HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KENAIKAN MUKA LAUT DAN GELOMBANG PASANG PADA BANJIR JAKARTA

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PENCAPAIAN PROGRAM KB PROVINSI DKI JAKARTA

Tabel : SP (T). JUMLAH RUMAH TANGGA MENURUT KECAMATAN DAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KOTORAN MANUSIA Kotamadya : JAKARTA SELATAN Tahun : 2009

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG

No Kota_administrasi Kecamatan Kelurahan RW 1 Jakarta Pusat Sawah Besar Pasar Baru 0 2 Jakarta Pusat Tanah Abang Gelora 0 3 Jakarta Pusat Gambir

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENGUMPULAN DATA Dinas Pendapatan Daerah merupakan salah satu unsur pelaksana

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3069/ 2003 TENTANG

PETUNJUK PROGRAM CETAK uckpd SMP MTS 2010

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

CARUT MARUT DAFTAR PEMILIH PILKADA DKI 2012 KPUD TIDAK KREDIBEL & PROFESIONAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

REKAPITULASI KEJADIAN BANJIR BULAN JANUARI cm cm cm

DAMPAK LEGISLASI PERUNGGASAN TERHADAP MATA PENCAHARIAN PETERNAK AYAM BURAS DAN ITIK DI JAKARTA

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI CUACA TERKINI WIL. INDONESIA

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

DATA SURAT KETERANGAN DOMISILI SEMENTARA TAHUN 2014

DATA JUMLAH KEPALA KELUARGA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

DATA KEPADATAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

NAMA WAJIB KTP WAJIB KTP TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN

DATA PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN WAJIB KTP TAHUN 2014

RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA

DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA TAHUN 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lt 4 Jl Jenderal Gatot Subroto Kav Jakarta Selatan Telp: Fax: BELUM MENGAJUKAN

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012

DATA KEJADIAN BANJIR BULAN FEBRUARI 2015 JUMLAH TERDAMPAK KETINGGIAN AIR

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 PUTARAN KEDUA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE KLASIFIKASI AUTOCORRELATION BASED REGIOCLASSIFICATION (ACRC) DAN NON-ACRC UNTUK DATA SPASIAL CUT WINA CRISANA

BUKU XI KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 PUTARAN KEDUA

Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lt 4 Jl Jenderal Gatot Subroto Kav Jakarta Selatan Telp: Fax: SUDAH MENGAJUKAN

PERBANDINGAN JUMLAH DPT, JUMLAH TPS PILPRES II TAHUN 2004 DAN PILKADA 2007 PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA

PEROLEHAN SUARA CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PUTARAN I TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA

N A M A / J U M L A H

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 22-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 21-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

DATA KELURAHAN DAN KOPERASI PENERIMA DANA BERGULIR PEMK TAHUN 2014

PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK (DPR) TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA


LOW CARBON DEVELOPMENT POLICY DI DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH NO.60 TAHUN 1990, TENTANG

PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK (DPRD) TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA

PEROLEHAN SUARA CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PUTARAN II TINGKAT KELURAHAN DI DKI JAKARTA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N A M A / J U M L A H

PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River

JADWAL BIMTEK PENERAPAN TKD DINAMIS

ZONA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Poverty Map of Jakarta Poverty Headcount Poverty Headcount Level, Code

25 The SMERU Research Institute, January 2003

Poverty Map of Jakarta Monthly Per Capita Expenditure (Rupiah) Number Number

19 The SMERU Research Institute, January 2003

HASIL DAN PEMBAHASAN

DATA FASILITAS DINAS OLAHRAGA DAN PEMUDA PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK KONDISI URBAN HEAT ISLAND DKI JAKARTA. (Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta)

BAB III METODE PENELITIAN. PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perkembangan Kasus DBD Di Wilayah Jakarta Timur

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

KEGIATAN DINAS KEBERSIHAN YANG DIBIAYAI APBD TAHUN ANGGARAN 2013

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 PUTARAN I

BAB II LANDASAN TEORITIS

DATA FASILITAS DINAS OLAHRAGA DAN PEMUDA PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NO. NAMA FASILITAS JENIS FASILITAS ALAMAT A.

