PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KURVA PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) DAN PROFILE DOSE UNTUK LAPANGAN RADIASI SIMETRI DAN ASIMETRI PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 DAN 10 MV

Jusmawang, Syamsir Dewang, Bidayatul Armynah Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Jumedi Marten Padang*, Syamsir Dewang**, Bidayatul Armynah***

PERBANDINGAN PENGUKURAN PDD DAN BEAM PROFILE ANTARA DETEKTOR IONISASI CHAMBER DAN GAFCHROMIC FILM PADA LAPANGAN 10 X 10 CM 2

ANALISIS POSISI DETEKTOR TERHADAP STEM EFFECT DAN DOSIS RELATIF UNTUK DOSIMETRI PESAWAT LINAC 6 MV

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

ANALISIS KARAKTERISTIK PROFIL PDD (PERCENTAGE DEPTH DOSE) BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV

HUBUNGAN ANTARA LAJU DOSIS SERAP AIR DENGAN LAPANGAN RADIASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA

ANALISIS HASIL PENGUKURAN PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) BERKAS ELEKTRON LINAC ELEKTA RSUP DR. SARDJITO

VERIFIKASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) DENGAN VARIASI ENERGI PADA WATER PHANTOM Raden Asrisal, Syamsir Dewang, Dahlang Tahir

PENGARUH BLOK INDIVIDUAL BERBAHAN CERROBEND PADA DISTRIBUSI DOSIS SERAP BERKAS FOTON 6 MV LINEAR ACCELERATOR (LINAC)

BAB IV PERHITUNGAN DOSIS SERTA ANALISIS PENGARUH UKURAN MEDAN PAPARAN TERHADAP OUTPUT BERKAS FOTON

ANALISIS DOSIS SERAP RELATIF BERKAS ELEKTRON DENGAN VARIASI KETEBALAN BLOK CERROBEND PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

BAB 1 PENDAHULUAN. radionuklida, pembedahan (surgery) maupun kemoterapi. Penggunaan radiasi

ANALISIS PROFIL BERKAS RADIASI LINEAR ACCELERATOR 6MV PADA PENGGUNAAN VIRTUAL WEDGE DENGAN GAFCHROMIC FILM

Berkala Fisika ISSN : Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal

ANALISIS KUALITAS BERKAS RADIASI FOTON 10 MV PADA PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR

Buletin Fisika Vol. 8, Februari 2007 : 31-37

Verifikasi Keluaran Radiasi Pesawat Linac (Foton Dan Elektron) Serta 60CO Dengan TLD

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

VERIFIKASI PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP DI AIR BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK CLINAC 2100 C MILIK RUMAH SAKIT

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

Prediction of 2D Isodose Curve on Arbitrary Field Size in Radiation Treatment Planning System (RTPS)

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt

FAKTOR KOREKSI SOLID WATER PHANTOM TERHADAP WATER PHANTOM PADA DOSIMETRI ABSOLUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINAC

Analisis Dosis Keluaran Berkas Foton dan Elektron Energi Tinggi Pesawat Linac Elekta Precise 5991 Berdasarkan Code of Practice IAEA TRS 398

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu bentuk pemanfaatan radiasi pengion adalah untuk terapi atau yang

ANALISIS DOSIS OUTPUT SINAR-X PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) MENGGUNAKAN WATER PHANTOM

Desain dan Analisis Pengaruh Sudut Gantri Berkas Foton 4 MV Terhadap Distribusi Dosis Menggunakan Metode Monte Carlo EGSnrc Code System

PENGARUH SUDUT GANTRI TERHADAP KONSTANSI DOSIS SERAP DI AIR PESAWAT TELETERAPI Co-60 XINHUA MILIK RUMAH SAKIT dr. SARJITO YOGYAKARTA

KOREKSI KURVA ISODOSIS 2D UNTUK JARINGAN NONHOMOGEN MENGGUNAKAN METODE TAR (TISSUE AIR RATIO)

Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method

Verifikasi Dosis Radiasi Kanker Menggunakan TLD-100 pada Pasien Kanker Payudara dengan Penyinaran Open System

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

BAB II LINEAR ACCELERATOR

PERBANDINGAN DOSIS TERHADAP VARIASI KEDALAMAN DAN LUAS LAPANGAN PENYINARAN (BENTUK PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG) PADA PESAWAT RADIOTERAPI COBALT-60

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC

BAB III PERHITUNGAN JUMLAH MONITOR UNIT MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO

EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

Analisis Perubahan Kurva Percentage Depth Dose (PDD) dan Dose Profile untuk Radiasi Foton 6MV pada Fantom Thoraks

PENENTUAN PARAMETER DOSIMETRI AWAL BERKAS FOTON 6 MV DARI 5 BUAH PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA DAN VARIAN CLINAC BARU

ANALISIS PERHITUNGAN DOSIS SERAP TERAPI ROTASI DENGAN METODE TISSUE PHANTOM RATIO (TPR) PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 MV

PERHITUNGAN EFISIENSI DAYA BERDASAR PROSEN- TASE KEDALAMAN DOSIS (PDD) PADA LINAC MEDIS RS DR. SARDJITO

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

Berkala Fisika ISSN : Vol. 14, No. 2, April 2011, hal 49-54

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

PENENTUAN FAKTOR KELUARAN BERKAS ELEKTRON LAPANGAN KECIL PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

PENENTUAN FAKTOR KELUARAN BERKAS ELEKTRON LAPANGAN KECIL PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

ANALISIS DOSIS OUTPUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR (LINAC)TIPE VARIAN HCX 6540 MENGGUNAKAN TRS 398

Analisis Pengaruh Perubahan Source to Surface Distance (SSD) dan Field Size terhadap Distribusi Dosis menggunakan Metode Monte Carlo-EGSnrc

ABSTRAK. KONTAMINASI ELEKTRON DAN NEUTRON PADA BERKAS FOTON VARIAN TRILOGY CLINAC ix

ANALISIS DOSIS PADA PENGGUNAAN FILTER WEDGE MENGGUNAKAN DOSIMETER GAFCHROMIC EBT2 DAN GAFCHROMIC XR-RV3 UNTUK BERKAS FOTON 6 MV

AUDIT MUTU PENGUKURAN DOSIS SERAP DARI SUMBER TELETERAPI Co-60 CIRUS 90131

Dosis Transmisi Berkas Sinar-X 6 MV untuk Lapangan Tidak Teratur dengan Variasi Blok TESIS

KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan

PROFIL BERKAS RADIASI GAMMA COBALT 60 JATUH PADA PERMUKAAN MIRING SKRIPSI ANGGITA PURIE WAHARUMDIHATI

VERIFIKASI DOSIMETRI PERHITUNGAN BERKAS TERBUKA PERANGKAT LUNAK IN-HOUSE TREATMENT PLANNING SYSTEM (TPS) PESAWAT TELETERAPI COBALT-60

KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

UNIVERSITAS INDONESIA VERIFIKASI PENYINARAN IMRT MENGGUNAKAN 2D ARRAY MATRIXX EVOLUTION SKRIPSI YAHYA MUSTOFA

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

Karakteristik berkas foton lapangan kecil setengah lapangan (half beam) dengan menggunakan wedge

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian akibat keganasan di dunia, kira-kira sepertiga dari seluruh kematian akibat

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, April 2013, Hal 27-34

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 1-8

Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar-X 6 MV Sugianty Syam 1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

Perkiraan Dosis dan Distribusi Fluks Neutron Cepat dengan Simulasi Monte Carlo MCNPX pada Fantom Saat Terapi Linac 15 MV. Abstrak

