie (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara akses ke fasilitas kesehatan dengan pemilihan penolong persalinan. Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi pemilihan tempat persalinan. Selain itu jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan persalinan. Pada pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satu pertimbangan adalah p-value 0,000 akses dari tempat tinggal ke sumber perawatan. (Eryando, 2009). Jarak tempuh responden ke fasilitas kesehatan yang sulit di jangkau dengan kondisi jalan yang buruk akan membuat waktu tempuh yang lebih lama. Hal ini juga berhubungan dengan erat dengan sarana, biaya transportasi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Semakin dekat dan mudah jarak rumah responden dengan fasilitas kesehatan, maka semakin murah biaya yang di keluarkan. Selain itu, Jarak rumah bidan desa cukup jauh dan sebagian besar bidan hanya bertugas di wilayah kerjanya namun bertempat tinggal di desa lain sehingga keluarga lebih memilih memanggil dukun. Hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Titaley et. A l (2010) di daerah Jawa mengungkapkan jarak ke fasilitas kesehatan merupakan kendala yang mencegah masyarakat menggunakan tenaga terampil, karena itu keberadaan bidan desa turut mempengaruhi pemilihan penolong persalinan di fasilitas kesehatan. Penelitian dari Irasanty (2008) tentang pencegahan keterlambatan rujukan maternal di Kabupaten Majene, menemukan bahwa faktor geografis, jarak dan infrastruktur jalan sangat berpengaruh terhadap akses masyarakat untuk melakukan rujukan khususnya bagi 11 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan mereka harus menggunakan sarana transportasi tradisional untuk melakukan rujukan maternal kesarana kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau sebenarnya akan memberikan pengaruh kepada ibu bersalin untuk memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai. Green (1994) dalam Notoadmodjo (2010) yang menyebutkan bahwa faktor sarana pelayanan kesehatan sebagai salah satu faktor pendukung (enabling factor) dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan bagi ibu bersalin yang dilengkapi dengan tenaga yang terlatih atau ahli, teknologi alat serta obat-obatan yang memadai merupakan prasarat utama. Namun demikian prasarat tersebut belum menjamin utilisasi pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak dijangkau. Pada dasarnya angka kematian ibu dan bayi dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu komplikasi dari ibu (maternal) dan kegagalan mendapatkan pelayanan medis yang memadai akibat akses yang sulit dijangkau. Faktor lain juga dapat disebabkan oleh keterbatasan fasilitas transportasi yang tersedia pada Puskesmas Kalipucang yaitu hanya memiliki 1 buah ambulance yang digunakan untuk menjemput ibu yang mau melahirkan di fasilitas kesehatan dan mengantar ibu yang sudah melahirkan di fasilitas kesehatan ke rumahnya. Sarana transportasi umum yang sering digunakan adalah motor ojek dengan biaya yang mahal. Pengelolaan sarana transportasi sesuai dengan perda yang ditetapkan bahwa masyarakat harus menyediakan ambulance desa belum berjalan dengan baik, sehingga dengan demikian hal tersebut menjadi kendala dalam melakukan akses ke fasilitas kesehatan untuk memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa reponden yang tidak memanfaatkan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sebagai penolong dan tempat persalinannya, karena letak rumah yang jauh serta akses yang sangat sulit dan hanya dapat dengan berjalan kaki dari sarana kesehatan penolong persalinan. Hal ini di perburuk jika kondisi hujan. Jalanan menjadi sangat licin karena memang sebagain besar jalan belum di aspal. Sarana tranportasi pun sangat jarang dan jaringan komunikasi juga sangat sulit sehingga untuk menjemput/menghubungi bidan di desa sangat kesulitan. Kendala itu akan semakin berat ketika responden melahirkan pada malam hari. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemilihan Tempat Persalinan Tabel 4.8 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemilihan Tempat Persalinan pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Kalipucang, 2015 Pemilihan Tempat Persalinan Dukungan Non Fasilitas Fasilitas Keluarga Kesehatan Kesehatan Total p-value F % F % f % Kurang 17 58,6 12 41,4 29 100 0,000 Baik 1 4,3 22 95,7 23 100 Total 18 34,6 34 65,4 52 100 Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa ibu dengan dukungan persalinan pada fasilitas non kesehatan sejumlah 17 orang (58,6%) lebih besar keluarga kategori kurang, memilih tempat dibandingkan ibu yang mendapat 12 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
dukungan baik memilih bersalin di non fasilitas kesehatan sejumlah 1 orang (4,3%). Sedangkan ibu yang mendapat dukungan baik memilih bersalin di fasilitas kesehatan sejumlah 22 orang (95,7%), lebih besar dibandingkan ibu dengan dukungan keluarga kategori kurang, yang memilih bersalin di fasilitas kesehatan sejumlah 12 orang (41,4%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai p-value 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < 0,05, maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemilihan tempat persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. Hal ini sejalan dengan penelitian Ellyana Hutapea (2012) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan kelurga dengan pemilihan penolong persalinan. Nurhasni (2010), ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemilihan fasilitas kesehatan sebagai tempat untuk bersalin. Ibu yang mendapat dukungan dari anggota keluarga cenderung memilih tenaga kesehatan dibandingkan dengan responden yang tidak mendapat dukungan. Dukungan sosial dan hubungan sosial yang baik akan memberikan sumbangan penting bagi kesehatan. (Sodikin, 2009). Keputusan memilih penolong persalinan kebanyakan masih ditentukan secara sepihak oleh keluarga. Hal ini terutama terjadi