Hikayat Kekayaan Yang Terus Mengalir Keluar

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

Jokowi, SBY, dan Infrastruktur

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

Dengan Jumlah Hutang Paling Memprihatinkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

Bagaimana awalnya Amerika bisa menjajah Indonesia secara ekonomi dan politik?

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

Tanggapan Anda dengan pernyataan Rektor UGM yang menyebut persen aset

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban

KEMENTERIAN KAJIAN, AKSI, DAN KEBIJAKAN PUBLIK BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA PEMERINTAHAN MAHASISWA UNIVERSITAS UDAYANA

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Kontradiksi Data Makro dan Mikro Data Mikro Menunjukkan Pelambatan: Menuju Resesi?

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

Transkripsi:

Hikayat Kekayaan Yang Terus Mengalir Keluar http://www.berdikarionline.com/hikayat-kekayaan-terus-mengalir-keluar/ Indonesia, negeri berjuluk gemah ripah loh jinawi, tengah dicekik krisis anggaran. Kondisi arus kas atau cash-flow pemerintah menjelang akhir tahun ini sangat mengkhawatirkan. Negara ini terancam bangkrut. Menjelang tutup tahun, defisit anggaran kian melebar: diperkirakan 2,5 hingga 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Situasi itu yang membuat pemerintah pontang-panting mencari tambahan anggaran. Berbagai jalan ditempuh untuk menutupi lubang defisit. Mulai dari menerbitkan surat utang, menambah utang luar negeri hingga program pengampunan pajak (tax amnesty). Sayang sekali, berbagai jalan itu kelihatannya belum cukup untuk menutupi defisit. Dari sini muncul pertanyaan: mengapa negara kaya raya, dengan sumber daya alam dan tenaga kerja melimpah, bisa diambang kebangkrutan? Kenapa uang begitu seret di negeri gemah ripah loh jinawi ini? Kemana semua keuntungan dari sumber daya alam itu? * Di tahun 1930, di hadapan pengadilan kolonial, Sukarno membongkar cara imperialisme, baik imperialisme kuno maupun modern, dalam menghisap habis kekayaan Hindia. Di ruang pengadilan itu Sukarno berseru: Tuan-tuan hakim yang terhormat, banjir harta yang keluar dari Indonesia malahan makin besar. Pengeringan Indonesia malah makin menghebat! 1

Proses penyedotan rezeki (kekayaan) itu, oleh Sukarno dinamai drainage. Tentu saja, drainage atau dalam bahasa Indonesia berarti drainase hanyalah ilustrasi. Drainase adalah saluran untuk mengalirkan air sampai kering. Sukarno mengilustrasikan cara kerja imperialisme dengan drainase. Modal partikelir asing datang mengeduk kekayaan Hindia, lalu mengangkutnya keluar. Tidak ada yang tersisa, selain kemiskinan dan kemelaratan. Bagaimana politik drainase itu berjalan? Sukarno menyebut empat modus. Pertama, menjadikan Indonesia sebagai tempat pengambilan bekal hidup. Kedua, menjadikan indonesia sebagai negeri tempat pengambilan bekal-bekal (bahan baku) bagi pabrik-pabrik di eropa, Ketiga, menjadikan Indonesia sebagai pasar penjualan barang-barang hasil dari berbagai industri di eropa. Dan keempat, menjadikan Indonesia sebagai tempat atau lapang usaha bagi penanaman modal asing. Dari empat modus itu, modus keempat-lah yang paling menyedot kekayaan Indonesia. Tahun 1870, pemerintah kolonial menerapkan opendeur politiek atau politik pintu terbuka. Bagaikan aliran sungai, perusahaan partikelir swasta, khususnya perusahaan perkebunan, berlomba-lomba membanjiri tanah Hindia. Untuk memikat perusahaan partikelir swasta itu, pemerintah kolonial membuat Undang-Undang (UU), yakni UU agraria dan UU Tanam Tebu, untuk memudahkan mereka membuka perkebunan luas di Hindia. Ada hak erfpacht (hak usaha), dengan domein verklaring-nya, yang memungkinkan perusahaan perkebunan itu menguasai tanah luas. Belum cukup juga, proyek pembangunan infrastruktur pun digenjot. Mereka membangun jalan-jalan, pelabuhan-pelabuhan, jalan kereta api dan lain-lain untuk melancarkan lalu-lintas modal asing. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa alat lalu-lintas modern itu menggampangkan geraknya modal partikelir. Tidak dapat disangkal bahwa alat-alat lalu lintas itu menggampangkan modal itu jengkelitan di atas padang perusahaannya, membesarkan diri dan beranak di mana-mana, sehingga rezeki rakyat kocar-kacir oleh karenanya, tulis Sukarno di pidato Indonesia Menggugat. Dalam sekejap, tanah yang dikuasai hak erfpacht sangat luas. Catatan Sukarno menyebutkan, pada 1870 luasan hak erfpacht baru 35.000 bahu. Kemudian di tahun 1901 2