ANALISIS DENSITAS FILM GAFCHROMIC TERHADAP LINEAR ACCELERATOR (LINAC) DENGAN VARIASI SUDUT SKRIPSI

Homogenitas Elektron 6 MeV Pesawat LINAC Dengan Penggunaan Variasi Ketebalan Paraffin

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

Wahana Fisika, 1(2), Perbandingan Dosis Serap Berkas Foton 16 MV Pada Berbagai Jenis Phantom menggunakan Metode Monte Carlo - EGSnrc

ANALISIS KUALITAS CITRA VERIFIKASI LAPANGAN RADIASI LINAC PADA KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN VARIASI MONITOR UNIT. Skripsi FRILYANSEN GAJAH

PENGARUH VIRTUAL WEDGE TERHADAP SIMETRISITAS PROFIL DOSIS KELUARAN PESAWAT LINAC

KARAKTERISASI DOSIMETRI SUMBER BRAKITERAPI IR-192 MENGGUNAKAN METODE ABSOLUT

PENENTUAN NILAI NOISE BERDASARKAN SLICE THICKNESS PADA CITRA CT SCAN SKRIPSI HEDIANA SIHOMBING NIM :

PENENTUAN CT DOSE INDEX (CTDI) UNTUK VARIASI SLICE THICKNESS DENGAN PROGRAM DOSXYZNRC

KARAKTERISTIK KUAT KERMA DAN KONSTANTA LAJU DOSIS SUMBER Ir-192 mhdr BERDASARKAN SIMULASI MONTE CARLO

SIMULASI MONTE CARLO UNTUK MENENTUKAN DOSIS SINAR-X 6 MV PADA KETAKHOMOGENAN MEDIUM JARINGAN TUBUH

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI. Lisa Diana

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 )

Transkripsi:

PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS Kri Yudi Pati Sandy Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN ABSTRAK PROFIL BERKAS SINAR-X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS. Telah dilakukan pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-x 6 MV pada pesawat linear accelerator Siemens Primus 2D Plus untuk lapangan simetris dan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang dilengkapi dengan unit kontrol utama ( MCU ), Fantom air 3-D servo dan program komputer OmniPro Accept System. Pengukuran profil dilakukan untuk arah crossplane dan arah inplane pada kedalaman dosis maksimum (dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm. Hasil pengukuran menunjukkan terjadi perubahan nilai PDD sampai sekitar 5 % akibat pembentukan lapangan asimetris. Profil berkas sinar-x juga mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya degradasi nilai flatness, symmetry, dan penumbra. Karakteristik distribusi dosis akibat pembentukan lapangan asimetris ini harus diperhatikan dalam aplikasi klinis penggunaan lapangan asimetris. Kata kunci : Lapangan asimetris, profil sinar-x, flatness, symmetry. ABSTRACT SYMMETRIC AND ASYMMETRC FIELDS X-RAY BEAM PROFILES AT SIEMENS PRIMUS 2D PLUS LINAC. Measurement of percentage depth dose ( PDD ) and x-ray beam profiles were done for 6 MV of Siemens Primus 2D Plus Linear accelerator for 10x10 cm 2 symmetric and asymmetric fields at SSD 100 cm. Measurements carried out using Wellhofer RFA 300 dosimetry system with a main control unit ( MCU ), 3D servo water phantom and OmniPro Accept System program. Profile measurements carried out for the crossplane and inplane direction at a depth of maximum dose ( dmax ), 5 cm, 10 cm, and 20 cm. The result showed changes of PDD value reaching about 5 %. X-ray beam profiles have also undergone changes that caused the degradation of flatness, symmetry, and penumbra values. The characteristics of the dose distribution due to asymmetric fields must be considered in clinical applications. Keywords : Asymmetric field, X-ray beam profile, flatness, symmetry I. PENDAHULUAN Penemuan radiasi pengion merupakan awal dari perkembangan radioterapi. Radiasi pengion yang diketahui dapat merusak bahkan mematikan jaringan ini dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit kanker. Permasalahannya jaringan kanker tidak diterapi dalam keadaan terisolasi. Jaringan kanker dikelilingi jaringan sehat yang fungsinya harus dipertahankan. Maka sudah pasti jaringan sehat tersebut tidak dapat terhindar sepenuhnya dari radiasi. Tujuan yang harus dicapai dalam radioterapi adalah memberikan dosis radiasi seoptimal mungkin pada jaringan kanker dan memberikan efek atau kerusakan yang tidak berarti pada jaringan sehat di sekitarnya. Keakuratan dalam pemberian berkas kanker PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 98

