SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEHUBUNGAN DENGAN LUAPAN LUMPUR SIDOARJO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/39/PBI/2005 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

G U B E R N U R L A M P U N G

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN IMBAL JASA PENJAMINAN KREDIT USAHA RAKYAT

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

ACARA PRESENTASI DARI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH, DI KANTOR KUKM Senin, 03 Maret 2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

TENTANG. memperluas. pembiayaan; Undang-Undang. 2. Tahun 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PROGRAM BANTUAN FASILITASI BIAYA PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI BAGI PELAKU USAHA MIKRO DAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT TAHUN 2018

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan

BERITA KOTA SERI : E NOMOR PERATURAN TENTANG. memperkuat. struktur. Peraturan. No. DAG/PER/9/ Penerbitann Perdagangan. 2. Undang-U. tentang.

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 36/PER/LPDB/2010 TENTANG

II. TEVJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. /Per/M.KUKM/VIII/2006 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR : 35/PER/LPDB/2010 T E N T A N G

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SALATIGA TAHUN 2016

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013 NOMOR 5

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

, No Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sudah ti

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2011, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Per

BUPATI KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1992 TENTANG BANK UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Programing di Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUKU KUMPULAN PERATURAN TAHUN 2016 KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) K R E D I T U S A H A R A K Y A T KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI SEKRETARIAT DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 10 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

31 SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai profil sertifikat UMK. Sertifikasi UMK dideskripsikan menjadi dua sub bab berdasarkan sudut pandang pemerintah dan masyarakat. Sub bab pertama membahas mengenai sertifikat UMK yang merupakan program lintas sektor, dan sub bab kedua menguraikan mengenai pandangan masyarakat lokal terhadap sertifikasi UMK. Sertifikat UMK sebagai Program Lintas Sektor. Sertifikasi UMK merupakan program percepatan pendaftaran tanah melalui kegiatan sertifikasi yang diadakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan perekonomian di daerah. Hal ini didasarkan pada Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor Nomor 754/Kep-32.71/V/2010 (BPN 2008). Hasil keputusan tersebut menyatakan bahwa program percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan melalui kegiatan sertifikasi tanah UMK untuk peningkatan akses permodalan. Kegiatan ini menjadi salah satu upaya pemberdayaan masyarakat khususnya bagi Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK). Unsur untuk mencapai pemberdayaan yaitu diperlukan upaya peningkatan aksesibilitas untuk memperoleh kredit/pembiayaan dari perbankan/koperasi, melalui peningkatan kemampuan penyediaan jaminan kredit sendiri dengan meningkatkan status hukum hak atas tanah yang dimiliki (Peraturan BPN RI No.3 Tahun 2008 yang disebut Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kegiatan Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk Meningkatkan Akses Permodalan) (BPN 2008). Peningkatan status hukum hak atas tanah inilah yang dilakukan oleh BPN melalui kegiatan sertifikasi tanah milik kelompok Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Selain meningkatkan kemampuan UMK dalam mengakses permodalan, maksud sertifikasi ini menurut BPN yakni memberikan bantuan dalam mengurus kelengkapan administrasi kepemilikan tanah UMK, serta meningkatkan status aset UMK menjadi aset yang hidup dengan meningkatkan status agunan. Sementara tujuan sertifikasi yaitu memberikan kepastian hukum hak atas tanah UMK agar dapat dimanfaatkan untuk memperoleh akses permodalan guna meningkatkan kemampuan jaminan kredit/pembayaran pada Perbankan dan Koperasi (BPN 2009b). Program ini dilatarbelakangi oleh potensi Usaha Mikro dan Kecil yang perkembangannya dinilai cukup baik. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil berasal dari dua istilah yakni definisi usaha mikro dan definisi usaha kecil. Berdasarkan petunjuk teknis (juknis) sertifikasi UMK, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) secara individu atau tergabung dalam koperasi, yang memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp100 000 000 (Seratus Juta Rupiah). Sementara itu, yang dimaksud usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 000 000 (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1 000 000 000 (Satu Milyar

