BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan asas Ubi Societa, Ibi Ius yang artinya dimana ada. tingkah laku atau perbuatan dalam kehidupan masyarakat.

PERAN KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN DALAM KORDINASI MELENGKAPI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PADA TAHAP PRA-PENUNTUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2

III. METODE PENELITIAN. empiris sebagai penunjang. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

III METODE PENELITIAN. menelaah hukum serta hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki peranan yang sangat vital, terutama dalam hal penuntutan perkara pidana. Selain berperan sebagai penuntut umum dalam proses persidangan, kejaksaan juga memiliki peran penting lainnya, yakni dalam penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diajukan oleh pihak kepolisian selaku penyidik. Berkas Berita Acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik yang dilimpahkan ke kejaksaan seringkali mengalami kekurangan atau belum lengkap dan juga belum sempurna. Salah satu tugas kejaksaan dalam proses prapenuntutan seperti yang diatur dalam Pasal 138 ayat 2 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah mengembalikan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan disempurnakannya. Dalam praktek, sering dijumpai permasalahan mengenai proses penyempurnaan Berita Aacara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik (Kepolisian), dengan tidak adanya aturan mengenai sampai berapa kali berkas Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) dapat diajukan dan dikembalikan, dapat mengakibatkan kasus yang ditangani terus menggantung tanpa kepastian yang jelas tentang status tersangka yang masih ditahan oleh pihak kepolisian, 1

sehingga melanggar Hak Asasi Manusia dari tersangka. Selain itu, dengan tidak adanya kepastian mengenai pengajuan dan pengembalian berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dikhawatirkan kasus yang ditangani tidak kunjung selesai dan justru akhirnya menjadi daluarsa atau verjar. Ketidak jelasan hingga berapa kali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat diajukan dan dikembalikan juga memungkinkan munculnya asumsi publik bahwa posisi kejaksaan sebagai penutut umum lebih tinggi dari pihak kepolisian yang berperan sebagai penyidik. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 139 menyebutkan bahwa kejaksaan selaku penuntut umum memiliki wewenang untuk menentukan apakah berkas yang diajukan penyidik layak atau tidak untuk dilimpahkan ke Pengadilan, jika berkas tersebut tidak ada masalah dan dianggap telah lengkap dan sempurna maka dapat langsung dilimpahkan ke pengadilan, namun apabila belum lengkap atau sempurna, penuntut umum seperti yang disebutkan dalam Pasal 138 ayat 2 Kitab Undang undang Acara Pidana (KUHAP) dapat mengembalikan berkas tersebut ke penyidik berserta petunjuk untuk dilengkapi. Dalam pasal tersebut tidak dijelaskan lebih lengkap mengenai peran kejaksaan secara riil dalam penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain petunjuk untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), peran riil kejaksaan sangat dibutuhkan, karena dalam hal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dikembalikan, jaksa mengetahui persis mengenai kekurangan dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang 2

dikembalikan, karena keberadaan jaksa sebagai insitusi penegak hukum, mempunyai kedudukan yang sentral dan peranan yang strategis di dalam suatau negara hukum. Institusi kejaksaan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses peneriksaan di persidagan; sehingga keberdaannya dalam kehidupan masyarakat harus mampu mengemban tugas penegakan hukum. 1 B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang yang telah teruraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalan yaitu sebagi berikut: Bagaimana Peran Kejaksaan Dan Kepolisian Dalam Kordinasi Melengkapi Berita acara Acara Penuntutan (BAP) pada Tahap Pra-penuntutan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak diperoleh peneliti yaitu : Berdasarkan rumusan masalah, untuk memperoleh data tentang Peran Kejaksaan dalam Penyempurnaan Berita Acara Penuntutan (BAP) pada Tahap Pra-penuntutan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat teoritis 1 Dr. Marwan Effendy, S.H. Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari prespektif hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 2. 3

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang hukum pidana khususnya hukum acara pidana yang berkaitan dengan proses Prapenuntutan b. Mengetahui bentuk kerjasama dan kordinasi dari lembaga Kepolisian dan lembaga Kejaksaan dalam proses Pra-penuntutan. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan untuk aparat penegak hukum, terutama Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses Pra-penututan sehingga Berita Acara Penuntutan (BAP) yang diajukan tidak membutuhkan waktu lama dalam penyempurnaanya. b. Penelitian yang dilakukan dapat melatih dan mengasah kemampuan penulis dalam mengkaji dan menganalisa teori-teori yang didapat dari bangku kuliah dengan penerapan teori dan peraturan yang terjadi di masyarakat. Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai proses Pra-penuntutan sebagai bentuk control masyarakat dalam mengawasi penegak hukum. E. Keaslian Penelitian Sepegetahuan penulis, rumusan masalah dengan judul Peran Kejaksaan Dalam Proses Penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan Pada Tahap Pra-Penuntutan ini pertama kali diteliti di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Memang ada beberapa penelitian yang memiliki persamaan dalam hal-hal tertentu, namun secara substansi, 4

