BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara)

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah

DISTRIBUSI DAN KEPADATAN SIMPATRIK UNGKO (Hylobates agilis) DAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU, SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

METODE PENELITIAN. Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

IV. METODE PENELITIAN

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB IV METODE PENELITIAN

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BAB III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

IV. METODE PENELITIAN

Bab sepuluh: Ringkasan. Ringkasan

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

Rahmi Fitri 1)*), Rizaldi 1), Wilson Novarino 2) Abstract

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

IV. METODE PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

TINJAUAN PUSTAKA. Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

IV. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan

UKURAN KELOMPOK SIMPAI (Presbytis melalophos) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. BAHAN DAN METODE

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (FAO, 1991). Hutan tropis ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

Transkripsi:

21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan berdasarkan kombinasi struktur vegetasi dan habitat fisik, yaitu habitat hutan gambut, Dipterocarpaceae atas, dan peralihan (Gambar 4). Habitat hutan gambut ditandai dengan adanya tumbuhan khas seperti kantung semar dan mosses. Tajuk pada hutan gambut didominasi oleh pepohonan dengan daun berwarna coklat kemerahan seperti mayang merah (Palaquium sp.). Daerah peralihan ditunjukan Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

22

23 5.1.2 Distribusi Ungko dan Siamang Berdasarkan VES Perjumpaan dengan ungko dan siamang paling banyak terjadi pada saat melakukan aktivitas pergerakan (moving). Perjumpaan juga terjadi pada saat aktivitas makan, istirahat, bersuara dan beberapa kali aktivitas membuang kotoran pada ungko (Gambar 6). Gambar 6 Aktivitas istirahat pada ungko (kiri) dan makan pada siamang (kanan). Peta distribusi ungko dan siamang berdasarkan titik-titik perjumpaan selama penelitian (Gambar 7). Tercatat ada 59 perjumpaan ungko (110 individu) dan 23 perjumpaan siamang (46 individu). Perjumpaan banyak terjadi di bagian timur dan selatan, hal ini dikarenakan VES lebih difokuskan di daerah tersebut. Berdasarkan titik-titik perjumpaan yang disajikan pada peta, dapat menggambarkan distribusi dan besarnya populasi relatif ungko dan siamang. Selain menggambarkan populasi relatif, data ini juga dapat menunjukan posisi strategis untuk menjumpainya. Terlihat ada siamang dan ungko dijumpai pada titik lokasi yang sama, namun ada beberapa lokasi hanya dijumpai ungko dan hanya dijumpai siamang.

Gambar 7 Peta distribusi ungko dan siamang berdasarkan VES di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 24

25 Selain kedua spesies, juga dijumpai primata lain yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii), simpai (Presbytis melalophos) dan beruk (Macaca nemestrina) (Lampiran 3). Mereka sama-sama primata arboreal yang hidup di tempat sama. Simpai dan beruk memiliki wilayah jelajah yang lebih sempit dan cukup terkonsentrasi di suatu wilayah. Sementara orangutan memiliki wilayah jelajah sangat luas dibandingkan jenis primata lain di area penelitian. Individu orangutan yang sama dapat ditemukan di lokasi berbeda hingga berjarak lebih dari 3 km dalam waktu dua hari. 5.1.3 Distribusi Ungko dan Siamang Berdasarkan Triangle Count Selain perjumpaan langsung, titik-titik perkiraan lokasi ungko dan siamang yang disusun berdasarkan data triangle count (Gambar 8). Triangle count dilakukan di 4 area yang memiliki tumpang tindih. Tumpang tindih area dilakukan karena lokasi penelitian memiliki topografi ekstrim sehingga memungkinkan adanya suara yang tidak terdengar. Distribusi berdasarkan triangle count menunjukan titik-titik keberadaan siamang lebih luas daripada ungko. Hal ini disebabkan karena suara yang dikeluarkan siamang lebih keras. Distribusi siamang terdeteksi lebih dari 1km dari pengamat. Sementara suara ungko terdengar lebih dari 1km pada kondisi tertentu yaitu saat lokasi sumber suara tidak terhalang bukit. Estimasi berdasarkan titik-titik hasil triangle count (Gambar 9) mewakili titik-titik lokasi keberadaan ungko dan siamang hasil VES (Gambar 8) dengan area yang lebih luas. Sebagian besar area ditempati oleh kedua jenis, beberapa lokasi terlihat hanya terdapat ungko saja atau siamang saja. Ada beberapa lokasi yang tidak di jumpai ungko dan siamang secara langsung, namun ada titik-titik perkiraan keberadaan berdasarkan triangulasi. Hal ini dkarena VES tidak dilakukan di semua wilayah Stasiun Penelitian. Lokasilokasi tersebut terdeteksi berdasarkan suara, selain itu jarak yang relatif dekat dengan titik-titik perjumpaan langsung, terutama di wilayah selatan dan timur.

