Katalog BPS: 4201005 KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI DALAM PEMBANGUNAN: Yang Harus Diperbuat oleh Wakil Rakyat
4 GENDER 3 Kesehatan Seksual dan Reproduksi 2 Kependudukan dan Keluarga Berencana 1 PENGANTAR Katalog BPS: 4201005 KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI DALAM PEMBANGUNAN: Yang Harus Diperbuat oleh Wakil Rakyat
1 PENGANTAR Dua isu kependudukan dan pembangunan yang saling terkait adalah isu kesehatan seksual dan reproduksi. Kedua isu ini merupakan keprihatinan global maupun nasional. Pada tingkat global sejumlah program aksi telah ditetapkan untuk 20 tahun ke depan dalam konferensi Internasional bidang kependudukan dan pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD) yang pertama di Kairo tahun 1994 dan dihadiri oleh lebih dari 179 negara. Kedua isu ini juga terkait dengan target Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals, MDGs) khususnya mengenai kesetaraan gender, kematian anak, kesehatan ibu, dan HIV AIDS (target 3 sampai 6). Pada tingkat nasional isu ini tercantum dalam RPJMN yang termuat dalam Prioritas Nasional 3 yaitu Prioritas Kesehatan. Realisasi komitmen global ini memerlukan partisipasi semua komponen bangsa khususnya wakil rakyat terkait fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Peningkatan kesehatan dan produktivitas akan menghasilkan penurunan angka kemiskinan. (UN Photo-John Isaac) KETERKAITAN ISU KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI DENGAN PEMBANGUNAN Isu kesehatan seksual dan reproduksi terkait dengan berbagai bidang pembangunan termasuk bidang kesehatan secara umum dan ekonomi. Kedua isu itu pasti terkait dengan kematian ibu, status gizi ibu dan anak, perkembangan fisik dan mental anak, produktivitas ekonomi, dan taraf hidup sosial dan ekonomi rumah tangga. Diagram Seligman et al (1997) di bawah ini merupakan kerangka konsep sederhana yang menyatakan bahwa perbaikan dalam kesehatan reproduksi termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB), berdasarkan pada etika dan pendekatan pemberdayaan, akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta berkontribusi pada stabilisasi populasi. Peningkatan kesehatan dan produktivitas akan menghasilkan penurunan angka kemiskinan, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Kualitas hidup yang lebih baik menstabilkan populasi pada tingkat makro, dan pada tingkat mikro, penurunan jumlah anak akan meningkatkan kesehatan reproduksi wanita dengan penurunan beban melahirkan.
Pembangunan Sumber Daya Manusia (individu, keluarga, rumah tangga, atau pada tingkat mikro) Kesehatan Reproduksi Penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (kelompok atau tingkat makro) Kondisi demikian dapat memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik, yang dapat meningkatkan kepercayaan, perbanyakan pilihan, dan kontribusi pada pembangunan sosial ekonomi mereka. Kesehatan reproduksi dan harapan hidup ibu yang membaik memiliki dampak antargenerasi, yaitu bersama-sama dengan ayah memiliki perhatian dan kepedulian yang semakin besar pada anak sehingga menghasilkan kesehatan dan kesejahteraan yang membaik. Pembangunan Sosial Ekonomi Diagram: Kerangka Konseptual Sederhana oleh Seligman et al (1997) Sumber: Study & Analysis: Reproductive Health Costing Indonesia 2005 2010, UNFPA (2007) Meningkatkan peran perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.
2 Kependudukan dan Keluarga Berencana POTRET SITUASI TERKINI Berikut adalah data dan fakta yang ada di Indonesia terkait isu kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,49 persen per tahun yang berarti bahwa pertambahan penduduk Indonesia per tahunnya antara 3-4 juta atau dapat dianalogikan dengan membentuk satu negara sebesar Singapura setiap tahunnya. 58 persen perempuan pernah kawin dan 61 persen perempuan berstatus kawin berumur 15-49 tahun sedang menggunakan kontrasepsi (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia - SDKI,2007). Dari setiap 100 perempuan berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat KB, 97 di antaranya menggunakan jenis alat KB untuk perempuan (Survei Sosial Ekonomi Nasional - Susenas, 2008). Lima Puluh Delapan persen perempuan pernah kawin dan 61 persen perempuan berstatus kawin berumur 15-49 tahun sedang menggunakan kontrasepsi. Revitalisasi program Keluarga Berencana (KB). Peningkatan program Jaminan Ketersediaan Kontrasepsi (JKK) Peningkatan peserta KB pria. KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN WAKIL RAKYAT Sesuai dengan kewenangan konstitusional dalam hal legislasi, penganggaran, dan pengawasan, berikut merupakan peran strategis yang harus dilakukan oleh para wakil rakyat: PROGRAM AKSI REALISTIS Berdasar dari beberapa data dan ilustrasi di atas maka program-program aksi yang realistis yang dapat dilakukan di Indonesia dan dalam rangka pencapaian MDGs serta target-targetnya, antara lain adalah: Fungsi Legislasi: a) Mendukung revitalisasi program KB dan mendukung program Jaminan Ketersediaan Kontrasepsi (JKK) b) Mendukung penguatan peran dan fungsi dari badan yang mengurusi KB dan pemberdayaan perempuan.
