HUBUNGAN JUMLAH DARAH TRANSFUSI, PEMBERIAN DEFEROKSAMIN, DAN STATUS GIZI DENGAN KADAR SENG PLASMA PADA PENDERITA THALASSEMIA MAYOR ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN KADAR ZINK PLASMA PADA PASIEN ANAK THALASSEMIA BETA MAYOR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Wahyu Kusuma Wadhani, Muhammad Riza

Profil kadar zink pada anak penderita thalasemia beta mayor yang mendapatkan suplementasi zink Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Kesimpulan

Korelasi Kadar Feritin Serum dengan Kematangan Seksual pada Anak Penyandang Thalassemia Mayor

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

Hubungan Kadar Hemoglobin Sebelum Transfusi dan Zat Pengikat Besi dengan Kecepatan Pertumbuhan Penderita Thalassemia Mayor

Talassemia adalah salah satu kelainan genetik

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

PERBANDINGAN TINGGI BADAN DAN RENTANG TANGAN PADA ANAK BALITA USIA 1-5 TAHUN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB IV METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

RINGKASAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB 4. METODE PENELITIAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci: Asupan Zat Besi, Kadar Hemoglobin, Anak Usia 1-3 Tahun

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA MAYOR DI RSUD KABUPATEN CIAMIS

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

Gambaran Status Gizi Anak Talasemia β Mayor di RSUP Dr. M. Djamil Padang

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Ilmu Patologi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember)

Oleh : Fery Lusviana Widiany

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

Hubungan Asupan Fe dan Vitamin A dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR

HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI

Konstipasi adalah penyakit dengan kelainan. Konstipasi dan Faktor Risikonya pada Sindrom Down. Ina Rosalina, Sjarif Hidayat

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Sub bagian Gastroenterologi bagian Ilmu

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Suplementasi Tablet Fe dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang

PERBANDINGAN TINGGI BADAN DAN RENTANG TANGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Siti Nur Fatimah, Ambrosius Purba, Kusnandi Roesmil, Gaga Irawan Nugraha. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 35

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN STUNTING DAN KADAR ZINC RAMBUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Thalassemia mayor merupakan masalah

Pemeriksaan Jumlah Trombosit pada Penderita Thalasemia-β Mayor yang telah di Splenektomi Lebih Dari Tiga Bulan

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH SUPLEMENTASI KAPSUL EKSTRAK IKAN GABUS TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN BERAT BADAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

ABSTRAK HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA ANAK SD X KOTA BANDUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

Pubertas Terlambat pada Anak Thalassemia di RSAB Harapan Kita Jakarta

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

ABSTRAK. Utin Dewi Sri Aryani; 2016 Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: asupan energi, protein, tingkat depresi dan status gizi, pasien, Prop Kalbar

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI MALALAYANG KECAMATAN MALALAYANG. Nonce Nova Legi

ABSTRAK PENGARUH KONSUMSI PUTIH TELUR, IKAN NILA, DAN PROTEIN KEDELAI OLAHAN TERHADAP KADAR ASAM URAT DALAM DARAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB IV METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu gizi. RSUP Dr. Kariadi Semarang

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

ABSTRAK PERBANDINGAN GAMBARAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-8 TAHUN DI SD X KOTA BANDUNG DENGAN SD Y KOTA JAYAPURA

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

ABSTRAK PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

Transkripsi:

HUBUNGN JUMLH DRH TRNSFUSI, PEMBERIN DEFEROKSMIN, DN STTUS GIZI DENGN KDR SENG PLSM PD PENDERIT THLSSEMI MYOR NK Ivan Rachmat B, R. M., Ryadi Fadil, zhali M. S. Bagian Ilmu Kesehatan nak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung BSTRK Seng banyak berperan dalam berbagai aktivitas biologik penting. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan kadar seng plasma yang rendah pada penderita thalassemia mayor anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan jumlah darah transfusi, pemberian deferoksamin, dan status gizi dengan kadar seng plasma penderita thalassemia mayor anak. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional dengan subjek penelitian penderita thalassemia mayor berusia kurang dari tahun yang berobat jalan di Poliklinik Thalassemia nak RS Hasan Sadikin Bandung selama bulan Mei-Juni 008. Dilakukan penghitungan jumlah darah transfusi, pemberian deferoksamin dibedakan antara optimal-tidak optimal, status gizi dibedakan menjadi gizi baik-gizi kurang. nalisis statistik dilakukan dengan uji korelasi Pearson dan uji Chi square, dengan interval kepercayaan 95%. Didapatkan 57 subjek terdiri dari 9 anak laki-laki dan 8 anak perempuan berusia antara tahun 1 bulan dan 13 tahun 9 bulan. Kadar seng plasma berkisar antara 4 dan 91 g/dl (68,65;11,68) dan jumlah darah transfusi berkisar antara 1.680 dan 45.700 ml (17.913,5;10.404,18). Uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan antara jumlah darah transfusi dan kadar seng plasma dinyatakan dengan r=-0,189; p=0,0795. Uji Chi square tentang hubungan pemberian deferoksamin dan status gizi dengan kadar seng plasma dinyatakan dengan x =0,073; p=0,786 dan x =0,468; p=0,494. Kesimpulan: Jumlah darah transfusi, pemberian deferoksamin, dan status gizi tidak memiliki hubungan dengan kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor anak. Kata kunci: Thalassemia mayor, darah tranfusi, deferoksamin, status gizi, seng plasma CORRELTION THE MOUNT OF BLOOD TRNSFUSION, DEFEROXMINE USGE, ND NUTRITIONL STTUS WITH PLSM ZINC LEVEL IN PEDITRIC MJOR THLSSEMI BSTRCT Roles of zinc have been known in many important biologic activities. Previous studies found that there were low plasma zinc level in children with major thalassemia. The aim of this study was to determinate correlation the amount of blood transfusion, deferoxamine usage and nutrition status with plasma zinc level in pediatric major thalassemia. The cross-sectional study was conducted from Mei to June 008 at Clinic of Pediatric Thalassemia Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung with subjects below years. The amount of blood transfusion was calculated, deferoxamine usage was divided into optimal and non-optimal, nutritional status was classified into well-nourished and undernourished. Statistical analysis were performed with Pearson correlation test and Chi square test, with 95% confidence interval. The amount of 57 subjects consisted of 9 boys and 8 girls, ages ranged from years 1 month to 13 years 9 months. The plasma zinc levels ranged from 4 to 91 g/dl (68.65; 11.68) and the amount of blood transfusion ranged from 1,680 to 45,700 ml (17,913.5; 10,404.18). The Pearson correlation test which showed the correlation between plasma zinc level and the amount of blood transfusion was stated by r=-0.189; p=0.0795. Chi- square test showed the impact of deferoxamine usage and nutritional status on plasma zinc level were x =0.073; p=0.786 and x =0.468; p=0.494. We conclude that the amount of blood transfusion, deferoxamine usage, and nutritional status are not correlated with plasma zinc level in children with major thalassemia. Key words: Major thalassemia, blood tranfusion, deferoxamine, nutritional status, plasma zinc lamat Korespondensi dr. Ivan Rachmat B. Bagian Ilmu Kesehatan nak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Jl. Pasteur No. 38 Bandung 40163, Indonesia Telp. 0-035957, Hp. 0-70358649, Email: bachtiar_ivan@yahoo.com