tergantung pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah bentuk dan lokasi kanker. Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat dicapai dengan beberapa cara disesuaikan dengan aplikasi klinisnya. Pada terapi foton umumnya digunakan lapangan simetris, baik itu lapangan persegi ataupun persegi panjang. Pada beberapa kasus, letak jaringan kanker yang harus menerima dosis tinggi sangatlah dekat dengan organ penting dalam tubuh. Oleh karenanya, organ penting tersebut haruslah terlindungi. Untuk tujuan tersebut diperlukan perencanaan radioterapi dengan lapangan asimetris. Lapangan asimetris dibentuk dengan cara membuka kolimator X 1 dan X 2 ataupun Y 1 dan Y 2 dengan nilai yang berbeda. Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain melakukan pengukuran profil berkas sinar-x pada lapangan simetris dan asimetris dengan variasi kedalaman untuk kemudian membandingkan profil berkas sinar-x lapangan simetris dengan profil berkas sinar-x lapangan asimetris tersebut. II. TEORI Pofil berkas sinar-x Profil berkas radiasi merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman 1. Profil berkas sinar-x megavolt ( MV ) terdiri dari tiga daerah, yaitu daerah pusat ( central region ), penumbra dan umbra. Profil berkas radiasi biasanya diukur dengan melakukan scanning sepanjang sumbu inplane dan crossplane untuk berbagai variasi kedalaman di fantom air. Salah satu parameter yang menggambarkan keseragaman berkas pada profil berkas radiasi adalah flatness dan symmetry. Flatness dan symmetry profil berkas radiasi ditentukan pada daerah 80 % dari FWHM (Full Width half Maximum). FWHM merupakan lebar profil pada 50 % dosis 2. Prosentasi dosis kedalamam (PDD) Distribusi dosis pada titik di sumbu utama berkas di dalam fantom biasanya dinormalisasi ke D max = 100 % pada kedalaman dosis maksimum d max dan kemudian dikenal sebagai persentase dosis kedalaman ( PDD ). Geometri untuk pendefinisian persentase dosis kedalaman ditunjukkan dalam Gambar 1. Titik Q merupakan titik sembarang pada kedalaman d di sumbu utama, titik P merepresentasikan titik dosis referensi di d = d max pada sumbu utama. PDD bergantung pada 4 parameter, yaitu kedalaman di dalam fantom d, luas lapangan A, jarak antara sumber dan permukaan f dan kualitas berkas sinar-x 3. PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 99

