BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA TEGAL KEPUTUSAN WALIKOTA TEGAL NOMOR / 164 / 2011 TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota Bandung juga merupakan peringkat ke-3 dari seluruh Kota dan Kabupaten di Indonesia dengan penerimaan tertinggi se-indonesia (www.wartaekonomi.co.id. 2014). Warta Ekonomi mengindikasikan adanya daerah kaya, menengah, dan miskin dalam variabel ekonomi daerah yang dapat dikategorikan melalui PDRB per kapita dan total penerimaan dalam APBD. Indikasi daerah kaya ialah penduduknya memiliki daya beli yang tinggi dibandingkan daya beli masyarakat dari daerah miskin. PDRB per kapita yang tinggi akan meningkatkan aktivitas perekonomian suatu daerah. Hasil temuan ini adalah PDRB per kapita tertinggi dipegang Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Surabaya, dan Kota Bandung. Kota Bandung dipilih sebagai objek penelitian ini karena ketersediaan data Kota Bandung mudah didapatkan. Kota Bandung berada pada lokasi yang cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh: 1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu: a. Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara. b. Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). 2. Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru. Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPKAD) adalah dinas yang bertugas untuk mengkonsolidasi laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung di seluruh SKPD. DPKAD terletak di Jalan Wastukencana No. 2 Bandung. Adapun visi dari DPKAD ialah mewujudkan pengelolaan keuangan 1

dan aset daerah di Kota Bandung yang wajar tanpa pengecualian, serta misinya yaitu mewujudkan penganggaran berbasis kinerja dan tepat waktu, mewujudkan penatausahaan keuangan sesuai peraturan perundangan, mewujudkan penatausahaan aset sesuai peraturan perundangan, dan mewujudkan laporan keuangan pemerintah daerah yang mendapatkan opini BPK wajar tanpa pengecualian. 1.2 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Diterapkannya otonomi daerah baik di provinsi, kabupaten/kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensi-potensi sumber keuangan di daerahnya sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Mamaesah dalam Halim dan Kusufi (2012:21), berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, di mana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyekproyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Definisi tersebut merupakan pengertian APBD pada era orde baru. Sebelumnya, yaitu pada era orde lama, terdapat pula definisi APBD menurut Wajong dalam Halim dan Kusufi (2012:21) didefinisikan APBD adalah rencana 2

pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. Menurut UU No.33 Tahun 2004, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Pendapatan daerah berbasis kas (pendapatan-lra) adalah semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah (Halim dan Kusufi, 2012:106). Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah itu sendiri terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan c, pajak lingkungan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, BPHTB (Halim dan Kusufi, 2012:101). Retribusi daerah terdiri atas retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan kesampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak KTP dan beban cetak akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi jasa usaha terminal, retribusi jasa usaha tempat potong 3

hewan, retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga, retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah (Halim dan Kusufi, 2012:102). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri atas bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok masyarakat. Sedangkan untuk lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri atas hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, dan sebagainya (Halim dan Kusufi, 2012:104). Pengertian belanja dalam PSAP BA 02 paragraf 07 adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Salah satu belanja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung adalah belanja modal. Yang dimaksud belanja modal dalam PSAP BA 02 paragraf 37 adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan (Halim, 2007:230) 4

Tabel 1.1 Hasil Perhitungan Rasio Kinerja Pengelolaan Keuangan Kota Bandng Tahun Anggaran 2009-2013 Keterangan Tahun Anggaran Rata- Rasio Kemandirian Rasio Efektivitas PAD Rasio Efisiensi Belanja Daerah Rasio Aktivitas: a. Belanja Operasi b. Belanja Modal Rasio Pertumbuhan a. PAD b. Pendapatan Daerah c. Belanja Operasi d. Belanja Modal 2009 2010 2011 2012 2013 rata 15% 18,11% 26,75% 27,42% 33,30% 15% 97,57% 106,21% 115,73% 107,67% 102,4% 106% 89,67% 88,36% 93% 90,31% 84,70% 89% 82,53% 17,54% - - - - 83,82% 16,08% 22,69% 1,57% 14,35% 3,76% 80,05% 19,87% 88,58% 27,67% 16,61% 50,87% 76,86% 23,11% 20,68% 17,70% 8,79% 31,79% 73,54% 26,44% 43.48% 18,15% 10,41% 32,01% Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kota Bandung, 2014 (data diolah). 79,3% 20,6% 43,8% 16,2% 12,5% 29,6% Untuk perhitungan secara lengkap dapat dilihat di lampiran 1. 5

Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa rasio kemandirian keuangan Kota Bandung selama lima tahun anggaran rata-rata 15% dapat dikategorikan rendah sekali (dibawah 25%). Ini berarti bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan pada APBD masih kecil dan juga berarti bahwa peran pemerintah pusat masih sangat dominan dalam APBD yang dapat dilihat dari besarnya penerimaan yang berasal dari transfer pemerintah atau instansi yang lebih tinggi, dana perimbangan serta lain-lain penerimaan yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat masih sangat besar dalam mencukupi kebutuhan belanja untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah daerah, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Meskipun kinerja pengelolaan keuangan berdasarkan rasio kemandirian Kota Bandung dikategorikan rendah sekali tetapi perkembangan setiap tahunnya semakin meningkat yang bahwa sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat mandiri dengan meningkatkan pendapatan asli daerah yang bersumber dari pajak, retribusi dan lain-lain PAD yang sah. Rasio efektifitas PAD Kota Bandung pada tabel diatas memperlihatkan peningkatan yang baik setiap tahunnya. Pada tahun 2009 rasio efektifitas PAD adalah sebesar 97,57% (cukup efektif), meningkat pada tahun 2010 menjadi 106,21% (sangat efektif), dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 115,73% (sangat efektif), sedangkan untuk tahun 2012 dan 2013 menurun menjadi 107,67% dan 102,4% (sangat efektif). Untuk tahun 2010 hingga 2012 dikategorikan sangat efektif karena rasio efektifitas melebihi 100% sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah Kota Bandung dianggap berhasil dalam meningkatkan realisasi pendapatan asli daerahnya sehingga melebihi target anggaran yang ditetapkan. Rata-rata rasio efektifitas pendapatan asli daerah Kota Bandung selama tiga tahun anggaran adalah 106% dapat dikatakan sangat efektif. Kinerja pengelolaan keuangan Kota Bandung dalam merealisasikan PAD-nya dari pajak, retribusi, dan lain-lain PAD yang sah sebagai sumber pendapatan asli daerah dianggap cukup efektif jika dilihat dari rasio efektifitas PAD. Rasio efisiensi belanja daerah Kota Bandung pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata rasio efisiensi belanja daerah sebesar 89%. Pada tahun 2010 rasio 6

efisiensi belanja daerah sebesar 89,67% (efisien), sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 88,36% (efisien). Untuk tahun 2011 mengalami peningkatan rasio menjadi 93% (efisien), namun pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2012 dan 2013 Kota Bandung mengalami penurunan rasio efisiensi belanja daerah yaitu sebesar 90,31% dan 84,70%. Semakin kecil rasio belanja maka semakin efisien. Anggaran pemerintah efisien jika rasionya kurang dari 100, maka dari itu belanja daerah Kota Bandung dianggap cukup efektif jika dilihat dari rasio efisiensi belanja daerah. Rasio aktivitas belanja Kota Bandung memiliki rata-rata rasio aktivitas belanja operasional sebesar 79,3% sedangkan rasio aktivitas belanja modal (belanja pembangunan) sebesar 20,6%. Rasio aktivitas belanja operasi Kota Bandung sangat tinggi dibandingkan dengan rasio aktivitas belanja modal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerintah Kota Bandung lebih memprioritaskan belanjanya pada belanja operasi daripada belanja modal (pembangunan). Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja operasi maka presentase belanja modal (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Halim, 2007:235). Pemerintah daerah Kota Bandung perlu menekan belanja operasi seperti belanja pegawai dan belanja barang yang terlalu besar guna dialokasikan untuk belanja modal. Hal ini dianggap perlu untuk diperhatikan oleh pemerintah Kota Bandung walaupun patokan untuk besarnya belanja operasi dan belanja modal terhadap APBD belum ada. Namun sebagai daerah yang berada di negara berkembang pemerintah daerah seharusnya meningkatkan belanja modal (pembangunan) dalam menyediakan sarana prasarana yang mendukung untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik. Rasio pertumbuhan PAD dan pertumbuhan pendapatan Kota Bandung dari tahun 2009-2013 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Terutama rasio pertumbuhan PAD dan pendapatan pada tahun 2011 sebesar 85,58% dan 27,67% menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi. Kinerja pengelolaan keuangan Kota Bandung cukup baik karena pemerintah mampu mempertahankan penerimaan PAD dan pendapatan tetap mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. 7