pembahasan yang dibahas tidaklah sama. Dalam hal ini penelitian yang sama semonga dapat saling melengkapi demi kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana. Penelitian ini berbeda dengan tiga jenis penelitian lainya yang mengenai Peran Kejaksaan dalam Penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pada Tahap Pra-penuntutan seperti diuraikan dibawah ini: 1. Pertama a. Judul Skripsi : Konsekunsi Yuridis Tentang Pelaksanaan Pra penuntutan (Permasalahan Tidak adanya Batasan Mengenai Bolak Balik Perkara) b. Identitas Penulis : MIRA SILFIA, NPM : 07140116, Fakultas Hukum Universtas Andalas, Progaram Kekhususan V : Sistem Peradialan Pidana. c. Rumusan masalah : 1) Bagaiaman kosekuensi yuridis terhadap pelaksanaan Prapenunntutan.? 2) Bagaiamana Ketentuan pengaturan Pra penuntutan dal KUHAP dan RUU KUHAP.? 3) Apakah yang menjadi permasalahan dalam Pra-penuntutan dengan tidak adanya batasan pelaksanaan Pra penuntutan.? d. Tujuan Penelitian : Menyadari bahwa setiap penelitian harus mempunyai tujuan tertentu, demikian pula penelitian ini juga mempunyai tujuan dengan metode 5

pendekatan perbandigan hukum, didukung dengan pendekatan kasus (case approach), dengan menganalisis bahan Hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. e. Hasil Penelitian 1) Konsekunsi yuridis dari pelaksanaan Pra-penuntutan yang berpedoman pada KUHAP adalah banyak perkara yang lambat penagananya karena berkas perkara bolak balik antara penyidik dengan penuntut umum. 2) Ketentuan pengaturan Pra-penuntutan dalam KUHAP terdapat dalam pasal 8, pasal 14, pasal 109, pasal 110, pasal 138, dan pasal 139 KUHAP. Dalam RUU KUHAP Pra-penuntutan telah dihapuskan, aturan kordinasi penyidik dengan penuntut umum mengenai berkas perkara pada tahap pra ajudikasi terdapat dalam pasal 8, pasal 13, pasal 15, dan pasal 88. 3) Pemasalahan dalam Pra-penututan dengan tidak adanya batasan pelaksanaan Pra-penututan adalah menyangkut. a) Kepentigan tersangka. b) Menyipang dari asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dan c) Penghentian Penuntutan. 2. Kedua 6

a. Judul skripsi : Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Untuk Melakukan Pra Penuntutan Dalam Rangka Proses Penuntutan Tindak Pidana Umum b. Identitas Penulis : Ericha Cahyo Maryono, NPM : 105010101111051, Progam Studi Ilmu Hukum, Universitas Brawijaya Malang, Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum. c. Rumusan Masalah : 1) Apa kriteria yang dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan Pra penuntutan.? 2) Apa kendala yang dihadapi dan upaya mengatasi kendala yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam Pra penuntutan.? d. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari diadakanya penelitian dan penulisan ini adalah : 1) Untuk memperoleh data yang akurat yang akan penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Universitas Brawijaya Malang. 2) Untuk menambah pengetahuan dalam bidang hukum pidana dengan harapan bermanfaat dikemudian hari. e. Hasil penelitian 7

Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh dari hasil wawancara terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh jaksa penuntut umum dalam melakukan pra penuntutan, kendala yang dimaksud yaitu: 1) Terjadi Proses bolak-baliknya berkas perkara dari penyidik kepada jaksa penuntut umum yang tidak kunjung selesai 2) Koordinasi yang kurang harmonis antara jaksa penuntut umum dengan penyidik 3) Penyidik telah melampaui batas waktu dalam menyelesaikan BAP yang kurang lengkap 4) BAP yang telah diberi petunjuk oleh jaksa penuntut umum tidak dilaksanakan dengan baik oleh penyidik 5) Locus delicti tindak pidana yang lebih dari satu tempat 6) BAP yang dikembalikan untuk dilengkapi oleh penyidik tidak dikembalikan lagi kepada jaksa penutut umum. 3. Ketiga a. Judul Skripsi : Kendala-kendala Yang Dihadapi Penutut Umum Dalam Proses Pembuktian Perkara Pidana b. Identitas Penulis : Wanseptember Situmorang, NPM : 080200252, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. c. Rumusan masalah : 1) Apakah Fungsi jaksa penutut umum dalam proses penyelesaian perkara pidana.? 8

2) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh jaksa penuntut umum dalam proses pembuktian perkara pidana.? 3) Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembuktian perkara pidana.? d. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kendala apa saja dan upaya apa saja yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam mengatasi kendala tersebut sehingga pengadialan yang bersifat singkat, sederhana dan biaya ringan dapat dilakukan. e. Hasil Penelitian Hasil penelitian dari skripsi ini dapat diketahui bahwa terdapat 2 kendala dalam melakukan pembuktian dalam tahap penyidikan dan penuntutan yakni kendala non yurudis dan yurudis, sedangkan kendala dalam tahap persidangan adalah kendala-kendala yang terdapat dalam terdakwa dan saksi-saksi. Upaya yang dilakukan dalam mengahadapi kendala tersebut dalam tahap penyidikan dan penuntutan dengan meneliti secara cermat serta mempelajari perkara pidana. Sedangkan dalam sidang jaksa dapat memberikan kasus tersebut kepada pengadilan apabila hakim mengembalikan berkas tersebut. Dan tidak ada alasan bahwa hakim menolak memeriksa perkara pidana yang diberikan padanya. 9

F. Batasan Konsep 1. Peran adalah perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masayarakat 2 2. Pengertian kejaksaan berdasarkan Undang-undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Menyatakan bahwa pengertian Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. 3. Penyempurnaan adalah Proses, cara, perbuatan menyempurnakan 3. 4. Berita Acara Pemeriksan adalah sebuah dokumen catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh peyidik/penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatagani oleh penyidik/penyidik pembantu dan tersangaka, saksi atau keteragan ahli, memuat uraian tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keteragan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan atau 2 Dapertemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai pustaka, Jakarta, hlm., 854 3 Dapertemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai pustaka, Jakarta, hlm., 1031 10

benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentigan penyelesaian perkara pidana. 5. Pengertian Pra-penuntutan berdasarkan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana pada Pasal 1 ayat 7 KUHAP tercantum defenisi penuntutan sebagai berikut : Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan selain melakukan penuntutan, dalam kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana diatur juga tugas jaksa dalam bidang Prapenututan. Pra-penututan dalam KUHAP diatur dalam 14 huruf b, sebagai berikut: Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekuragan pada penyidik dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian metode hukum normatif dengan melakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya buku-buku yang berkaitan, perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan 11

pembuktian, sedangkan penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber yang berkaitan langsung. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif, data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer (primary sources or auhorities), berupa peraturan perundang-undagan, yang terdiri dari: undang-undang nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Data yang digunakan lainya adalah bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer : 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 - Pasal 24 ayat (3) yang berbunyi: Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang 2) Undang-Undang - Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia - Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. b. Bahan Hukum Sekunder 12

Bahan hukum sekunder (secondary sources or authorities) berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. 3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara. b. Studi kepustakaan, yaitu membaca, mempelajari dan memahami bukubuku yang berkaitan dengan Peran Kejaksaan Dalam Proses Penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan Pada Tahap Pra- Penuntutan 4. Narasumber Yakni melalui penelitian secara langsung berupa wawancara dengan YULIANTA, SH Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta Kasi Tindak Pidana Umum. Yakni seputar tugas dan hal-hal apa saja yang dilakukan kejaksaan dalam proses penyempurnaan berita acara pemeriksaan pada tahap pra penuntutan. 5. Metode analisis 13

Bahan hukum primer yang telah dikumpulkan oleh penulis kemudian dianalisis sesuai dengan 5 (lima) tugas ilmu hukum normatif atau dogmatik hukum, yakni mendeskripsikannya, mensistematiskan, menilai, menganalisis dan menginterprestasikannya. Bahan hukum sekunder yang berupa fakta hukum, doktrin asas-asas hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah dianalisis untuk menemukan persamaan dan perbedaanya, kemudian menganalisanya secara kualitatif dengan menggunkan metode berpikir deduktif. Metode berpikir deduktif adalah cara berpikir yang berangkat dari peraturan perundang-undagan kemudian dibawah ke masalah yang sebenarnya. H. Sistemmatika isi skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, dan metode penelitian. BAB II KEWENAGAN KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAN Bab ini berisi tentang Peran Kejaksaan Dalam Proses Penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan Pada Tahap Pra-Penuntutan, serta kendala Jaksa dan Polisi dalam melengkapi berita acara pemeriksaan. 14

BAB III PENUTUP Bab ini terdiri atas kesimpulan, yaitu jawaban atas rumusan masalah dan saran yang berkaitan dengan hasil yang perlu ditindaklanjuti. 15