Gambar 1. Geometri untuk pengukuran dan pendefinisian PDD Lapangan asimetris setengah tertutup ( half blocked ) dibentuk ketika salah satu daun kolimator tidak dibuka. Lapangan asimetris setengah tertutup digunakan antara lain untuk membentuk sambungan yang seragam ( uniform junction ) antara dua lapangan 5,6,7. Gambar 2. menunjukkan bukaan kolimator untuk lapangan simetris dan lapangan asimetris setengah tertutup. Lapangan asimetris Kolimator sekunder digunakan untuk membentuk lapangan penyinaran. Kolimator ini terbuat dari blok timbal ( Pb ) yang digunakan untuk mengatenuasi radiasi diluar lapangan penyinaran yang diinginkan. Kolimator sekunder terdiri dari dua pasang daun kolimator dimana salah satu pasangan daun kolimator ini berada di bawah pasangan yang lain. yang Pasangan daun kolimator lebih dekat dengan target disebut kolimator atas ( upper collimators ) dan sebagai pengatur lapangan arah Y, sedangkan pasangan daun kolimator yang lain ( lebih dekat ke permukaan pasien ) disebut dengan kolimator bawah ( lower collimators ) dan digunakan untuk mengatur lapangan arah X. 4 Biasanya lapangan simetris dinyatakan sebagai ( X x Y ) cm 2, yang menunjukkan setiap daun kolimator X diatur membuka dengan jarak X/2 dari sumbu utama berkas, demikian pula bukaan yang sama untuk kolimator Y. Pembentukan lapangan asimetris menggunakan empat pergerakan dari masing-masing daun kolimator. Gambar 2. Diagram yang menunjukkan berkas simetris dan asimetris III. TATA KERJA Dalam penelitian ini digunakan pesawat Linear Accelerator ( linac ) Siemens PRIMUS 2D Plus milik Rumah Sakit Pusat Pertamina ( RSPP ). Untuk pengukuran profil berkas sinar-x digunakan sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang dilengkapi dengan unit kontrol utama (MCU), Fantom air 3-D servo dan program komputer OmniPro Accept System. Detektor yang digunakan adalah dua buah detektor dioda. Satu detektor dipakai sebagai referensi, sedangkan detektor lain digunakan untuk pengukuran. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan setting sistem dosimetri RFA 300 yang skemanya dapat dilihat dalam Gambar 3. Fantom air PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 100

diletakkan di dalam berkas radiasi. Kontrol unit ( MCU ) diletakkan pada ruang penyinaran namun berada sejauh mungkin dari sinar utama ( primary beam ). Detektor referensi diletakkan pada berkas radiasi di atas fantom air, sedangkan detektor lapangan berada dalam fantom air dan diprogram bergerak sesuai dengan kontrol komputer. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dua parameter berkas radiasi, yaitu persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-x dengan lapangan 10 x 10 cm 2 dengan konfigurasi SSD 100 cm. disebut sebagai sumbu crossplane dan inplane. Seperti halnya pada pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ), lapangan dasar yang dipilih adalah 10x10 cm 2 dengan variasi lapangan asimetris yang sama pula. Pengukuran dilakukan dengan SSD 100 cm pada kedalaman dosis maksimum ( d max ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm untuk berkas sinar-x 6 MV. Pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) Pengukuran PDD dilakukan untuk mengetahui kedalaman maksimum (d max ) lapangan simetris berkas sinar-x 6 MV. Selanjutnya nilai kedalaman dosis maksimum digunakan dalam salah satu pengukuran profil berkas sinar-x tersebut. Pengukuran PDD dilakukan dengan luas lapangan 10 x 10 cm 2 jarak SSD 100 cm. Dari lapangan tersebut dibentuk lapangan asimetris dengan mengubah kolimator X1 dan X2. Untuk lapangan 10 x 10 cm 2 bentuk simetris, bukaan kolimator X1 adalah sebesar 5 cm dan X2 juga sebesar 5 cm. Lapangan asimetris dibuat bervariasi dengan bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5 cm yang dengan sendirinya bukaan kolimator X2 menjadi 10 cm, 7,5 cm, dan 2,5 cm. Pengukuran profil berkas sinar-x Pengukuran profil dilakukan sepanjang sumbu X dan Y yang selanjutnya Gambar 3. Setting sistem dosimetri RFA-300 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase dosis kedalaman ( PDD ) Hasil pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) untuk lapangan simetris dan lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 dapat dilihat dalam Gambar 4. Tampak pembentukkan lapangan asimetris mangakibatkan terjadinya perubahan nilai persentase dosis kedalaman sampai sekitar 5 %. Hasil ini mendukung laporan Khan et al. 6 yang menyebutkan pembentukan lapangan asimetris, bagaimanapun juga menghasilkan PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 101