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lt 4 Jl Jenderal Gatot Subroto Kav Jakarta Selatan Telp: Fax: SUDAH MENGAJUKAN


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

GUBERNUR PROVINS) DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 355 TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING BERDASARKAN KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU) WAJIB PAJAK URAIAN KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Lombok Timur Dalam Data

Keywords: community empowerment, posyantek, appreciate technology, community welfare

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

Karakteristik Wilayah Studi. A. Letak Geografis. Wonosari. Luas wilayah Kecamatan Playen 1.485,36 km 2.Kecamatan Playen

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

VARIASI SPASIAL TEMPORAL SUHU PERMUKAAN DARATAN DI KOTA JAKARTA TAHUN 2015 DAN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

JADWAL PENGAMBILAN USER ID DAN PASSWORD ADMIN SKPD/UKPD SIMDKLAT DAN KONSULTASI TAHUN 2017

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

Transkripsi:

16 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Umum Wilayah DKI Jakarta Secara geografi Jakarta terletak pada posisi koordinat 5 0 19 1 6 0 54 LS dan 106 0 4 106 0 58 48 BT yang terbagi kedalam 5 wilayah kota dan 1 kabupaten Kepulauan Seribu yaitu kota Jakarta Pusat (8 Kecamatan), Jakarta Barat (8 Kecamatan), Jakarta Utara (6 Kecamatan), Jakarta Timur (10 Kecamatan) dan Jakarta Selatan (10 Kecamatan). Gambar 5 menunjukan Topografi keseluruhan Jakarta relatif datar tanpa ada pegunungan dengan 1 sungai mengalir dari daerah penopang Jakarta dan bermuara di laut Jawa yang bersinggungan langsung dengan pantai Jakarta utara. Luas wilayah Jakarta sekitar 661,5 km² dengan rata-rata ketinggian 8 m dpl (diatas permukaan laut). Kondisi karakteristik wilayah seperti ini memungkinkan adanya bencana-bencana yang berkaitan aliran air (bencana banjir) akibat dari curah hujan wilayah Jakarta sendiri dan kiriman dari luar daerah Jakarta. Gambar 4. Peta Topografi DKI Jakarta Dengan status kota Jakarta sebagai ibu kota Negara dan kota metropolitan yang bergelimang fasilitas serta lapangan kerja, menjadikan kota ini sebagai tujuan utama para pencari kerja dari luar daerah sehingga tingkat kepadatan kota

17 Jakarta sangat tinggi. Selain kepadatan penduduk, tingginya volume kendaraan juga menyebabkan kualitas udara Jakarta kurang baik. Hal ini sebagai dampak pencemaran dari gas buang kendaraan. Bila dilihat dari sisi klimatologis, suhu kota Jakarta secara teoritik merupakan suhu optimum untuk perkembangan nyamuk aedes aegypti ditambah penunjang genangan curah hujan sebagai tempat perkembangbiakannya, sehingga diyakini kalau Jakarta mempunyai kerentanan pada sektor kesehatan sebagai dampak dari perubahan iklim. Jml Kasus DBD (Org),000 1,800 1,600 1,400 1,00 1,000 800 600 400 00 - CEMPAKA PUTIH GAMBIR JOHAR BARU KEMAYORAN MENTENG SAWAH BESAR SENEN RATA-RATA TAHUNAN KASUS DBD TINGKAT KECAMATAN PROPINSI DKI JAKARTA TANAHABANG CILINCING KELAPA GADING KOJA PADEMANGAN PENJARINGAN TANJUNGPRIOK CENGKARENG GROGOLPETAMBURAN KALIDERES KEBONJERUK KEMBANGAN PALMERAH TAMANSARI TAMBORA CILANDAK JAGAKARSA KEBAYORAN BARU KEBAYORAN LAMA MAMPANGPRAPATAN PANCORAN PASARMINGGU PESANGGRAHAN SETIA BUDI TEBET CAKUNG CIPAYUNG CIRACAS DUREN SAWIT JATINEGARA KRAMATJATI MAKASAR MATRAMAN PASARREBO PULOGADUNG Gambar 5. Rata-rata Tahunan Kasus DBD DKI Jakarta Deskrptif Kasus DBD Hasil analisis deskriptif data kasus DBD tingkat kecamatan di Provinsi DKI Jakarta, tampak pada Gambar 5 bahwa rata-rata tahunan tertinggi terdapat pada kecamatan Duren Sawit (1.785 kasus) dan terendah di kecamatan Tanah Abang (51 kasus). Secara keseluruhan setiap kecamatan mempunyai tingkatan kasus DBD yang berbeda namum demikian bila ditinjau secara spatial setiap posisi atau jarak antara wilayah saling mempengaruhi. Hal ini ditunjukan juga pada Gambar 6 sebaran kasus DBD yang telah diklasifikasikan, dimana pola sebaran tampak dipengaruhi oleh kedekatan wilayah.

