Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : Misto Staf Pengajar Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Jember

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Rangkaian Pembangkit Gelombang dengan menggunakan IC XR-2206

TEKNIK KOMUNIKASI SERAT OPTIK SI STEM KOMUNIKASI O P TIK V S KO NVENSIONAL O LEH : H ASANAH P UTRI

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

BAB III METODE PENELITIAN

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

RANCANG BANGUN SISTEM DETEKSI POLA FRINJI UNTUK INTERFEROMETER MICHELSON

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

ANALISIS SISTEM KONTROL MOTOR DC SEBAGAI FUNGSI DAYA DAN TEGANGAN TERHADAP KALOR

PEMODELAN SISTEM AUDIO SECARA WIRELESS TRANSMITTER MENGGUNAKAN LASER POINTER

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

Sistem Perlindungan menggunakan Optical Switching pada Tegangan Tinggi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI PEMANGKAS (CHOPPER)

Bab III. Operational Amplifier

BAB III PERANCANGAN SISTEM

RANCANGAN SENSOR ARUS PADA PENGISIAN BATERAI DARI PANEL SURYA

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB III PERANCANGAN ALAT

Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: Sistem Logger Suhu dengan Menggunakan Komunikasi Gelombang Radio

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

Perancangan dan Analisis Back to Back Thyristor Untuk Regulasi Tegangan AC Satu Fasa

Pendahuluan. 1. Timer (IC NE 555)

TUJUAN Setelah menyelesaikan perkuliahan ini peserta mampu:

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN ALAT

ROBOT LINE FOLLOWER ANALOG

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol.

Pengukuran Pulse Width Modulation sebagai Pengatur Resistansi Sensor Cahaya

Jenis-jenis Komponen Elektronika, Fungsi dan Simbolnya

Perancangan Sistim Elektronika Analog

SIMULASI FILTER SALLEN KEY DENGAN SOFTWARE PSPICE

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

RANCANG BANGUN SISTEM PENGONTROL FREKUENSI GETARAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK

BAB II KWH-METER ELEKTRONIK

PERANCANGAN SISTEM KONTROL FREKUENSI GETARAN AKUSTIK BERBASIS SENSOR SERAT OPTIK

BAB III METODE PENELITIAN. alat pendeteksi frekuensi detak jantung. Langkah langkah untuk merealisasikan

RANCANG BANGUN OTOMASI SISTEM PENGISIAN DAN PENGONTROLAN SUHU AIR HANGAT PADA BATHTUB MENGGUNAKAN DETEKTOR FASA. Tugas Akhir

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS DAN PERHITUNGAN CEPAT RAMBAT GELOMBANG ELEKTROMAGNET TERHADAP DAYA PADA SEBUAH TRANSMITER FM

SISTEM PENGATURAN BEBAN PADA MIKROHIDRO SEBAGAI ENERGI LISTRIK PEDESAAN

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING)

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

Desain Sistem Kontrol Sudut Penyalaan Thyristor Komutasi Jaringan Berbasis Mikrokontroler PIC 16F877

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu:

MODUL 09 PENGUAT OPERATIONAL (OPERATIONAL AMPLIFIER) PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

FABRIKASI SENSOR PERGESERAN BERBASIS MACROBENDING SERAT OPTIK

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

Penguat Inverting dan Non Inverting

PERANCANGAN TUNABLE BAND PASS FILTER AKTIF UNTUK APLIKASI ANALISIS SINYAL DENGAN DERET FOURIER

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK

Gambar 3.1 Susunan perangkat keras sistem steel ball magnetic levitation

BAB III PERANCANGAN ALAT. (Beat Frequency Oscilator) dapat dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1. Blok diagram sistem

TRANSISTOR 1. TK2092 Elektronika Dasar Semester Ganjil 2012/2013. Hanya dipergunakan untuk kepentingan pengajaran di lingkungan Politeknik Telkom

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

Pengendalian Lengan Robot Berbasis Mikrokontroler AT89C51 Menggunakan Transduser Ultrasonik

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PEMASANGAN PANEL RANGKAIAN OP AMP 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN PEDOMAN PRAKTIKUM

BAB I PENDAHULUAN. pengontrolan sumber tegangan AC 1 fasa dengan memafaatkan sumber

CONVERSION. 1. Analog To Digital Converter 2. Digital To Analog Converter 3. Voltage to Frequency 4. Current To Pneumatic

RANCANG BANGUN ALAT STEREO ROTATOR AND BLENDER

JOBSHEET 6 PENGUAT INSTRUMENTASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