perubahan dosis kedalaman yang tidak mudah diprediksi. PDD lapangan asimetris pada umumnya menurun dengan penutupan salah satu daun kolimator X. Tampak pada bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, nilai PDD relatif lebih rendah dibandingkan dengan bukaan kolimator X1 yang lain. Perbedaan tampak jelas pada kedalaman tinggi. Perbedaan tersebut dapat dimengerti karena berkas asimetris dengan lapangan besar berisi sebagian besar sinar-x dengan kualitas yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa pada pusat berkas simetris kualitas sinar-x tertinggi, dan akan menurun pada bagian pinggir lapangan sebagai akibat bentuk flattening filter. Tampak pula PDD saat bukaan kolimator X1 sebesar 2,5 cm maupun 7,5 cm relatif tidak berbeda. Dari data hasil pengukuran PDD didapatkan d max untuk berkas sinar-x 6 MV dengan lapangan simetris 10 x 10 cm 2 adalah sebesar 1,48 cm. Profil berkas sinar-x Hasil pengukuran profil berkas sinar- X 6 MV pada sumbu crossplane untuk lapangan simetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan variasi kedalaman dapat dilihat dalam Gambar 5, sedangkan untuk lapangan asimetris dapat dilihat dalam Gambar 6, 7, dan 8 berturut - turut dengan bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5 cm. Untuk profil inplane, hasil pengukuran profil lapangan simetris dapat dilihat dalam Gambar 9, sedangkan untuk lapangan asimetris dapat dilihat dalam Gambar 10, 11, dan 12. Gambar 4. Grafik PDD sinar-x 6 MV dengan lapangan simetris dan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 102

Dari gambar profil berkas sinar-x tersebut dapat dilihat bahwa dosis akan menurun dengan meningkatnya kedalaman. Bentuk profil dipengaruhi oleh perjalanan sinar-x sebelum sampai di titik pengukuran. Sinar-X dilewatkan pada sebuah flattening filter yang terletak antara fokus dan kolimator pesawat linac. Adanya flattening filter yang mempunyai ketebalan lebih tinggi di daerah pusat menyebabkan dosis relatif pada daerah pusat lapangan menjadi relatif lebih rendah dibanding dengan daerah pinggir lapangan. Namun kualitas berkas sinar-x di daerah pusat ini relatif lebih tinggi. Dengan meningkatnya kedalaman, maka kontribusi hamburan fantom semakin besar terutama pada daerah pusat lapangan. Oleh karena itu bentuk profil akan tampak semakin merata dengan meningkatnya kedalaman 8. Gambar 5. Profil crossplane berkas sinar-x 6 MVlapangan simetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm di berbagai kedalaman PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 103

Gambar 6. Profil crossplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm Gambar 7. Profil crossplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 2,5 cm dan X2 = 7,5 cm di berbagai kedalaman PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 104

Gambar 8. Profil crossplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman Gambar 9. Profil inplane berkas sinar-x 6 MV lapangan simetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm di berbagai kedalaman PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 105

Gambar 10. Profil inplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm di berbagai kedalaman Gambar 11. Profil inplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 2,5 cm dan X2 = 7,5 cm di berbagai kedalaman PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 106