18 Gambar 6. Peta Sebaran Kasus DBD di Provinsi DKI Jakarta Hampir sepanjang tahun di DKI Jakarta selalu terjadi kasus DBD. Hal ini tampak jelas pada Gambar 7 yang menggambarkan kasus DBD berdasarkan waktu dan menunjukan pola sinusoidal seperti halnya pola curah hujan. Puncak kasus DBD terjadi pada bulan April untuk kemudian menurun sedikit satu bulan berikutnya dan terus menurun hingga Oktober sebagai titik minimum, bulan November naik kembali hingga puncaknya bulan April membentuk siklus tahunan DBD.

19 Jml Kasus DBD (Org) 5000 4500 4000 500 000 500 000 1500 1000 500 0 RATA-RATA BULANAN KASUS DBD PROPINSI DKI JAKARTA JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOV DES Gambar 7. Rata-Rata Bulanan Kasus DBD Propinsi DKI Jakarta Kajian Iklim dan Sosial Kependudukan DKI Jakarta Curah Hujan Unsur iklim yang menjadi bahasan penelitian ini yaitu Curah Hujan dan Suhu, dimana dalam luasan wilayah provinsi DKI Jakarta (661,5 km², Sumber : Bapeda DKI Jakarta) dan terdiri dari 4 kecamatan hanya terdapat 5 Stasiun Meteorologi/Klimatologi/Geofisika serta 8 pos Hujan (Gambar 8). Kondisi ini tentu perlu kajian khusus untuk mendapatkan data seluruh wilayah DKI Jakarta mengingat unit penelitian penyusunan model kerentanan DBD yaitu level kecamatan. Curah hujan bulanan untuk wilayah Jakarta berkisar antara 50 mm sampai dengan 50 mm, puncak tertingginya terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus atau September. Bila dilihat pola tahunan curah hujan, maka bulanbulan pada awal tahun merupakan waktu dengan limpahan air yang banyak bahkan berlebih, sehingga apabila sudah terjadi kejenuhan tanah dalam menampung air akan terjadi genangan atau banjir. Bencana ini akan menimbulkan sanitasi lingkungan memburuk yang berdampak timbulnya bibit penyakit, selain itu banyaknya genangan air di berbagai lokasi akan menjadi tempat pertumbuhan nyamuk. Dari Gambar 9 tampak bahwa pola curah hujan menyerupai pola kasus

0 DBD dengan lag time bulan lebih awal, informasi ini cukup penting sebagai awal dalam mendeteksi timbulnya kasus DBD. Gambar 8. Peta Sebaran Stasiun BMKG dan Pos Hujan DKI Jakarta dan sekitarnya CURAH HUJAN RATA-RATA AREA BULANAN PROVINSI DKI JAKARTA 400 50 Curah Hujan (mm) 00 50 00 150 100 50 0 JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOV DES Gambar 9. Curah Hujan Rata-Rata DKI Jakarta

1 Secara spasial curah hujan diwilayah DKI Jakarta pada saat terjadinya puncak kasus DBD berkisar antara 100 mm sampai dengan 00 mm, lebih spesifik lagi hampir 75% wilayahnya berada pada kisaran curah hujan 100-00 mm, sedangkan 5% berkisar pada 00-00 mm seperti tampak pada Gambar 10. Gambar 10. Peta Curah Hujan Rata-rata pada saat puncak DBD Pada kondisi sebagai besar wilayahnya mempunyai curah hujan yang masih cukup hingga tinggi, kemungkinan besar aktifitas manusia sebagian besar berada didalam ruangan dan relatif tidak banyak bergerak, hal ini berpeluang sangat besar akan terkena gigitan nyamuk aedes aegypti vektor penyabab penyakit DBD yang sebagian besar sudah tumbuh menjadi nyamuk dewasa setelah mendapatkan banyak tempat berkembang pada genangan-genangan air bulan sebelumnya.