Gambar 8 Peta distribusi ungko dan siamang berdasarkan triangle count di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 26

27 5.1.4 Distribusi Intra dan Interspesifik Distribusi ungko dan siamang membentuk blok-blok home range dan teritori. Setiap Kelompok memiliki mekanisme dalam mendapatkan dan mempertahankan daerah kekuasaan dengan vokalisasi. Posisi ditemukannya kelompok menunjukkan daerah tersebut menjadi bagian home range. Hasil pengamatan dan survei suara menunjukan pola pembagian wilayah ungko dan siamang di area penelitian. Peta sebaran ungko dan siamang dari hasil VES dan triangle count dapat menunjukkan sketsa distribusi home range masing-masing kelompok pada ungko dan siamang (Gambar 9). Selama penelitian dijumpai 13 kelompok ungko dan 9 kelompok siamang yang teridentifikasi ukuran dan komposisinya. Beberapa kelompok lain dijumpai namun tidak teridentifikasi jumlah individunya yaitu kelompok siamang SJ, SK dan SL. Ungko dan siamang memiliki cara yang khas dalam mempertahankan wilayahnya. Perilaku yang dilakukannya ialah vokalisasi untuk menandakan keberadaan suatu kelompok terhadap kelompok tetangganya. Konflik antar kelompok dapat terjadi saat terjadi pertemuan antar kelompok (encounter). Encounter banyak terjadi di dekat perbatasan dan area tumpang tindih home range. Secara umum pada saat encounter jantan dewasa berada pada paling depan dan saling bertatapan dari kejauhan. Sementara betina berada di belakangnya dan bersuara keras. Pada survei suara, encounter dapat di ketahui berdasarkan dua vokalisasi kelompok atau lebih dalam satu lokasi. Selama penelitian, sedikitnya terdapat 9 lokasi dijumpai encounter pada ungko dan 1 kali pada siamang. Tumpang tindih wilayah sangat besar terjadi antara kedua spesies. Hampir semua home range dan teritori antar kedua spesies tumpang tindih. Tumpang tindih terjadi diperkirakan mencapai lebih dari 80% (Gambar 10). Hampir di semua lokasi ditemukannya ungko selama penelitian ditemukan juga siamang. Ada sebagian wilayah kelompok ungko GA tidak ditemukan siamang baik dari perjumpaan langsung maupun tanda keberadaan berdasarkan suara. Namun, sebagian wilayah kelompok ungko GA tumpang tindih dengan siamang kelompok SA dan SF.

28 Keterangan : area tumpang tindih; encounter Gambar 9 Sketsa perkiraan home range kelompok ungko (kiri) dan kelompok siamang (kanan) berdasarkan VES dan triangle count.

29... Siamang Ungko encounter Gambar 10 Sketsa tumpang tindih home range ungko dan siamang. Ungko dan siamang memiliki persaingan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Selama pengamatan dijumpai dua kali encounter antar keduanya. Pertama, ungko masuk ke pohon Ficus sp. yang sama dengan siamang, namun siamang tidak menghiraukan. Ungko hanya singgah sebentar untuk makan dan kemudian pergi meninggalkan pohon dan siamang masih tetap di pohon. Kedua,

