KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pendidikan yang berbasis agama. Setiap lembaga pendidikan harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Tentang Budaya Religius di MTs Darul Falah. Bendiljati Kulon Sumbergempol Tulungagung

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari.

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH YMI WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE KETELADANAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI RA NURUSSIBYAN RANDUGARUT TUGU SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN

BAB IV ANALISIS PERAN ULAMA DALAM MENDIDIK AKHLAK REMAJA. A. Analisis Akhlak Remaja di Desa Karanganom

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Konsep Internalisasi Pendidikan Karakter Peserta Didik di SMPN

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi dan dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam. Al-Quran surat Luqman ayat: 14 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan sikap yang dimiliki oleh manusia yang dapat

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERANAN MADRASAH DINIYAH AL HIKMAH DALAM MORALITAS REMAJA DI BOYONG SARI KELURAHAN PANJANG BARU PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan. yang semakin berat terutama untuk mempersiapkan anak didik agar

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan. siswa memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB V PEMBAHASAN. A. Tentang Pendidikan Karakter di SMP Negeri 19 Surabaya. karakter peserta didik di SMP Negeri 19 Surabaya ialah dengan menggunakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Secara Umum, Pendidikan seni yang dilaksanakan di SMK Negeri 10

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan agama anak di sekolah. Hal ini sesuai dengan pemikiran jalaluddin

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

MENANAMKAN NILAI MORAL DAN KEAGAMAAN PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

KONSEP SEKOLAH ISLAM TERPADU. Oleh Rochmat Wahab Dosen FIP Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa secara garis besar guru SMP Se-Kecamatan Wonosari

BAB IV ANALISIS PERAN GURU DALAM PROSES PENGEMBANGAN KECERDASAN. Peran Guru dalam Proses Pengembangan Kecerdasan Spiritual siswa di MI Walisongo

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk membantu peserta didik agar

BAB VI PENUTUP. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai A) Kesimpulan; B) Implikasi; dan C) Saran.

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi faktor paling penting bagi karakteristik dan

Metode Pendidikan Nilai dan Moralitas. menurut Howard Kirschenbaum

Transkripsi:

234 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Secara umum kondisi lingkungan keagamaan keluarga, sosial keagamaan tempat tinggal dan kegiatan keagamaan remaja berada pada tingkat kurang kondusif. Secara rinci adalah sebagai berikut: (a) Kondisi lingkungan keagamaan di keluarga kurang kondusif atau kurang mendukung, yang ditunjukkan oleh indikator tingkat sosial ekonomi yang rendah, fasilitas keagamaan dalam keluarga kurang, gaya orang tua yang kurang demokratis, namun ketaatan, keteladanan orang tua dan upaya sosialisasi nilai agama adalah cukup mendukung. (b) Kondisi sosial keagamaan di lingkungan tempat tinggal relatif cukup kondusif atau kurang mendukung, yang ditunjukkan oleh kurang kapital sosial keagamaan, partisipati masyarakat dalam kegiatan keagamaan rendah, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah, ketaatan teman sebaya yang kurang, namun ketaatan masyarakat adalah cukup. (c) Kondisi pendidikan agama di sekolah cukup kondusif, yang ditunjukkan oleh kompetensi dan keteladanan guru agama yang cukup baik, namun ketersediaan fasilitas keagaaan, kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan dukungan pihak sekolah kurang mendukung. (d) Tingkat kegiatan keagamaan yang kurang/rendah, ditunjukkan oleh aspek rendahnya frekuensi interaksi dengan sumber keagamaan, keterlibatan dalam organisasi dan aktivitas keagamaan yang sangat rendah, budaya membaca, terutama bacaan keagamaan sangat rendah. Budaya menonton dan mendengarkan media audio visual relatif tinggi, mencapai rata rata 2 3 jam sehari (rata rata 18 jam seminggu), dan membaca majalah, koran atau buku rata rata sehari 30 60 menit (rata rata 5 jam seminggu). (2) Tingkat perilaku Islami terhadap Tuhan dan perilaku beretika Islami juga berada pada taraf yang kurang baik, secara rinci sebagai berikut: (a) Perilaku Islami terhadap Tuhan pada aspek sikap keimanan dan ibadah relatif baik, dan pengamalan keimanan dan ibadah (ketaatan) relatif kurang baik.