Selain gambaran diatas, rentannya manusia terkena penyakit adalah akibat dari internal daya tahan tubuh yang lemah. Hal ini bisa dipahami bahwa pengaruh eksternal pada saat kondisi cuaca sering turun hujan cukup dominan, tetapi aktifitas olah raga menurun, sedangkan di sisi lain kondisi tubuh dituntut untuk beradaptasi menyesuaikan ketahanannya. Bila kondisi ketahanan tubuh baik maka tingkat kerentanan seseorang akan terkena penyakit menjadi rendah, sebaliknya bila ketahanan tubuh pengaruh lemah maka resiko kerentanan seseoarang akan terkena penyakit menjadi tinggi. Sehingga dari uraian diatas jelas bahwa pengaruh tidak langsung faktor iklim mempunyai peranan penting dalam menentukan kerentanan sektor kesehatan Temperatur/ Suhu Udara Suhu udara untuk wilayah Jakarta berkisar antara 0 0 C - 4 0 C, dengan suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari. Bila dilihat secara spasial seperti pada Gambar 11, suhu untuk wilayah Jakarta bagian utara lebih panas dibanding bagian selatan, namun secara keseluruhan kisaran suhu di Jakarta sepanjang tahun memungkinkan untuk pertumbuhan nyamuk aedes aegypti. Dari gambaran suhu udara sepanjang tahun, terkait dengan puncak kasus DBD di DKI Jakarta rata-rata terjadi pada bulan April, maka dapat dijelaskan bahwa pada bulan puncak kasus DBD suhu yang terjadi berkisar antara 7 0 C - 9 0 C. Menurut teori kisaran suhu seperti tersebut merupakan kondisi optimum bagi pertumbuhan nyamuk aedes aegypti yang bulan-bulan sebelumnya telah bertelur dalam genangan air pada tempat-tempat terbuka.

Gambar 11. Peta Temperatur Jakarta Sosial Kependudukan Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, kepadatan penduduk wilayah Jakarta untuk masing-masing wilayah kota tingkat.ii ditampilkan pada Tabel 1. Dari kelima wilayah kota tingkat.ii, jumlah penduduk terbesar berada di Kota Jakarta Timur.64.779 orang sedangkan terendah berada di Kota Jakarta Pusat 916.717, namum bila ditinjau dari tingkat kepadatannya maka Kota Jakarta Pusat yang terpadat yaitu 19.447 kepadatan/km.

4 Tabel.1 Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kota Administrasi Bulan : Januari 011 Wilayah WNI WNA Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Total Luas (Km ) Kepadatan / Km Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur 500.54 416.17 190 146 916.717 47,14 19.447 777.69 645.408 69 40 1.4.186 19,0 10.7 869.01 765.950 4 0 1.65.887 15,5 1.061 1.060.89 81.106 407 68 1.89.610 145,7 1.987 1.40.80 1.04.16 17 109.64.779 189,90 1.875 Sebaran penduduk berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan Jakarta sangat variatif, dari 4 kecamatan yang berada di Jakarta Daratan, Kecamatan dengan jumlah penduduk terpadat adalah Tambora dan terendah Sawah Besar. Selain kecamatan tersebut masih terdapat 9 kecamatan yang tergolong padat dengan jumlah penduduk berkisar antara 4.000 4.567 orang (Gambar 1), kesembilan kecamatan tersebut adalah Tanjungpriok, Koja, Cakung, Durensawit, Makasar, Cipayung, Tebet, Jatinegara, dan Kramatjati. Bila ditinjau dari kepadatannya maka 10 Kecamatan tersebut mempunyai tingkat kerentanan kesehatan yang lebih dibanding kecamatan lainnya sebagai dampak dari perubahan iklim.

5 PETA KLASIFIKASI JUMLAH PENDUDUK DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN Gambar 1. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk & Tingkat DBD di Jakarta PETA KLASIFIKASI SARANA KESEHATAN DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN Gambar 1. Peta Klasifikasi Sarana Kesehatan & Tingkat DBD di Jakarta

6 PETA KLASIFIKASI SARANA PENDIDIKAN DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN Gambar 14. Peta Klasifikasi Sarana Pendidikan & Tingkat DBD di Jakarta Analisis Asosiasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD Sebagai Dampak Perubahan Iklim Analisis asosiasi dalam hal ini korelasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara peubah penyusun kerentanan (iklim dan sosial kependudukan) dengan tingkat kasus DBD. Secara lengkap hasil analisis asosiasi masing-masing peubah (Iklim dan Sosial Kependudukan) terhadap DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel. Korelasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD dengan Tingkat DBD No Peubah Kerentanan Nilai korelasi dengan DBD 1 Jumlah Penduduk 0.49 Skor Jumlah Sarana Kesehatan 0.7 Skor Jumlah Sarana Pendidikan 0.41 4 Bobot Temperatur 0.17 5 Bobot Curah Hujan 0.10

