BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

3. Tunjangan pensiun yang saya peroleh akan digunakan untuk. a. Modal usaha b. Tabungan c. Belum tahu. d..

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

LAMPIRAN 1. Metode Successice Internal (MSI) Kuesioner Self-Efficacy. Metode Successice Internal (MSI) Kuesioner Sumber-sumber Self-Efficacy

Lampiran 1. Profil Lembaga Bimbingan Belajar X di kota Bandung. 1. Sejarah Lembaga Bimbingan Belajar X di kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. benar akan dicapai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Sedemikian

BAB I PENDAHULUAN. yang kini lebih dikenal sebagai KKNI (Kurikulum Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional

DATA PRIBADI. 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Ada, yaitu. B. Tidak ada, alasan..

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang melibatkan penguasaan suatu kemampuan, keterampilan, serta

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di alam bebas (Out Door s Activity), berupa mendaki gunung,

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia bukan sekedar untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan namun juga untuk mendapatkan masa depan yang cerah dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak atau setidaknya kehidupan yang memadai. Dengan pendidikan seseorang dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan untuk mampu menghadapi sebuah tantangan atau tuntutan pekerjaan di bidang tertentu. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah dan umumnya jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi, yaitu SD, SMP, SMA, SMK, STM dan Perguruan Tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan di dalam keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab, misalnya tempat pengajian, gereja. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga- 1

2 lembaga tertentu yang melengkapi seseorang untuk memiliki keterampilan tertentu, misalnya bimbingan belajar atau kursus bahasa inggris (Widiatrirahayu, 2008). Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan formal. Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri atas beberapa fakultas yang dibagi ke dalam beberapa jurusan (www.wikipedia.com). Perguruan Tinggi di Indonesia terbagi menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Setiap tahunnya Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta membuka penerimaan mahasiswa baru. Perguruan Tinggi Negeri menjaring calon mahasiswa melalui SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Djoko Santoso tahun 2011, jumlah peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN), meningkat dibandingkan tahun 2010. Jika pada tahun 2010 jumlah peserta hanya 447.201 orang tahun ini meningkat hingga 540.953, sedangkan yang diterima hanya 119.041 kursi di Perguruan Tinggi Negeri (www.suaramerdeka.com - 28 Juni 2011). Banyaknya jumlah peserta SBMPTN menunjukkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih menjadi pilihan favorit bagi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang alumni SMA, diperoleh informasi bahwa mereka akan merasa lebih bangga apabila lulus dalam SBMPTN dikarenakan mampu bersaing dengan banyaknya peserta yang berada di seluruh Indonesia. Selain itu, alasan mereka mengikuti SBMPTN adalah pertimbangan

3 biaya. Pada umumnya biaya kuliah di PTN lebih murah dibandingkan dengan PTS, hal ini dikarenakan PTN adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara dan mendapatkan subsidi dalam pembangunannya (UUD RI.Pendidikan No.9-2009). Tingginya persaingan dalam menghadapi SBMPTN mendorong para peserta untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk dapat bersaing dengan ratusan ribu peserta lainnya. Agar berhasil lulus dalam ujian SBMPTN para peserta dituntut untuk menguasai setiap materi pelajaran yang akan diujiankan dalam SBMPTN. Salah satu bentuk persiapan untuk menguasai setiap materi pelajaran yang akan diujiankan tersebut adalah dengan mengikuti Bimbingan Belajar Intensif. Lembaga Bimbingan Belajar yang terkenal di Bandung adalah Lembaga Bimbingan Belajar X. Lembaga Bimbingan Belajar X merupakan salah satu lembaga yang mengadakan program intensif bagi alumni SMA yang akan menghadapi SBMPTN. Lembaga ini dikenal dengan sistem pembelajaran yang menggunakan teknik pendekatan individu antara guru dan siswa baik dalam proses belajar maupun mengerjakan soal-soal, mereka juga dapat saling berdiskusi secara perorangan mengenai hasil dan cara peningkatan try-out yang dicapai selama mengikuti bimbingan. Jumlah siswa di setiap kelas berkisar 15-20 orang yang memungkinkan pengajar lebih mudah memantau dan menjadikan siswa lebih aktif bertanya apabila ada materi yang tidak dimengerti (situs resmi Lembaga X ).