RANCANG BANGUN SENSOR PARKIR MOBIL PADA GARASI BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA 2560

RANCANG BANGUN ALAT PEMBANGKIT EFEK SURROUND DENGAN IC BUCKET-BRIGADE DEVICE (BBD) MN 3008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

USER MANUAL TRAINER SAKLAR SUHU OTOMATIS MATA DIKLAT : PERAKITAN ALAT PENGENDALI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Rancang Bangun Alat Ukur Getaran Mesin Sepeda Motor Menggunakan Sensor Serat Optik

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi perancangan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERENCANAAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam

KOMPONEN AKTIF. Resume Praktikum Rangkaian Elektronika

Bidang Information Technology and Communication 336 PERANCANGAN DAN REALISASI AUTOMATIC TIME SWITCH BERBASIS REAL TIME CLOCK DS1307 UNTUK SAKLAR LAMPU

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Philips Master LED. Sistem ini dapat mengatur intensitas cahaya lampu baik secara

Transkripsi:

55 Desain Tranduser Suhu Dengan Rangkaian Perata Dan Modulator Frekuensi Untuk Transmisi Fiber Optik (Temperature Transducer Desain With Averager And Frequency Modulation Circuit For Fiber Optic Transmission) Misto Staf Pengajar Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Jember ABSTRACT Temperature transducer circuit has been developed with averaged circuit and frequency modulator for optical fiber transmission. The first circuit contain of temperature-voltage converter built in two circuits, each use MTS 102 Motorola diode temperature sensor, REF 200 dual 100 A source current from Burr-Brown, and amplifier. The amplifier outputs of the two converter circuits are feed to averaged circuit by using A 741 op-amp and resistor components. The voltage output of averaged circuit then modulated by frequency modulator by using LM 556 voltage-controlled device as voltage-frequency converter. Then, the output of modulator is feed to LED driver by using transistor circuits. The output of LED driver is feed to fiber optic linked with photo detector circuits and frequency meter. The result of the circuit design show that the circuit give average frequency response of 72,3 Hz/ C for temperature of 0 to 150 C, pulse width is 0,5 T, T = 1/f, f = frequency (Hz). Keywords: transducer, averaged circuits, modulator PENDAHULUAN Terdapat banyak sensor dan metode yang dikembangkan untuk mengukur suhu suatu obyek atau ruangan, diantarannya dengan menggunakan perangkat semikonduktor, perangkat termokopel, dan perangkat optik (Sarwono, 1990). Sensor semikonduktor dapat digunakan untuk mengukur suhu suatu obyek dengan respon yang baik tetapi mempunyai keterbatasan dalam hal jangkauannya. Sensor yang lain seperti perangkat termokopel dan perangkat optic dapat memberikan jangkauan yang lebar tetapi sangat mahal (Sarwono, 1990). Dioda MTS 102 semikonduktor keluaran Motorola yang didesain dapat bekerja di otomotif, industri dan kebutuhan lain konsumen dapat mengatasi keterbatasan di atas. Dioda ini mempunyai akurasi 2 mv/ C pada jangkauan pengukuran dari 40 hingga 150 C (Burr-Brown, 1993). Untuk keperluan pengkondisian sinyal dari tranduser suhu yang menggunakan diode MTS 102 dan sumber arus REF 200 dual 100 A dibutuhkan penguat amplifier A 741 yang dicatu daya 15 V. Dengan merangkai komponen dioda, REF 200 dual 100 A dan A 741 maka dapat diperoleh konfigurasi untuk memenuhi kebutuhan pengukuran pada jangkauan tertentu (Burr-Brown, 1993). Sedangkan transmisi fiber optik dapat memberikan keuntungan karena komponen tersebut adalah non konduktor sehingga sepanjang yang dilalui transmisi ini akan terbebas dari peristiwa hubung pendek (Singh, 1996). Pada penelitian ini dirancang transduser suhu dengan menggunakan dioda MTS 102 dan sumber arus REF 200 dual 100 A. Transduser dibuat dua buah yang dihubungkan dengan rangkaian perata. Ditambahkan pula rangkaian pengkondisi fisis sinyal berupa modulator frekuensi yang berfungsi sebagai pemodulasi sinyal agar terkondisi dalam variasi amplitudo (tegangan) berubah menjadi variasi frekuensi. Untuk keperluan transmisi fiber optik digunakan transmitter LED, sinyal yang telah dimodulasi, dikondisikan arusnya dengan menggunakan rangkaian penggerak LED dan transmisi fiber optik. Rangkaian kemudian diuji dengan menggunakan rangkaian fotodetektor dan alat ukur frekuensi (frekuensimeter). TEORI Rangkaian Transduser Suhu Untuk mengubah besaran suhu ke besaran listrik (tegangan) dibutuhkan sebuah sensor dan