30 siamang memberikan respon mengusir ungko ketika datang dan ungko pergi menjauh dengan cepat. Persaingan antar keduanya juga terjadi dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya. Perselisihan tidak dijumpai secara langsung, namun ungko dan siamang ditemukan makan buah dan daun yang sama pada waktu yang berbeda. Kedua jenis dijumpai memakan buah daun dan bunga (Gambar 11). Jenis-jenis vegetasi yang sama menjadi sumber pakan bagi keduanya antara lain buah Ficus, bunga dan buah Palaqium rostratum dan buah Camnosperma auriculatum. Gambar 11 Perilaku makan pada ungko dan siamang: (a) siamang makan daun, (b) ungko makan daun dan (c) ungko makan buah dan bunga Palaqium rostratum. 5.2 Ukuran dan Komposisi Kelompok 5.2.1 Ukuran dan Komposisi Kelompok Ungko Ungko dan siamang merupakan satwa primata yang hidup dalam kelompokkelompok keluarga monogami selayaknya jenis-jenis Hylobatidae lainnya. Setiap kelompok umumnya terdiri dari sepasang induk jantan dan betina beserta anak. Induk jantan dan betina melahirkan satu anak per kelahiran serta hidup bersama hingga menjelang dewasa dan keluar membentuk kelompok baru. Anak dapat hidup dengan induknya hingga berumur ± 10 tahun, dengan rentang waktu kelahiran 3,2 tahun (Mitani 1990) maka satu kelompok dapat berjumlah 5 individu dengan 3 anak didalamnya. Selama pengamatan di stasiun penelitian ada 14 kelompok ungko yang teridentifikasi. Ukuran kelompok ungko yang bervariasi antara 2-5 individu per

31 kelompok. Kelompok dengan ukuran 3 individu memiliki persentase terbanyak yaitu 64% (9 kelompok) kemudian diikuti 2 dan 4 individu masing-masing 14% dan 5 individu sebesar 7% (Gambar 12). Setiap kelompok ungko sebagai satwa monogami umumnya memiliki 1 jantan dewasa, 1 betina dewasa sebagai pasangan dan 1-2 anak sebelum mandiri serta memisahkan diri untuk membentuk kelompok baru. persentase 80 60 40 20 0 64 rata-rata = 3,14 ind/kel 14 14 7 1 2 3 4 5 Ukuran kelompok (individu) Gambar 12 Ukuran kelompok ungko di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. Individu-individu pada kelompok memiliki komposisi baik dari jenis kelamin maupun kelas umur. Ungko memiliki variasi warna rambut yang dapat hidup dalam satu kelompok. Komposisi kelompok dapat menunjukan pola kelangsungan hidup dalam berkembang biak. Selain itu komposisi tiap kelompok juga mempengaruhi sistem sosialnya. Selama pengamatan tercatat 14 kelompok dengan komposisi bervariasi (Tabel 3). Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan jantan dan betina (sex ratio) secara menyeluruh sebesar 19:17. Hal ini wajar karena ungko merupakan salah satu jenis Hylobates yang dikenal monogami. Dari 44 individu ungko yang ditemukan, ada 8 individu tidak teridentifikasi jenis kelaminnya. Delapan individu tidak teridentifikasi kelamin sebagian besar merupakan bayi (umur <2 tahun) dan beberapa anak (umur 2-6 tahun). Komposisi kelas umur pada kelompok ungko memiliki perbandingan dewasa:pra-dewasa:anak:bayi berturut-turut sebesar 62,90:9,10:11,36:13,64.

32

33 kelompok ungko yang terdeteksi, tercatat 48% kelompok berwarna rambut hitam semua, 23% berwarna kuning dan 29% berwarna campuran kuning hitam. 5.2.2 Ukuran dan Komposisi Kelompok Siamang Hasil pengamatan tercatat 9 kelompok siamang yang teridentifikasi. Ukuran kelompok siamang bervariasi antara 1-4 individu per kelompok. Kelompok dengan ukuran 3 individu memiliki persentase terbanyak yaitu 67% (6 kelompok). Sama seperti kelompok ungko, setiap kelompok siamang juga merupakan satwa monogami yang umumnya memiliki 1 jantan dewasa, 1 betina dewasa sebagai pasangan dan 1-2 anak sebelum mandiri serta memisahkan diri untuk membentuk kelompok baru. Ukuran kelompok siamang di lokasi penelitian sebesar 2,78 individu/kelompok, lebih kecil dibandingkan ungko (3,14 individu/kelompok). Pada siamang jarang ditemui kelompok lebih dari 3 individu dan hanya ada 14% kelompok dengan 4 individu yang merupakan kelompok dengan anggota terbesar (Gambar 14). Berbeda dengan ungko, ada 21% kelompok yang anggotanya lebih dari 3 individu dan dijumpai juga kelompok dengan 5 individu. Persentase 80 60 40 20 11 11 67 rata-rata = 2,78 ind/kel 11 0 1 2 3 4 5 Ukuran kelompok (individu) Gambar 14 Ukuran kelompok siamang di Stasiun Penelitian YEL-SOCP, KHBT. Selama pengamatan dijumpai 9 kelompok siamang yang seluruhnya berjumlah 25 individu dengan komposisi bervariasi (Tabel 4). Terdapat 19 individu teridentifikasi jenis kelaminnya yaitu 10:9 betina dan jantan. Komposisi kelas umur pada kelompok siamang memiliki persentase dewasa:pradewasa:anak:bayi sebesar 68:4:20:8 (Tabel 4).