4 Berdasarkan wawancara dengan 10 alumni SMA yang mengikuti bimbingan belajar intensif di Lembaga X Bandung, alasan para alumni SMA memutuskan mengikuti bimbingan belajar intensif di Lembaga X adalah karena sudah memiliki 12 cabang yang tersebar di setiap daerah yang mempermudah mereka mendapatkan akses untuk bimbingan di tempat terdekat, serta memiliki iklim pembelajaran yang akrab antara guru dan siswa, mereka juga menambahkan bahwa lembaga bimbingan belajar X terkenal dalam mencetak anak didiknya untuk lulus dalam SBMPTN. Alumni SMA memiliki kesempatan mengikuti ujian SBMPTN sebanyak tiga kali yang berlaku selama tiga tahun berturut-turut, apabila selama tiga tahun berturut-turut selalu mengalami kegagalan, maka di tahun berikutnya tidak akan ada lagi kesempatan untuk mengikuti SBMPTN. Para alumni SMA adalah siswa lulusan SMA yang mengalami kegagalan di SBMPTN sebelumnya dan kemudian memutuskan mengikuti program intensif di Lembaga Bimbingan Belajar X selama satu tahun dengan harapan dapat berhasil di SBMPTN tahun berikutnya (www.sbmptn.ac.id) Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap tiga orang guru yang mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar X, agar berhasil lulus SBMPTN para calon peserta dituntut untuk menguasai setiap materi pelajaran yang akan diujiankan dalam SBMPTN. Dengan demikian para alumni SMA diharapkan hadir dalam kegiatan bimbingan belajar, mengikuti try-out yang diadakan oleh pihak lembaga, menentukan dan mentaati strategi belajar yang efektif, serta mencari informasi tentang passing grade dari setiap PTN. Selama mengiktui

5 bimbingan belajar para peserta di Lembaga X belajar mulai dari Senin sampai dengan Sabtu, dengan waktu untuk setiap mata pelajaran selama 90 menit, selama hadir dalam kelas para alumni SMA mempelajari dan membahas soal-soal. Setiap hari minggu, peserta bimbingan belajar intensif akan mengikuti try-out, kegiatan tersebut dinilai sangat penting untuk mengetahui persiapan para alumni SMA dalam menghadapi SBMPTN, serta memperoleh bayangan peluang untuk dapat diterima di PTN yang diinginkan. Berdasarkan wawancara dengan guru tersebut juga diperoleh informasi bahwa selama mengikuti bimbingan belajar intensif, tidak sedikit dan jarang alumni SMA yang menunjukkan sikap yang jarang malas bertanya dan tidak hadir dalam mengikuti bimbingan belajar intensif maupun mengikuti try-out. Sementara dengan rajin dan bersemangat selama mengikuti bimbingan belajar intensif, mereka bisa lulus dalam SBMPTN, mengingat selama mengajar pada guru juga menghayati bahwa mereka mampu bersaing dan mampu mengerjakan soal. Para alumni SMA juga diharapkan menentukan dan mentaati jadwal belajar, seperti mengulang setiap materi yang dipelajari di kelas, selain itu dituntut aktif mencari informasi tentang passing grade dari setiap PTN. Passing grade adalah standar skor dari suatu PTN sebagai acuan kelulusan. Passing grade adalah sesuatu yang bersifat dinamis, artinya, setiap PTN memiliki standar sendiri untuk jurusan-jurusan tertentu tiap tahunnya. Biasanya semakin favorit PTN yang dituju semakin tinggi standar skor yang harus dicapai, sehingga para alumni SMA perlu memahami jumlah soal yang harus dikerjakan agar bisa masuk di PTN yang dipilih.