sudah menjadi 622.000 bahu. Dan di tahun 1928, sudah mencapai 4.592.000 bahu. Bersamaan dengan itu, tanah yang dikuasai petani makin menyempit. Jumlah modal partikelir juga membanjir. Hitungan Sukarno, yang mengutip data ahli Belanda, menyebut ada 6000 juta rupiah* modal partikelir yang jengkelitan di tanah Hindia saat itu. Tentu saja mereka untung besar. Enam juta rupiah dengan untung setahun rata-rata sepuluh persen, kata Sukarno. Malahan, ada yang untung sampai 100 dan 170 persen. Sehingga, dalam hitungan Sukarno, ada 1.500.000.000 juta gulden keuntungan yang dibawa pulang oleh partikelir swasta ke negerinya. Lantas, rakyat Hindia dapat apa? Hidup yang melarat, jawab Sukarno. Sukarno mengutip statistik saat itu, tiap rumah tangga marhaen hanya mendapat 138,50 gulden per tahun atau 0,40 gulden per hari. Pendapatan segitu, kata Sukarno, hanya membuat marhaen: sekarang makan, besok tidak. Itulah politik drainase, penghisapan kekayaan alam Indonesia hingga kering. Benar-benar kering-kerontang. * Sayangnya, 86 tahun setelah Sukarno menyampaikan pidato bersejarah itu, cerita tentang kekayaan Indonesia yang mengalir keluar belum berhenti. Malahan, drainase itu makin lebar dan menderas. Pertama, perusahaan asing menyemut mengeduk kekayaan alam kita. Mereka mendapat untung besar. Ironisnya, disamping tidak bisa berbagi keuntungan secara adil, banyak diantara perusahaan itu yang lalai membayar pajak dan royalti kepada negara. Ini yang membuat banyak potensi penerimaan negara menguap. Tidak percaya? Pada 2011, KPK menemukan 14 perusahaan asing di sektor migas yang tidak pernah membayar pajak selama puluhan tahun. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 1,6 triliun (Lihat: KOMPAS.com, 14 perusahaan migas asing tak bayar pajak, 15 Juli 2011). Kemudian, pada 2013, KPK juga menyingkap fakta bahwa ada 60 persen perusahaan tambang di Indonesia tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Perusahaan asing itu membayar pajak dan royalti itu karena kesepakatan ilegal dengan aparat dan pejabat di daerah (Lihat: KOMPAS.com, 60% perusahaan tambang tidak bayar pajak dan royalti, 3 Juli 2013). 3