7 Berdasarkan nilai korelasi antara peubah kerentanan dengan kasus DBD, tampak pada tabel bahwa untuk peubah sosial kependudukan (jumlah penduduk, skor sarana kesehatan dan skor sarana pendidikan) mempunyai hubungan yang dekat dengan kasus DBD. Kedekatan ini dipahami karena peubah sosial kependudukan bersinggungan langsung dengan kasus DBD, berbeda dengan peubah iklim yang tidak secara langsung berdampak pada kasus DBD. Seperti dijelaskan sebelumnya pola iklim mempunyai lag waktu yang berbeda untuk berdampak pada kasus DBD, dari gambar 7 dan 9 terlihat pola iklim (curah hujan) mempunyai beda waktu antara 1- bulan. Pemodelan Kerentanan DBD Model kerentanan yang dimaksud pada penelitian ini yaitu kerentanan berdasarkan kasus DBD yang disetarakan dengan peubah kerentanan pada fungsi kerentanan dari IPCC. Penyusunan model kerentanan DBD didasari oleh tujuan sebagai peringatan peningkatan kewaspadaan masayarakat dalam mengantisifasi kejadian yang akan terjadi. Hal ini menjadi kunci dalam penetapan peubah-peubah penyusun model kerentanan berkaitan dengan waktu kejadian tertinggi kasus DBD. Dari hasil analisis deskriptif kejadian tertinggi kasus DBD yaitu pada bulan April, sehingga peubah-peubah lainnya yang berkaitan dengan waktu disesuaikan/ dengan hal tersebut. Untuk pemodelan kerentanan, terdapat beberapa kandidat peubah bebas yang berpengaruh terhadap kerentanan DBD sebagai dampak perubahan iklim, peubah-peubah tersebut merupakan hasil adopsi dari fungsi kerentanan yaitu paparan, sensitifitas dan kapasitas adaptasi seperti yang telah diuraikan pada Bab III Data dan Metode. Dengan adanya beberapa kandidat peubah dalam penyusunan model, maka tentu dihasilkan beberapa model yang memungkinkan, sehingga perlu dilakukan pengujian dari beberapa model tersebut untuk kemudian dipilih model terbaik sesuai dengan kriteria ukuran kebaikan model. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian secara individu masing-masing koefisien dan konstanta pada setiap model serta uji secara keseluruhan dari model yang ada.

8 Adapun kategori indek kerentanan terdapat 5(lima) kelas, yaitu : - Sangat Rendah (1) - Tinggi (4) - Rendah () - Sangat Tinggi (5) - Menengah () Berikut adalah beberapa model yang disusun oleh peubah-peubah berbeda untuk kemudian dipilih model terbaik : Tabel. Koefisien Model dan uji individu terhadap koefisien-konstanta No Model Nama Peubah Koefisien P-Value Odds Konstanta(1) 0.09 0.55 Konstanta().8 0.000 Konstanta() 4.10 0.000 I Konstanta(4) 5.98 0.000 X 1 = Jumlah Penduduk -0.00001 0.000 1.00 X = Jumlah Fasilitas kesehatan -0.4 0.000 0.71 X = Bobot Fasilitas Pendidikan -1.75 0.000 0.17 Konstanta(1).6 0.000 Konstanta() 5.01 0.000 Konstanta() 6.89 0.000 Konstanta(4) 8.97 0.000 II X 1 = Jumlah Penduduk -0.00001 0.000 1.00 X = Jumlah Fasilitas Kesehatan -0.05 0.001 0.95 X = Bobot Fasilitas Pendidikan -1.5 0.000 0. X 4 = Bobot Curah Hujan -.08 0.000 0.1 X 5 = Bobot Temperatur -1.90 0.000 0.15