c) Mendorong semua kebijakan/peraturan pemerintah daerah agar selaras dengan UU No. 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Fungsi Penganggaran: a) Mengalokasikan dana daerah yang mendukung peningkatan program KB. b) Memperjuangkan alokasi anggaran yang memadai khususnya untuk kebutuhan kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, KB, pencegahan Infeksi Menular Seksual dan HIV-AIDS, termasuk Kesehatan Reproduksi Remaja. Fungsi Pengawasan: a) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU No. 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan pelaksanaan PP 38/2007 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah di daerah b) Mengawal bahwa anggaran tersebut dipergunakan secara efisien dan sesuai peruntukannya. Dari setiap 100 perempuan berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat KB, 97 diantaranya menggunakan jenis alat KB untuk perempuan Memperjuangkan alokasi anggaran yang memadai khususnya untuk kebutuhan kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, KB, pencegahan infeksi Menular Seksual dan HIV-AIDS, termasuk Kesehatan Reproduksi Remaja.
3 Kesehatan Seksual dan Reproduksi POTRET SITUASI TERKINI Berikut adalah data dan fakta yang ada di Indonesia terkait kesehatan seksual dan reproduksi yang mencakup kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi remaja dan fakta tentang HIV-AIDS di Indonesia: Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia adalah sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup atau dapat diartikan bahwa setiap 2 jam, 3 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab dan setiap hari ada 36 ibu yang meninggal yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas (SDKI, 2007) Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia adalah 34/1.000 atau 34 bayi meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama dari 1.000 bayi yang lahir hidup atau dapat diartikan pula bahwa setiap jam terjadi 14 kematian bayi (SDKI, 2007) Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di perkotaan adalah 71 persen, sementara di pedesaan hanya 41 persen. Dari seluruh 70.000 desa di Indonesia, hanya 30.000 desa yang memiliki bidan (Ikatan Bidan Indonesia). Jumlah kelompok remaja (umur 10-24 tahun) di Indonesia adalah 30,3 persen atau sekitar 62 juta dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia dengan 964.803 di antaranya yaitu perempuan berusia 15-19 tahun yang sudah menikah dan memiliki anak (Proyeksi Penduduk 2007 berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus SUPAS 2005). Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di perkotaan adalah 71 persen, sementara di pedesaan hanya 41 persen. [UN Photo-Eskinder Debede] Diperkirakan jumlah kasus aborsi di Indonesia adalah 2 juta per tahun, 1 dari 2 aborsi adalah aborsi yang tidak aman yang tentu saja dapat mengakibatkan kematian, dan 3 dari 10 kasus aborsi dilakukan oleh remaja. Lebih dari 50 persen jumlah kumulatif dari 17.699 jumlah kasus AIDS di Indonesia berada pada kelompok usia produktif (15-29 tahun), yang setengahnya berada pada kelompok Pengguna Narkoba Suntik (Kementerian Kesehatan, Maret 2009). Ahli Epidemiologi Indonesia memperkirakan akan terjadi 350.000 kematian akibat AIDS pada tahun 2015, yang pada akhir tahun 2015 tersebut juga diperkirakan akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinveksi HIV (Laporan Pencapaian MDGs 2007).