6 Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seorang pengurus bidang kemahasiswaan di Lembaga Bimbingan Belajar X Bandung, diperoleh informasi bahwa persiapan mengikuti bimbingan belajar bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan para alumni SMA untuk dapat berhasil di SBMPTN. Pernyataan tersebut juga ditegaskan kembali oleh konselor psikologi yang berada di Lembaga Bimbingan Belajar X Bandung, beliau menambahkan bahwa faktor keyakinan diri terhadap kemampuannya menjadi salah satu yang berperan penting untuk dapat lulus di SBMPTN, pada diri alumni SMA perlu ditanamkan keyakinan diri dalam menghadapi SBMPTN. Keyakinan diri tersebut berhubungan dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk lulus SBMPTN terlebih mereka sudah pernah mengikuti dan gagal di SBMPTN sebelumnya. Keyakinan tersebut dinilai penting mengingat bahwa semakin mereka yakin akan kemampuaannya maka mereka juga akan semakin menunjukkan usaha yang lebih besar untuk lulus dalam SBMPTN. Keyakinan diri terhadap kemampuan oleh Bandura disebut dengan Self- Efficacy Belief. Self-Efficacy Belief adalah keyakinan diri akan kemampuan dalam menghadapi situasi yang akan datang (Bandura, 2002). Self-efficacy belief memiliki aspek-aspek, yaitu pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, daya tahan pada saat dihadapkan pada rintangan dan penghayatan perasaan individu (Bandura, 2002). Self-efficacy belief pada alumni SMA yang berkaitan dengan keyakinan akan kemampuannya yang menunjang keberhasilannya untuk dapat lulus dalam SBMPTN.

7 Alumni SMA yang memiliki self-efficacy belief yang tinggi tercermin dari keyakinan akan kemampuannya untuk hadir di tempat bimbingan belajar, mentaati strategi belajar yang dibuat, mengikuti setiap try-out yang diadakan bimbingan belajar, serta memilih PTN sesuai dengan kemampuannya, sehingga di dalam menghadapi bimbingan belajar para alumni akan rajin hadir di kelas, berusaha mengulang setiap materi serta rajin mengikuti kegiatan try-out yang diadakan oleh bimbingan belajar dan apabila gagal mereka tidak akan putus asa melainkan berusaha lebih maksimal. Para Alumni SMA juga aktif dalam mencari informasi mengenai passing grade dari universitas yang mereka pilih yang kemudian yang mereka jadikan sebuah acuan dalam menargetkan standar skor saat ujian SBMPTN. Sementara itu, alumni SMA yang memiliki self-efficacy belief yang rendah tercermin dari ketidakyakinan untuk mampu hadir di tempat bimbingan belajar, mentaati strategi belajar yang dibuat, mengikuti setiap try-out yang diadakan bimbingan belajar, serta tidak yakin dalam memilih PTN sesuai dengan kemampuannya, sehingga para alumni SMA akan malas hadir di kelas, mudah merasa bosan dan tidak mau berusaha apabila mengalami kesulitan, para alumni juga akan malas mengikuti try-out, serta tidak aktif dalam mencari infomasi yang berhubungan dengan SBMPTN. Berdasarkan survei awal melalui wawancara yang dilakukan kepada 10 alumni SMA di Lembaga Bimbingan Belajar X Bandung. Terkait dengan aspek pilihan yang dibuat, sebanyak 40% alumni SMA menyatakan merasa yakin akan kemampuannya untuk rajin menghadiri bimbingan dan mengikuti try-out, dalam

8 proses belajar alumni SMA tetap aktif dan mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru, menolak apabila ada teman yang mengajak untuk tidak hadir dalam kegiatan bimbingan belajar, alumni SMA tersebut juga aktif mengikuti try-out yang diadakan setiap minggunya. Sebanyak 60% alumni SMA menyatakan tidak yakin akan kemampuannya untuk rajin menghadiri bimbingan dan mengikuti try-out terhadap pencapaian mereka untuk lulus SBMPTN, sehingga dalam mengikuti bimbingan belajar para alumni SMA menjadi malas hadir mengikuti bimbingan dan jarang bertanya apabila ada materi yang tidak mereka pahami, alumni SMA juga cenderung menghindari pelajaran yang tidak disukai khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial (Geografi, Sejarah dll). Data di atas menunjukkan adanya variasi keyakinan akan kemampuan para alumni SMA dalam hal memilih aktivitas yang berkaitan dengan proses belajar selama mengikuti bimbingan belajar. Terkait dengan aspek besarnya usaha yang dikeluarkan, sebanyak 30% alumni SMA menyatakan merasa yakin mampu berusaha menghadiri bimbingan belajar dan mengikuti try-out yang diadakan oleh bimbingan belajar serta yakin mampu berusaha dalam mentaati jadwal belajarnya, dalam proses belajarnya alumni SMA akan tetap menghadiri bimbingan belajar dan mengikuti try-out walaupun saat sedang hujan, alumni SMA juga mengurangi waktu bermain dengan teman dan memilih berlatih soal-soal di rumah, mereka juga aktif mencari informasi mengenai passing grade dari suatu universitas yang mereka pilih agar bisa menjadi suatu bentuk acuan dalam mencapai standar skor kelulusan. Sebanyak 70% alumni SMA merasa tidak yakin mampu untuk berusaha