9 Pada tabel. tampak ada dua kandidat model, yaitu model yang pertama hanya melibatkan peubah prediktor sosial kependudukan dan model yang kedua melibatkan peubah prediktor sosial kependudukan dan iklim. Dari kedua model ini akan dianalisis guna mendapatkan informasi sejauh mana pengaruh perubahan iklim dalam menentukan tingkat kerentanan kesehatan (DBD) di DKI Jakarta, hal ini secara umum bisa dilihat dari perubahan koefisien regresi logistik pada kedua model yaitu model yang melibatkan unsur iklim dan model yang tidak melibatkan unsur iklim. Model I Untuk model indek kerentanan pertama (model I) yang disusun hanya oleh peubah sosial kependudukan akan diperoleh informasi masing-masing peubah prediktor terhadap respon tingkat DBD, peubah sosial kependudukan yang menyusun model I diantaranya yaitu: - X 1 (Jumlah Penduduk) - X - X (Jumlah Fasilitas Kesehatan) (Skor Fasilitas Pendidikan) Berdasarkan koefisien regresi logistik pada model I ini tampak pengaruh masingmasing peubah prediktor terhadap peubah respon (tingkat DBD), untuk X1 yaitu peubah jumlah penduduk nilai β = -0.00001, X (Jumlah Fasilitas Kesehatan) nilai β = -0.44, X (Skor Fasilitas Pendidikan) nilai β = -1.757. Semua nilai koefisien berbeda nyata dengan nol, artinya semua peubah dalam model berpengaruh nyata terhadap tingkat DBD. Di tinjau dari nilai odds dapat dijelaskan bahwa untuk jumlah penduduk dengan nilai odds 1 menandakan bahwa dengan asumsi peubah lain tidak berubah, maka peningkatan prosentase peubah jumlah penduduk akan menurunkan peluang kerentanan suatu kecamatan sebesar 1 kali dari peluang yang ada sebelumnya. Untuk peubah jumlah fasilitas kesehatan nilai oddsnya 0.71, artinya dengan asumsi peubah lain tidak berubah, maka peningkatan prosentase peubah jumlah fasilitas kesehatan akan menurunkan peluang kerentanan suatu kecamatan sebesar 0.71 kali dari peluang yang ada

0 sebelumnya. Begitupun juga untuk peubah skor fasilitas pendidikan yang mempunyai nilai odds 0.17, artinya dengan asumsi peubah lain tidak berubah, maka peningkatan prosentase skor fasilitas pendidikan akan menurunkan peluang kerentanan suatu kecamatan sebesar 0.17 kali dari peluang yang ada sebelumnya. Dari uraian diatas jelas bahwa faktor fasilitas kesehatan sangat berperan penting terhadap tingkat kerentanan DBD, bila di analisis lebih lanjut dengan adanya fasilitas kesehatan yang cukup, secara tidak langsung tingkat pembelajaran dan pemahaman masyarakat sekitar terhadap kerentanan DBD menjadi lebih kuat. Tabel. 4 Uji Individu Parameter Model I No Model Nama Peubah Z P-Value I Konstanta(1) 0.844 0.55 Konstanta() 15.779 0.000 Konstanta() 79.84 0.000 Konstanta(4) 111.04 0.000 X 1 = Jumlah Penduduk 94.4784 0.000 X = Jumlah Fasilitas kesehatan 15.76 0.000 X = Bobot Fasilitas Pendidikan 9.764 0.000 Hipotesis untuk pengujian parameter secara individu adalah H0 : β = 0 H1 : β 0 Kriteria Uji dengan menggunakan pendekatan X df=1 adalah X 0 =. 84, dari hasil hitung nilai Z yang bersesuain dengan x α, 1, maka hanya ada satu yang menerima H0 yaitu α 1 (0.84 <.84) yang berarti bahwa konstanta tersebut tidak berbeda secara nyata dengan nilai 0(nol) atau dengan kata lain tidak berpengaruh. Untuk nilai uji parameter lainnya semua menolak H0 yang berarti bahwa semua parameter tersebut berpengaruh secara nyata terhadap pendugaan tingkat kerentanan DBD.Pengujian parameter ini juga dimaksudkan untuk menyeleksi model terbaik diantara dua model yang ada pada tabel..05,1