Pertumbuhan belanja Kota Bandung yaitu belanja operasi dan belanja modal keduanya mengalami pertumbuhan yang positif. Jika kita melihat rata-rata rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 12,5% dan belanja modal sebesar 29,6%, terlihat bahwa pertumbuhan rata-rata rasio belanja modal lebih besar dibandingkan dengan belanja operasi sehingga menunjukkan bahwa Kota Bandug dapat mengelola keuangan dengan baik dari segi pertumbuhan. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD (Harianto dan Adi, 2007). Terkait dengan PAD, penerimaan yang menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah. Tingginya retribusi bisa jadi merupakan indikasi semakin tingginya itikad pemerintah untuk memberikan layanan publik yang lebih berkualitas (Adi, 2006). Peningkatan PAD diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi belanja modal daerah (Wertianti, 2013). Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan dua sumber PAD yang terbesar. Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari kebijakan Pemerintah Daerah setempat (Sulistyowati, 2011). Menurut penelitian Handayani dan Nuraina (2012) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pajak daerah dengan belanja modal. Begitu pula dengan penelitian Sulistyowati (2011) pajak daerah dan retribusi daerah memiliki hubungan yang signifikan dengan belanja modal. Selain pajak daerah dan retribusi daerah, yang termasuk ke dalam pendapatan asli daerah meliputi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lainlain PAD yang sah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berasal dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD), perusahaan milik Negara (BUMN), dan perusahaan swasta. Sedangkan lain-lain PAD yang sah berasal dari jasa giro, pendapatan bunga, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, dan lain-lain. (Halim dan Kusufi, 2012:104). Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah juga merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat membantu Pemerintah Daerah meningkatkan hasil pendapatan 8

daerahnya yang telah ditetapkan oleh Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Menurut penelitian Oluwatobi dan Ogunrinola (2011), Wertianti (2013), dan Jaya (2014), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan asli daerah dengan belanja modal. Namun pada penelitian Putro (2011) dan Pradita (2013) menunjukkan pendapatan asli daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Adanya inkonsistensi hasil penelitian sebelumnya membuat penelitian ini masih relevan utuk dikaji ulang. Berdasarkan latar belakang di atas maka, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama mengenai analisis atas besarnya pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap penggunaan belanja modal pada Pemerintah Daerah Kota Bandung khususnya pada Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah dan menuangkannya ke dalam judul : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL (Studi kasus pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung periode 2009-2013). 1.3 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapatan asli daerah yang diwakili oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? 2. Bagaimana pengaruh secara simultan pendapatan asli daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial dalam hal: a. Bagaimana pengaruh pendapatan pajak daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? 9

b. Bagaimana pengaruh pendapatan retribusi daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? c. Bagaimana pengaruh pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? d. Bagaimana pengaruh lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan identifikasi masalah diatas adalah: 1. Untuk mengetahui pendapatan asli daerah yang diwakili oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. 2. Untuk mengetahui secara simultan pendapatan asli daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial dalam hal: a. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan pajak daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. b. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan retribusi daerah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. c. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. d. Untuk menganalisis pengaruh lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja modal Daerah Kota Bandung periode 2009-2013. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak berkepentingan yang dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu: 10

1.5.1 Aspek Teoritis Kegunaan teoritis yang ingin dicapai dari pengembangan pengetahuan dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi, terutama berkaitan dengan akuntansi sektor publik, khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah. 2. Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung penelitian lain dalam mengkaji bidang yang sama dan dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya. 1.5.2 Aspek Praktis Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran serta bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, serta Belanja Modal. 1.6 Sistematika PenulisanTugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang menyangkut fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti disertai dengan argumentasi teoritis yang ada, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian ini secara teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan secara umum. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini mengungkapkan dengan jelas, ringkas, dan padat mengenai landasan teori dari variabel penelitian yaitu pendapatan asli daerah dalam kaitannya dengan belanja modal. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini memuat penjelasan mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populasi dan sampel), serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan keadaan responden yang diteliti, deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi, analisis model dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen (pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah) dan variabel dependen (belanja modal). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan hasil penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian dan memberikan masukan atau saran yang dapat disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kota Bandung (khususnya Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung) mengenai analisis masalah yang diteliti oleh penulis. 12