9 menghadiri bimbingan belajar, rajin mengikuti try-out, mereka menjadi mudah terpengaruh oleh ajakan teman untuk tidak mengikuti bimbingan belajar, tidak mencatat pelajaran di kelas dan malas mengulang atau berlatih soal-soal, serta tidak banyak bertanya atau mencari informasi mengenai passing grade dari suatu universitas yang mereka pilih. Data di atas menunjukkan adanya variasi keyakinan akan kemampuan para alumni SMA dalam mengeluarkan usaha yang berkaitan dengan proses belajar selama mengikuti bimbingan belajar. Terkait dengan aspek daya tahan saat dihadapkan pada kesulitan, sebanyak 50% alumni SMA merasa yakin mampu untuk tetap bertahan dalam menghadiri bimbingan dan mengikuti try-out yang diadakan oleh bimbingan belajar serta yakin mampu bertahan saat dihadapkan pada kesulitan, misalnya saat dihadapkan pada soal-soal yang sulit, dalam proses belajarnya alumni SMA akan tetap menghadiri kegiatan bimbingan belajar saat sedang bosan atau jenuh karena terus menerus belajar, serta bertahan mengerjakan soal yang dianggap sulit dan tidak mudah menyerah. Sebanyak 50% alumni SMA merasa tidak yakin mampu bertahan dalam menghadapi rintangan untuk hadir di kelas dan mengikuti try-out sehingga biasanya alumni akan malas dan tidak bersemangat di kelas, apabila mendapat poin rendah dalam try-out mereka menjadi pesimis dan merasa tidak yakin mampu mencapai target kelulusan try-out. Data di atas menunjukkan adanya variasi keyakinan akan kemampuan para alumni SMA dalam bertahan atau pada saat menghadapi rintangan yang berkaitan dengan proses belajar selama mengikuti bimbingan belajar intensif.

10 Terkait dengan aspek mengatasi kondisi perasaan dan fisik yang muncul, sebanyak 40% alumni SMA merasa yakin akan kemampuannya untuk mengatasi kondisi fisik dan stress pada saat akan menghadiri atau mengikuti try-out, saat kondisi sakit atau tidak bersemangat, para alumni SMA akan yakin mampu untuk berusaha hadir dalam kegiatan bimbingan dan mendengarkan guru di kelas, serta tetap berusaha yakin dan tidak cemas saat akan menghadapi try-out. Sebanyak 60% alumni SMA merasa tidak yakin mampu mengatasi rasa lelah dan jenuh dalam menghadiri bimbingan dan try-out, jarang menghadiri bimbingan dan tryout. Alumni SMA tidak yakin akan kemampuannya dalam mengatasi kondisi perasaan yang mucul, misalnya perasaan takut dan cemas dalam menghadapi SBMPTN khususnya dalam mencapai target PTN yang diinginkan, apalagi jika para alumni SMA tersebut memikirkan jumlah pesaing peserta SBMPTN dengan jumlah yang sangat banyak mencapai ratusan ribu. Data di atas menunjukkan variasi akan keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi kondis perasaan yang mucul berkaitan dengan proses belajar selama mengikuti bimbingan belajar intensif. Berdasarkan survei awal melalui wawancara yang dilakukan kepada 10 alumni SMA di Lembaga Bimbingan Belajar X Bandung, terdapat variasi keyakinan akan kemampuan yang dimiliki para alumni SMA yang berhubungan dengan pilihan yang dibuat oleh alumni SMA, usaha yang dikeluarkannya, ketahanan dalam menghadapi hambatan, serta mengatasi penghayatan perasaan para alumni SMA yang berkaitan untuk dapat lulus dalam SBMPTN. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Self-Efficacy

11 Belief pada alumni SMA yang sedang mengikuti Program Bimbingan Belajar Intensif di Lembaga X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, masalah yang hendak diteliti adalah derajat Self-Efficacy Belief pada alumni SMA yang sedang mengikuti Program Bimbingan Belajar Intensif di Lembaga X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai self-efficacy belief untuk lulus SBMPTN pada alumni SMA yang sedang mengikuti bimbingan belajar intensif di Lembaga X Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui derajat self-efficacy belief dan informasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi untuk lulus SBMPTN pada alumni SMA yang sedang mengikuti bimbingan belajar intensif di Lembaga X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai self-efficacy belief terutama dalam bidang psikologi pendidikan.

