TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

KONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

KEBUTUHAN BENIH DAN PERMASALAHANNYA DI IUPHHHK

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

LRC. Oleh : Herman Rakha / Peneliti LRC

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1)

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

Apa itu Agroforestri?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

KARANGANYAR, Hutan Sehat, Desa Sehat Oleh : Endang Dwi Hastuti*

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. Hasil Hutan Non Kayu Hasil hutan dibagi menjadi dua bagian yaitu hasil hutan kayu dan hasil

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Hutan Gaharu (Aquilaria malaccensis) Gaharu adalah kayu wangi yang sudah diresapi resin yang dijumpai pada pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan untuk pengasapan, dan untuk obat. Di Indonesia, persediaan pohon ini diperkirakan mencapai 1,87 pohon per ha di Sumatera, 3,37 pohon per hektar di Kalimantan, dan 4,33 pohon per ha di Papua. Keberadaan pohon itu sendiri tidak menjamin keberadaan resin. Para ilmuwan memperkirakan hanya 10% dari pohon Aquilaria di dalam hutan yang mengandung gaharu. Indonesia adalah eksportir utama produk gaharu di dunia. Dengan permintaan pasar yang tinggi, banyak kolektor yang tidak trampil tertarik untuk mengeksploitasi gaharu dan, akibatnya, sebagian besar populasi gaharu rusak terlepas bahwa kayu ini tercantum dalam CITES Appendix II. Baru-baru ini, harga untuk gaharu dengan mutu terbaik dinyatakan sebesar kurang-lebih 400/kg dan sebagian besar bahan ini diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal keluar dari Indonesia (WWF Indonesia, 2008 ) Pohon Gaharu atau Aquilaria sp mempunyai nilai ekonomi tinggi terus diburu oleh masyarakat sekitar hutan. Tanaman yang banyak tumbuh di hutan Kalimantan Barat ini akan punah bila tidak dilestarikan. Untuk memenuhi permintaan ekspor, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi gaharu secara lestari. Hal ini dapat dicapai melalui upaya konservasi, pembangunan hutan industri gaharu yang didukung dengan tersedianya bibit unggul, serta teknologi bioproses gaharu yang efektif. Selain untuk mempertahankan kelestarian gaharu, konservasi plasma nuftah gaharu baik secara in situ maupun ex situ juga akan

memberikan peluang dihasilkannya bibit unggul. Penemuan bibit unggul yang memiliki sifat potensial dalam menghasilkan gaharu dapat dilakukan melalui metode seleksi, baik seleksi in planta (pada pohon) maupun in vitro (di laboratorium) (WWF Indonesia, 2008). Bila menyebut gaharu, banyak yang membayangkan harganya yang begitu mahal sehingga ada yang mengatakan lebih bernilai dari emas. Harganya jutaan rupiah perkilogram untuk kepingan gaharu yang bermutu tinggi. Namun, semua hasil ini diambil dari hutan dan kini realitinya, pohon Gaharu hampir punah. Tanpa kesadaran untuk penanaman kembali, negara kita mungkin tidak lagi dapat mengeksport hasil gaharu yang bermutu tinggi permintaannya ke negara-negara Timur Tengah dan juga negara lain seperti Taiwan, Jepang dan sebagainya. Mungkin, kekurangan sumber informasi yang tepat dan juga modal awal yang tinggi untuk diusahakan secara komersil menjadi faktor Gaharu kurang diminati banyak di antara manusia yang tidak sadar, usaha penanaman pohon Gaharu sudah banyak dilakukan oleh beberapa daerah, juga penyelidikan dalam penghasilan gaharu melalui kaedah suntikan dan inokulasi juga giat dijalankan.namun, kurangnya informasi menjadikan Pohon Gaharu kurang memberi dampak dalam pelaksanaannya. Kembali kepada usaha penanaman Gaharu (A. malaccensis) secara budidaya, beberapa faktor harus dipertimbangkan seperti pemilihan anak benih, jarak tanaman, cara penanaman, cara penyuntikan dan pemasaran. Gaharu harus dinilai untuk meminimakan risiko yang ada dan mendapat hasil yang maksimal setelah 7 tahun penanaman. Oleh itu, sangat penting memperoleh sebanyak mungkin informasi untuk merealisasikan penanaman Gaharu secara pembudidayaan. (Jasben Plantation, 2006).

