BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

Lampiran 1 Sebaran contoh menurut komponen pengambilan keputusan berdasarkan jenis kelamin dan bidang pangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. Jatiwangi merupakan wilayah yang memproduksi genteng, baik genteng

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: Perempuan pengrajin batik, gender, sosial ekonomi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

2015 PENYESUAIAN PERANAN IBU BEKERJA DALAM KEHIDUPAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab utama atas sosialisasi anak anaknya dan pemenuhan kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak. Kata kunci: perempuan, bekerja, sektor publik, adat

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

Hasil Dokumentasi Penelitian Bulan Juni Dan Juli 2008

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi dari pekerja perempuan di Indonesia untuk setiap tahun semakin

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Teori Curahan Waktu Kerja Istri Nelayan. sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pencari nafkah, dilakukan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. individu tersebut. DEPKES RI (1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

MOTIVASI WANITA BEKERJA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERANNYA DI BIDANG EKONOMI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB I PENDAHULUAN , pada RPJMNtahap-3 ( ), sektor pertanian masih. menjadi sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena

LAMPIRAN. Draf wawancara (interview guide) untuk buruh tani perempuan:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali (2012:10) konsep dan definisi yang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah sebagai berikut: a. Jika pendapatan suami masih belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka isetri akan bekerja lebih banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Artinya, ketika jumlah penghasilan keluarga terutama suami relatif kecil, maka keputusan wanita berstatus menikah untuk bekerja relatif besar. b. Jika pendapatan suami sudah mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka isteri tidak akan bekerja di sektor publik dan hanya fokus pada urusan rumah tangga (domestik). Artinya, ketika jumlah penghasilan keluarga sudah relatif besar, maka keputusan wanita berstatus menikah untuk bekerja menjadi relatif kecil. c. Pengaruh jumlah tanggungan pada keluarga terhadap keputusan seorang wanita yang berstatus menikah untuk bekerja. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga membuat semakin besar keikutsertaan wanita untuk berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, mulai dari kebutuhan sekolah anak-anak, biaya dapur, kebutuhan pokok dan biaya tidak terduga lainnya.

Kenyataannya di dalam keluarga miskin, sebagaian besar yang memungkinkan keluarga mereka tetap bertahan hidup dikarenakan wanita yang berperan dalam menafkahi keluarga, semakin miskin suatu keluarga maka keluarga itu semakin bergantung kepada produktivitas ekonomi seorang wanita. Ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan dengan ibu rumah tangga yang lainnya. Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga, mereka mencuci pakaian dan juga wanita memberikan penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan mereka dengan upah yang rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga (Abdullah, 1997:160). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hugen (2011), menemukan bahwa yang menjadi faktor-faktor penyebab besarnya alokasi kerja wanita terhadap keputusan seorang wanita untuk bekerja di sektor publik sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga adalah: a. Usia dan pendidikan, usia isteri diduga sangat berpengaruh terhadap aktivitas mereka dalam bekerja sehari-hari. Dilihat dari aspek umur isteri berusia rata-rata 34,5 tahun, masuk dalam kategori usia produktif yang berarti mempunyai potensi sebagai sumber tenaga kerja baik di dalam maupun di luar daerah tempat tinggal. Sementara itu tingkat pendidikan isteri sebagian besar (76,33%) tamat SD selebihnya hanya tamat SLTP (23,76%). Isteri yang bekerja di luar rumah lebih besar dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang dominan membutuhkan tenaga fisik.

a) Tanggungan keluarga, tanggungan keluarga dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Sajogyo, P. (1994) yang mengatakan, tanggungan keluarga dihitung dengan memilah berapa jumlah jiwa yang masih menjadi tanggungan dan masih dalam satu periuk nasi. Dari hasil wawancara yang didukung oleh observasi lapangan menunjukkan bahwa banyaknya tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan perempuan turut serta bekerja membantu suami di lahan milik sendiri maupun menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Mereka beranggapan bahwa jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan berpengaruh terhadap besaran kebutuhan keluarga. Hasil analisis menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga sebesar 3-4 jiwa, terdiri dari isteri dan 1 anak atau 2 anak. Jumlah anak yang menjadi tanggungan terdiri dari 13 jiwa usia anak balita, 7 jiwa usia Sekolah Taman Kanak-kanak (TK), dan 12 jiwa usia sekolah Dasar (SD). Kondisi keluarga kecil ini dipengaruhi oleh pasangan suami-isteri yang paham akan keluarga kecil bahagia, yang ditunjukkan dengan keikutsertaan dalam program Keluarga Berencana (KB). b) Kepala keluarga bekerja di luar daerah, pada umumnya kepala keluarga akan mencari pekerjaan ke luar daerah tempat tingga jika lapangan kerja di dalam daerah tempat tingga kurang menjanjikan atau pendapatan dari usaha tani kurang mencukupi kebutuhan keluarga. Umumnya, mereka tidak mempunyai keterampilan khusus hanya melakukan pekerjaan di bidang pertanian. Namun