12 2. Memberikan tambahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai derajat self-efficacy belief. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Sebagai bahan masukan kepada pihak lembaga bimbingan, yakni Guru, Kepala Bidang Kemahasiswaan dan Konselor mengenai derajat self-efficacy belief yang sedang mengikuti bimbingan belajar intensid di Lembaga X Bandung sehingga dapat memberi pengarahan melalui seminar atau bahan konseling kepada alumni SMA dalam mengahadapi SBMPTN. 2. Memberi informasi kepada orangtua para alumni SMA mengenai derajat selfefficacy belief, agar dapat turut mendukung dan mengarahkan anaknya melalui pihak lembaga dalam menghadapi SBMPTN. 3. Memberikan informasi kepada alumni SMA mengenai derajat self-efficacy belief yang dimilikinya dalam menghadapi SBMPTN sehingga pihak lembaga dapat memberikan penjelasan bahwa pentingnya self-efficacy belief dalam menunjang kesuksesan mereka, serta dapat memanfaatkan informasi dan menjadikan acuan untuk belajar lebih giat agar dapat lulus dalam SBMPTN. 1.5 Kerangka Pikir Para alumni SMA ini berada dalam tahap remaja akhir, yaitu 17-19 tahun. Pada masa ini remaja menghadapi transisi dari sekolah menengah atas (SMA) ke Perguruan Tinggi. Dalam tahap ini remaja akan mengalami perkembangan, salah satunya adalah perkembangan kognitif (Steinberg, 2002). Perkembangan kognitif

13 pada remaja adalah perubahan dalam pola pikir tentang kemungkinan yang terjadi pada dirinya terutama pada masa depannya, yakni salah satunya adalah pemilihan kelanjutan pendidikan (Steinberng, 2002). Biasanya remaja akan mulai memikirkan dan memutuskan tentang jalur atau bidang pendidikan yang sesuai dengan dirinya atau kemampuannya, yakni salah satunya dengan memutuskan mengikuti SBMPTN. Alumni SMA yang mengikuti SBMPTN berharap dapat lulus dan masuk di PTN yang diinginkan, akan tetapi dalam proses belajar alumni SMA akan dihadapkan pada rintangan dan kesulitan, semua rintangan tersebut akan dapat dihadapi dengan Self-Efficacy Belief. Self-Efficacy Belief adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi situasi tertentu (Bandura, 2002). Self-efficacy belief diperoleh melalui empat sumber utama, yakni Mastery Experinces, Vicarious Experiences, Verbal Persuasions, Physiological and Affective States (Bandura, 2002) Sumber pertama adalah mastery experiences merupakan pembentukan self-efficacy belief melalui pengalaman yang terdiri atas pengalaman keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman tersebut didapat oleh alumni SMA melalui prestasi akademis dan non-akademis yang pernah diraih saat sekolah, selama mengikuti bimbingan belajar atau pengalaman pada saat mencoba ujian di SBMPTN sebelumnya. Para alumni SMA yang lebih sering mengalami keberhasilan daripada kegagalan akan memiliki derajat self-efficacy belief tinggi, misalnya keberhasilan alumni SMA yang selalu berhasil mencapai standar skor selama mengikuti try-out akan menimbulkan keyakinan bahwa dirinya mampu