1 Model II Peubah prediktor pada model indek kerentanan yang kedua ini (model II) adalah peubah sosial kependudukan dan unsur iklim saat ini. Prediktor untuk model II antara lain : - X 1 (Jumlah Penduduk) - X - X - X - X 4 5 (Skor FasilitasKesehatan) (Skor Fasilitas Pendidikan) (Bobot Curah Hujan) (Bobot Temperatur) Berbeda dengan model yang pertama, pada model yang kedua ini sudah ditambahkan unsur iklim yang pada saat ini telah mngalami perubahan, seperti halnya pada model I akan dilakukan analisis pengaruh masing-masing peubah prediktor terhadap respon tingkat DBD. Untuk X1 yaitu peubah jumlah penduduk nilai β = -0.00001, X (Skor Fasilitas Kesehatan) nilai β = -0.0469, X (Skor Fasilitas Pendidikan) nilai β = -1.575, X 4 (Bobot Curah Hujan) nilai β = -.079, X 5 (Bobot Temperatur) nilai β = -1.899. Semua koefisien dari model II berbeda nyata dengan nol, artinya semua peubah berpengaruh terhadap kerentanan DBD. Semakin besar nilai koefisien menandakan semakin besar pengaruh suatu peubah terhadap responnya. Tanda negatif pada koefisien berarti bahwa setiap kenaikan nilai pada peubah akan mengurangi peluang kerentanannya. Bila dilihat dari masing-masing odds dapat dijelaskan bahwa untuk peubah bobot curah hujan rasio oddsnya 0.1, artinya dengan asumsi peubah lain tidak berubah, maka peningkatan prosentase bobot curah hujan akan menurunkan peluang kerentanan suatu kecamatan sebesar 0.1 kali dari peluang yang ada. Demikian juga untuk peubah bobot temperatur, dengan nilai odds 0.15, artinya dengan asumsi peubah lain tidak berubah, maka peningkatan prosentase bobot temperatur akan menurunkan peluang kerentanan suatu kecamatan sebesar 0.15 kali dari peluang yang ada. Interpretasi ini berlaku untuk kisaran temperatur dimana nyamuk aedes aegypti mampu bertahan hidup (<. O C). Bila dilihat perubahan koefisien model I pada model II, masuknya peubah iklim secara signifikan bisa mempengaruhi besarnya pengaruh peubah sosial pendidikan terhadap tingkat kerentanan DBD. Dengan masuknya peubah iklim

pada model, tingkat kapasitas dalam beradaptasi yang diwakili oleh peubah sosial pendidikan harus lebih ditingkatkan, fasilitas kesehatan harus lebih siap, hal ini guna mengurangi tingkat kerentanan DBD yang ada pada saat ini. Tabel. 5 Uji Individu Parameter Model II No Model Nama Peubah Z P-Value II Konstanta(1) 56.705 0.000 Konstanta() 86.565 0.000 Konstanta() 1155. 0.000 Konstanta(4) 149.8176 0.000 X 1 = Jumlah Penduduk 11.5 0.000 X = Jumlah Fasilitas Kesehatan 18.5761 0.001 X = Bobot Fasilitas Pendidikan 116.8561 0.000 X 4 = Bobot Curah Hujan 116.441 0.000 X 5 = Bobot Temperatur 56.705 0.000 Hipotesis untuk pengujian parameter secara individu adalah H 0 H 1 : β = 0 : β 0 X.05,1. 84 Kriteria Uji dengan menggunakan pendekatan X 0 = df=1 adalah, dari hasil hitung nilai Z yang bersesuaian dengan x α,1, maka semua hasil uji parameter secara individu berada pada kriteria untuk menolak H 0 (Z hitung >.84) yang berarti bahwa semua parameter tersebut berpengaruh terhadap tingkat kerentanan DBD. Uji Kesesuaian Model Pengujian keseluruhan kebaikan model dilakukan dengan menggunakan uji Khi-kuadrat pearson, dan untuk pemilihan model terbaik dilihat dari nilai-nilai ukuran kebaikan model dalam melakukan pendugaan terhadap tingkat kerentanan DBD diantaranya yaitu nilai AIC (Akaike Information Criteria), BIC (Bayesian Information Criteria), konkordan, diskordan dan Ties.

Tabel.6 Uji kesesuaian dan Pemilihan Model Terbaik Uji Kesuaian Model Pemilihan Model Terbaik Model Khi Kuadrat Df Nilai P Konkordan Diskordan Ties Pearson Model I 9648.64 161 0.000 76.6. 0. Model II 16615.7 159 0.000 79.5 0. 0. Hipotesis Uji Kesesuian Model H β1 = β =... = β k = 0 0 : (Model tidak mempunyai kecocokan/ berpengaruh dalam melakukan pendugaan respon tingkat kerentanan DBD) H β 0 1 : Min ada satu (Model mempunyai kecocokan/ berpengaruh dalam melakukan pendugaan respon tingkat kerentanan DBD) Hasil uji keseuaian model pada α=95%, baik model I maupun model II berdasarkan nilai P (P-Value) maka Ho ditolak, yang berarti bahwa model I dan model II mempunyai kecocokan/ berpengaruh dalam melakukan pendugaan respon tingkat kerentanan DBD. Untuk pemilihan model terbaik, berdasarkan nilai konkordan yaitu nilai yang menjadi ukuran prosentase sejauh mana model benar dalam menduga tingkat kerentanan DBD, nilai konkordan untuk model II sebesar 80% lebih baik daripada model I(77%), selain itu berdasarkan uji individu pada model I ada satu konstanta regresi yang tidak signifikan, maka dengan bukti-bukti tersebut Model II lebih baik dari model I. Bentuk model persamaan Model II yaitu : π ( X ) = P( Y 1 exp = 1+ exp 1 X ) (.60 0.00001X1 0.0469X 1.575X.079X 4 1.899X 5 ) (.60 0.00001X 0.0469X 1.575X.079X 1.899X ) 1 4 5