Gaharu hingga saat ini masih merupakan hasil hutan alami. Pengumpulannya dilakukan dengan menebang lagsung pohon-pohon gaharu yang diduga telah berisi damar gaharu. Gejala yang ditunjukkan antara lain rontoknya daun, kulit luar batang yang mudah putus serta matinya pohon. Terkadang pohon yang terlanjur ditebang ternyata belum menghasilkan gaharu. Pemungutan gaharu dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan, yang merupakan mata pencaharian tetap atau sampingan mereka. Kayu gaharu yang mengandung inti gaharu akan berwarna coklat kekuning-kuningan hingga coklat kehitam-hitaman, sedangkan yang sangat sehat berwarna putih (Tarigan, 2004) Di Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara pada saat ini mulai dikembangkan budidaya tanaman Gaharu di lahan masyarakat. Tanaman Gaharu tidak banyak dikembangkan di daerah lain maka inilah yang menjadikan Gaharu sebagai Tanaman Spesifik Lokal Kabupaten Langkat dan diduga memiliki potensi yang cukup baik untuk terus dikembangkan selain adanya meranti yang juga merupakan tanaman Spesifik Lokal daerah ini.keberhasilan dari budidaya gaharu dapat menjadikan angin segar bagi masyarakat untuk menambah penghasilan masyarakat karena selama ini gaharu hanya didapatkan secara bebas di hutan-hutan belantara dan juga menjadikan inspirasi masyarakat luas untuk mengembangkan tanaman ini. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan kemasyarakatan adalah suatu bentuk Perhutanan Sosial yang dilaksanakan di dalam kawasan Hutan, terutama kawasan hutan yang mendapat tekanan berat dan diutamakan untuk dilaksanakan pada kawasana Hutan disekitar desa-desa tertinggal. Hutan kemasyarakatan merupakan suatu bentuk pengelolaan

hutan dengan mengikutsertakan masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan kegiatan Hutan Kemasyarakatan, masyarakat memerlukan pendukung mulai dari pengadaan dan peredaran input, produksi sampai dengan pemasarannya. Untuk itu perlu dibentuk pola dan hubungan kemitraan usaha yang dapat menjamin peningkatan pendapatan masyarakat. Mitra usaha masyarakat dalam usaha pelaksanaan Hutan Kemsyarakatan dapat terdiri dari unsur-unsur Pemerintah Pusat/daerah; Perguruan Tinggi; Lembaga Swadaya masyarakat (LSM); BUMN; swasta, baik swasta kehutanan (HPH, HPHTI) maupun non-kehutanan. Jenis-jenis pohon yang ditanam adalah yang serba guna yang sesuai dan cocok dengan kondisi tanah dan lingkungannya. Misalnya pohon buah-buahan (mede, lak, pinus, tengkawang, pinus, dll); rotan; gaharu dan sebagainya (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Jawa sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan yang nyata telah banyak mendapatkan pujian atas keberhasilannya. Program yang telah dijalankan oleh Perhutani ini telah dikembangkan dari hasil uji coba yang cukup lama, sejak tahun 9173 dengan INMAS Tumpang sari, Pendekatan Kesejahteraan (Prosperity approach) tahun 1974. tahun 1982 muncul istilah Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang meliputi kegiatan didalam dan diluar kawasan hutan (Arief, 2001). Untuk meningkatkan kualitas di kawasan hutan, maka dikembangkan kembali tahun 1986 dengan naman Perhutanan Sosial (PS). Program ini dikenal dengan kegiatan agroforestry, agrosilvikultur, silvopastural,dan silfofishery yang

dianggap cukup berhasil selama 10 tahun pada kawasan hutan darat dan mangrove. Pada tahun 1996 telah uji coba Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) (Arief, 2001). Tujuan jangka panjang program Perhutanan Sosial (PS) adalah memperbaiki lahan kritis, partisifasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan hutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, menyediakan kebutuhan masyarakat lokal, dan konservasi sumber daya lama. Sedangkan tujuan jangka pendek Perhutanan Sosial adalah pembentukan kelompok Tani Hutan (KTH), peningkatan keberhasilan tanaman (kehutanan dan Pertanian) dan peningkatan pendapatan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) (Nurrochmad, 2005). Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dan Kegiatan Bina Desa Hutan (BDH) yang dikenakan pada setiap pengusahaan hutan tujuan utamanya adalah mensejaterakan masyarakat lokal dimana masyarakat diberdayakan sesuai dengan fungsi pokok hutannya (Sardjono, 2004). Pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakana semakin menigkat. Jika semula hutan masih digunakan sebagai sumber bahan makan/buah-buahan, berburu binatang, sumber bahan bakar dan lain-lain maka dengan berkembangnya kebudayaan dan ekonomi, hutan dimanfaatkan lebih intensif sebagai masukan/bahan mentah (Reksohadiprodjo dkk, 1998). Hutan Rakyat Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa serta rekreasi alam.bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain: hutan rakyat sengon, hutan rakyat