PENDHULUN Penderita thalassemia mayor membutuhkan transfusi darah berulang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penimbunan besi dalam tubuh merupakan komplikasi dari transfusi darah terus-menerus dan jangka lama, serta peningkatan absorpsi besi akibat eritropoesis yang tidak efektif. Kelator besi diberikan untuk mencapai keseimbangan besi negatif dan mencegah penimbunan besi pada berbagai organ tubuh. Penimbunan besi dapat diukur dengan menentukan kadar feritin serum. Kadar feritin serum yang tinggi mencerminkan kadar 1, besi plasma yang tinggi pula. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa kadar feritin serum berkorelasi negatif dengan kadar seng plasma 3 pada penderita thalassemia mayor anak. Peningkatan besi dalam jaringan tubuh menurunkan absorpsi seng dalam saluran cerna, oleh karena terjadi inhibisi kompetitif antara besi dan seng pada pengikatan transferin sebagai alat angkut kedua jenis mineral tersebut dalam 4 darah. Kelator besi seperti deferoksamin diketahui pula dapat mengkelasi beberapa mineral penting dalam tubuh termasuk seng, sehingga 5-7 dapat mengganggu hemostasisnya. Status gizi akan menentukan ketersediaan albumin dan transferin sebagai alat transpor seng dalam darah, sehingga dapat mempengaruhi juga 8 kadar seng dalam tubuh. Telah dibuktikan bahwa seng terlibat pada banyak aktivitas fisiologik termasuk fungsi imun, sensasi rasa, adaptasi terhadap gelap, penyembuhan luka, metabolisme lemak, serta fungsi seksual dan sistem saraf. Defisiensi seng yang berat pada thalassemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, hambatan maturasi seksual, hipogonadisme, alopesia, defisiensi imun, serta hambatan pada proses 4,9-11 penyembuhan luka. Sejak akhir tahun 1960 sejumlah penelitian dilakukan untuk mempelajari defisiensi seng pada penderita thalassemia beta mayor. Sebagian besar penelitian ini menunjukkan kadar seng plasma yang rendah. Berbagai hal diduga menjadi penyebab defisiensi seng pada penderita thalassemia, antara lain: hemolisis kronik yang mengakibatkan ekskresi seng dalam urine, tubulopati renal, dan rendahnya seng dalam asupan makanan harian selain tingginya kadar besi plasma serta pemakaian deferok- 11- samin. Defisiensi seng dan penyebabnya pada penderita thalassemia mayor masih dalam perdebatan. Pada penderita thalassemia mayor, kualitas hidup yang baik seperti anak normal dioptimalkan antara lain dengan tercukupinya ketersediaan seng dalam tubuh. Para penderita penyakit ini, baik akibat penyakitnya sendiri maupun komplikasi transfusi, pemakaian kelator besi dan status gizi yang cenderung kurang baik, memiliki risiko cukup besar untuk 10 terjadinya defisiensi seng. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jumlah darah transfusi, pemberian deferoksamin, dan status gizi dengan kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor di Bagian Ilmu Kesehatan nak FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan crosssectional yang dilakukan mulai bulan Mei Juni 008. Subjek dipilih secara konsekutif dari anak penderita thalassemia mayor berusia kurang dari tahun, berobat jalan di Poliklinik Thalassemia nak RS Hasan Sadikin Bandung setelah mendapat informed consent dari orangtua. Sebagai kriteria inklusi adalah penderita thalassemia mayor berusia kurang dari tahun yang mendapat tranfusi darah berulang dan memiliki catatan medis lengkap. Kriteria eksklusi: 1) Mengalami demam dalam hari terakhir; ) Mengalami diare akut/kronik; 3) Gizi buruk; 4) Didapatkan jumlah leukosit dan trombosit, serta urine abnormal pada pemeriksaan laboratorium. Dengan taraf kemaknaan 5% dan power test 80% didapatkan ukuran sampel minimal 56. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, penghitungan jumlah darah transfusi yang diterima, pencatatan pemberian deferoksamin, dan pemeriksaan kadar seng plasma. Subjek dikatakan memiliki kadar seng plasma rendah jika <70 g/dl, berdasarkan hasil pengukuran 15 atomic absorption spectroscope (S). Pemberian deferoksamin dibedakan menjadi optimal atau tidak optimal. Optimal bila penderita mendapat deferoksamin dengan dosis 30-50 mg/kgbb/hari secara subkutan delapan jam sehari, lima hari seminggu, dan terus-menerus. Status gizi dibagi menjadi gizi baik atau gizi kurang berdasarkan lingkar lengan atas (LL) menurut usia, gizi baik bila LL/U 85-100%, gizi kurang bila LL/U 70-<85%, dan gizi buruk bila 16 LL/U <70%. Pemberian deferoksamin dan status gizi merupakan variabel perancu pada penelitian ini. Uji Chi square digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian deferoksamin optimaltidak optimal dan status gizi baik-kurang dengan kadar seng plasma. Bila kedua variabel tersebut tidak berhubungan dengan kadar seng plasma, dilakukan analisis regresi linier untuk menilai hubungan dan memprediksi kadar seng plasma berdasarkan jumlah darah transfusi. Untuk menilai kekuatan hubungan yang terjadi digunakan uji korelasi Pearson. HSIL Selama kurun waktu penelitian didapatkan 57

