BAB 1 PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1995

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Kecil sebenarnya sudah berlangsung cukup lama dan sejak tahun 1995 bahkan telah diatur dalam Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Undang-Undang Usaha Kecil) yang antara lain menyebutkan bahwa kredit perbankan merupakan salah satu sumber kredit Perbankan kepada Usaha Kecil, diatur dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan). Salah satu jenis layanan jasa perbankan yang cukup klasik ialah memberi kredit kepada nasabahnya. Jika dilihat dari sudut pandang ini cukup tepat rumusan bank yang diberikan oleh Mac Leod, Bank is a shop for the sale of credit, oleh karena itu tidak mengherankan, bila ada yang berpendapat bahwa bank adalah tempat meminjam uang 1. Adapun di dalam pengertian kredit terhadap norma hukum Undang-Undang No. 10 tahun 1998 pasal 1 angka 11 menyebutkan : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit perbankan kepada usaha kecil juga dipengaruhi oleh berbagai ketentuan perundang-undangan lainnya terutama Undang-Undang 1 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2008),hlm.51. 1

yang mengatur kedudukan dan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang mempengaruhi ketersediaan sumber dana untuk membiayai berbagai program pemerintah termasuk program pemberian kredit untuk Usaha Kecil. Upaya yang dilakukan pihak perbankan sebagai bentuk untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia merupakan tujuan bangsa Indonesia. Pembangunan nasional yang berkesinambungan sangat diperlukan oleh pemerintah dalam rangka perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan. Dibidang perbankan kaitan ini terletak pada fungsi perbankan yakni penghimpun dan penyalur dana bagi masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. Kredit merupakan faktor pendukung bagi pembangunan ekonomi. Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan, seperti perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya 2. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator, memberikan kebijakankebijakan dan kemudahan-kemudahan bagi pihak perbankan. Salah satu kemudahan tersebut adalah dalam hal pemberian kredit dari bank kepada nasabahnya. 2 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 1. 2

Berdasarkan Pasal 3 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, fungsi utama bank adalah sebagai perhimpunan dan penyalur dana masyarakat. Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian nasional. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak pihak yang mempunyai kelebihan dana ( surplus of Fund ), dengan pihak pihak yang kekurangan dan memerlukan dana ( Luck of Fund ), sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya yaitu sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary ). Dari berbagai lembaga perbankan tersebut, salah satunya adalah lembaga keuangan bank 3. Berkaitan dengan upaya peningkatan perekonomian masyarakat, maka perlu dilaksanakannya program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Salah satu program tersebut adalah pemberian kredit kepada masyarakat, sehingga dapat memperkuat permodalan yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya. Perkreditan memberikan dukungan kepada ekonomi lemah dan para pengusaha dalam mengembangkan usahanya. Lembaga Perbankan di dalam memberikan pelayaan kredit kepada masyarakat yang memerlukannya, tentunya selalu berusaha untuk memberikan pelayanan perbankan yang sebaik-baiknya kepada nasabah. Masyarakat sebagai konsumen (nasabah) atas jasa yang diberikan oleh industri perbankan akan berharap jasa perbankan yang diterimanya 3 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000 ), hlm. 77. 3

hendaknya serendah mungkin biayanya 4. Kredit perbankan mempunyai peranan yang begitu penting, bukan hanya untuk kepentingan individu, tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk kepentingan dunia usaha. Dan tidak hanya itu, karena kredit juga sangat menentukan kondisi moneter dan juga kondisi ekonomi di suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai kebijakan ditetapkan Bank Indonesia untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat. Kebijakan tersebut antara lain ; kebijakan mengenai tingkat bunga, sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian. Kredit yang diberikan oleh bank, dimaksudkan untuk memberikan penyediaan uang yang didasarkan atas perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan antara pihak bank sebagai kreditur dengan pihak nasabah/masyarakat sebagai debitur. Dalam perjanjian kredit diperlukan adanya suatu jaminan yang diberikan kepada bank. Jaminan yang diberikan tadi diperlukan karena dengan adanya jaminan ini akan ada suatu kepastian kredit yang telah diberikan, untuk dikembalikan sesuai jangka waktu yang disepakati, dan telah dituangkan di dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit sendiri memegang fungsi yang sangat penting, baik bagi bank sebagai kreditur maupun bagi nasabah sebagai debitur. Kredit yang diberikan oleh bank tersebut mengandung resiko, sehingga dengan demikian dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan 4 M. Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, ( Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti, 2008 ), hlm. 179 4

debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan, selain itu juga diperlukan unsur pengamanan, yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam pemberian kredit di samping unsur keseimbangan dan keuntungan. Bentuk pengamanan kredit dalam praktek perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 (Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan) Pasal 8 dan penjelasannya dinyatakan bahwa pemberian kredit selalu mengandung risiko. Salah satu cara mengatasi risiko adalah menetapkan jaminan (collateral) dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta bank dapat berupa jaminan pokok berupa barang proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin, persediaan, piutang dagang/hak tagih, dan lain-lain) sedangkan jaminan tambahan adalah harta kekayaan debitur. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk di dalam batasan agunan pokok tersebut di atas. Sebagai contoh: aktiva tetap diluar proyek yang dibiayai, surat berharga, garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain. Hukum jaminan yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung prinsip bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan utang untuk segala perikatan yang dibuat 5. Untuk menutupi kelemahan itu, perlu diperjanjikan secara khusus benda-benda tertentu dari debitur yang diikat sebagai jaminan utang. 5 Prinsip Hukum Jaminan tercantum dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5

Pemberian kredit pada umumnya dapat diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu yakni dengan melalui suatu perjanjian utang-piutang. Apabila perjanjian tersebut telah disepakati maka akan lahir kewajiban pada kreditur, yaitu untuk menyerahkan dana atau uang yang diperjanjikan kepada debitur dengan hak menerima kembali uang tersebut dari debitur sesuai pada waktu yang telah ditentukan dengan disertai bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Hak dan kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur. Menjamurnya bank konvensional dan bank syariah yang berlombalomba untuk memberikan kredit kepada masyarakat menjadikan bank harus berhati-hati dalam persaingan dengan mengurangi tingkat resiko kerugian di bank. Salah satunya PT. Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) Unit Tuparev, yang sejak dahulu Bank Rakyat Indonesia dikenal sebagai Banknya Wong Cilik, karena Bank Rakyat Indonesia merupakan Bank Nasional yang tertua di Indonesia. PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tupaev selalu menata diri dalam bisnis perbankan dalam era globalisasi jaman yang semakin modern. Kemajuan teknologi turut berperan dalam jasa pelayanan PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev. Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, PT. Bank Rakyat Indonesia ( BRI ) Unit Tuparev terlebih dahulu melakukan perjanjian kredit 6

dengan calon debitur dengan dijelaskan secara jelas klausul klausul hak dan kewajiban kreditur dan debitur serta bentuk agunan yang dijaminkan. Perjanjian kredit sangat penting diperhatikan untuk mengantisipasi kerugian yang timbul, dikarenakan perumusan klausula dalam perjanjian kredit mempengaruhi konsep perjanjian sebagai landasan perjanjian bank. Adapun hal tersebut juga didasarkan adanya syarat-syarat yang penting untuk sahnya suatu perjanjian, yang secara umum ketentuannya diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu terdapat 4 ( empat ) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian, adalah : a. Kecakapan mereka yang mengikatkan diri. b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. c. Suatu hal tertentu. d. Suatu sebab yang halal. Perjanjian antara PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev dengan debitur sebagai pihak yang berhutang, didasarkan pada komitmen serta itikad baik dari para pihak. Selama proses pemberian kredit tidak mengalami masalah yakni kedua belah pihak dalam pemberian kredit tersebut tidak melalaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka tidak akan muncul persoalan. Pada umumnya persoalan tersebut dapat timbul apabila debitur lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Jika hal tersebut terjadi maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, akan 7