32 Rupiah) milik WNI, berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafilisasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. Sektor UKM dianggap strategis dalam peningkatan perekonomian nasional. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Smeru (2003), yang menyatakan bahwa hasil studi-studi di beberapa negara menunjukkan usaha mikro mempunyai peranan yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, penyediaan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal dan mampu memberdayakan kaum perempuan dalam meningkatkan bargaining position perempuan dan keluarga. Smeru (2003) juga menambahkan bahwa usaha mikro tergolong jenis usaha marginal, yang ditunjukkan oleh penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan kadang akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Dasar pelaksanaan sertifikasi UMK ini diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang dilanjutkan dengan instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Inpres tersebut mengemukakan bahwa sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan sektor yang strategis yang perlu dikembangkan dan diberdayakan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu kebijakannya yaitu memperkuat sistem penjaminan kredit bagi UMKM, dengan program peningkatan sertifikasi tanah. Hal tersebutlah yang mendasari terciptanya program sertifikasi UMK yang dapat dilaksanakan dengan tindakan melalui percepatan penerbitan sertifikat tanah bagi UMKM, meningkatkan target dan sasaran sertifikat tanah tahunan bagi UMKM, dan meninjau kembali batas kena pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sasaran sertifikat UMK yang dimaksud yaitu pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK), serta calon dan/atau debitur pada Bank dan Koperasi yang membutuhkan tambahan kredit/pembiayaan dan secara teknis dinyatakan layak (feasible) tetapi jaminan atas tanahnya belum bersertifikat. Hal ini menekankan bahwa sasaran penerima sertifikasi UMK merupakan kelompok UMK yang membutuhkan bantuan dan layak secara teknis namun belum bersertifikat. Bagi UKM yang sudah berkembang biasanya sudah memiliki sertifikat, dan kelompok ini dianggap mampu melakukan sertifikasi secara pribadi tanpa melalui program sertifikasi UMK, sehingga sasaran sertifikat tanah UMK lebih dikhususkan bagi UMK yang memerlukan bantuan berupa subsidi pensertifikatan tanah. Hal yang demikian dikatakan pula oleh salah satu pegawai BPN Kota Bogor berikut:... Kalau UKM yang sudah berkembang rata-rata sudah bersertifikat, saya sudah cek rata-rata, saya baru mau masuk ke Dekranada itu ya, Dewan Kerajinan Nasional Daerah, saya juga suka buka webnya itu. Jadi sertifikat UKM lebih kepada golongan usaha mikro yang memang perlu dibantu melalui sertifikat ini... (ET).

Layak secara teknis maksudnya ialah UMK yang ingin mendaftar memiliki surat-surat tanah untuk proses pembuatan sertifikat. Sebab, jumlah UMK di Bogor mungkin banyak namun tidak semua usaha tersebut yang dikelola secara pribadi (bukan anak perusahaan atau cabang), serta tidak semua memiliki surat-surat untuk menunjang pembuatan sertifikat UMK. Maka, sasaran UMK harus secara teknis dikatakan layak tetapi jaminan tanahnya belum bersertifikat. Kegiatan sertifikasi tanah UMK di Kota Bogor dilaksanakan dengan membentuk tim pelaksana Kelompok Kerja (Pokja) Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Program sertifikasi ini merupakan sertifikasi lintas sektor, sehingga anggota Pokja berasal dari berbagai instansi terkait. Hal ini sesuai dengan Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 01/SKB/M.KUKM/VII/2007, Nomor : 570-351 tahun 2007, dan No. 5-SKB-BPN RI 2007, tanggal 31 Juli 2007 tentang Percepatan Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Kegiatan Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk Peningkatan Akses Permodalan (BPN 2008). Pokja di Kota Bogor diketuai oleh Sekretaris Daerah Kota Bogor, dengan wakil ketua 1 yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor, dan wakil ketua II adalah Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bogor. Pokja memiliki tugas masing-masing sesuai dengan bidangnya. Dengan demikian, terselenggaranya program ini atas kerjasama Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan Badan Pertanahan Nasional RI (BPN RI), serta Pemerintah Daerah setempat untuk meningkatkan kemampuan Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) mengakses kredit perbankan dan meningkatkan kapasitas untuk menyediakan agunan kredit secara mandiri. Perbedaan program sertifikasi tanah UMK dengan PRONA dan Larasita yakni dari segi pembiayaan. Prona dan UMK dibiayai oleh APBN sedangkan Larasita berasal dari swadaya masyarakat. Sementara Prona ditujukan untuk golongan ekonomi lemah sedangkan UMK lebih dikhususkan bagi pihak yang punya usaha, belum berusaha, dan akan berusaha tetapi mungkin tidak ada jaminan ke bank karena belum bersertifikat. Namun, UMK yang dimaksud yakni UMK yang memiliki nilai usaha selama setahun di bawah 200 juta. Sebab jika nilai usahanya di atas 200 juta, dapat dikatakan pelaku usaha dikategorikan memiliki usaha menengah ke atas bukan usaha mikro dan kecil, dan usaha yang demikian dinilai mampu untuk menyertifikatkan tanahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan pengertian usaha mikro dan usaha kecil berdasarkan juknis sertifikasi UMK. Selain itu, tidak ada panitia ajudikasi dalam penyertifikatan UMK seperti program lainnya. Hal ini karena panitia ajudikasi biasanya terdapat pada program yang sifatnya sistematis, yang merupakan program dari luar seperti Bank Dunia sehingga pembiayaannya dibebankan dari luar pula. Oleh karena itu, pada sertifikasi UMK yang bertanggung jawab dalam legalitas pemberkasan adalah pihak kelurahan yang termasuk ke dalam panitia A dan bukan panitia ajudikasi. Disebut panitia A karena program sertifikasi UMK lebih kepada tanah-tanah adat seperti girik, sedangkan panitia B untuk tanah HGU, dan panitia C untuk tanahtanah terlantar. Pembiayaan dari kegiatan sertifikasi UMK ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat. Sertifikasi UMK di wilayah Bogor telah dilakukan sebanyak 33