Gambar 12. Profil inplane berkas sinar-x 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman Dari data hasil pengukuran profil berkas sinar-x juga akan dievaluasi beberapa parameter keseragaman berkas pada profil berkas sinar-x yaitu flatness, symmetry, dan penumbra. Untuk menjelaskan parameter parameter tersebut, dengan mengambil data dari profil berkas sinar-x dibuat tabel parameter keseragaman berkas pada profil di berbagai kedalaman yang dapat dilihat dalam Tabel 1 dan 2 berturut turut untuk profil crossplane dan inplane. Bentuk profil lapangan asimetris akan berbeda dengan bentuk profil lapangan simetris. Profil lapangan asimetris arah inplane ( Y ) tetap memiliki bentuk yang menyerupai profil lapangan simetris. Tampak symmetry profil inplane lapangan asimetris tidak jauh berbeda dengan symmetry profil lapangan simetris dan masih dibawah 1 %. Nilai symmetry yang demikian dapat dijelaskan karena pada penelitian ini pembentukkan lapangan asimetris dilakukan dengan variasi bukaan kolimator X ( lower collimators ) sehingga bentuk profil arah sumbu Y tetap simetris. Untuk profil lapangan asimetris pada arah crossplane, bentuk profil berbeda dengan profil lapangan simetris sesuai dengan bukaan kolimatornya. Di daerah dekat dengan sumbu utama berkas cenderung menurun. Berkas sinar-x yang dekat dengan sumbu utama ini mempunyai kualitas relatif lebih tinggi dan intensitas lebih rendah yang pada lapangan asimetris berada pada pinggir lapangan. Profil lapangan asimetris arah crossplane yang agak miring ini menyerupai profil akibat efek filter PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 107

wedge dengan sudut kecil terutama pada kedalaman dekat permukaan. 7 Flatness, symmetry, dan penumbra merupakan parameter yang menentukan kualitas berkas profil sinar-x. Nilai Flatness ditentukan oleh dosis relatif tertinggi dan terendah pada profil berkas sinar-x. Pada profil crossplane, yang terlihat pada Gambar 13, nilai flatness profil berkas sinar-x lapangan asimetris relatif lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh pada lapangan simetris. Tidak demikian yang terjadi dengan flatness profil inplane yang mempunyai kecenderungan yang sama antara lapangan asimetris dan simetris. Flatness terbesar terjadi pada profil crossplane di kedalaman 20 cm khususnya untuk bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm. Tabel 1. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-x 6 MV arah crossplane lapangan 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm kedalaman Kolimator Symmetry Flatness Penumbra FW ( % ) ( % ) kiri kanan ( mm ) X1=X/2 0,2 1,7 3,6 3,1 100,0 dmax X1=0 49,5 4,6 3,5 3,2 102,8 X1=X/4 26,0 3,9 3,6 3,2 99,9 X1=3X/4 27,2 3,9 3,7 3,4 100,2 X1=X/2 0,3 1,1 4,3 3,8 103,4 5 cm X1=0 49,5 4,9 4,8 5,4 106,7 X1=X/4 26,1 4,3 4,2 3,8 103,3 X1=3X/4 27,2 4,5 4,2 3,9 103,7 X1=X/2 0,4 1,3 5,0 4,4 108,5 10 cm X1=0 49,3 5,5 9,5 11,7 112,4 X1=X/4 26,1 4,7 5,0 4,4 108,3 X1=3X/4 27,3 4,7 5,2 4,9 108,7 X1=X/2 0,5 2,5 6,5 6,0 118,5 20 cm X1=0 49,2 5,6 21,7 24,0 123,7 X1=X/4 25,9 4,9 6,4 6,3 118,0 X1=3X/4 27,1 5,1 6,4 6,0 118,8 PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 108