34 Tabel 4 Komposisi kelompok siamang di Stasiun Penelitian YEL-SOCP, KHBT Kelompok Dewasa Pra-dewasa Anak Bayi Σ B J J B J B? SA 1 - - - - - - - 1 SB 1 1 - - 1 - - 1 4 SC 1 1-1 - - - - 3 SD 1 1 - - - - 1-3 SE 1 1 - - - - 1-3 SF 1 1 - - - - - - 2 SG 1 1 - - - - 1-3 SH 1 1 - - - - - 1 3 SI 1 1 - - - - 1-3 Σ 9 8 1 1 4 2 25 36 32 0 4 4 0 16 8 100 Persentase 68 4 20 8 100 Ket: J = jantan; B = betina;? = tidak teridentifikasi Warna rambut hitam antara siamang dan ungko memiliki perbedaan. Perbedaan warna hitam pada ungko dan siamang terlihat mencolok pada saat terkena sinar matahari langsung (Gambar 15). Siamang memiliki warna rambut hitam pekat. Warna rambut hitam ungko tidak pekat dan lebih terlihat pudar menuju coklat. Gambar 15 Beda kehitaman warna rambut ungko versi hitam (kanan). antara siamang (kiri) dan 5.2 Kepadatan Populasi Kepadatan populasi merupakan banyaknya individu per satuan luas. Kepadatan satwaliar cukup sulit diketahui karena sifat liar itu sendiri. Namun, ada metode yang memudahkan hal tersebut. Primata jenis-jenis Hylobatidae seperti ungko dan siamang memiliki vokalisasi khas yang dapat mempermudah mengetahui kepadatan yaitu dengan metode triangle count. Vokalisasi yang dimaksud dalam metode triangle count yaitu group call dan duet call jantan dan

35 betina dewasa pada setiap kelompok. Vokalisasi dapat menunjukan informasi keberadaan kelompok di suatu titik lokasi. Vokalisasi solo tidak dipakai karena tidak menunjukan suatu kelompok. Kepadatan populasi pada Hylobatidae dapat menunjukan besarnya persaingan, tumpang tindih wilayah (home range) antar kelompok sejenis dan keberlangsungan hidup suatu spesies dalam mempertahankan keturunannya. Kepadatan yang besar akan mengakibatkan tingginya persaingan dan tumpang tindih wilayah. Namun kondisi ini lebih menjamin kelestarian spesies tersebut daripada kepadatan yang rendah dalam habitat yang normal. Belum diketahui secara pasti mengenai kepadatan ideal pada ungko dan siamang. Hasil kepadatan ungko di Stasiun Penelitian YEL-SOCP disajikan dalam Tabel 5. Berdasarkan hasil data yang dipetakan menggunakan ArcGis 9.3, area dengar efektif triangle count sebesar 2,64 ha. Area dengar efektif dipengaruhi oleh pemilihan pos pendengaran dan topografi area survei. Hambatan suara pada survei adalah terhalang bukit, arah angin dan suara bising di sekitar pos. Pos pendengaran yang baik yaitu berada pada lokasi tertinggi di areanya sehingga dapat mengurangi hambatan. Tabel 5 Kepadatan ungko di Stasiun Penelitian YEL-SOCP, KHBT Area Estimasi Area Dengar Area Dengar Efektif Grup Terdengar p (1) m (hari) p (m) Kepadatan (km 2 ) (km 2 ) kel/km 2 ind/km 2 1 4,53 2,36 12,00 0,52 5,00 0,98 5,19 16,30 2 4,79 2,28 12,00 0,60 4,00 0,98 5,37 16,86 3 4,73 2,39 12,00 0,48 4,00 0,93 5,40 16,96 4 4,79 3,54 16,00 0,75 4,00 1,00 4,52 14,19 Rerata 4,71 2,64 13,00 0,59 4,25 0,97 5,12 16,08 ket: p (1): probabilitas rata-rata; m: jumlah hari pengamatan; p (m): proporsi bersuara kelompok Pengamatan yang dikukan selama 4-5 hari pada setiap area, rata-rata kelompok terdengar setiap pada area sebanyak 13 kelompok. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, rata-rata kepadatan ungko sebesar 5,12 kelompok/km 2. Mengacu rata-rata ukuran kelompok ungko berdasarkan pengamatan langsung pada 14 kelompok yaitu 3,14 per kelompok, didapat estimasi kepadatan ungko sebanyak 16,08 individu/km 2. Hasil yang sedikit berbeda ditunjukan pada area ke- 4, berdasarkan teknisnya hal ini dikarenakan pos yang digunakan lebih strategis sehingga luas area dengar efektif dan kelompok yang terdengar lebih banyak.