menjadi jaminan bagi perikatannya. Sehingga dalam pemberian kredit itu sendiri dibuat pula suatu perjanjian tambahan yakni yang menentukan suatu jaminan dari debitur sebagai upaya antisipatif bagi kreditur apabila debitur lalai melaksanakan kewajibannya. Dalam suatu perjanjian utang-piutang memerlukan lebih dari sekedar janji untuk melaksanakan atau memenuhi kewajibannya. Untuk itu ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada telah menciptakan dan melahirkan serta mengundangkan dan memberlakukan jaminan dalam bentuk kebendaan dan apabila debitur lalai melaksanakan kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan maka kreditur berhak untuk menggunakan jaminan kebendaan tersebut, misalnya dengan menjual benda yang dijaminkan tersebut sebagai bentuk pelunasan utang dari debitur. Berdasarkan permasalahan tersebut bahwa debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya, dalam hal debitur dengan menjaminkan benda tetap, maka penulis tertarik untuk menulis mengenai Tanggung Jawab Hukum Nasabah pada Perjanjian Kredit Dengan Agunan Benda Tetap ( Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev, Kab. Cirebon ). B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan sertipikat benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev, Kabupaten Cirebon? 8

2. Bagaimana kedudukan sertipikat benda tetap sebagai agunan dalam perjanjian kredit tersebut? C. Maksud Dan Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev Kabupaten Cirebon. 2. Untuk mengetahui kedudukan benda tetap sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretik a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat terutama kepada debitur mengenai pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev, Kabupaten Cirebon. b. Untuk memberikan tambahan wacana pengembangan ilmu hukum terkait penyelesaian kredit apabila debitur wanprestasi. 2. Kegunaan Praktik Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev, Kabupaten Cirebon. 9

E. Kerangka Pemikiran Pada kurun waktu sampai tahun 1990-an konsep pembangunan cenderung mengalami perubahan yang mengaruh pada konsep empowerment (pemberdayaan) 6. Pembangunan nasional dengan tekanan pada empowerment ini mulai dilakukan pada Pelita VI (1994-1999) dan terus berlanjut hingga di masa krisis (1999-2000) yang bertujuan pada pembangunan ekonomi melalui penyelamatan dan pemulihan. Kegagalan konsep pembangunan sebelumnya melalui pendekatan grawth strategy telah melahirkan strategi pembangunan dari atas (top-down strategy) dengan terakumulasi kapital yang cukup besar pada sekelompok kecil pelaku-pelaku ekonomi, dan mengakibatkan kesenjangan yang cukup tajam tidak terkecuali dalam dunia industri ternyata melahirkan pula ketimpangan antara pelaku industri yang ditopang dengan modal besar dan pelaku industri kecil yang memiliki sumber daya terbatas. Akibat dari kondisi tersebut, maka di antar kedua pelaku bisnis terjadinya ketimpangan yang sangat tajam dalam penggunaan teknologi sehingga terkadang berimplikasi pada banyak hal. Hukum pada akhirnya harus menjadi garda paling depan dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian nasional termasuk dunia perbankan, artinya ada kaitan yang erat antara hukum dan ekonomi selakipun relevansi antara hukum dan ekonomi sampai saat ini masih menjadi suatu pertentangan, ada 6 Gerakan ini tetap mengamanatkan kepada perlunya power, dan menekankan keberpihakan kepada the powerlass. Gerakan ini pada dasarnya ingin agar dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar dari proses aktualisasi eksistensi itu. Secara struktural manusia memang perlu dimungkinkan untuk mengaktualisasikan eksistensinya. Lihat Onny S. Prijono dan A. M. W. Pranarka, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan Dan Implementasi, (Jakarta : Penerbit CSIS, 1996), hlm. 54. 10

