BAB I PENDAHULUAN. ikan, daging, dan sebagainya sebesar 11% (Setiarti, 2005). perokok di Indonesia merokok sebelum usia 19 tahun (Jamal, 2006).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan keluarga maupun sosial (Mi ndell JA & Owens JA, 2003). Remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. impotensi, emfisema, dan gangguan kehamilan (Pergub DIY, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab gangguan kesehatan dan kematian sebelum waktunya, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. nikotin akan mencapai otak (Soetjiningsih, 2010). tahun adalah populasi laki-laki, sedangkan 12% adalah populasi wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

I. PENDAHULUAN. individu yang sering dimulai saat remaja dan berlanjut hingga dewasa yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN INDEKS PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK MUHAMMADIYAH 4 KLATEN. ABSTRAK Nur Wulan Agustina*

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB I PENDAHULUAN. kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki. anak muda, remaja yang melakukan kebiasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di Indonesia khususnya dikalangan pelajar. Walaupun sudah

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentu. Menurut Sarwono (2001) definisi remaja untuk masyarakat Indonesia

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. 70% penduduk Indonesia (Salawati dan Amalia, 2010). Dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok kurang

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

KUISIONER PENELITIAN GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain, bahkan merokok dapat menyebabkan kematian. Laporan dari World

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RSU MEURAXA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. umum. Saat ini kegiatan merokok adalah kebutuhan bagi sebagian orang, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di negara-negara besar di dunia walaupun hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan. menghisap rokok yang diminati oleh banyak kaum laki-laki.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BAB I PENDAHULUAN. dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok adalah salah satu komoditas tertinggi di Indonesia. Menurut data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2005, pengeluaran rumah tangga untuk rokok menghabiskan jumlah tergolong besar yaitu sebanyak 11,5% jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk urusan pendidikan yang hanya 3,2%, untuk kesehatan 2,3%, dan untuk konsumsi ikan, daging, dan sebagainya sebesar 11% (Setiarti, 2005). Peminatan masyarakat pada rokok bukan hanya pada tingkat usia dewasa, melainkan juga pada usia pelajar atau remaja. Prevalensi perokok di Indonesia meningkat karena jumlah perokok pada usia remaja jauh lebih banyak dibandingkan jumlah perokok yang berhasil berhenti merokok, 70% perokok di Indonesia merokok sebelum usia 19 tahun (Jamal, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sekolah Lanjutan Atas (SLA) Tangerang, remaja perokok lebih didominasi oleh remaja pria di sekolah negeri dan mulai merokok sejak usia 15 16 tahun (Eka & Brabender, 2010). Efek dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor (Mu'tadin, 2002). Hal ini dapat terjadi karena salah satu kandungan dari asap rokok yang dihisap adalah Carbon Monoksida (CO). Haemoglobin (Hb) dalam darah mampu berikatan lebih kuat dengan CO di 1

bandingkan dengan Oksigen (O 2 ) (Trim, 2006). Selain itu rokok juga mengandung nikotin. Nikotin tersebut memiliki efek ketagihan karena akan meningkatkan produksi dopamin di otak, namun dalam proses tersebut juga akan meningkatkan kebutuhan terhadap asupan oksigen. Perpaduan kedua zat tersebut akan mengakibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen dan berdampak pada gangguan bahkan kerusakan dari fungsi otak yang diantaranya adalah menangkap dan menyimpan informasi. Vohra (2009) dalam penelitiannya menyatakan 56.75% mahasiswa kurang konsentrasi pada pelajaran dan 41.89% mengalami penurunan memori jangka pendek akibat merokok. Jurnal tersebut menunjukan bahwa merokok dapat menurunkan tingkat konsentrasi mahasiswa. Perilaku merokok pada pelajar di Tangerang didominasi oleh siswa yaitu 77% dibandingkan siswi yang hanya terhitung 14,5% (Eka & Brabender, 2010). Pada usia remaja / pelajar, gangguan daya tangkap akibat dari perilaku merokok akan sangat berpengaruh pada kemampuan berkonsentrasi saat kegiatan pembelajaran. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Tangerang adalah suatu populasi yang didominasi oleh pelajar laki-laki, berada pada suatu lingkungan yang memiliki perilaku merokok cukup tinggi. Hal ini diketahui dari pengamatan langsung peneliti pada lingkungan sekitar SMKN 7 Tangerang tersebut yang berada dalam Perumahan Dasana Indah. Selain itu disekitar lingkungan sekolah juga terdapat banyak warung pinggir jalan yang menyediakan rokok dan memberikan akses bagi para pelajar untuk membelinya. Dari pengamatan dan wawancara singkat pada penjaga 2