235 (b) Perilaku beretika Islami terhadap diri sendiri ditunjukkan dengan tingkah laku kurang disiplin dan beretos, namun cukup jujur. Perilaku beretika Islami terhadap sesama ditunjukkan dengan tingkah laku menolong, peduli, dermawan, suka berbagi, toleran, memperhatikan hak orang lain yang kurang baik, tetapi kerjasama cukup baik. Perilaku beretika terhadap alam, ditunjukkan pada aspek kasih sayang, tidak merusak, menghemat SDA dan melestarikan dengan menanam tumbuhkan relatif kurang baik. (3) Secara umum ada perbedaan tingkat kegiatan keagamaan dan perilaku Islami remaja di Kota Jakarta Selatan, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Tingkat kegiatan keagamaan remaja di Kabupaten Lebak lebih baik dari remaja Kabupaten Sukabumi dan Jakarta Selatan, tetapi remaja Kabupaten Sukabumi sama dengan remaja Jakarta Selatan. Perilaku Islami terhadap Tuhan pada aspek kognitif dan afeksi dalam masalah keimanan dan ibadah remaja di Jakarta Selatan lebih baik dari remaja Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi, tetapi remaja Kabupaten Lebak lebih baik daripada remaja Kabupaten Sukabumi. Aspek pengamalan keimanan dan ibadah remaja Kabupaten Lebak lebih baik daripada remaja Jakarta dan Kabupaten Sukabumi. Jadi remaja pedesaan relatif lebih taat dari remaja perkotaan. (4) Faktor rendahnya kegiatan keagamaan remaja dipengaruhi oleh faktor kondisi pendidikan agama di sekolah, kondisi lingkungan sosial keagamaan masyarakat dan lingkungan keagamaan keluarga. Aspek terbesar dari faktor sekolah adalah kurangnya dukungan dan intensitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, dari aspek kondisi sosial keagamaan masyarakat fator penentu adalah ketaatan teman sebaya, ketaatan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan keagamaan, sedangkan dari aspek kondisi keagamaan keluarga faktor penentu adalah kemampuan komunikasi dan motivasi orang tua dalam keluarga, ketaatan orang tua dan fasilitas keagamaan yang kurang mendukung. (5) Faktor kurangnya perilaku Islami remaja terhadap Tuhan disebabkan oleh faktor terbesar kondisi lingkungan sosial keagamaan yang relatif kurang mendukung.

236 (6) Faktor kurang baik perilaku beretika Islami disebabkan oleh faktor kegiatan keagamaan yang rendah dan perilaku Islami terhadap Tuhan yang kurang baik. (7) Kenyataan bahwa pendidikan agama sekolah belum berpengaruh postif untuk membetuk religiusitas (perilaku Islami) remaja adalah bukti kegagalan sekolah sebagai aktor character bulding. Untuk itu, perlu perbaikan pendidikan agama di sekolah melalui perbaikan sistem dan kebijakan. (8) Sosial keagamaan masyarakat memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan remaja yang religius, sedangkan keadaan masyarakat kurang taat, kurang partisipasi dan kurang pemanfataan masjid/mushalla sebagai center community dan center learning commuity. (9) Lingkungan keagamaan di keluarga belum berperan secara baik dalam membentuk perilaku Islami remaja. (10) Model peningkatan pendidikan agama untuk menghasilkan perilaku Islami sebagai berikut: (11) Kegiatan keagamaan remaja yang didukung oleh kondisi lingkungan keluarga yang baik (kondusif) sangat potensial untuk meningkatkan perilaku beretika Islami. (12) Perilaku Islami remaja terhadap Tuhan (hablumminallah) sangat strategis untuk meningkatkan perilaku beretika Islami. (13) Perilaku Islami remaja terhadap Tuhan (hablumminallah) perlu ditingkatkan terutama melalui peningkatan lingkungan sosial keagamaan masyarakat. (14) Untuk meningkatkan perilaku Islami remaja terhadap Tuhan melalui peningkatkn kegiatan keagamaan remaja yang didukung oleh lingkungan keagamaan di keluarga. (15) Pendidikan agama di sekolah ternyata belum berpengaruh positif untuk meningkatkan perilaku Islami remaja, karena itu perlu perbaikan terhadap kondisi pendidikan agama di sekolah. (16) Peningkatan kondisi keagamaan di keluarga adalah dengan orang tua menjadi model dalam ketaatan beragama, tradisi membaca, tradisi menambah

237 wawasan, dan menciptakan hubungan yang demokratis dan kasih sayang dengan semua anggota keluarga. (17) Kondisi sosial keagamaan tempat tinggal yang perlu ditingkatkan adalah ketaatan teman sebaya, prtisipasi masyarakat dalam kegitan keagamaan dan ketaatan beragama masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap agama. (18) Perilaku Islami terhadap Tuhan yang perlu ditingkatkan adalah pemahaman, keyakinan dan pengamalan agama baik ibadah kusus (mahdhah) dan ibadah dalam artian umum dalam kehidupan sehari hari. (19) Kualitas kegiatan keagamaan ditentukan oleh tingkat intensitas mengikuti ekstrakurikuler keagamaan, interaksi dengan media massa dan sumber sumber keagamaan, partisipasi dalam kegiatan keagamaan di masyarakat.