Selain potret situasi terkini atas kondisi Total APBD Kota Banda Aceh tahun 2010 penduduk, keluarga berencana, dan kesehatan adalah 508,9 milliar rupiah, hanya 23,6 reproduksi di Indonesia, perlu kiranya diketahui milliar rupiah atau 4,6 persen dialokasikan situasi terkini dari upaya yang telah dilakukan untuk anggaran kesehatan dan KB. pemerintah Indonesia baik di tingkat nasional Total APBD Sumba Barat tahun 2009 sebesar maupun daerah bila dilihat dari besarnya 316,3 milliar rupiah, dan hanya 24,0 milliar anggaran untuk kesehatan serta kesehatan ibu rupiah atau 7,6 persen dianggarkan untuk dan anak dan isu terkait lainnya. kesehatan, KB dan penyediaan alat Hasil penelitian Woman Research Institute kontrasepsi (WRI) menunjukkan bahwa alokasi anggaran kesehatan pada APBD masih rendah berkisar PROGRAM AKSI REALISTIS antara 4-7 persen dari minimal 10 persen yang ditetapkan dalam UU No. 36/2009 Pasal Berdasar dari beberapa data dan ilustrasi di 171 ayat 2 tentang Pembiayaan Kesehatan. atas, maka program-program aksi yang realistis Sementara alokasi untuk kesehatan yang dapat dilakukan di Indonesia, antara lain reproduksi, rata-rata masih kurang dari 3 adalah: persen dari total alokasi anggaran Program peningkatan layanan kesehatan tanggungan dinas kesehatan (sumber: berkualitas dengan peningkatan jumlah http://wri.or.id). tenaga kesehatan dan distribusinya, Total APBD Provinsi Sumatra Selatan pada peningkatan kualitas tenaga kesehatan tahun 2010 adalah sebesar 3,2 triliun rupiah. terlatih. Dari total APBD tersebut, dialokasikan untuk Menjamin keberadaan dokter spesialis program terkait HIV/AIDS sebesar 0,02 kebidanan, spesialis anak dan tenaga persen, untuk program kesehatan ibu dan anestesia di tiap Rumah Sakit Kabupaten anak sebesar 0,03 persen, untuk program yang ke semua program tersebut akan kesehatan reproduksi remaja sebesar 0,04 mendukung dalam penurunan angka persen, dan untuk penyediaan kebutuhan kematian ibu. kontrasepsi sebesar 0,04 persen. Dari Program pembekalan keterampilan bagi keempat program terkait, dana kesehatan bidan di desa untuk dapat mendeteksi serta reproduksi, kesehatan ibu dan anak hanya mengupayakan rujukan dalam waktu kurang dialokasikan total sebesar 0,10 persen atau dari 2 jam. kurang dari satu persen dari total APBD.
KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN WAKIL RAKYAT Mendukung masuknya pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dalam kurikulum pendidikan nasional dan daerah. Program bank darah yang selalu siaga 24 jam untuk keselamatan ibu melahirkan. Program peningkatan sarana transportasi untuk mencapai lokasi bidan atau layanan rujukan agar tepat waktu. Program penyediaan layanan kesehatan reproduksi yang ramah remaja. Program dimasukkannya pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja dalam kurikulum pendidikan nasional dan daerah. Melibatkan remaja dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan yang terkait dengan hak reproduksi remaja. Sosialisasi penyiapan kehidupan berkeluarga bagi Remaja kepada seluruh elemen masyarakat khususnya kepada pemuda/generasi muda (promosi GENRE) Program yang menjamin hak-hak masyarakat terhadap akses informasi, pelayanan, dan perlindungan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV dan AIDS Sesuai dengan kewenangan konstitusional dalam hal legislasi, penganggaran, dan pengawasan berikut merupakan peran strategis yang harus dilakukan oleh para wakil rakyat: Fungsi Legislasi: a) Perubahan legislasi dan kebijakan untuk menjamin keberadaan dokter spesialis kandungan, spesialis anak, dan tenaga anestesia di tiap Rumah Sakit kabupaten. b) Mendukung kebijakan untuk menjamin mekanisme penyediaan darah (bank darah atau unit transfusi darah) c) Mendukung RSUD Kabupaten untuk mampu PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) 24 jam dalam 7 hari seminggu. Mendukung sosialisasi Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja kepada seluruh elemen masyarakat.
d) Mendukung masuknya pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dalam kurikulum pendidikan nasional dan daerah. e) Mendorong keterlibatan remaja dalam mengambil keputusan tentang kebijakan yang terkait dengan hak seksual dan reproduksi remaja. f) Mendukung sosialisasi Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja kepada seluruh elemen masyarakat. g) Mendorong semua produk kebijakan/peraturan pemerintah pusat maupun daerah agar menjamin hak-hak masyarakat terhadap akses informasi, pelayanan dan perlindungan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV dan AIDS. Fungsi Penganggaran: a) Memperjuangkan alokasi anggaran yang memadai khususnya untuk kebutuhan kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, KB, pencegahan infeksi Menular Seksual dan HIV-AIDS, termasuk Kesehatan Reproduksi Remaja. b) Mendukung alokasi anggaran maupun fasilitas untuk program pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS termasuk jaminan ketersediaan obat Anti Retroviral (ARV) yang mudah diakses oleh ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS). c) Meminta pemerintah untuk mengoptimalkan anggaran kesehatan program gizi kurang terhadap seluruh masyarakat yang rawan gizi kurang. Fungsi Pengawasan: a) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. b) Melakukan pengawasan terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS oleh pemerintah dan stakeholder terkait untuk memastikan kualitas tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan terjaga dengan baik. c) Mengawal bahwa anggaran tersebut dipergunakan secara efisien dan sesuai peruntukannya. d) Meminta pemerintah untuk memutakhirkan data yang berkaitan dengan indikator-indikator kesehatan masyarakat sebagai dasar perencanaan kebijakan. Meminta pemerintah untuk mengoptimalkan anggaran kesehatan program gizi kurang terhadap seluruh masyarakat yang rawan gizi kurang.
