BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah perekonomian agar tumbuh dan berkembang, dan juga sebagai gambaran ekonomi suatu negara. Jika lembaga tersebut mampu menjalankan fungsinya dengan baik sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani antara pihak surplus dan defisit, maka kondisi perekonomian akan berjalan dengan baik dalam arti akan meningkatkan taraf hidup sehingga dapat mempersempit atau menghilangkan kesenjangan antara pihak yang surplus dan defisit baik perorangan maupun kelompok. Indonesia menerapkan kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional bersinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional, dimana keduanya memiliki fungsi yang sama. Hanya saja yang membedakan keduanya terletak pada sistem yang digunakan. Jika Perbankan konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan perbankan syariah menggunakan prinsip-prinsip islami. Pada tabel 1.1 halaman berikutnya di jelaskan pertumbuhan bank syariah pada saat ini menunjukan perkembangan yang pesat. Menurut Data Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Tahun 2010, jumlah bank umum syariah yang sebelumnya sebanyak enam, bertambah lima menjadi sebelas. Dimana tiga bank umum syariah merupakan konversi dari bank konvensional, dan dua bank umum syariah merupakan bank baru hasil spin off unit usaha syariah dari bank umum konvensional. Dengan adanya pemisahan dua Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah baru 1
maka jumlah Unit Usaha Syariah berkurang menjadi 23 Unit Usaha Syariah pada akhir tahun 2010. 1 Tabel 1.1 Perkembangan Lembaga Bank Syariah Kelompok Bank 2008 2009 2010 Bank Umum Syariah 5 6 11 Unit Usaha Syariah 27 25 23 Jumlah Kantor Bank Umum Syariah dan UUS 953 998 1477 Jumlah Layanan Syariah 1470 1929 1277 BPRS 131 138 150 Sumber: Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2010, Bank Indonesia Meningkatnya jumlah bank syariah di Indonesia tentu semakin memacu persaingan. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus merujuk pada pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara kesehatannya dengan menjaga kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas dan lain-lain yang berkenaan dengan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehatihatian dalam upaya menjaga tingkat kesehatan bank salah satunya ditekankan pada tingkat likuiditas suatu bank. Manajemen likuiditas berperan penting dalam kegiatan perbankan. Pemenuhan kebutuhan likuiditas berperan penting dalam kegiatan perbankan.pemenuhan kebutuhan likuiditas ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM) pada Bank Indonesia dan pengelolaan kas untuk memenuhi operasional bank. 1 Lihat: Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2010, (Jakarta: BI, 2010), hal. 2. 2
Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah Tahun Aset (Milyar) DPK (Milyar) Pembiayaan (Milyar) FDR (%) NPF (%) 2008 49.555 36.852 38.195 103.64 3.95 2009 66.090 52271 46.886 89.70 4.01 2010 97.519 76.036 68.181 89.67 3.02 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, diolah. Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Aset,Dana Pihak Ketiga,Pembiayaan 120000 100000 80000 60000 40000 Aset (Milyar) DPK (Milyar) Pembiayaan (Milyar) 20000 0 2008 2009 2010 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, diolah. 3
Gambar 1.2 Grafik Perkembangan Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing. 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% FDR NPF 20.00% 0.00% 2008 2009 2010 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, diolah. Pada tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikator utama perbankan syariah. Perkembangan aset menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar hampir 200 persen dalam tiga tahun terakhir. Penghimpunan dana serta pembiayaan mencapai peningkatan sekitar 180 persen dari tahun 2008 hingga 2010. Perkembangan aset, DPK, serta pembiayaan ini terbilang relatif cepat. Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan terhadap total dana pihak ketiga yang dinyatakan dengan nilai FDR (Financing to Deposit Ratio), maka bank syariah memiliki rata-rata rasio FDR sebesar 95%. Ini berarti bahwa bank syariah benarbenar melakukan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Kemudian jika dilihat dari besarnya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF), nilainya masih dibawah batas aman bank syariah. Secara umum perbankan syariah relatif sehat. 4