bagi yang mempunyai keterampilan, seperti tukang batu, tukang kayu, dan meubiller, lebih memilih pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan utama, disamping tetap mengusahakan lahan usaha yang dimilikinya. Untuk bekerja di bidang ini umumnya mereka meninggalkan keluarga 1-2 minggu, bahkan ada yang 1 bulan. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya transportasi dan tenaga. Oleh karenanya isteri yang ditinggal suami bekerja di luar daerah, maka isteri mengambil alih pekerjaan di lahan milik mereka untuk menopang perekonomian. Kondisi tersebut mengakibatkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga menjadi ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga, disisi lain berperan dalam menentukan kelangsungan usaha tani yang akhirnya mendapatkan pendapatan (pekerjaan produktif). Hal ini sejalan dengan pendapat Sajogyo, P. (1994) yang mengatakan bahwa perempuan dalam mencari nafkah dan mengurus rumah tangga merupakan pekerjaan produktif, dan menjadi kepuasan sendiri bagi kaum perempuan. Dengan demikian alokasi waktu kerja, konstribusi perempuan dalam mencari nafkah, mengurus rumah tangga, dan pengambilan keputusan dalam usaha tani menjadi penting. c) Alokasi waktu bekerja wanita, alokasi waktu wanita yang bekerja pada kegiatan usaha tani sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ada atau tidaknya tanggungan anak balita dalam keluarga. Alokasi waktu kerja bagi yang mempunyai anak balita lebih sedikit jika dibanding yang

tidak punya anak balita, karena waktunya lebih banyak digunakan untuk mengurus anak balita. Sisanya digunakan untuk kegiatan reproduktif dan sosial. Dengan demikian, wanita mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan bekerja membantu suami di lahan atau sebagai buruh upahan di perkebunan di sekitar daerah tempat tinggal. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2010) dampak yang diakibatkan dari partisipasi wanita dalam bekerja di sektor publik yaitu: a. Para wanita yang bekerja pada sektor publik mendapat keuntungan karena dapat memperluas hubungan sosial dengan masyarakat luas dan tidak hanya berinteraksi dengan anak dan suami. b. Kehidupan ekonomi para wanita tidak mengalami perubahan karena pendapatan yang diperoleh belum mampu untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. c. Pola pengambilan keputusan dalam wanita ada hal-hal tertentu yang didominasi oleh istri atau perempuan terutama dalam hal yang berkaitan dengan urusan domestik. d. Hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas pengasuhan anak-anak, pendidikan anak-anak, dan kesehatan relatif dilakukan secara bersama antara suami dan isteri. 2.2 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Pada umumnya, terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dan struktur kekuasaan dalam keluarga, yang menyatakan bahwa pola

pengambilan keputusan (decision making) dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur/pola kekuasaan dalam keluarga tersebut (T.O Ihromi, 1987: 87). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hesti dan Nufitri (2010) ditemukan bahwa pengambil keputusan di dalam keluarga adalah: a) Pengambilan keputusan keluarga masih didominasi oleh istri terutama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan anak seperti pendidiakan anak, keperluan sekolah anak, maupun pemeberian uang saku anak. b) Keputusan yang berkaitan dengan pembelian barang bernilai tinggi seperti rumah, kendaraan, tanah, emas dan perhiasan lainnya merupakan keputusan yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi antara suami dan istri. c) Pengambilan keputusan yang sifatnya jangka panjang seperti dalam memilih tempat berlibur, menabung serta berinvestasi, para wanita bekerja memilih membicarakannya terlebih dahulu dengan suami sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan berdua. d) Sementara untuk hal-hal yang sifatnya rutin dan untuk kebutuhan rumah tangga keputusan sepenuhnya diserahkan kepada istri seperti kebutuhan dapur, perlengkapan rumah tangga, perabot rumah tangga dan lain-lain. 2.3 Penggunaan Pendapatan Suami dan Isteri di dalam Keluarga Pendapatan yang diterima oleh suami dan isteri tidak dapat dipisahkan, dimana pendapatan suami selalu diberikan kepada sang isteri. Pendapatan yang