Di tahun yang sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkap ada 4.000 perusahaan multinasional yang berbasis di Indonesia ternyata tidak membayar pajak. Lebih parah lagi, perusahaan berskala internasional itu diketahui telah mangkir pajak selama tujuh tahun (Lihat: Liputan6.com, 4.000 Perusahaan Multinasional Mangkir Bayar Pajak Selama 7 Tahun, 12 April 2013). Kedua, ketergantungan model ekonomi-ekspor, khususnya bahan mentah. Di pidato Indonesia Menggugat, Sukarno menyebut kelebihan ekspor, atau ekspor melebihi impor, sebagai kondisi ekonomi imperialistik. Suatu jajahan yang demikian itu, ekspornya selamanya melebihi impor, kekayaannya yang diangkut keluar selamanya lebih banyak dari harga barang yang dimasukkan, kata Sukarno. Sejak zaman kolonial hingga sekarang, Indonesia bergantung pada ekspor bahan mentah: batubara, minyak, bauksit, gas, kakao, biji kopi, kelapa sawit dan karet. Ini yang membuat penerimaan ekspor kita rentang terpukul oleh gejolak harga komoditas dunia. Itulah yang terjadi saat ini: harga komoditas dunia terjun bebas, nilai ekspor Indonesia turut terjun bebas, penerimaan negara pun jatuh. Disamping itu, ketergantungan ekspor bahan mentah ini sangat merugikan. Pertama, karena tidak diolah di dalam negeri, maka nilai tambah itu dari komoditas itu dinikmati oleh negara/pihak luar. Ironisnya, setelah diolah menjadi barang jadi, kita mengimpornya dengan harga tinggi. Kedua, karena pengolahannya di luar, maka kita seolah tidak berkepentingan dengan pembangunan industri olahan (hilirisasi). Padahal, industri olahan ini merupakan basis industrialisasi nasional kita. Selain itu, karena pengolahannya di luar, maka penyerapan tenaga kerja dan jam kerjanya dinikmati oleh pihak luar. Jadi, singkat cerita, ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah ini membuat kekayaan alam kita diobral murah ke pasar global. Kita kehilangan potensi penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah (value added). Ketiga, kebijakan rezim devisa bebas, yang menyebabkan kapital bisa bebas hilir mudik. Akibatnya lagi, banyak dana WNI yang terparkir di luar negeri. Yang lebih ironis, keuntungan dari kegiatan ekspor, yang biasa disebut Dana Hasil Ekspor (DHE), ikut terparkir di luar negeri. 4

Untuk diketahui, rezim devisa bebas ini termaktub dalam UU nomor 24 tahun 1999 tentang lalu lintas devisa bebas, yang notabene buah dari Letter of Intent(LoI) Dana Moneter Internasional (IMF). Keempat, penguasaan asing atas kekayaan alam dan aset strategis kita berkontribusi pada hilangnya potensi penerimaan negara seandainya dikelola oleh bangsa sendiri. Tahun 2014 lalu, Abraham Samad bicara tentang potensi pendapatan negara yang hilang akibat tata-kelola Sumber Daya Alam (SDA) dikuasai asing. Dia mencontohkan di sektor minyak dan gas. Menurut mantan pimpinan KPK itu, dari 45 blok migas yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing. Situasi itu makin parah karena banyak pengusaha tambang yang tidak membayar pajak dan royalti ke negara. Akibatnya, berdasarkan hitungan Samad, negara kelihangan potensi penerimaan sebesar Rp 7200 triliun per tahun. Itu baru di sektor migas. Kalau ditambah dengan batubara dan nikel, kata Samad, potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp 2000 triliun. Boleh jadi hitungan angka-angka Samad kurang akurat. Namun, apa yang dia sampaikan benar adanya, faktual. Itulah yang terjadi pada negeri kita. Kekayaan alam dan sumber daya melimpah, tetapi manfaat dan keuntungannya justru mengalir deras keluar. Kita hanya merasai ampas dan dampak negatifnya, seperti kerusakan ekologi, kekerasan/konflik sosial, korupsi dan kemiskinan. Kita bangsa yang dianugerahi kekayaan melimpah oleh Tuhan, tetapi gagal mengelolanya dengan baik untuk kemaslahatan rakyat kita. Dan sekarang kita bukannya mengetuk pintu gerbang masyarakat adil dan makmur, tetapi malah kebangkrutan yang menunggui kita di pintu gerbang. Ironis memang! Rudi Hartono, kader Partai Rakyat Demokratik (PRD) 5