34 66 bidang pada 2009. 500 bidang pada 2010, 100 bidang pada 2011, sementara pada tahun 2012 ini wilayah Bogor tidak melaksanakan program ini karena sertifikasi UMK perlu dilakukan secara bergilir di wilayah lain di Jawa Barat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kepala Seksi Bidang Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat BPN Kota Bogor berikut:... Peserta UKM totalnya 2009 itu sedikit 66, 2010 itu 500, 2011 itu 100, kalau 2012 emang kita gak dapat jatah... (ET). Pihak BPN menambahkan bahwa penetapan wilayah-wilayah penerima sertifikat berdasarkan kesiapan masing-masing daerah untuk menyelenggarakan sertifikasi, termasuk kesiapan menjaring berkas-berkas kelengkapan untuk pembuatan sertifikat. Selain itu, menurut pihak Kelurahan Loji diikutsertakan wilayah mereka ke dalam program ini mungkin karena kesuksesan terselenggaranya program-program sertifikasi serupa yang telah dilaksanakan di Kelurahan Loji. Hal inilah yang menyebabkan jumlah penerima masing-masing kelurahan tidaklah sama, ada yang mencapai 70 bidang dan ada pula yang hanya 4 bidang. Pandangan Komunitas Lokal terhadap Sertifikasi UMK Baik di Kelurahan Loji maupun Situ Gede, alasan mayoritas penerima program mengikuti sertifikasi UMK karena memang mereka ingin memiliki sertifikat. Ditambah lagi, kebetulan sedang ada program sertifikasi UMK di wilayahnya dan mereka mengetahui bahwa biayanya tidak semahal apabila mengajukan sertifikat tanah sendiri. Hal inilah yang mendorong warga untuk dapat berpartisipasi dalam program ini. Seperti halnya yang dikatakan salah satu warga di Kelurahan Situ Gede dengan pernyataan sebagai berikut:... Lagi pengen ngurus sertifikat nanya ke kelurahan, kebetulan lagi ada sertifikat UKM. Ikut karena sertifikat itu penting dan kebetulan lagi murah, kalau sengaja bikin kan mahal, makanya ada kesempatan di kelurahan jadi ikut... (M, 48 tahun). Namun, adapula warga yang sengaja menunggu adanya program penyertifikatan masal seperti ini karena mengetahui harganya yang murah. Mereka menunggu adanya program penyertifikatan dari BPN seperti PRONA, Larasita, dan semacamnya yang sering disebut program pemutihan oleh masyarakat sekitar. Fakta tersebut didukung dengan pernyataan salah satu responden berikut:... Waktu itu memang pengen ngurus sertifikat nanya kelurahan, terus berfikir untuk nunggu yang barengan aja nanti. Kebetulan gak lama setelah itu, ngedenger informasi pemutihan,terus saya coba nanya informasi berapa harganya... (N, 53 tahun).