anak yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 8 anak perempuan dengan usia berkisar antara tahun 1 bulan dan 13 tahun 9 bulan. Karakteristik umum subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Pemberian deferoksamin optimal didapatkan pada 10 anak dan yang tidak optimal didapatkan pada 47 anak. Berdasarkan status gizi didapatkan gizi baik 9 anak dan gizi kurang 8 anak. Dengan menggunakan uji Chi square, dapat ditunjukkan bahwa pemberian deferok-samin dan status gizi tidak memiliki hubungan bermakna dengan kadar seng plasma (p>0,05). Setelah diketahui bahwa baik pemberian deferoksamin dan status gizi tidak berhubungan dengan kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor anak, analisis dilanjutkan untuk mencari hubungan jumlah darah transfusi dengan kadar seng plasma. Rata-rata jumlah darah transfusi pada Tabel 1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian N Rata-rata (X ± SB) Median Rentang Usia (bln) 57 10,33±38,09 10 5 167 Berat badan (kg) 57 0,59±4,70 1 11 8 Tinggi badan (cm) 57 1,±13,1 117 7 134 Jenis kelamin Laki-laki 9 (50,9%) Perempuan 8 (49,1%) Tabel Hubungan Cara Pemberian Deferoksamin dan Status Gizi dengan Kadar Seng Plasma Subjek Penelitian Kadar Seng Plasma Rendah Normal Kemaknaan Deferoksamin Optimal 6 (10,5%) 4 (7,1%) =0,073 Tidak Optimal 6 (45,6%) 1 (36,8%) p=0,786 Status Gizi Baik 15 (6,3%) (4,6,%) =0,468 Kurang 17 (9,8%) 11 (19,3%) p=0,494 Tabel 3 Sebaran Jumlah Darah Transfusi dan Kadar Seng Plasma N Rata-rata Median Rentang Simpang Baku Jumlah darah transfusi (ml) 57 17.913,5 17.470 10.404,18 1.680-45.700 Kadar seng plasma ( g/dl) 57 68,65 68 11,68 4-91 90.00 Seng P las ma (ng/dl) = 7.45 + -0.0 0 * VOL_ DRH R-Square = 0.04 Seng Plas ma (ng/dl) 80.00 70.00 60.00 50.00 0.00 10 000.00 0000.00 30000.00 40000.00 Volume Darah (ml) Gambar Bentuk Korelasi ntara Jumlah Darah Transfusi dan Kadar Seng Plasma Penderita