14 mengerjakan soal walaupun sudah mengalami kegagalan dan justru lebih yakin mampu untuk lulus dalam SBMPTN. Sebaliknya alumni SMA yang lebih sering mengalami kegagalan daripada keberhasilan akan memiliki derajat self-efficacy belief rendah, misalnya saat alumni SMA selalu gagal dalam mencapai standar skor selama mengikuti try-out atau pengalaman kegagalan alumni SMA di awal SBMPTN yang membuat mereka menjadi lebih tidak yakin akan kemampuannya Sumber kedua adalah vicarious experiences, yaitu pengalaman yang diamati dari seorang model sosial (teman, saudara, kakak kelas atau orang lain) yang memiliki kesamaan dalam hal kemampuan dengan alumni SMA. Para alumni SMA mengamati keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada figur signifikan yang mempengaruhi derajat self-efficacy belief dalam dirinya. Alumni SMA yang mengamati orang lain yang memiliki kesamaan dalam hal kemampuan dengan dirinya, dan orang yang diamati tersebut lebih sering mengalami keberhasilan akan memiliki derajat self-efficacy belief tinggi misalnya saat figur signifikan tersebut sering berhasil dalam mencapai standar skor try-out atau pada saat alumni SMA mengamati orang lain yang mempunyai pengalaman yang sama dengan mereka yang dapat lulus dalam SBMPTN walaupun mengalami kegagalan di SBMPTN sebelumnya akan membuat mereka lebih yakin akan kemampuannya. Sebaliknya alumni SMA yang mengamati orang lain yang serupa dengan dirinya dan sering mengalami kegagalan daripada keberhasilan akan memiliki derajat selfefficacy belief rendah, misalnya pada saat figur yang diamati oleh alumni SMA sering mengalami kegagalan dalam mencapai standar skor pada saat try-out atau pada saat mereka melihat kakak kelas yang mempunmyai pengalaman yang sudah

15 mengangur selama satu tahun namun tetap mengalami kegagalan di SBMPTN berikutnya akan membuat mereka menjadi tidak yakin kemampuannya untuk dapat lulus dalam SBMPTN. Sumber ketiga adalah social persuasions, merupakan dukungan yang disampaikan oleh significant others (teman, keluarga, guru) yang berisi nasehat, anjuran, pujian dan semangat kepada alumni SMA. Alumni SMA yang lebih sering dibandingkan dengan yang jarang atau bahkan tidak pernah dipersuasi secara verbal oleh significant others bahwa mereka memiliki kemampuan dan mampu berhasil lulus dalam SBMPTN akan memiliki derajat self-efficacy belief tinggi misalnya ketika mereka diberi semangat walaupun sudah mengalami kegagalan diawal SBMPTN namun mereka punya kesempatan yang lebih besar untuk lebih fokus belajar dan bisa masuk di PTN. Sebaliknya alumni SMA yang jarang atau bahkan tidak pernah dipersuasi secara verbal oleh significant others bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas atau menguasai suatu materi pelajaran yang dianggap sulit akan memiliki derajat self-efficacy belief rendah. Sumber terakhir atau keempat adalah physiological dan affective states, merupakan kondisi fisik dan emosional yang mempengaruhi derajat self-efficacy belief alumni SMA dalam menghadapi SBMPTN. Alumni SMA yang sering memiliki kondisi fisik yang sehat dan memiliki emosi yang stabil, misalnya tidak mudah cemas atau stress ketika berhadapan dengan tugas yanng sulit akan memiliki derajat self-efficacy belief tinggi. Sebaliknya alumni SMA yang lebih sering lelah, sakit dan tidak bersemangat serta sering merasa cemas saat

16 dihadapkan pada situasi ujian akan memiliki derajat self-efficacy belief rendah. Empat sumber diatas akan diproses secara kognitif sehingga akan mempengaruhi derajat self-efficacy belief dalam diri seseorang, karena itu selfefficacy belief dalam diri alumni SMA juga tergantung dari alumni SMA dalam menginterpretasikan sumber-sumber yang mereka peroleh. Selanjutnya selfefficacy belief yang sudah terbentuk akan tercermin dari aspek-aspek self-efficacy belief yang kemudian menjadi tolak ukur dalam menentukan derajat self-efficacy belief. Aspek-aspek self-efficacy belief adalah pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, ketahanan pada saat menghadapi rintangan dan penghayatan perasaan individu (Bandura, 2002). Pilihan yang dibuat, yakni berhubungan dengan keyakinan akan individu dalam memilih aktifitas tertentu. Alumni SMA yang merasa yakin mampu untuk hadir dalam bimbingan belajar, mengikuti kegiatan try-out, serta yakin mampu menentukan dan mentaati strategi belajar yang berkaitan dengan persiapan mereka dalam menghadapi SBMPTN akan memiliki derajat derajat self-efficacy belief yang tinggi. Sebaliknya alumni yang merasa tidak yakin mampu untuk hadir dalam bimbingan belajar belajar, mengikuti kegiatan try-out, dan kurang yakin bahwa mampu untuk mentaati strategi belajar yang telah ditentukannya akan memiliki derajat self-efficacy belief yang rendah. Usaha yang dikeluarkan, yakni berhubungan dengan keyakinan dalam diri untuk mengerahkan usaha dalam mencapai sesuatu hal. Alumni SMA yang merasa yakin mampu mengerahkan usaha yang besar untuk hadir di kelas, mengikuti try-out, serta yakin mampu berusaha keras untuk masuk di PTN yang