36 Hasil analisis data pengamatan siamang disajikan pada Tabel 6. Luasan area dengar efektif rata-rata dari 4 area sebesar 2,85 ha dengan kepadatan rata-rata 3,37 kelompok/km 2. Sama halnya dengan ungko, berdasarkan ukuran rata-rata kelompok siamang sebesar 2,28 individu/kelompok, didapatkan kepadatan ratarata sebesar 9,37 individu/km 2. Tabel 6 Kepadatan siamang di Stasiun Penelitian YEL-SOCP, KHBT Area Estimasi Area Dengar Area Dengar Efektif Grup Kepadatan p (1) m (hari) p (m) Terdengar (km 2 ) (km 2 ) kel/km 2 ind/km 2 1 4,53 2,12 8,00 0,40 5,00 0,93 4,06 11,29 2 4,79 3,35 8,00 0,53 4,00 0,95 2,51 6,98 3 4,73 2,67 10,00 0,63 4,00 0,98 3,82 10,62 4 4,79 3,27 10,00 0,45 4,00 0,99 3,09 8,59 Rerata 4,71 2,85 9,00 0,50 4,25 0,96 3,37 9,37 ket: p (1): probabilitas rata-rata; m: jumlah hari pengamatan; p (m): proporsi bersuara kelompok 5.3 Perilaku Bersuara Perilaku bersuara memiliki peranan penting bagi satwa primata Hylobatidae. Satwa ini tergolong satwa teritorial dan suara menjadi komunikasi sosial baik antar individu dalam kelompok maupun komunikasi antar kelompok. Ungko dan siamang melakukan vokalisasi dapat diartikan sebagai penanda teritorinya dan sebagai media pembagian wilayah antar kelompok serta sebagai komunikasi antar pasangan dalam satu kelompok. Hasil pengamatan menunjukan waktu dan tahapan perilaku bersuara. Jantan dan betina memiliki suara dengan tahapan dan waktu yang berbeda. Vokalisasi dapat dilakukan solo maupun duet dan juga dapat berupa vokalisasi kelompok. Ungko mulai bersuara sebelum matahari terbit. Suara yang dikeluarkan sebelum matahari terbit dilakukan oleh individu jantan dewasa disebut dawn call, sementara vokalisasi dengan tipe yang sama setelah matahari terbit disebut male solo. Awal waktu dawn call bervariasi tiap harinya, yaitu tercatat paling awal pada pukul 05.03 WIB (Gambar 16). Pada beberapa kondisi berbeda, dawn call/male solo diawali pada pukul 07.42 WIB. Selama penelitian tercatat ada 103 vokalisasi dalam 17 kali pengamatan. Secara umum, aktivitas suara ini diawali antara pukul 05.30 sampai 05.59 WIB sebanyak 52 %. Dawn call/male solo diakhiri sebelum pukul 08.00 WIB.