56 rangkaian elektronik tertentu yang membentuk sebuah transduser. Rangkaian transduser suhu yang dibuat memakai sensor suhu MTS 102 buatan Motorola yang dirangkai dengan sumber arus REF 200 dual 100 μa dan op-amp dapat dibuat seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Transduser suhu Kedua sumber arus 100 A pada rangkaian seperti pada gambar 1 masing-masing dihubungkan dengan dioda (dari transistor MTS 102 dengan basis terhubung singkat dengan kolektornya) dan yang lain dihubungkan dengan tahanan (dari potensiometer yang berfungsi sebagai pengaturan nol). Dengan mengambil tegangan pada bagian anoda dari dioda yang terhubung seperti pada gambar 1, keduanya dihubungkan dengan rangkaian penguat yang berpenguatan (R2/R1) dan (1+R2/R1), sehingga keluaran tegangan dari rangkaian seperti Gambar 1 adalah di mana : R Z E RO (1) = tahanan untuk pengaturan nol (Ω)

57 vbe = tegangan dioda (V) Tegangan v BE (persamaan 1) adalah tegangan dioda MTS 102 yang berubah terhadap suhu. Data pabrikasi vbe berharga 0,600 volt pada suhu. Rangkaian Perata Untuk mendapatkan harga rata-rata dari dua keluaran transduser suhu digunakan rangkaian perata seperti pada Gambar 2. Gambar 2. Rangkaian perata Keluaran dari dua transduser Vo1 dan Vo2 dari rangkaian perata (Gambar 2) dimasukkan pada terminal (-) dari penguat operasional A 741 melalui tahanan R 1 dan R 2. Apabila rangkaian diberi umpan balik dengan sebuah tahanan RF dan bagian terminal (+) dari penguat operasional ditanahkan melalui tahanan R B, maka tegangan keluaran v o dapat ditentukan dengan persamaan : (2) dengan membuat R1= R2 = 2R3 maka diperoleh persamaan dan (4) (3) Modulator Frekuensi Untuk dapat ditransmisikan melalui fiber optik sinyal analog perlu dimodulasi terlebih dahulu dengan menggunakan modulator frekuensi. Variasi frekuensi keluaran modulator frekuensi bergantung pada tegangan masukan. Modulasi frekuensi dapat dihasilkan dengan memvariasi frekuensi osilator atau menggunakan gelombang termodulasi pergeseran fasa. Yang terakhir ini mengacu pada FM yang termodulasi fasa (Tischler, 1992). Pada penelitian ini sebelum sinyal keluaran rangkaian perata diumpankan ke rangkaian penggerak LED, sinyal dimodulasi dahulu dengan menggunakan modulator frekuensi yang mempunyai rangkaian seperti pada Gambar 3.

58 Gambar 3. Modulator frekuensi Tegangan masukan diumpankan pada kaki 6 pada IC 566. Frekuensi osilasi dari modulator Gambar 3 dapat berlangsung dari 10 khz hingga 100 khz. Osilator yang dibangun dari IC voltage-controlled device (VCD) 566 dengan keluaran berupa gelombang kotak. Perubahan tegangan dapat terjadi pada kaki 5 atau 6 (dari IC 566) yang akan menggeser frekuensi osilasi (Tischler, 1992). Frekuensi osilasi dari modulator pada Gambar 3 di atas dapat ditentukan dengan persamaan (Tischler, 1992). (5) dengan V CC = tegangan catu (V) Vc = tegangan pengontrol pada kaki 6 (V) R 3, R 4, C 3 = elemen pengontrol frekuensi. Tegangan keluaran dari osilator (modulator) dapat diperoleh pada kaki 3 (berbentuk pulsa kotak) dan kaki 4 (berbentuk pulsa segitiga). Lebar pulsa gelombang sinyal hasil konversi tegangan ke frekuensi adalah 0,5 T (T= periode sinyal), dengan T sebesar :