Selain itu, responden lain yang mengikuti program karena biayanya murah terlihat dari pernyataan berikut:... Ibu suka tanya-tanya ke kelurahan adanya kapan soalnya lebih murah, kalau bukan pemutihan katanya lebih mahal... (H, 54 tahun). Maka, di mata warga adanya program pemutihan semacam penyertifikatan masal seperti sertifikasi UMK ini sangat diharapkan hadir di wilayah mereka. Sebab, dengan harga yang murah mereka dapat memiliki sertifikat sebagai alas bukti hak kepemilikan tanah. Selama ini, golongan kecil kurang memperhatikan pemilikan sertifikat karena menganggap itu bukan suatu prioritas dan berfikir sudah memiliki girik, akta, atau surat leter C sebagai bukti kepemilikan lokal. Namun, ada pula beberapa warga yang mengetahui pentingnya kepemilikan sertifikat sehingga mereka mengikuti program ini. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan salah satu responden yang berkata sebagai berikut:... Dulu ada pengumuman dari kelurahan kalau ada sertifikat jadi ikut. Alasan ikut karena pengen punya sertifikat, apalagi ini udah termasuk kota. Alasan utama bukan karena buat pinjem atau apa, kan rumahnya di pinggir jalan jadi takut ada pelebaran jalan atau apa gitu makanya bikin sertifikat... (H, 33 tahun). Hal yang sama dinyatakan juga oleh beberapa responden. Mereka berfikir dengan memiliki sertifikat maka hidup akan lebih tenang untuk menjaga dari halhal yang tidak diinginkan, seperti penggusuran dan pelebaran jalan. Warga juga menginginkan sertifikat sebagai investasi untuk diwariskan kepada anak cucu sehingga kelak sudah tidak ada masalah lagi mengenai kepemilikan tanah, karena tanah merupakan masalah yang krusial. Namun, penyebaran informasi mengenai adanya sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede tidaklah merata. Peserta program mengetahui ada program pembuatan sertifikat dari kelurahan. Pihak kelurahan yang menyampaikan segala informasi mengenai program, termasuk syarat-syarat yang dibutuhkan dalam proses sertifikasi. Ketika ditanyakan pada warga lain yang bukan penerima, mereka pada waktu itu tidak mengetahui ada program tersebut dan ada pula yang sempat mendaftar tapi tidak diteruskan karena ternyata diperlukan biaya-biaya tambahan. Salah satu responden menyatakan bahwa penyebaran informasi sertifikasi tidaklah transparan, tidak semua warga mengetahui ada program tersebut. Mungkin hanya sebagian orang yang dekat dengan kelurahan atau RT dan RW setempat yang mengetahui. Sebab, jumlah penerima program masing-masing RW dibatasi dengan adanya kuota atau limitasi tertentu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak K (46 tahun) dengan berkata:... Saya dapat informasi ada undangan dari kelurahan, itu semua RW dari RW 1 ampe 10 diundang, tapi itu juga kayaknya enggak disebarluaskan sama RW kita karena terbatas. Waktu itu diminta 1 RW 5 orang yang belum punya sertifikat. Terus karena Pak RW deket ama saya, makanya saya diundang sama dia karena waktu 35

36 itu saya masih AJB. Disini kalau dia yang diundang rapat, ya dia aja yang tau informasinya, gak disebarkan mungkin karena terbatas... Pada sertifikasi UMK, terdapat fasilitas dan kewajiban yang diterima oleh peserta program. Peserta UMK memperoleh fasilitas dalam bentuk: (a) bantuan biaya sertifikasi tanah sesuai dengan DIPA Badan Pertanahan Nasional, (b) pengurangan BPHTB dengan cara mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/KPP Pratama setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara itu, kewajiban peserta UMK adalah (a) memberikan kuasa kepada Bank atau Koperasi untuk bertindak atas nama peserta program dalam mengajukan permohonan dan menerima sertifikat hak atas tanah, (b) melengkapi surat dan/atau dokumen asli tanah yang diperlukan dalam proses sertifikasi tanah, (c) membuat surat pernyataan kesanggupan membayar BPHTB, uang pemasukan kepada negara dan biaya-biaya lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (d) menunjukkan letak bidang tanah dan memasang tanda-tanda batasnya. Banyak warga yang menyangka program sertifikasi UMK gratis, dan mengeluhkan ternyata peserta harus membayar biaya untuk pembuatan sertifikat. Padahal yang mereka ketahui program ini dibiayai oleh APBN sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi. Besarnya biaya berbeda-beda pada setiap individu, berkisar antara Rp500 000 hingga Rp1 000 000. Namun, terdapat pula penerima program yang tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Ketika dikonfirmasi kepada pihak BPN, memang program sertifikasi UMK didanai oleh APBN tetapi tidak serta merta menjadi gratis. Proses pemberkasan seperti formulir dan materai ditanggung oleh pemohon. Pada PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa sertifikat itu harus diterbitkan dengan suatu akta yang disahkan oleh pejabat berwenang dalam hal ini PPAT. Oleh karena itu, apabila alas hak pemohon telah berbentuk akta dan telah dalam keadaan lengkap masuk pada BPN, maka dibiayai oleh APBN. Namun, apabila alas hak pemohon masih dalam bentuk girik atau leter C, maka pemohon harus mengeluarkan biaya sendiri untuk memprosesnya menjadi akta. Jadi biaya menuangkan segel-segel, girik, dan semacamnya menjadi akta itulah yang termasuk dalam biaya pensertifikatan. Mengenai bukti kepemilikan tanah fisik sebelum Oktober 1997 dapat berupa segel atau kwitansi, tapi setelah Oktober 1997 harus dibuktikan dengan akta PPAT. Akta PPAT setelah 1 Juli 1998, harus dibuat atau dilampirkan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (SS BPHTB) dan atau PPH, apabila terjadi jual beli senilai 60 juta. Adanya batas bukti kepemilikan sebelum dan sesudah Oktober 1997 terkait berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tersebut, dan juga keterkaitan dengan pajak. Hal ini karena jika bukti kepemilikan itu masih segel, girik, dan leter C akan mengakibatkan potensi kerugian negara dari wajib pajak BPHTB itu. Adanya calon peserta UMK yang telah mendaftar dan tidak jadi mengikuti program ini mungkin karena tidak mampu membayar biaya untuk memproses alas hak miliknya menjadi sebuah akta. Besarnya biaya BPHTB yang harus dibayarkan ini berasal dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang tidak terkena pajak di daerah tersebut. Proses penyelesaian sertifikasi pada masing-masing individu penerima program tidaklah sama, ada yang tergolong cepat yakni tiga bulan, ada pula yang