37 60 52 50 Persentase 40 30 20 10 0 0 14 21 7 2 4 0 Pukul (WIB) Gambar 16 Grafik pemilihan waktu dawn call/male solo pada ungko dalam tujuh periode waktu pengamatan dihitung dari frekuensinya. Jenis kelamin individu Hylobatidae dapat dibedakan berdasarkan suaranya (vokalisasi). Betina menghasilkan vokalisasi lebih menonjol, nyaring, melengking dan panjang yang biasa disebut great call. Great call dibagi menjadi tiga fase, yaitu pre-trill, trill dan post-trill. Sangat berbeda dengan vokalisasi jantan yang lebih pendek (male solo). Male solo merupakan vokalisasi jantan yang berurutan tanpa jeda oleh fase atau not vokalisasi betina (Duma 2007). Jantan dewasa bersuara pagi sebagai awal aktivitas setelah bangun dan kemudian berpindah untuk mencari makan. Umumnya setelah ungko jantan melakukan dawn call/male solo pada awal bersuara, kemudian betina dewasa membalasnya dengan great call dan dawn call berhenti. Setelah selang beberapa waktu kelompok ungko melakukan duet call maupun group call yaitu great call oleh betina dewasa yang langsung diikuti coda jantan dewasa Great call dapat dilakukan oleh dua betina sekaligus atau biasa disebut double great call. Double great call dapat dilakukan oleh kelompok yang memiliki anak betina remaja atau hingga dewasa. Begitu juga dengan jantan, suara balasan dapat dilakukan double pada kelompok yang memiliki anak jantan atau hingga dewasa. Berbeda dengan ungko, siamang bersuara setelah matahari terbit. Pada siamang juga ada vokalisasi double seperti ungko. Bedanya, suara jantan pada siamang dilakukan pada saat great call betina belum selesai atau pada tengah-tengah dan mengikuti alur suara betina.

38 Selama pengamatan tercatat ada 325 group call dalam 16 hari oleh kelompok ungko. Ungko melakukan group call paling awal yaitu sebelum pukul 06.00 WIB tercatat 2%. Terlihat pada Gambar 16, mulai pukul 06.00 WIB frekuensi bersuara ungko mulai terus naik hingga mencapai puncaknya pada pukul 08.00 WIB dan menurun setelahnya hingga tidak terdengar lagi setelah pukul 11.00 WIB. Frekuansi vokalisasi ungko paling tinggi pada pukul 07.00 08.00 WIB sebesar 36%. Persentase 40 35 30 25 20 15 10 5-34 36 25 27 24 18 12 10 2 8 3 0 2 0 5-6 6-7 7-8 8-9 9-10 10-11 11-12 ungko siamang \ Pukul (WIB) Gambar 17 Grafik perbandingan aktivitas group call ungko dan siamang pada tujuh periode waktu pengamatan, dihitung dari frekuensinya. Tercatat ada 150 group call siamang selama 16 hari pengamatan. Siamang melakukan vokalisasi paling awal yaitu sebelum pukul 08.00 WIB sebanyak 2%. Namun siamang memulai vokalisasi pertamanya paling banyak pada pukul 09.00-10.00 WIB sebanyak 27%. Pemilihan waktu awal panggil siamang 1 jam sebelum dan sesudah waktu terbanyak tidak berbeda jauh. Dengan kata lain siamang cenderung melakukan vokalisasi awal pada pukul 08.00-11.00. Gambar 17 menunjukan adanya kecenderungan pergantian aktivitas panggil yang dilakukan antara ungko dan siamang dari segi waktu. Ketika frekuensi vokalisasi ungko menurun, pada saat itu frekuensi vokalisasi siamang meningkat hingga mencapai puncaknya. Kedua jenis ini sudah sedikit mengawali vokalisasi setelah pukul 11.00 WIB, bahkan pada ungko tidak ada yang memulai vokalisasi setelah pukul 11.00 WIB. Probabilitas vokalisasi menunjukan kemungkinan kelompok melakukan satu kali vokalisasi dalam waktu tertentu.hal ini penting diketahui dalam penggunaan

39 triangel count untuk menunjukan minimal jumlah hari pengamatan untuk menghindari kelompok yang tidak melakukan vokalisasi selama pengamatan. Probabilitas vokalisasi kelompok ungko dan siamang disajikan pada Tabel 2. Semua probabilitas ungko dan siamang mencapai 100% pada hari ke-4, namun ada beberapa area yang sudah mencapai 100% pada hari ke-3 yaitu pada area 3 untuk ungko dan area 2 untuk siamang. Rata-rata kelompok bersuara pada setiap area sebanyak 13 kelompok ungko dan 9 kelompok siamang. Tabel 7 Probabilitas vokalisasi kelompok ungko dan siamang Hari ke- Ungko Siamang Rerata Area 1 Area 2 Area 3 Area 4 Area 1 Area 2 Area 3 Area 4 Rerata 1 50,00 50,00 58,33 50,00 52,08 25,00 62,50 50,00 50,00 46,88 2 66,67 91,67 75,00 62,50 73,96 62,50 87,50 70,00 60,00 70,00 3 83,33 91,67 100 93,75 92,19 75,00 100 80,00 90,00 86,25 4 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 Σ Kel. 12 12 12 16 8 8 10 10 Rerata 13 9