59 dan siklus aktif sebesar 50 %. (6) Rangkaian Penggerak LED dan Fiber Optik Rangkaian berikutnya setelah modulator adalah rangkaian transmiter untuk penggerak (penyala, pen-driver) LED. Arus bias adalah arus searah (dc) yang ditambahkan pada kuat arus sinyal (dari V i ) agar LED menyala. Rangkaian penggerak LED yang telah dibuat seperti ditunjukkan oleh Gambar 4. Potensiometer R3 menentukan kuat arus bias IEQ2 yang melalui LED. Pada dasarnya penggerak LED dapat dibuat dari penguat transistor emiter bersama yang disambung dengan penguat transistor kolektor bersama. LED yang digunakan pada rangkaian ini adalah tipe OSL 106 dengan panjang gelombang cahaya nyala 850 nm (1 mw). Sedang fiber optik yang digunakan berdiameter core 0.1 mm single mode, step index. Gambar 4. Rangkaian penggerak LED Rangkaian Fotodetektor Dan Pengukur Frekuensi Rangkaian fotodetektor yang telah dibuat terdiri dari komponen fotodioda (PD) BPW 34, prapenguat IC LF357 (dengan tahanan balik R F 100 k dan tahanan masukan R 1 100 k ). Rangkaian ini berfungsi untuk mengkonversi sinyal optic menjadi tegangan. Agar dapat berfungsi sebagai fotodetektor, fotodioda ini diberi tegangan bias V = 9 volt. Tegangan keluaran rangkaian fotodetektor dan prapenguat dapat ditentukan dengan persamaan 7.

60 (7) Kuat arus i pada persamaan 7 bergantung pada responsivitas fotodetektor. Untuk BPW 34 responsivitasnya 0,62 A/watt pada panjang gelombang 850 nm. Gambar 5. Rangkaian penguji DESAIN RANGKAIAN DAN METODE EKSPERIMEN Pada penelitian ini digunakan metode perancangan dengan desain rancangan rangkaian yang mempunyai diagram blok seperti pada Gambar 6. Sistem fiber optik Rangkaian fotodetektor Frekuensi-meter Transduser 1 Rangkaian Perata Modulator Frekuensi Penggerak LED Tranduser 2 Gambar 6. Blok diagram pengukur suhu

61 Masing-masing bagian dari blok diagram pada gambar 6 tersebut seperti tergambar pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5. Konversi suhu ke tegangan oleh transduser 1 dan transduser 2 dirata-rata oleh rangkaian perata. Keluaran rangkaian perata dalam bentuk tegangan kemudian diumpankan ke modulator frekuensi untuk diubah menjadi frekuensi. Agar sinyal mempunyai arus yang cukup, maka hasil modulasi diumpankan ke rangkaian penggerak LED. Sinyal optik keluaran LED diumpankan melalui lensa pemfokus ke fiber optik yang panjangnya 10 m. Keluaran fiber optik kemudian dideteksi dengan menggunakan fotodetektor fotodioda BPW34 yang dirangkai dengan prapenguat IC LF 357 dan pengukur frekuensi (frekuensimeter). HASIL DAN PEMBAHASAN Desain dari pengukur suhu ini diberlakukan untuk mengukur suhu dari dan. Hasil percobaan untuk menentukan vbe pada persamaan (1) untuk suhu hingga seperti pada grafik pada Gambar 7. Hasil pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, menunjukkan bahwa untuk setiap perubahan diperoleh perubahan sebesar 2 mv. Besar vbe dari hasil pengukuran kemudian dapat digunakan untuk menentukan besar vo dari rangkaian transduser (Gambar 1) dengan membuat R 1 =R 2 melalui perhitungan (persamaan 1). Harga v o dari transduser dengan rangkaian seperti pada Gambar 2 dapat juga diperoleh melalui pengukuran dan hasilnya diberikan seperti pada Tabel 1. Pada tabel tersebut juga ditunjukkan hasil pengukuran keluaran dari rangkaian perata (Vo1) tegangan V c pada kaki 6 dan frekuensi f tegangan keluaran modulator. Sedangkan hasil pengukuran frekuensi dari tegangan keluaran modulator (kaki 3) seperti ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 8.