rentang nilai terendah 1.680 ml dan tertinggi 45.700 ml, sedangkan rata-rata kadar seng plasma adalah 68,65 g/dl, dengan rentang nilai terendah 4 g/dl dan tertinggi 91 g/dl. Dari scatter plot dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang lemah dengan r=-0,189 antara jumlah darah transfusi dan kadar seng plasma. Dari segi kemaknaan, hubungan yang terjadi tidak bermakna karena nilai signifikansinya >0,05 (p=0,0795). PEMBHSN Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa 3 dari 57 (56%) penderita thalassemia mayor anak 13 menderita defisiensi seng. Shamshirsaz dkk. menemukan 80% penderita thalassemia mayor memiliki kadar seng plasma yang rendah, 3 sedangkan rijanty dkk. menunjukkan 100% penderita thalassemia mayor yang diteliti menderita defisiensi seng. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena pada penelitian sebelumnya subjek yang diambil tidak membedakan status gizi dan mengambil batasan usia anak hingga 18 tahun. Subjek yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian kami tidak memakai subjek dengan gizi buruk, sedangkan penelitian sebelumnya mengambil subjek tanpa memandang status gizi. Tanphaicitr dkk. membuktikan bahwa pada penderita thalassamia mayor terdapat korelasi positif antara kadar seng plasma dan status gizi yang diukur dengan parameter tinggi badan dan lingkar lengan atas menurut usia. Dengan batasan usia yang lebih tinggi (18 tahun), kadar feritin serum yang didapat akan lebih tinggi sehingga akan semakin mempengaruhi kadar 3,17 seng plasma. Hasil penelitian kami juga menunjukkan bahwa jumlah darah transfusi tidak memiliki hubungan dengan kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor anak. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian 17 yang dilakukan oleh Nasr dkk. Walaupun pada penelitian tersebut yang diteliti adalah hubungan lama terapi transfusi dengan kadar seng plasma, bukan jumlah darah transfusi, namun dapat diasumsikan bahwa semakin lama penderita telah ditransfusi darah, jumlah darah transfusi 17 yang telah diterima akan semakin banyak. 3 rijanty dkk. menemukan korelasi negatif antara kadar seng plasma dan kadar feritin serum pada penderita thalassemia mayor anak. Transfusi berulang menyebabkan penimbunan besi yang dapat diukur dengan menghitung kadar feritin serum. Hasil penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan terjadi kemungkinan karena pengaruh terapi hipertransfusi yang mencegah terjadinya defisiensi seng pada penderita thalassemia mayor, seperti yang dihipotesiskan 18 19 oleh Rea dkk. Mehdizadeh dkk. bahkan menemukan kadar seng plasma yang lebih tinggi pada penderita thalassemia mayor anak dibandingkan dengan kontrol dan menyarankan agar suplementasi seng tidak rutin diberikan. Kemungkinan lain adalah pengaruh asupan seng dalam makanan sehari-hari yang dapat mempengaruhi metabolisme seng dalam 4,10 tubuh. Selain itu mungkin akibat pemakaian deferoksamin tidak optimal yang banyak ditemukan pada subjek penelitian (83%). Schiliro 6 dkk. menemukan pada penderita thalassemia mayor anak yang mendapat deferoksamin teratur memiliki kadar seng plasma yang lebih rendah daripada penderita thalassemia yang mendapat deferoksamin tetapi tidak teratur. 7 Moghadam dkk. menemukan bahwa dosis dan durasi deferoksamin berkorelasi dengan kadar seng plasma, namun feritin tidak berkorelasi dengan kadar seng plasma. Pendapat yang menyebutkan bahwa deferoksamin akan mengikat seng setelah kadar besi dan feritin serum rendah tidak terbukti pada penelitian tersebut. Pada penelitian ini pemakaian deferoksamin optimal dan tidak optimal ternyata tidak memiliki hubungan bermakna terhadap kadar seng plasma ( =0,073; p=0,786). Pada penelitian ini status gizi baik didapatkan pada 9 (50,9%) anak dan gizi 0 kurang pada 8 (49,1%) anak. Wahidiyat mendapatkan,7% penderita thalassemia tergolong gizi baik, 64,1% gizi kurang, dan 13,% gizi buruk. Walaupun pada penelitian ini tidak mengikutsertakan subjek dengan gizi buruk, namun tampak pada penelitian 0 Wahidiyat proporsi yang sangat berbeda antara subjek dengan status gizi baik dan gizi kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena parameter antropometri untuk mengukur status gizi 0 berbeda. Wahidiyat melakukan pengukuran status gizi berdasarkan BB/U, sedangkan penelitian ini menggunakan LL/U. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa status gizi tidak memiliki hubungan dengan kadar seng plasma ( =0,468 dan p=0,464). Tanphaicitr dkk. menemukan korelasi positif kadar seng plasma dengan tinggi badan dan lingkar lengan atas menurut usia (p<0,005). Korelasi antara kadar seng plasma dan status gizi pada penelitian ini lebih rendah (r=0,153; p=0,18) daripada penelitian yang dilakukan oleh Tanphaicitr dkk. (r=0,41). Dua puluh lima subjek (43%) yang tidak menderita defisiensi seng memiliki kadar seng plasma sebesar 70-91 g/dl. Secara fisiologis diketahui bahwa kadar seng plasma dalam tubuh berkisar 90-100 g/dl, sehingga penderita tersebut sangat rentan untuk mengalami defisiensi seng, mengingat dalam perjalanan penyakitnya akan mudah mengalami asupan nutrisi yang kurang oleh karena rendahnya nafsu makan, gangguan penggunaan nutrisi akibat hipoksia kronik, kebutuhan yang meningkat