4 π ( X ) = P( Y exp = 1+ exp π ( X ) = P( Y exp = 1+ exp π ( X ) = P( Y 4 exp = 1+ exp X ) π ( X ) 1 ( 5.018 0.00001X1 0.0469X 1.575X.079X 4 1.899X 5 ) ( 5.018 0.00001X 0.0469X 1.575X.079X 1.899X ) X ) π ( X ) 1 ( 6.8887 0.00001X1 0.0469X 1.575X.079X 4 1.899X 5 ) ( 6.8887 0.00001X 0.0469X 1.575X.079X 1.899X ) 4 X ) π ( X ) 1 ( 8.974 0.00001X1 0.0469X 1.575X.079X 4 1.899X 5 ) ( 8.974 0.00001X 0.0469X 1.575X.079X 1.899X ) 1 4 4 4 5 5 5 π ( X ) 1 π ( X ) π ( X ) π 5( X ) = 1 π 4( X ) Persamaan regresi logistik ini digunakan untuk mengehitung kerentanan DBD setiap kategori pada masing-masing kecamatan. Penentuan suatu wilayah masuk ke dalam tingkat kategori kerentanan tertentu, berdasarkan nilai peluang terbesar dari lima peluang yang ada. Evaluasi terhadap model dilakukan dengan menggunakan analisis tabel tabulasi silang sebagai berikut : Tebel 7. Tabulasi Silang untuk Evaluasi Model Klasifikasi nilai sebenarnya Klasifikasi hasil perhitungan Model 1 4 5 1 0 1 0 0 0 6 4 1 0 8 0 4 0 0 1 6 1 5 0 0 0 0 Hasil evaluasi model yang tampak pada tabel 1, menunjukan bahwa dari 4 nilai dugaan, sebanyak 0 nilai sesuai. Dari hasil ini jelas bahwa kemampuan model untuk menduga cukup baik dengan prosentase 48%.

5 Peta Potensi Kerentanan DBD Setelah model terbaik logistik kerentanan kesehatan (DBD) sebagai dampak dari perubahan iklim terbentuk, maka persamaan logistik kerentanan tersebut digunakan menghitung dan menghasilkan nilai kerentanan dari seluruh lokasi untuk kemudian ditampilkan dalam Peta Potensi Kerentanan seperti tampak pada Gambar 15. Bila dibandingkan dengan peta tingkat klasifikasi DBD, maka 48% nilainya sesuai. Gambar 15. Peta Potensi Kerentanan DBD DKI Jakarta

Tabel.8 TINGKAT KERENTANAN DBD SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI DKI JAKARTA Unit Wilayah Kerentanan Kecamatan Tingkat Kerentanan Sangat Rendah Rendah Menengah Tinggi Sangat Tinggi - Cempaka Putih Cengkareng Cakung Jatinegara Ciracas Cilandak Cengkareng Kramatjati Gambir Cipayung Cilincing Tambora Grogolpetamburan Ciracas Cipayung Jagakarsa Gambir Duren Sawit Jagakarsa Jatinegara Johar Baru Kalideres Kalideres Kelapa Gading Kebayoran Lama Kebayoran Baru Kosambi Kebonjeruk Kebayoran Lama Makasar Kelapa Gading Kebonjeruk Pademangan Kemayoran Kemayoran Palmerah Kembangan Koja Pancoran Kramatjati Kramatjati Pasarrebo Makasar Makasar Pondokgede Mampangprapatan Pasarminggu Sawah Besar Palmerah Pesanggrahan Senen Pancoran Pulogadung Tanahabang Pasarminggu Setia Budi Pasarrebo Tamansari Penjaringan Tanjungpriok Pesanggrahan Tebet Senen Tanahabang Tanjungpriok Tebet