Salah satu keberhasilan bank dalam penghimpunan dan penyaluran dana yaitu melalui pembiayaan, baik pembiayaan modal, investasi, maupun konsumsi. Produk pembiayaan dana yang ditawarkan bank syariah adalah pembiayaan berakad jual-beli (murabahah, istishna), bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), serta sewa (ijarah) dan sukarela (Qardh). Gambar 1.3 Grafik Penyaluran Pembiayaan 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 Mudharabah Musyarakah Murabahah Istishna Qardh Ijarah 5,000-2008 2009 2010 Sumber: Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2010, Bank Indonesia Menurut gambar 1.3, penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2010 meningkat cukup tinggi dibanding tahun 2009, yaitu mencapai 44,91%. Dilihat dari jenis akadnya, penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominsai oleh piutang murabahah yakni sebesar 55,01%, diikuti oleh pembiayaan musyarakah dan mudharabah masing-masing sebesar 21,45% dan 12,66%. Dalam jumlah yang kecil, penyaluran pembiayaan syariah dialokasikan pada pembiayaan berbasis akad qardh, ijarah, dan istishna masing-masing sebesar 6,94%, 3,43%, dan 5
051%. Walalupun porsi penyaluran pembiayaan berbasis bagi hasil masih kecil dibandingkan penyaluran pembiayaan berbasis jual beli, tren perkembangannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. 2 Total pembiayaan dengan prinsip bagi hasil tidak pernah lebih dari setengah total pembiayaan dengan prinsip jual-beli. Hal tersebut merupakan fenomena menarik karena diharapkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih mendominasi. Banyaknya bank syariah begitu atraktif menawarkan produk pembiayaan lewat pola jual-beli. Padahal seharusnya sistem operasional pembiayaan perbankan syariah menggunakan sistem bagi-hasil dan bagi risiko yang sebenarnya merupakan ciri khas bank syariah dan membedakannya dengan sistem fixed-rate return bank konvensional. Sebagai lembaga keuangan yang bergerak dalam sistem syariah, sudah seharusnya bank syariah meningkatkan pembiayaan bagi hasil. Dengan meningkatnya porsi pembiayaan bagi hasil, tentu saja dapat mendorong pertumbuhan sektor riil yang merupakan roda perekonomian, karena menutup kemungkinan disalurkannya dana untuk kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif. Produk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seolah tidak mampu menjadi pendamping operasional perbankan syariah. Sehingga produk pembiayaan dengan pola jual-beli menjadi pengganti dari produk inti dalam operasi bank syariah. Sementara itu penyaluran pembiayaan juga dipengaruhi oleh perubahan ekonomi secara keseluruhan. Dari sisi ekonomi, suku bunga bisa menimbulkan dampak inflasi. Ketidakadilan bunga dapat ditunjukkan pada sistemnya yang bersifat cost concept. Hal ini disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi pula harga yang akan ditetapkan atas suatu barang, karena dunia industri yang melakukan investasinya dengan meminjam dari dunia perbankan yang berarti pula akan menambah biaya produksinya. Peminjam khususnya sektor produksi menjadikan bunga sebagai bentuk biaya, sehingga dapat 2 Lihat: Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2010, (Jakarta: BI, 2010), h. 7-9. 6
mengurangi keuntungan. Agar berada dalam laba yang stabil (tidak mengalami kerugian), maka perusahaan mengalihkan biaya bunga kepada konsumen dalam bentuk harga barang produksi yang lebih tinggi (inflasi). Ketidakadilan cost consept adalah masyarakat luaslah yang akhirnya harus menanggung beban biaya bunga. Dari konsep dan teori di atas maka Bank Indonesia memerlukan instrumen moneter yang tepat dalam mengendalikan sektor moneter, agar dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam dual banking system. Maka, diciptakanlah piranti pengendali moneter yang sesuai dengan prinsip Syariah yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dapat dijadikan sarana penitipan jangka pendek atas kelebihan dana yang dimiliki oleh bank syariah sebagai penyeimbang instrumen SBI yang dimiliki oleh perbankan konvensional. Namun, seiring dengan perkembangannya banyak dilakukan penyempurnaan SWBI berubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dimana