sebagian pendapat yang menyebutkan antara hukum dan ekonomi tidak mungkin berjalan paralel 7, sebab masing-masing merupakan dua kutub yang bertolak belakang. Ekonomi dinilai memiliki karakteristik pada gerak perkembangan yang cepat dan fleksibel, dan hukum justru dianggapnya berjalan lambat dan kaku. Berdasarkan pada asumsi yang demikian maka timbul persepsi bahwa hukum dan ekonomi tidak mungkin berjalan seiring, dengan hukum selalu tertinggal, atau ditingglkan di belakang 8, munculah tuntutan yang menghendaki agar hukum dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan ekonomi. Pembangunan yang dilaksanakan menurut adanya perubahan dalam bidang hukum dan hal ini jelas akan berpengaruh pula bagi bidang-bidang kehidupan lain dan begitu pula sebaliknya. Hukum yang semula berfungsi bagi masyarakat dalam kaitannya dengan sebagai alat untuk memelihara ketertiban 9, dalam kondisi masyarakat yang sedang membangun, masyarakat yang sedang berubah cepat terhadap hukum tidaklah cukup hanya memiliki fungsi yang demikian saja, sehingga hukum harus pula dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu proses perubahan dalam masyarakat atau law as a tool of social engineering 10 yang menyangkut perubahan sikap dan/atau pola perilaku warga masyarakat dalam memberikan maknanya terhadap hukum, konsep tersebut diilhami pemikiran Roscoe Pound. Penerapan fungsi hukum yang menekankan pada faktor sarana untuk mengadakan perubahan- 7 Ismail Saleh, Hukum Dan Ekonomi, (Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm.ix. 8 Ibid, hlm.ix. 9 Mengingat fungsinya di atas sifat hukum pada dasarnya adalah konvervatif Artinya hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Lihat, Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, (Bandung : penerbit Binacipta, 1996), hlm. 11. 10 Ibid, hlm. 11-12. 11

perubahan dalam masyarakat harus di terapkan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat 11. Hukum pada akhirnya merambah semua sektor termasuk dalam bidang perekonomian, khususnya ranah perbankan bagaimana kemudian hukum berperan menjaga keseimbangan ketertiban di antara para pihak termasuk bagaimana kemudian hukum mengambil peran dalam tataran perjanjian kredit yang dilakukan dalam konteks pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah guna memajukan perkembangan usahanya di era persaingan global yang semakin tajam. Bank memiliki peran yang cukup signifikan dalam pembangunan perekonomian, sehingga aspek Hukum Perbankan dapat menjalankan fungsinya guna membangun perekonomian masyarakat. Dalam terminologinya kata bank berasal dari bahasa italia banca atau uang 12. Biasanya bank menghasilkan laba dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman. Perbankan adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya 13. Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga 11 Kesulitan dalam menggunakan hukum sebagai suatu alat untuk mengadakan perubahanperubahan kemasyarakatan adalah kita harus sangat berhati-hati agar supaya oleh karenanya justru tidak ditimbulkan kerugian pada masyarakat. Tindakan demikian tidak semata-mata merupakan tindakan yudikatif atau peradilan (yudikatif) yang secara formal yuridis harus tepat karena eratnya hukum dengan segi-segi sosiologis, anthropologi dan kebudayaan daripada persoalan. Baca Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hlm.12. 12 Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi & Bisnis, ( Jakarta; Mitra Wacana Media, 2010), hlm. 42. 13 Jamal Wiwoho, Hukum Perbankan Indonesia, ( Solo; Sebelas Maret University Press, 2011), hlm. 27. 12

keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mengenai pengertian Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sedangkan tujuan perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat kita ketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengemukakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati hatian. Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan penjelasan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945. Pengaturan mengenai perbankan Indonesia, dapat dilihat dalam : 1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13

2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. 3) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 4) Undang Undang Nomor10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 5) Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Dalam aktivitas masyarakat sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga yang menerima simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito. Bank juga dikenal sebagai lembaga yang memberikan kredit, dengan berbagai bentuknya. Sebagaimana ketentuan Pasal 6 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum sebagai berikut : 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertipikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Memberikan kredit. 3) Menerbitkan surat pengakuan hutang. 4) Membeli, menjual, atau meminjam atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : a. Surat surat wesel. b. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya. c. Kertas Perbendaharaan Negara dan Surat Jaminan Pemerintah. d. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun e. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah. 14

6) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana pada bank lain, baik dengan menggunakan sarana surat, sarana telekomunikasi maupun wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya. 7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga. 8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang surat berharga. 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. 10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. 11) Melakukan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat. 12) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 13) Melakukan kegiatan lain yang lazim yang dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang undang yang berlaku. Kredit menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang berkewajiban pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Memperhatikan pengertian kredit diatas terlihat bahwa kredit merupakan pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah, dengan kata lain dana bank diberikan kepada nasabah sebagai peminjam dan dengan demikian berarti dana tersebut harus dikembalikan kepada bank sesuai waktu yang diperjanjikan dan disepakati. Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, yang tentu saja harus sesuai dengan persyaratan mengenai sah atau tidaknya suatu kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Regulasi yang mengatur masalah kredit perbankan diatur dalam : 1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 2) Kitab Undang Undang Hukum Dagang. 15

3) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 4) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam pemberian kredit, bank perlu memperhatikan beberapa prinsip yang dapat memberikan informasi mengenai itikad baik dan kemampuan membayar nasabah untuk melunasinya kembali pinjaman beserta bunganya 14, karena kredit mengandung unsur kepercayaan, walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan 15. Prinsip prinsip kredit ini yang kemudian dikenal dengan kosep 5C, yaitu penilaian terhadap : 1) Character. Penilaian terhadap watak atau kepribadian calon debitur, hal ini untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur. Perlu diperhatikan dan diteliti tentang kebiasaan-kebiasaan, sifat-sifat pribadi, cara hidup ( tyle of living ), keadaan keluarganya ( anak dan istri), hoby dan sebagainya, sebagai ukuran willingness to pay atau kemampuan membayar 16. 2) Capacity. Penelitian tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang orang yang tepat. 14 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, ( Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm.53. 15 Munir Fuady, Hukum Perkreditan dan Kontemporer, ( Bandung; Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.5. 16 M. Sinungan, Manajemen Dana Bank, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992 ),hlm.197. 16

3) Capital. Penilaian terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur. 4) Collateral. Penilaian terhadap agunan calon debitur yaitu agunan yang berkualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. 5) Condition of economy. Bank harus mampu menilai kondisi pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Baik masa lalu mupun masa yang akan datang sehingga pemasaran hasil proyek yang akan dibiayai dapat diprediksi. 5 C tersebut diatas bertujuan untuk meminimalisir kerugian pihak bank disebabkan kredit bermasalah atau macet. Kredit tentunya mengandung resiko sehubungan dengan pengembalian pinjaman dari debitur. Baik debitur meminjam uang dengan menggunakan jaminan ataupun tanpa jaminan. Jaminan sangat diperlukan dalam pemberian kredit hal ini untuk mengantisipasi kerugian pihak kreditur diakiatkan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Kredit bermasalah atau nonperfoming loan merupakan resiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank 17. Resiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya. Kredit 17 Jamal Wiwoho, Hukum Perbankan Indonesia, ( Solo ; Sebelas Maret University Press, 2011), hlm.100. 17

dikatakan bermasalah apabila klausula kredit tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet. Gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh 18 : 1) Menurunnya pendapatan bersih. 2) Menurunnya pendapatan secara tajam. 3) Menurunnya perputaran persediaan. 4) Meningkatnya penjualan secara tajam. 5) Menurunnya perputaran piutang. 6) Menurunnya modal lancar. 7) Nasabah mulai ingkar janji. 8) Nasabah membuat laporan fiktif. 9) Nasabah tidak terbuka. 10) Nasabah menolak wawancara. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah pada bank dapat ditempuh dua cara atau dua strategi, yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit 19. Antara penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit mempunyai proses yang berbeda. Penyelamatan adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dengan nasabah peminjam sebagai debitur, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum 20. 18 Munir Fuady,Op.Cit, hlm. 112 19 Ibid, hlm. 104 20 Loc.Cit. 18

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder 21. Pendekatan normatif yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada norma yang berlaku, bagaimanakah pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev. Pendekatan yuridis yaitu pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan hubungan-hubungan hukum dari masalah tersebut. Metode pendekatan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap peraturan-peraturan yang mengatur perkreditan sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, kemudian mengkaji penerapan penerapan hukum dan mengkaji pendapat para ahli terkait yang ditinjau dari aspek praktis dan aspek akademis keilmuan hukumnya Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana yang bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ini lebih ditekankan pada memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari 21 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990 ), hlm.24 19