62 Gambar 7. Grafik hubungan vbe terhadap suhu Tabel 1. Hasil pengukuran Vo, Vo 1, Vc dan f Suhu ( o C) Vo (V) Vo 1 (V) Vc (V) f (khz) 0 0,35-0,35 8,66 50,26 25 0,40-0,40 8,60 52,12 50 0,45-0,45 8,55 53,94 75 0,51-0,51 8,50 55,77 100 0,55-0,55 8,44 57,50 125 0,60-0,60 8,40 59,27 150 0,64-0,64 8,35 61,08 Gambar 8. Harga frekuensi untuk berbagai suhu Dari tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa pada setiap perubahan 0,1 volt tegangan keluaran rangkaian transduser (v o ) menghasilkan perubahan frekuensi sebesar 3,5 khz. Sebagai akibat dari Vc meningkat, maka frekuensi keluaran modulator menurun. Penurunan atau peningkatan dalam kontrol tegangan agar lebih optimum diatur dengan perubahan R 3 (pada rangkaian modulator). Tingkat tegangan Vc akan menentukan deviasi frekuensi dan frekuensi menentukan perubahan kecepatan pulsa. Perubahan frekuensi yang terjadi mendekati harga 72 Hz untuk setiap perubahan suhu sebesar. Bentuk pulsa kotak yang dihasilkan mempunyai lebar 0,5 periode (T), berbanding terbalik dengan frekuensi f dari keluaran modulator dan mempunyai siklus aktif 50 %. Pada penggerak LED (Gambar 4), R 3 diatur pada tegangan +1,14 volt (untuk transmisi fiber optik lebih kurang 10 meter) agar tingkat (level) arus bias IEQ2 yang mengalir pada emiter dari transistor Q 2 untuk menyalakan LED berada pada level 30 ma (untuk transmisi fiber optik sepanjang 10 m). Namun apabila cahaya LED akan ditransmisikan pada pemandu gelombang (fiber optik) yang lebih panjang maka IEQ2 perlu diperbesar dengan cara merubah R3. Hasil perubahan R3 pada rangkaian penggerak LED (Gambar 4) mengakibatkan tegangan pada R 3 (atau V R3 ) dan arus penggerak LED IEQ2 berubah seperti pada Tabel 2. Hasil pengujian keluaran fiber optik pada pengukuran suhu dari 0 hingga 150 C pada I EQ2 = 30 ma dengan rangkaian fotodetektor dan pengukur frekuensi seperti pada Tabel 3.

63 Tabel 2. Harga VR3 dan IEQ2 V R3 (V) I EQ2 (ma) 0,89 42 0,95 41 1,00 40 1,05 37 1,10 34 1,15 29 1,17 20 1,25 1 1,30 0 Tabel 3 Hasil pengujian keluaran fiber optik Suhu ( C) 0 25 50 75 100 125 150 Tegangan pada prapenguat (V) 3,9 Frekuensi terukur frekuensimeter (khz) 50,25 52,10 54,00 55,95 56,10 57,60 59,40 Dari data hasil pengujian keluaran fiber optik (Tabel 3), keluaran frekuensi yang terukur oleh frekuensimeter menunjukkan bahwa setiap perubahan suhu sebesar 1 C diperoleh perubahan frekuensi rata-rata 72 Hz. Lebar pulsa dari sinyal sebesar 0,5 T (T = perioda), dengan perioda yang harganya berbanding terbalik dengan frekuensi (f), sedangkan frekuensi bergantung pada harga suhu. KESIMPULAN Telah dibuat pengukur suhu dengan rangkaian perata, modulator dan rangkaian penggerak LED, transmisi fiber optik dan rangkaian fotodetektor yang terhubung dengan frekuensimeter. Rangkaian transduser yang telah dibuat memberikan perubahan tegangan keluaran sebesar 2 mv untuk setiap perubahan suhu sebesar. Sedangkan untuk frekuensi diperoleh perubahan sebesar 72 Hz untuk setiap perubahan suhu. Lebar pulsa dari sinyal sebesar 0,5 T (T= periode) dan siklus aktif 50 %. Agar dapat menggerakkan LED maka pengaturan tingkat arus perlu dilakukan menyesuaikan dengan panjang fiber optik yang digunakan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada sejawat di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Jember yang telah memberi bantuan untuk terwujudnya artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Burr-Brown, 1993. Diode in Temperature Measurement, Burr-Brown International Ltd., Meadow. Denton J., 1989. Operational Amplifier and Linear Integrated Circuits: Theory and Applications, Mc-GrawHill, Inc, New York. Hund E., 1989. Microwave Communications:Componens and Circuits, Formerly of Pierce College, Los Angelos, California. Lorrain P.C., 1990. Electromagnetism, WH Freeman and Company, New York.

64 Neudeck H., 1976. Electronic Circuit Analysis and Design, Houghton Mifflin Company, Boston. Sarwono S., 1990. Piranti ukur Elektronik Untuk Industri Pangan, PAU IPB Bogor. Sedra S., 1989. Rangkaian Mikroelektronik, Jilid I Penerbit Airlangga, Jakarta. Singh J., 1996. Optoelectronics, McGraw-Hill Book Co, New York. Tischler M., 1992. Optoelectronics:Fiber Optics and laser, second edition, McGraw-Hill, Singapore.