terdapat beberapa penyempurnaan dalam fiturnya. Tetapi, penyempurnaan yang paling menonjol adalah perubahan tingkat imbal hasil yang dimilikinya. Jika sebelumnya SWBI selalu menawarkan imbal hasil yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), maka dalam SBIS imbal hasil yang ditawarkan setara dengan SBI 1 bulan. Tetapi, disertai penambahan persyaratan Financing Deposit Ratio (FDR) diatas 80% sesuai perhitungan Bank Indonesia agar dapat mengikuti lelang terhadap surat berharga tersebut. Penambahan peraturan tersebut untuk menanggulangi efek buruk dari inflasi dan menanggulangi kecenderungan perbankan yang selama ini diwakili oleh perbankan konvensional dan SBI-nya. Dimana perbankan tersebut hanya hanya memiliki FDR kurang lebih 50% dari Dana Pihak Ketiganya (DPK), sedangkan sisanya ditempatkan pada instrumen moneter dan pasar uang, terutama disaat situasi ekonomi tidak kondusif. Padahal, inilah penyebab dari berkurangnya fungsi intermediasi bank dalam kapabilitasnya meningkatkan perekonomian masyarakat dengan dana yang disalurkannya. 7
Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, penulis merasa tertarik untuk mengambil topik mengenai keterkaitan Dana Pihak Ketiga (DPK), penyaluran pembiayaan mudharabah dan penempatan dana pada SBIS, dan penulis mencoba menuangkan permasalahan ini dengan judul Pengaruh Dana Pihak Ketiga Dan Tingkat Imbal Hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah Terhadap Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2006-2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan kepada hal-hal tersebut di atas, maka penulis mengidentifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Modal Dana Pihak Ketiga terhadap Pembiayaan Mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2006 - Desember 2011? 2. Bagaimana pengaruh tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap Pembiayaan Mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2006 - Desember 2011? 3. Bagaimana pengaruh Modal Dana Pihak Ketiga dan tingkat imbal hasil SBIS secara bersama-sama terhadap Pembiayaan Mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia periode Januari 2006 - Desember 2011? 1.3 Batasan Masalah Untuk mempermudah proses analisis, maka dalam penelitian ini akan diberikan beberapa batasan masalah yaitu: 1. Pada penelitian ini akan difokuskan pada variabel modal Dana Pihak Ketiga dan tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah, yang diduga mempengaruhi penyaluran pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah (BUS) di Indonesia. 2. Periode analisis penelitian ini dibatasi pada jangka waktu bulanan dari bulan Januari 2006 hingga Desember 2011. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 8
1.4.1 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh sejumlah informasi agar dapat mengetahui, mempelajari, menganalisa, dan meyimpulkan tentang pengaruh modal Dana Pihak Ketiga dan tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap penyaluran pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi terwujudnya porsi yang seharusnya untuk pembiayaan mudharabah. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh modal Dana Pihak Ketiga terhadap jumlah Pembiayaan Mudharabah yang disalurkan pada tahun 2006-2011. 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap jumlah Pembiayaan Mudharabah yang disalurkan pada tahun 2006-2011. 3. Untuk menguji pengaruh Modal Dana Pihak Ketiga dan tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap Pembiayaan Mudharabah yang disalurkan pada tahun 2006-2010. 1.4.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan di antaranya: 1. Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang perbankan syariah khususnya mengenai pembiayaan serta dapat mengetahui aplikasi yang sebenarnya dari pelaksanaan manajemen keuangan bank dalam hal ini manajemen perbankan syariah. 2. Objek Penelitian Diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi pihak manajemen dan perbaikan bagi pengelolaan aktiva produktif perbankan syariah. 3. Pihak lain 9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya untuk lebih mengkaji permasalahan yang terjadi di perbankan syariah, khususnya pengembangan materi pembelajaran pada program studi D4 Keuangan Syariah, Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung. 10