238 Saran (Rekomendasi) i. Mengingat proses pendidikan keagamaan dalam keluarga belum kondusif untuk melahirkan remaja yang berperilaku Islami, maka perlu dilakukan antara lain: (j) Penanaman nilai keimanan melalui pembiasaan berdoa, membaca alqur an secara tadarusan, membaca literatur keagamaan (k) Pembiasaan melaksanakan ibadah: shalat, shalat berjamaah, puasa, infaq/shadakah (l) Pembiasaan bertingkah laku Islam: mengucapkan salam, berbicara dengan sopan dan santun, membantu orang lain/derma (m)menambah wawasan keagamaan dengan mendengarkan tabligh/ceramah, membaca buku, majalah keagamaan, mendiskusikan masalah masalah keagamaan. (n) Orang tua menjadi tokoh idola (model) bagi anak dalam ketaatan dan akhlakul karimah (o) Mengajarkan agama melalui keteladanan kedua orang tua dalam beribadah, dan perilaku Islami seperti kerjasama, tanggung jawab, kepedulian, disiplin, kejujuran, semangat kerja, konsisten/istiqamah, dan sopan santun, tidak ada kekerasan/pertengkaran dalam rumah tangga (p) Faktor fasilitas/pendukung seperti tersedia ruang shalat yang memadai, tersedia al Qur an, buku buku keagamaan, majalah/koran/bulletin keagamaan, aneka asesoris Islami, sering diperdengarkan ceramah atau musik musik kerohaniaan Islam. (q) Faktor pendukung lain seperti style/gaya perlakuan orang yang tidak otoriter, tidak kasar, tidak permisif tapi demokratis, dialogis, komunikatif, musyawarah, kasih sayang, empati dan punya perhatian. (r) Proses dan dan kondisi di atas dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi keluarga, seperti tingkat pendidikan, jenis pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan keutuhan orang tua. (s) Orang tua menjadi teladan bagi remaja, ia terlebih dahulu membekali diri mereka dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan agama.

239 ii. Mengingat pendidikan agama belum mampu menjadi character building bagi remaja, maka perlu: (a) Pendidikan agama menjadi landasan tingkah laku siswa. Dengan kata lain, pendidikan gama yang diajarkan di sekolah diorientasikan untuk menjaga keimanan dan ketakwaannya. Untuk itu, guru sebagai pendidik juga harus memiliki akhlak yang baik terlebih dahulu. (b)pendidikan agama di sekolah mampu mengajarkan agama sebagai landasan atau dasar bagi semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Agama harus mampu menjadi pendorong kemajuan dan keberhasilan siswa untuk semua mata pelajaran dan sekaligus menjadi landasan moralitas semua jenis mata pelajaran. Ini berarti agama menjadi landasan atau aturan main agar ilmu yang diajarkan tidak bertentangan dengan nilai nilai moralitas. (c) Pendidikan agama yang diberikan kepada siswa menjadi landasan moral kehidupan sehari hari. Singkat kata, agama harus mengajarkan budi pekerti dan etika sosial. Oleh karena itu, pelajaran agama harus melibatkan kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Misalnya, manakala ada tawuran, maka itu dibahas dan dikaitkan dengan nilai nilai agama tentang persaudaraan, kewajiban saling membantu dalam kebajikan, toleransi dll. (d)keterbatasan jam pelajaran agama ditambahkan dengan kegiatan ekskul keagamaan yang terencana, terprogram, partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan remaja. Untuk itu, dalam merencanakan program ekskul keagamaan harus diperhatikan perkembangan remaja dan prinsip prinsip penyuluhan partisipatif. (e) Mengajarkan agama dengan pendekatan belajar empat F: fun (menyenangkan), fresh (segar/baru),focus (konsentrasi pada pelaksanaan proses pembelajaran), dan friendly (teman sebaya). (f) Tiga hal yang ditransfer melalui pendidikan, yaitu nilai (values), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills). Dari situ jelas bahwa fungsi utama pendidikan agama adalah transfer nilai, dan pengetahuan setelahnya.