obyek yang diteliti 22. Istilah analitis mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan data-data yang diperoleh baik dari segi teori maupun dari segi praktek. Penelitian terhadap teori dan praktek adalah untuk memperoleh gambaran tentang faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Penelitian mendeskripsikan tentang pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev. 2. Objek Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan fokus objek penelitian tentang pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian kredit dengan agunan benda tetap Indonesia Unit Tuparev dengan didasarkan pada di PT. Bank Rakyat aturan hukum yang mengatur tentang perkreditan sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun Tahun 1998. 3. Teknik Pengumpulan Data 1) Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah suatu usaha untuk memperoleh data melalui teori-teori ilmiah yang dilakukan dengan buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan 23. Penulis mengumpulkan data dari Perundang-undangan dan buku-buku, jurnal, internet. 22 Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang sosial, ( Yogyakarta : Gajah Mada University Press,) hlm. 31. 23 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta ; PT. Grafindo Persada, 2003), hlm.29 20

2) Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lesan guna mencapai tujuan tertentu 24. Peneliti mengadakan wawancara langsung, tatap muka dengan pihak PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev. 4. Jenis Dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan bahan pustaka, yang merupakan data sekunder, yang berhubungan dengan judul dan pokok permasalahannya. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian yang ada di lapangan. 1. Data Sekunder, dibedakan dalam : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari : 1. Undang-Undang Dasar Negara RI 1945. 2. Peraturan Perundang-undangan, yang berkaitan dengan perbankan : a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 24 Burhan Ashshhofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 95. 21

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukun primer, yaitu : 1. Buku-buku hasil karya para sarjana. 2. Hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 3. Makalah/bahan penataran maupun artikel-artikel yang berkaitan dengan materi penelitian. 4. Bahan hukum tersier, yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, yang berkaitan dengan permasalahan yang di kaji. 5. Metode Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data, pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan. Untuk menganalisis data yang bersifat kualitatif ini maka peneliti mempergunakan analisa kualitatif, yaitu data diperoleh, dipilih, dan disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan deskriptif tentang pertanggungjawaban hukum nasabah pada perjanjian 22

kredit dengan agunan benda tetap di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Tuparev. G. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit. Tuparev Kab. Cirebon, dengan alasan yang paling mendasar yaitu karena PT. Bank Rakyat Indonesia Unit.Tuparev Kabupaten Cirebon merupakan bank unit dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi, dan dengan debitur yang jumlahnya cukup banyak tetapi PT. Bank Rakyat Indonesia Unit. Tuparev Kabupaten Cirebon tetap termasuk bank yang sehat dari awal berdiri sampai dengan saat ini. H. Sistematika Pertanggungjawaban Penulisan Dalam upaya membentuk Skripsi yang dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai dengan yang hendak dituju, Penulis akan membuat sistematika sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN, dalam bab ini Penulis akan mengemukakan latar belakang masalah, identifikasi masalah maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGERTIAN PERBANKAN DALAM SUDUT PANDANG HUKUM, dalam bab ini menguraikan secara teoretis menyangkut masalah perjanjian kredit yang diuraikan dalam sub bab tentang Definisi Perbankan, Tujuan dan Produk Perbankan, Aplikasi Sanksi Dalam Perbankan, Pengertian Kredit Dan Aspek-Aspeknya. 23

BAB III DESKRIPSI BRI UNIT TUPAREV DALAM DINAMIKA PERBANKAN, pada bab ini menguraikan tentang Gambaran Umum BRI Unit Tuparev, Peran dan Fungsi BRI Unit Tuparev bagi Masyarakat, Struktur Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk. Unit Tuparev. BAB IV KONSEKUENSI YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN BENDA TETAP PADA PT. BRI UNIT TUPAREV, KAB. CIREBON, dalam pada bab ini menguraikan tentang Aspek-Aspek Perdata Pada Perjanjian Kredit Dengan Agunan Benda Tetap Terhadap Perlindungan Hukum Nasabah dan Kedudukan Benda Tetap Sebagai Agunan Pada Perjanjian Kredit Perbankan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN, pada bab ini menjelaskan tentang Simpulan sebagai bentuk dari hasil uraian dalam bab-bab sebelumnya, selanjutnya direkomendasikan hal-hal yang berkenaan dengan penelitian yang telah dituangkan dalam bentuk Skripsi. 24