pada masyarakat yang masih menganut budaya patriarkhi. Masyarakat yang menganut budaya patriarkhi bahwa posisi keluarga lebih dominan sehingga keputusan dalam memilih pelayanan kesehatan termasuk dalam hal ini memilih tempat persalinan kebanyakan masih ditentukan oleh keluarga. (Bappenas, 2004). Teori Snehandu B. Karr adanya 5 determinan perilaku dimana salah satunya adalah otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan. Di Indonesia terutama ibu-ibu kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung kepada suami atau keluarga. Walaupun pengetahuan ibu baik, sikap yang positif, akses pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh ibu bersalin dan masyarakat lainnya serta informasi yang didapatkan cukup tetapi jika tidak ada dukungan dari keluarga, maka pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai tidak terwujud sesuai harapan. Faktor lain yang juga mempengaruhi kurangnya dukungan keluarga dalam pemilihan persalinan di fasilitas kesehatan karena pertimbangan tradisi di desa mereka yang sudah sejak dahulu jika melahirkan ditolong oleh dukun bayi. Selain itu dukun bayi lebih cepat dipanggil, mudah dijangkau, biayanya lebih murah, serta adanya hubungan yang akrab dan bersifat kekeluargaan dengan ibu-ibu yang ditolongnya. Keluarga juga sudah secara turun temurun melahirkan di dukun bayi dan menurut mereka tidak ada masalah. Asumsi penulis, responden menganut budaya patriarkhi dimana posisi laki-laki/suami lebih tinggi sehingga keputusan memilih tempat persalinan lebih banyak ditentukan oleh suami. Selain suami, ibu dan ibu mertua juga berperan dalam pengambilan keputusan dimana mereka dianggap orang tua yang sudah lebih berpengalaman dari pada ibu. Dari teori determinan perilaku ibu memilih persalinan di rumah karena tidak memiliki otonomi sendiri untuk menentukan pilihan sendiri dalam menentukan tempat persalinan. Sehingga faktor dukungan suami/keluarga mempengaruhi ibu dalam pemilihan tempat persalinan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 52 responden di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang Kabupaten Pangandaran, tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja Puskesmas 13 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
Kalipucang Kabupaten Pangandaran tahun 2015 dapat disimpulan bahwa : 1. Ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang yang memiliki pendapatan tinggi (Rp. > 2.330.000) yaitu sejumlah 31 responden (59,6%) lebih besar dibandingkan yang memiliki pendapatan rendah (Rp. < 2.330.000) yaitu sejumlah 21 orang (40,4%). 2. Ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang yang akses ke fasilitas kesehatannya mudah yaitu sejumlah 35 responden (67,3%) lebih besar dibandingkan yang memiliki akses ke fasilitas sulit sejumlah 17 orang (32,7%). 3. Ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang yang mendapat dukungan keluarga kurang yaitu sejumlah 29 responden (55,8%) lebih besar dibandingkan yang mendapat 8. Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. DAFTAR PUSTAKA Atmarita, dkk. 2013. Kementrian RI Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Badan Pusat Statistik. 2012. Survei demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Dinkes Kab Pangandaran, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Pangandaran. Pangandaran. Dinkes Kab. Pangandaran. Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Riset, Teori dan Praktek. Jakarta : EGC Henderson, C. Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC dukungan keluarga baik sejumlah 23 orang (44,2%). 4. Ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang yang memilih bersalin di fasilitas kesehatan yaitu sejumlah 34 orang (65,4%) lebih besar dibandingkan yang di non fasilitas kesehatan 18 orang (34,6%). 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga (P-value 0,891 > 0,05) dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. 6. Ada hubungan yang signifikan antara akses ke fasilitas kesehatan (P-value 0,000 < 0,05) dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kalipucang. 7. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga (P-value 0,000 < 0,05) dengan pemilihan tempat Hutapea, E. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Cibungbulang Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Depok : FKM UI. Juliawanto E. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Memilih Penolong Persalinan Oleh Ibu Bersalin di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis. Sumatra Utara : FKM USU. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : 14 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Data dan Informasi Tahun 2013 Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Khudori. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Tempat Persalinan Pasien Poliklinik Kandungan dan Kandungan Rumah Sakit IMC Bintaro. Tesis. Depok : FKM UI. Krisliana, Aprilia. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Warunggunung Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Tesis. Depok : FKM UI. Muzaham, S. 2007. Sosiologi Kesehatan. Jakarta : UI Press (MDG S). Yogyakarta : Nuha Medika. Rohani, dkk. 2011. Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika. Rosnani, 2011. Budaya dan Faktor-Faktor Lain yang Berhubungan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas rakit Kulim Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Skripsi. Depok : FKM UI. Saifuddin, AB, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC Meylanie. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Skripsi. Depok : FKM UI. Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Puskesmas Kalipucang, 2013. Laporan Bulanan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Kalipucang. Puskesmas Kalipucang. Prasetyawati, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium Development Goals 15 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan tempat persalinan di wilayah kerja