Penumbra merupakan parameter keseragaman profil berkas radiasi yang didefinisikan sebagai daerah pada profil yang menerima dosis antara 80 % dan 20 % dari sumbu utama 2. Pada umumnya penumbra semakin lebar dengan peningkatan kedalaman dan luas lapangan. Kondisi demikian dapat dimengerti karena dengan peningkatan kedalaman, maka kontribusi hamburan fantom semakin besar. Terlihat pula pembentukkan lapangan asimetris menyebabkan perubahan yang signifikan dari penumbra profil crossplane. Pada umumnya penumbra meningkat dengan penutupan salah satu daun kolimator. Tampak pada bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, penumbra relatif lebih besar dibandingkan dengan bukaan kolimator X1 yang lain. Penumbra yang relatif lebih besar ini disebabkan karena pada saat bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, seolah olah lapangan yang terbentuk adalah dua kali lipat. Jadi lapangan 10 x 10 cm 2 merupakan hasil dari lapangan 20 x 10 cm 2 setengah tertutup. Tabel 2. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-x 6 MV arah inplane lapangan 10 x 10 cm 2 SSD 100 cm kedalaman Kolimator dmax 5 cm 10 cm 20 cm Symmetry Flatness Penumbra FW ( % ) ( % ) kiri kanan ( mm ) X1=X/2 0,1 1,6 5,4 5,1 101,0 X1=0 0,9 1,8 5,9 5,3 100,6 X1=X/4 0,8 1,5 5,6 5,1 100,6 X1=3X/4 0,4 1,5 5,6 5,1 100,7 X1=X/2 0,0 1,6 6,2 6,7 104,6 X1=0 1,0 2,5 6,5 5,9 104,1 X1=X/4 0,8 1,9 6,3 5,8 104,2 X1=3X/4 0,4 1,9 6,4 5,8 104,3 X1=X/2 0,1 2,1 7,3 6,8 109,8 X1=0 0,9 3,3 7,9 7,2 109,3 X1=X/4 0,8 2,4 7,8 6,9 109,4 X1=3X/4 0,4 2,8 7,6 6,9 109,5 X1=X/2 0,1 3,0 9,1 8,6 109,9 X1=0 0,9 4,2 9,7 8,7 119,5 X1=X/4 0,7 3,5 9,5 8,5 119,7 X1=3X/4 0,3 3,2 9,4 8,5 119,7 PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 109

IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembentukan lapangan asimetris mengakibatkan terjadinya perubahan nilai persentase dosis kedalaman ( PDD ) sampai sekitar 5 %. 2. Profil crossplane lapangan asimetris pada kedalaman rendah mempunyai bentuk kemiringan yang dipengaruhi oleh bukaan kolimator dan bentuk flattening filter. Kemiringan profil akan menurun dengan meningkatnya kedalaman. 3. Nilai flatness, symmetry dan penumbra profil lapangan asimetris arah crossplane lebih besar dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada lapangan simetris. Kecenderungan yang tidak sama ditemui untuk profil lapangan asimetris arah inplane. Report Bachelor of Science in Medical Physics, University of NSW, 1998. 5. FAIZ M. KHAN, BRUCE J. GERBI, and FIRMIN C. DEIBEL, Dosimetry of Asymmetric Collimators, Medical Physics 13 ( 6 ) 936 941, 1986. 6. CHEN-SHOU CHUI, RADHE MOHAN, and DORACY FONTENLA, Dose Computations For Asymmetric Fields Defined By Independent Jaws, Medical Physics 15 ( 1 ) 92 95, 1988. 7. DAVID D. LOSHEK and KRISTI A. KELLER, Beam Profile Generator For Asymmetric Fields, Medical Physics 15 (4) 604 610, 1988. 8. C. J. KARZMARK, Advances in Linear Accelerator Design for Radiotherapy. Medical Physics 11 (2) 105 128, 1984. DAFTAR PUSTAKA 1. PHILIP M. K. LEUNG, The Physical Basic of Radiotherapy, The Ontario Cancer Institute and The Princess Margaret Hospital, 1978. 2. RAVINDER NATH et al, AAPM Code of Practice for Radiotherapy Accelerators Report No.47. American Institute of Physics, New York, America, 1994. 3. ERVIN B. PODGORSAK, Review of Radiation Oncology Physics: A Handbook for Teachers and Students, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria, 2003. 4. CLAIRE TURNER, Medical Linear Accelerator Dynamic Wedge Factors For Asymmetric Radiotion Fields, Project PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 110