17 sesuai dengan kemampuannya dengan yakin aktif dalam mencari informasi mengenai passing grade dari universitas yang mereka pilih yang kemudian yang mereka jadikan sebuah acuan dalam menargetkan standar skor saat ujian SBMPTN akan memiliki derajat self-efficacy belief yang tinggi. Sebaliknya alumni yang merasa tidak yakin mampu mengerahkan usaha yang besar untuk rajin hadir dalam bimbingan dan mengikuti try-out, serta mempunyai keyakinan bahwa tugas atau soal sulit adalah suatu ancaman yang menghentikan usahanya, serta cenderung memiliki sikap pasif dalam mencari informasi yang berkaitan dengan keberhasilan mereka untuk lulus SBMPTN akan memiliki derajat selfefficacy belief yang rendah. Daya tahan ketika dihadapkan pada rintangan atau kesulitan, yakni berhubungan kemampuan mengendalikan situasi dan mempertahankan usaha saat dihadapkan pada situasi yang tidak baik. Alumni SMA yang merasa yakin mampu bertahan dan tidak mudah menyerah saat dihadapkan pada kesulitan, misalnya Alumni SMA akan merasa tidak yakin mampu bertahan saat mendapatkan soal yang sulit atau saat merasa jenuh atau bosan dalam belajar akan memiliki derajat self-efficacy belief yang tinggi. Sebaliknya alumni SMA yang merasa tidak yakin mampu untuk bertahan dan cenderung mudah menyerah saat dihadapkan pada kesulitan atau rintangan, misalnya memandang soal yang sulit sebagai suatu yang menghentikan usaha dan pada akhirnya menyerah akan memiliki derajat selfefficacy belief yang rendah. Penghayatan perasaan para alumni SMA, yakni berhubungan keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi perasaan yang muncul pada situasi tertentu.

18 Alumni SMA yang merasa yakin mampu mengatasi kecemasan dan stres saat dihadapkan pada situasi kesulitan, misalnya saat alumni kegagalan dalam try-out individu tersebut tidak mudah stres atau cemas melainkan lebih termotivasi untuk berusaha dalam mencapai hasil optimal akan memiliki derajat self-efficacy belief yang tinggi. Sebaliknya alumni SMA merasa tidak yakin mampu mengendalikan kecemasan dan stress dan merasa pesimis jika dihadapakan pada kegagalan atau rintangan dalam mengerjakan soal akan memiliki derajat self-efficacy belief yang rendah. Untuk lebih mudah memahami mengenai derajat self-efficacy belief pada alumni SMA yang sedang mengikuti program bimbingan belajar intensif di Lembaga Bimbingan Belajar X. Bandung, dapat digambarkan skema kerangka berpikir sebagai berikut:

19 Sumber-sumber Self-Efficacy Belief 1. Mastery Experinces 2. Vicarious Experiences 3. Verbal Persuasion 4. Physiological And Affective States Alumni SMA yang mengikuti Bimbingan Belajar di Lembaga X Bandung Proses Kognitif Self-Efficacy Belief Aspek - aspek Self-Efficacy Belief 1. Pilihan yang dibuat. 2. Usaha yang dikeluarkan. 3. Ketahanan pada saat menghadapi rintangan. 4. Penghayatan perasaan individu. Tinggi Rendah Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

20 1. 6 Asumsi Penelitian 1. Alumni SMA yang mengikuti bimbingan belajar intensif di Lembaga X Bandung memiliki derajat self-efficacy belief yang berbeda. 2. Alumni SMA yang merasa yakin akan kemampuanmya dalam menetapkan pilihan, berusaha, bertahan ketika menghadapi kesulitan atau rintangan, serta yakin mampu menghayati perasaan akan memiliki derajat Self-efficacy belief tinggi. 3. Alumni SMA yang merasa tidak yakin akan kemampuanmya dalam menetapkan pilihan, berusaha, bertahan dalam menghadapi kesulitan atau rintangan, serta kurang yakin mampu mengendalikan perasaan yang ada memiliki derajat Self-efficacy belief rendah.