akibat seringnya mengalami infeksi dan peningkatan pertumbuhan maupun berat badan, serta pemakaian kelator besi oral seperti 1 deferipron yang kini mulai banyak dipakai. Para penderita tersebut tentunya dianjurkan untuk secara rutin memeriksakan kadar seng plasmanya, selain menjaga asupan nutrisi yang cukup mengandung seng. Pada penelitian ini ditemukan bahwa jumlah darah, pemberian deferoksamin, dan status gizi tidak memiliki hubungan bermakna dengan kadar seng plasma penderita thalassemia mayor anak, sehingga dipikirkan adanya penyebab lain yang berhubungan dengan rendahnya kadar seng plasma. rcasoy 1 dkk. menunjukkan bahwa rendahnya kadar seng plasma mengikuti hipersenguria yang kemungkinan terjadi karena perubahan sirotik akibat hemakromatosis atau adanya peningkatan laju filtrasi seng di ginjal akibat hemolisis kronik. Tanphaichitr dkk. juga mengemukakan hal yang sama dengan hemolisis sel darah merah sebagai penyebab hipersenguria dan menunjukkan adanya korelasi negatif antara kadar seng urine dan seng eritrosit (r=-0,70; p<0,001). Penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan yang ditemukan oleh Bartakke dkk. di India, yang menunjukkan bahwa kadar seng urine penderita thalassemia mayor yang mendapat transfusi berulang dan belum mendapat kelator besi tidak berbeda 9 secara bermakna dengan kontrol. Hashemi dkk. di Iran menduga penyebab lain dari rendahnya kadar seng plasma adalah karena terjadinya tubulopati ginjal. Penelitian-penelitian lebih lanjut diperlukan untuk dapat mengetahui faktorfaktor lain yang berhubungan dengan rendahnya kadar seng plasma penderita thalassemia mayor anak. Sebagai kesimpulan pada penelitian ini adalah jumlah darah transfusi, pemakaian deferoksamin optimal dan tidak optimal, maupun gizi baik dan gizi kurang tidak memiliki hubungan dengan kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor anak. Pada penderita thalassemia mayor anak yang mendapat transfusi darah berulang, sebaiknya diperiksakan kadar seng plasmanya secara rutin dan bila ditemukan adanya defisiensi seng dianjurkan untuk mendapat suplementasi seng. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab lain rendahnya kadar seng plasma pada penderita thalassemia mayor anak yang berobat di RS Hasan Sadikin Bandung. DFTR PUSTK 1. Weatheral DJ. The thalassemias. Dalam: Beutler E, Licthman M, Coller B, Kipps T, penyunting. Williams hematology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill; 001. hlm. 547-80.. Giardina PJ, Hilgartner MW. Update on thalassemia. Pediatr Rev. 199;13:55-6. 3. rijanty, Nasar SS, Madiono B, Gatot D. Relationships between plasma zinc and ferritin with nutritional status in thalassemic children. Paediatr Indones. 004;46(9-10):0-4. 4. lmatsier S. Mineral mikro. Prinsip dasar ilmu gizi. Edisi ke-1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 001. 5. De Virgillis S, Congia M, Frau F, rgiolu F, Diana G, Cucca F. Deferoxamine-induced growth retardation in patients with thalassemia major. J Pediatr. 1988;113:661-9. 6. Schiliro G, Russo, zzia N, Mancusso GR, Di Gregoria F, Romeo M, dkk. Leukocyte alkaline phosphatase (LP). useful marker of zinc status in beta-thalassemic patients. m J Pediatr Hematol Oncol. 1987;9():9-5. 7. Moghadam, Izadiar M, Samie S. lterations of serum trace elements in beta thalassemia major patients under deferoxamine treatment. Iranian J Blood Transfusion. 1998;4:180-6. 8. Hallberg L, Sandstrom B, ggett PJ. Iron, zinc and other trace elements. Dalam: Garrow JS, James WPT, Ralph, penyunting. Human nutrition and dietetics. Edisi ke-9. New York: Churchill Livingstone; 1993. hlm. 174-07. 9. Hashemi FS, bolhasani M, Hakimi SM. Serum and urine level of zinc in patients with minor beta thalassemic in li-asghar hospital during the years 005-006. Iranian J Pathol. 007;():54-8. 10. rijanty L, Nasar SS. Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri. 006;5(1):1-6. 11. Hashemipour M, Kelishadi R, Hovsepian S, Talaei M, Hourfar H, Sepahvand N, dkk. Zinc status in homozygous beta-thalassemic children. J Ped Neonat. 005;(4):45-8. 1. rcasoy, Dogru U, Cavdar O. Zinc deficiency in beta-thalassaemia. J Royal Society Med. 198;75:671. 13. Shamshirsaz, Bekheirnia MR, Kamgar M, Pourzahedgilani N, Bouzari N, Habibzadeh M, dkk. Metabolic and endocrinologic complications in beta-thalassemia major: a multicenter study in Tehran. BMC Endocrine Disorders. 003;3:1-6.. Tanphaichitr VS, Visuthi B, Tanphaichitr V. Causes of inadequate protein-energy status in thalassemic children. sia Pacific J Clin Nutr. 1995;4:133-5. 15. Smith JC, Butrimovitz GP, Boeckx RL, Chu R, McIntosh ME, Prasad S, dkk. Direct measurement of zinc in plasma by atomic absorption spectroscopy. Clin Chemistry.