warung, diketahui cukup banyak pelajar yang sering membeli rokok baik secara satuan batang maupun satu bungkus. Termasuk pelajar dari SMKN 7 Tangerang. Peneliti juga melakukan wawancara dengan pihak sekolah dan beberapa orang siswa sera melakukan pengamatan lingkungan di dalam SMKN 7 Tangerang. Pihak sekolah menyatakan bahwa perilaku merokok yang terjadi di sekolah tersebut cukup tinggi khususnya pada kelas XI dan kelas XII. Hal ini diketahui dari seringnya pihak sekolah menegur siswa yang dipergoki sedang merokok saat istirahat atau sepulang sekolah, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Namun untuk siswa kelas X pihak sekolah menyatakan bahwa sangat sedikit siswanya yang berperilaku merokok, selain hampir tidak pernah adanya teguran yang dilakukan, pihak sekolah juga menyatakan adanya teknik pembinaan baru dari sekolah sebelum masuk dalam kegiatan sekolah yang memungkinkan siswa baru tersebut menghindari perilaku merokok. Hal tersebut juga dinyatakan dari siswa yang telah diwawancarai, siswa tersebut mengatakan bahwa siswa kelas X tidak berani merokok karena dari awal mengikuti kegiatan sekolah diberikan pengawasan lebih ketat dan diberi pembinaan seperti dalam kemilliteran, serta ada sanksi pemberian poin negatif kepada siswa yang ketahuan merokok. Dari hasil pengamatan lingkungan sekolah dapat diketahui pihak sekolah kurang memberikan arahan atau himbauan untuk menjauhi rokok, seperti tidak adanya plang area bebas rokok atau larangan merokok. 3

Berdasarkan Survey lapangan, pada kelas XI jurusan otomotif 3 yang siswanya berjumlah 29 orang di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Tangerang merupakan salah satu SMK Negeri yang memiliki pelajar dengan kebiasaan merokok sebanyak 19 orang siswa (65,52%), terdiri dari 11 siswa (37,9%) dengan perilaku perokok ringan dan 7 siswa (24%) dengan perilaku perokok berat. Hasil pengetesan dengan tes Bourdon yang dilakukan pada kelas tersebut menunjukkan empat siswa pada tingkat konsentrasi rendah, 14 siswa pada tingkat konsentrasi sedang, dan hanya satu orang siswa pada tingkat konsentrasi tinggi. Pada pelajar yang bukan perokok tingkat konsentrasi yang ditemukan yaitu empat siswa pada tingat konsentrasi tinggi, tiga siswa pada tingkat konsentrasi sedang, dan tiga siswa pada tingkat konsentrasi rendah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan perilaku merokok tingkat konsentrasi belajar siswa kelas XI di SMKN 7 Tangerang. 1.2 Perumusan Masalah Perokok pemula pada usia remaja terus meningkat, yaitu hingga 108% di kelompok umur 15-19 tahun pada tahun 2004 (WHO, 2004). Berdasarkan pendataan awal, perilaku merokok siswa kelas XI di SMKN 7 Tangerang mencapai 65,52%. Kandungan dari asap rokok yang dihisap oleh siswa perokok dapat mengurangi asupan O 2 ke otak yang terjadi akibat pengikatan CO dari asap rokok yang lebih kuat dengan Hb dibandingkan dengan O 2. Konsentrasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan O 2 ke otak. 4

Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan suatu masalah penelitian, yaitu: Adakah hubungan antara perilaku merokok dengan tingkat konsentrasi belajar? 1.3 Pernyataan Tujuan Tujuan umum: Menganalisis hubungan perilaku merokok dengan tingkat konsentrasi belajar siswa di SMKN 7 Tangerang Tujuan khusus: a. Mengidentifikasi perilaku merokok siswa kelas XI di SMKN 7 Tangerang. b. Mengidentifikasi tingkat konsentrasi belajar siswa kelas XI di SMKN 7 Tangerang. c. Mengidentifikasi hubungan perilaku merokok dengan tingkat konsentrasi belajar siswa kelas XI di SMKN 7 Tangerang. 1.4 Kerangka Konsep Kerangka konsep di bawah menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan terikat yang akan diteliti. Variabel bebas yang terkait yaitu perilaku merokok, asupan nutrisi, pola tidur, kebiasaan berolah raga, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video game (Notoadmodjo, 2010). Variabel terikat yang terkait dengan penelitian ini adalah tingkat konsentrasi belajar siswa. Pada penelitian ini, peneliti akan mengukur perilaku merokok siswa kelas XI SMKN 7 Tangerang terkait dengan intensitas merokok, waktu merokok, dan 5

fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, peneliti melihat hubungan perilaku merokok dengan tingkat konsentrasi belajar siswa kelas XI SMKN 7 Tangerang. Variabel Bebas Variabel Terikat Tidak Ada Perilaku Merokok: 1. Tidak merokok Tingkat Konsentrasi Mengidentifikasi Hubungan Hubungan 2. Merokok ringan Belajar Siswa: 3. Merokok berat 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk Ada Hubungan Asupan nutrisi Pola tidur Kebiasaan berolah raga Kuat Lemah Kebiasaan mononton TV Kebiasaan bermain Video game Keterangan: : diteliti : tidak diteliti Gambar 1.1 Kerangka Konsep Sumber: Notoadmodjo, 2010 Peneliti tidak meneliti faktor asupan nutrisi, pola tidur, kebiasaan berolah raga, kebiasaan menonton TV, dan kebiasaan bermain video game karena setelah pengambilan data awal peneliti mendapatkan gambaran bahwa dalam menjalankan perilaku-perilaku tersebut tidak ditemukan masalah yang mungkin berpengaruh pada tingkat konsentrasi belajar dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di sekolah. 6

1.5 Pertanyaan Penelitian & Hipotesa Pertanyaan dalam penelitian ini adalah, Adakah hubungan antara perilaku merokok siswa dengan tingkat konsentrasi belajarnya?. Hipotesa dalam penelitian ini adalah: ada hubungan antara perilaku merokok dengan tingkat konsentrasi belajar. Variabel penelitian: a. Bebas: perilaku merokok siswa. b. Terikat: tingkat konsentrasi belajar siswa. Definisi konseptual dari variable bebas dan variable terikat yang terlibat dalam penelitian adalah: a. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antar lain: berjalan, menulis, membaca, menangis, kuliah, bekerja dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010). Perilaku merokok merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap tembakau serta menimbulkan asap dan dapat dihisap oleh orang di sekitarnya (Levy, 1984 dalam Amelia, 2009) b. Konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian atau pikiran dalam kegiatan pembelajaran baik secara afektif, kognitif, dan psikmotorik yang dalam prosesnya bersifat selektif dan dapat beralih (Djaali, 2007). Definisi operasional dari variable bebas dan variable terikat yang terlibat dalam penelitian ini diterangkan dalam bentuk tabel. 7

Tabel 1.1 Variabel, Cara ukur, Hasil Ukur, dan Skala Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala Bebas: Perilaku merokok pada siswa kelas XI SMKN 7 Tangerang. Perilaku merokok adalah aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari yang diukur melalui skala perilaku merokok dengan bentuk skala Diukur dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk skala Likert Perilaku merokok dibagi menjadi tiga kategori: 1. Perokok berat 2. Perokok ringan. 3. Tidak merokok. Ordinal Terikat: Konsentrasi belajar pada siswa kelas XI SMK Binakarya Mandiri Likert. Konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kemampuan yang terdapat dalam berbagai bidang studi dan diukur dengan menggunakan alat uji berupa stopwatch, pulpen, dan lembar tes Bourdon Sumber: Modofikasi Widowat, Sakinah, Utami, 2010 Diukur dengan menggunakan alat uji berupa stopwatch, pulpen, dan lembar tes Bourdon. Tingkat konsentrasi belajar dibagi menjadi tiga kategori: 1. Tinggi. 2. Sedang. 3. Rendah. Ordinal 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pemerintah, institusi pendidikan, keperawatan, remaja, dan penelitian lebih lanjut. 1. Institusi pendidikan/ pihak sekolah Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan misalnya berupa data yang terkait dengan perilaku merokok serta pengaruhnya terhadap konsentrasi belajar siswa kepada tim pengajar untuk mengembangkan 8

upaya pencegahan perilaku merokok dan peningkatan konsentrasi belajar siswa. 2. Keperawatan a. Sebagai evaluasi diri bahwa perawat adalah role model yang harus memiliki perilaku yang mencerminkan perilaku sehat. b. Memberikan masukan dalam upaya peningkatan pelayanan keperawatan sehingga dapat lebih memahami perilaku sehat 9