mencapai satu tahun. Banyak warga yang berpendapat bahwa mengapa dirinya lama menerima sertifikat sedangkan warga lain yang diketahuinya mengikuti program yang sama telah menerima sertifikat lebih dahulu. Perbedaan ini disebabkan oleh keterlambatan peserta melengkapi syarat-syarat yang diperlukan dalam sertifikasi. Jadi kelengkapan surat-surat mempengaruhi pengukuran dan jangka waktu penerbitan sertifikat. Namun, terdapat pula kendala mengenai informasi persyaratan sertifikasi seperti yang dialami Ibu MS (52 tahun). Ibu MS (52 tahun) tidak diberitahu oleh pihak Kelurahan Loji bahwa surat-surat tanah miliknya ada yang belum lengkap, sehingga ia harus menunggu lama dan ternyata terdapat persyaratan yang belum terpenuhi ketika dirinya mengkonfirmasi ke pihak BPN. Seharusnya informasi seperti ini langsung diberitahu oleh pihak kelurahan ke pemohon sehingga tidak menghambat jalannya sertifikasi. Oleh karena itu, bisa saja dalam satu kelurahan yang sama peserta lain dapat menerima sertifikat dahulu karena mereka mampu lebih cepat melengkapi kebutuhan suratsurat yang ada. Rata-rata peserta program tidak mengetahui program apa yang diikutinya, mereka hanya mengetahui bahwa dirinya mengikuti program pemutihan dari BPN untuk memperoleh sertifikat. Kebanyakan penerima program mengetahui program yang diikutinya adalah PRONA atau Larasita. Padahal sebenarnya program yang diikuti ialah program pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMK) melalui kegiatan sertifikasi hak atas tanah untuk peningkatan akses permodalan. Nama program sertifikasi UMK ini kurang dikenal masyarakat, mungkin karena jika ada sertifikasi masal dari BPN semuanya dikenal masyarakat dengan nama yang sama yaitu PRONA atau Larasita. Penerima program pun tidak memusingkan apa nama program yang sebenarnya mereka ikuti, namun yang terpenting adalah penerbitan sertifikatnya. Beberapa warga yang mengetahui adanya program sertifikasi UMK, lebih mengenal program ini dengan sertifikasi UKM. Sertifikasi UMK memang sering disebut dengan sertifikasi UKM karena penyebutan UKM lebih terdengar familiar di kalangan masyararakat. Perbedaan penyebutan ini di masyarakat awam tidak dipermasalahkan sepanjang yang dimaksud adalah program sertifikasi yang ditujukan pada Pengusaha Mikro dan Kecil. Menurut BPN, pihaknya sudah berupaya melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk memperkenalkan program. Sosialisasi BPN diantaranya melalui brosur, tayangan power point ketika penyuluhan, dan radio-radio. Selain itu, BPN juga telah menginformasikan kepada pihak kelurahan dan membedakan formulir pemberkasan untuk sertifikasi UMK. Kurang terdengarnya sertifikasi UMK di masyarakat mungkin karena mereka tidak aware atau memperhatikan formulir pemohononan sertifikasi UMK. Mereka hanya mengetahui nantinya akan diperoleh sertifikat. Perbedaan penyebutan sertifikat UMK dengan sertifikat UKM pun tidak dipermasalahkan karena maksudnya adalah sama. Namun, secara keseluruhan warga sangat senang adanya program seperti ini di kelurahan mereka, dan menganggap program seperti ini baik untuk dilanjutkan atau diduplikasi di daerah lain. Sebab, adanya program ini dapat meringankan dan memberi kesempatan warga untuk dapat menyertifikatkan tanahnya. Selain itu, program seperti ini harganya jauh lebih murah dibandingkan mengurus sertifikat sendiri. Oleh karena itu, banyak warga yang menunggu kehadiran program seperti ini. 37