jati, hutan rakyat campuran, khepong adat, khepong campuran, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi (disebut Parak), dan hutan adat campuran (Awang dkk, 2001). Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk didominasi tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Pohon ini ditanam biasanya sebagai batas luar/pagar pemilikan lahan yang membatasi satu pemilik dengan pemilik lainnya, sehingga lebih lazim disebut pagar hidup. Selain itu juga ditanam bersama tanaman palawija yang dikenal dengan nama tumpangsari. Jenis pohon yang dikembangkan pada hutan rakyat adalah sengon (Paraserianthes falcataria) kayu putih (Melaleuca leucadendron), Arenga pinata (Aren) Acacia sp (akasia), Aleurites moluccana (Kemiri), Anthocepallus cadamba (jabon), Swietenia macrophylla (Mahoni), Bambusa (bambu), Gmelina arborea (Jati Putih), Cassia siamena (Johar), Ceiba petandra (Kapuk randu), Peronema canescens (Sungkai) dan lain-lain (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Hutan rakyat dikelola oleh masing-masing pemilik dengan basis Sistem Hutan Rakyat (SHR). Selama ini hutan rakyat hanya dilihat sebagai kumpulan pohon-pohon yang tumbuh dan berkembang diatas lahan milik rakyat, sehingga banyak dijumpai dalam kalkulasi ekonomi hutan rakyat yang muncul ke permukaan adalah soal yang berkaitan dengan hasil kayu saja (Awang dkk, 2001). Pada umumnya petani (pemilik lahan) tidak hanya mengusahakan satu jenis komoditi saja tetapi pada saat yang sama dan dalam sebidang hamparan lahan milik, yang bersangkutan menanam lebih dari satu komoditi. Komposisi jenis yang diusahakan bisa bervariasi dan merupakan kombinasi antara tanaman tahunan (kayu-kayuan, perkebunan dan buah-buahan) (Awang dkk, 2001).

Pengelolaan Hutan Pengelolaan hutan (forest management) adalah praktek penerapan prinsipprinsip dalam bidang ekologi, fisika, kimia, analisis kwantitatif, manajemen, ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam rangkaian kegiatan membangun atau meregenerasikan, membina, memanfaatkan dan mengkonservasikan hutan untuk mendapatkan tujuan atau tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dengan tetap mempertahankan produktivitas dan kwalitas hutan. Pengelolaan hutan mencakup pengelolaan terhadap keindahan (aesthetics), ikan dan fauna air lain pada sungai-sungai di dalam hutan, rekeasi, nilai-nilai atau fungsi hutan untuk wilayah perkotaan, air, kehidupan liar, kayu dan hasil hutan bukan kayu lainnya, serta berbagai nilai lain yang termasuk dalam kelompok sumber daya hutan (Suhendang, 2002) Helms (1998) dalam Suhendang (2002) menyatakan bahwa perencanaan kehutanan (forestry planning) merupakan rangkaian kegiatan yang lengkap, mencakup tahapan-tahapan: pemantauan (monitoring), penilaian (assesmenmt), pengambilan keputusan (decision makingi) dan penerapan (implementation) yang dilakukan dalam rangka pengelolaan hutan. Sesuai dengan pasal 23 bahwa 23 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariaannya. Eshingga telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan penggunaan Kawasan Hutan (Departemen Kehutanan, 2004).

Pada dasarnya pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, Badan Usaha Milik Swasta Indonesia, Perorangan, Lembaga Pendidikan, Lembaga Penelitian dan Masyarakat Hukum Adat dengan mempedomani ketentuan dan per-undang-undangan yang berlaku (Departemen Kehutanan, 2004). Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mewujudkan tuntutan pengelolaan hutan secara adil dan berkelanjutan senantiasa menghadapi tantangan dan kendala yang terkait dengan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan. Kejelasan hak dan kewajiban yang ada pada masyarakat akan menumbuhkan suasana yang aspiratif dan partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagaia basis pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat secara sadar akan berperan dan berfungsi dalam pengelolaan hutan yang lestari sehingga menjamin berkembangnya kapasitas dan pemberdayaan masyarakat serta distribusi manfaat hutan (Affandi, 2005).