240 iii. iv. Mengingat kondisi sosial keagamaan di masyarakat belum kondusi, sementara pengaruh masyarakat dalam mewujudkan remaja yang Islami besar, maka yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah: (11) Meningkatkan sosialisasi nilai agama dalam setiap lini kehidupan masyarakat yang mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan mu`amalah agar menjadi norma moral dan norma sosial. (12) Membentuk dan meningkatkan fungsi masjid/mushalla sebagai pusat pusat kegiatan belajar masyaakat (learning center) dan sosialisasi nilai agama. Hal ini dapat dilakukan melalui diaktifkan masjid/mushalla sebagai pusat kegiatan masyarakat (center community) dengan berbagai kegiatan, seperti kegiatan ibadah, pengajian, pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, olah raga dan sebagainya. (13) Membentuk dan mengaktifkan kegiatan majelis/pengajian remaja yang terprogram dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan remaja. (14) Meningkatkan kesadaran masyarakat menjadi masyarakat pembelajar (learning community). (15) Meningkatkan kesadaran masyarakat agar berpatisipasi dalam kegiatan kegiatan sosial keagamaan. (16) Meningkatkan kesadaran pemuka agama dan masyarakat dalam kepemimpinan dan keteladanan (Uswatun hasaah). (17) Membentuk dan menghidupkan gerakan dakwah jamaah, yaitu gerakan dakwah yang berbasis pada potensi, kebutuhan dan problem jamaah (community). (18) Membangkitkan kesadaran selektifitas dan sosial kontrol masyarakat terhadap nilai dan hal hal yang destruktif/merusak mentalitas dan masyarakat. (19) Meningkatkan kemampuan ulama/pemuka agama agar mampu mendesain nilai nilai yang terkandung dalam ajaran agama agar mudah dicerna, dipahami dan diinternalisasi oleh masyarakat. (20) Membangun dan meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai ibu kandung generasi yang akan datang. Mengingkat pengaruh pendidikan agama di sekolah belum berpengaruh positif terhadap perilaku Islami remaja, maka perlu dilakukan: perbaikan kurikulum, metode, peningkatan kompetensi guru, sumber pelajaran, kebijakan (dukungan)

241 instansi terkait, dan penambahan jumlah jam pelajaran pendidikan agama di sekolah. v. Mengingat keterbatasan penelitian ini hanya baru menemukan fakta bahwa pendidikan agama di sekolah belum berpengaruh positif terhadap perilaku Islami remaja (peserta didik) karena itu disaran kepada para ilmuwan/peneliti kiranya melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor penyebab lebih lengkap dan mendalam tentang belum berpengaruh positif pendidikan agama di sekolah terhadap perilaku Islami remaja. Kepada birokrat kiranya melakukan evaluasi terhadap sistem dan kebijakan mengenai pendidikan agama di sekolah selama ini. vi. Mengingat Departemen Agama memiliki Penyuluh Agama, maka perlu melaksanakan fungsinya sesuai dengan fungsi dan tujuan penyuluhan, yaitu proses perubahan perilaku di masyarakat melalui pendidikan non formal di bidang agama agar mereka tahu mau dan bisa menjalankan ajaran agama dengan baik. Memberikan tambahan literatur keagamaan an membagikan secara gratis kepada setiap keluarga muslim, perpustakaan masjid/mushala dan perpustakaan sekolah. Melakukan pelatihan secara reguler kepada pengurus masjid/mushalla dan pengurus IRM menyangkut masalah keorganisasian dan keagamaan. vii. Mengingat adanya instansi yang mempunyai lembaga penyuluhan, maka perlu mengupayakan integrasi nilai nilai moral dan nilai spiritual dalam setiap program dan kegiatan penyuluhan. Adanya keterpaduan antar departemen terkait dalam membangun remaja dan mayarakat, sangat efektif dan strategis meningkatkan spiritual, moralitas dan kesejahteraan masyarakat. Kepada pihak pemilik media massa, khususya media audio visual kiranya tidak terlalu mementingkan aspek bisnis dan hiburan atau pengisi waktu jam tayangan, tapi juga memperhatikan asek edukasi dan pendidikan moral. viii. Mengingat para pemimpin bangsa, politisi, dan pelaku bisnis adalah agen perubahan, maka perlu kepeloporan, keteladanan dan perilaku bermartabat sangat mendukung perbaikan persoalan remaja dan bangsa sekarang ini. Ulama hendaknya menjadi penjaga moral bangsa yang memberikan nasihat, tausiyah dan tauladan yang baik. DAFTAR PUSTAKA