38 Ikhtisar Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat khususnya bagi Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) dilakukan dengan kegiatan sertifikasi tanah UMK. Sertifikasi ini bertujuan memberikan kepastian hukum tanah UMK agar dapat dimanfaatkan untuk akses permodalan pada Perbankan dan Koperasi. Program ini dilakukan karena sektor UMK dianggap strategis, perlu dikembangkan dan diberdayakan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sasaran sertifikat UMK ini ditujukan bagi pelaku UMK, serta calon dan atau debitur pada Bank dan Koperasi yang membutuhkan tambahan kredit. Penetapan sertifikat ini ditujukan bagi pihak yang dianggap layak secara teknis sebagai sasaran namun belum memiliki sertifikat. Maksud layak secara teknis ialah UMK yang ingin mendaftar memiliki surat-surat tanah untuk proses pembuatan sertifikat. Kegiatan sertifikasi UMK dilaksanakan dengan membentuk tim Kelompok Kerja (Pokja) Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Program sertifikasi ini merupakan sertifikasi lintas sektor, sehingga anggota Pokja berasal dari berbagai instansi terkait. Biaya dalam program ini dibebankan pada dana DIPA Kantor BPN Provinsi Jawa Barat. Di Kelurahan Loji dan Situ Gede, alasan mayoritas penerima program mengikuti sertifikasi UMK ialah karena mengetahui ada program di daerah mereka serta diketahui biayanya yang murah. Selain itu, adapula yang mengikuti karena memang ingin memiliki sertifikat untuk tanah yang dimilikinya. Namun, penyebaran informasi mengenai adanya program di dua kelurahan ini tidak merata. Warga yang bukan penerima sertifikasi UMK tidak mengetahui jika daerahnya pernah melakukan program ini. Pihak kelurahan bertanggung jawab menyebarkan informasi pada warga. Namun, penyebaran informasi ini dianggap tidak transparan karena hanya beberapa warga saja yang dekat dengan pihak kelurahan dan RT/RW setempat yang diberitahu. Hal ini erat kaitannya dengan adanya limitasi atau pembatasan pada penerima program di suatu daerah. Proses penyelesaian sertifikasi dan biayanya berbeda-beda pada setiap orang. Cepat atau lambatnya proses sertifikasi tergantung pada kecepatan calon penerima program untuk melengkapi surat-surat yang diperlukan, sedangkan biaya tidaklah menjadi gratis semua. Hal ini karena proses pemberkasan seperti formulir dan materai ditanggung oleh pemohon. Selain itu, apabila alas hak pemohon sudah berbentuk akta dan dalam keadaan pemberkasan lengkap maka biayanya menjadi gratis. Bila alas haknya masih tradisional, maka penerima program harus menyediakan dana tambahan karena tidak disubsidi oleh DIPA. Para penerima program di Loji dan Situ Gede tidak mengetahui program apa yang diikutinya ketika pembuatan sertifikat. Hal ini berarti sosialisasi sertifikasi UMK kurang terdengar di masyarakat, sebab masyarakat sendiri dianggap kurang perhatian pada hal ini. Padahal, formulir sertifikasi UMK sengaja dibedakan dengan formulir program lainnya. Penerima program tidak mempermasalahkan nama program apa yang diikutinya tetapi yang penting dirinya dapat memiliki sertifikat. Namun, secara keseluruhan penerima program mendukung adanya program seperti ini, karena hal ini dirasakan membantu bagi orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, banyak warga yang menunggu kehadiran program seperti ini.