1979:5(8);1087-91. 16. Soetjiningsih. Penilaian pertumbuhan fisik anak. Dalam: Ranuh G, editor. Tumbuh kembang anak. Edisi ke-1. Jakarta: EGC; 1995. h. 37-53. 17. Nasr MR, li S, Shaker M, Elgabry E. ntioxidant micronutrients in children with thalassaemia in egypt. Eastern Mediterranean Health J. 00;8(4):105-11. 18. Rea F, Perrone L, Mastrobuono, Toscano G, D'mico M. Zinc levels of serum, hair and urine in homozygous beta-thalassemic subjects under hypertransfusional treatment. cta Haematol. 1984;71():139-4. 19. Mehdizadeh M, Zamani G, Tabatabaee S. Zinc status in patients with major -thalassemia. Ped Hematol Oncol. 008;5:49-54. 0. Wahidayat I. Penelitian thalassemia di Jakarta. Tesis. Jakarta: Intermega; 1979. 1. Zinc. Comitte on nutrition. Pediatrics. 1978;6(3):408-11.. Bartakke S, Bavdekar SB, Kondurkar P, Muranjan MN, Manglani MV, Sharma R. Effect of deferiprone on urinary zinc excretion in multiply transfused children with thalassemia major. Indian Pediatri. 005;4:150-4.