4 GENDER POTRET SITUASI TERKINI Berikut adalah data dan fakta yang ada di Indonesia terkait gender khususnya isu kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi dan keterwakilan perempuan: Hasil Survei Potensi Desa tahun 2008 (Podes, 2008) menunjukkan bahwa dari setiap 100 orang kepala desa hanya 4 orang yang perempuan, namun demikian tingkat pendidikan kepala desa perempuan lebih baik dibanding dari kepala desa laki-laki yaitu tingkat SLTA ke atas. Terdapat 145 Perda (Peraturan Daerah) pada tahun 2009 yang diidentifikasi oleh Komnas Perempuan yang diskriminatif terhadap perempuan yang berpotensi mengurangi akses perempuan dalam politik dan kehidupan publik. Meskipun UU tentang Partai Politik telah mensyaratkan kuota minimal 30 persen bagi keterwakilan perempuan, namun dari setiap 100 anggota DPRD Provinsi ada sebanyak 79 laki-laki dan 21 orang perempuan pada keanggotan periode 2009 2014 (sumber: website DPR RI). Jumlah anggota DPRD perempuan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tahun 2008 adalah 288 atau 14,5 persen berbanding 1.720 laki-laki atau 85,5 persen dari keseluruhan jumlah anggota DPRD (sumber: UNDP tahun 2010). 2,27 juta atau 3,07 persen perempuan usia 15-49 tahun pernah mengalami kekerasan dalam 1 tahun terakhir berdasarkan data Survei Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak 2006 oleh BPS dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA). 2,29 juta atau 3,02 persen anak pernah mengalami kekerasan dalam 1 tahun terakhir berdasarkan data Survei Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak 2006 oleh BPS dan KPP&PA. Komnas Perempuan mencatat 143.586 kasus kekerasan terhadap perempuan di 2009, bandingkan dengan 54.425 kasus di 2008 dan 25.522 kasus di 2007 PROGRAM AKSI REALISTIS Berdasar dari beberapa data dan ilustrasi di atas, maka program-program aksi yang realistis yang dapat dilakukan di Indonesia terkait isu kesetaraan dan kekerasan terhadap perempuan, antara lain adalah: Program yang menjamin keterlibatan aktif perempuan dan organisasi perempuan, termasuk Pusat Studi Wanita (PSW) dalam penyusunan Perda dan kebijakan (perencanaan) daerah sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan diri dalam kehidupan publik secara optimal.
Perempuan mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan diri dalam kehidupan publik secara optimal. Memastikan Perda-Perda tidak diskriminatif terhadap perempuan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan konvensi internasional yang telah ditandatangani Indonesia. Pemberian akses informasi yang tepat dan terus menerus tentang prosedur mencari kerja dan legalitas sponsor ketenagakerjaan untuk menghindari dari jebakan sindikat perdagangan orang. Program pencegahan dan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan baik di rumah tangga maupun di luar rumah tangga. KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN PARA WAKIL RAKYAT Sesuai dengan kewenangan konstitusional dalam hal legislasi, penganggaran dan pengawasan berikut merupakan peran strategis yang harus dilakukan oleh para wakil rakyat: Fungsi Legislasi: a) Memastikan Perda-Perda tidak diskriminatif terhadap perempuan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan konvensi internasional yang telah ditandatangani Indonesia. b) Membuat Perda-Perda yang diperlukan untuk mengimplementasikan peraturan perundang-undangan nasional yang melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan. Fungsi Penganggaran: Memperjuangkan anggaran yang responsif gender dalam setiap program pembangunan. Fungsi Pengawasan: a) Mengawal bahwa anggaran tersebut dipergunakan secara efisien dan sesuai peruntukannya. b) Meminta pemerintah untuk memutakhirkan data yang berkaitan dengan indikator-indikator yang terpilah gender sebagai dasar perencanaan kebijakan dan mempunyai kemampuan analisa gender dalam mendukung program perencanaan dan penganggaran pembangunan yang berdasarkan situasi terkini dan kebutuhan nyata langsung masyarakat. c) Pengawasan melekat pada SKPD yang terkait isu buruh migran dan perlindungan perempuan dan anak.
Badan Pusat Statistik Statistics Indonesia Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710 Telp : (62-21)3841195, 3842508 Fax : (62-21)3857046 Web Site : United Nations Population Fund 7th Floor Menara Thamrin Jl. M.H. Thamrin, Kav. 3 Jakarta 10250 Indonesia Tel : (62-21) 3141308, 3907121 Fax : (62-21) 3904914, 31927902 Web Site : http://indonesia.unfpa.org