diperoleh keduanya yaitu suami dan isteri dianggap sebagai pendapatan keluarga yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan setiap anggota keluarga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2008) penggunaan pendapatan suami dan isteri dialokasikan kepada: a) Belanja kebutuhan sehari-hari atau pun kebutuhan pokok setiap anggota keluarga seperti kebutuhan dapur, belanja untuk makan setiap harinya, belanja untuk pakaian keluarga, perlengkapan yang dibutukan untuk ayah, ibu maupun anak-anak. Penggunaan pendapatan terbesar digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dibanding dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. b) Kebutuhan sekolah anak-anak seperti uang SPP setiap bulannya, membeli buku sekolah anak-anak, seragam sekolah, uang jajan setiap harinya. c) Kebutuhan keluarga yang bersifat sosial seperti adanya anggota keluarga yang ikut serta dalam arisan keluarga, arisan tetangga, menghadiri acara pernikahan, menghadiri acara hajatan sehingga membutuhkan biaya juga dalam acara tersebut. Dilihat dari distribusi penggunaan pendapatan istri atau wanita menunjukkan bahwa belum ada atau tidak banyak wanitayang menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara pribadi. Penghasilan mereka digunakanuntuk memenuhi kebutuhan keluarga secara bersama. Hal ini sangat terkait dengan kebiasaan yang ada di masyarakat terutama pedesaan bahwa tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga merupakan tanggungjawab wanita atau istri di dalam keluarga mereka.

2.4 Harmonisasi Rumah Tangga Unit terkecil masyarakat adalah keluarga, sehingga seperti halnya masyarakat, maka masyarakat juga dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain. Keseluruhan sistem tersebut memiliki seperangkat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing-masing bagian yang fungsional, agar sistem tetap berada dalam keadaan seimbang atau harmoni. Bilamana tidak terpenuhi, maka kondisi tersebut akan dapat berkembang ke suatu keadaan yang bersifat patologis atau disharmoni. Kesatuan fungsional atau keadaan harmoni suatu sistem dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial dapat saling fungsional, sehingga dapat tercipta keselarasan dengan tanpa atau sedikit konflik yang tidak berkepanjangan dan semakin membesar. Kesatuan fungsional atau keadaan harmoni yang lokal nampaknya bertentangan dengan fakta, karena suatu bagian dari sebuah sistem bias fungsional bagi suatu sub-sistem tertentu tetapi ternyata dapat disfungsional bagi subsistem lainnya. Kondisi dimana masing-masing subsistem dapat saling fungsional satu sama lain akan mengarah pada keadaan harmoni, kesesuaian fungsi dapat tercapai kalau terdapat adanya persamaan nilai dan norma. Sebaliknya kondisi dimana masing-masing sub-sistem saling disfungsional, sebenarnya merupakan perwujudan dari tidak adanya kesepakatan atau konsensus tentang nilai dan norma. Dan hal itu akan mengarah kepada konflik dan dis harmoni. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi (2009) menemukan bahwa, konflik justru akan ditempatkan sebagai suatu proses yang bersangkut paut dengan harmoni, dalam arti bahwa konflik dianggap sebagai pembuka bagi

terjadinya proses harmonisasi. Menurut Nurhadi, dilihat beberapa kecenderungan bahwa, terjadi hubungan antara istri yang bekerja dengan tingkat harmonisasi pada keluarga melalui tingkat pendapatan istri. Dalam artian, bahwa jika istri yang bekerja tersebut pendapatannya dapat untuk mencukupi seluruh kebutuhan keluarga, maka terjadi disfungsional bagi urusan-urusan kerumahtanggaan, ketergantungan ekonomis kepada suaminya menjadi rendah, sikap kemandiriannya (istri) menjadi tinggi, sehingga tingkat harmonisasi keluarga dapat menjadi goyah, meskipun seluruh kebutuhan ekonomi keluarga relatif dapat tercukupi. Sementara itu istri yang bekerja yang pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga saja, maka ia akan tetap fungsional bagi pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, ketergantungan ekonomisnya kepada suami juga tetap tinggi karena isteri yang bekerja sebagai pencari nafkah tambahan hanya mampu mencukupi kebutuhan makan saja, selebihnya kebutuhan keluarga lainnya seperti kebutuhan sandang, papan maupun kebuthan tersier dipenuhi oleh suami. Tidak hanya masalah pemenuh kebutuhan keluarga, sikap kemandirian wanita juga berada dalam kategori rendah, hal ini dikarenakan wanita masih tergantung kepada suami yang dilihat dari segi ekonomi. Dalam penelitian ini juga ditarik kesimpulan bahwa, isteri yang pendapatannya masih lebih rendah dari pada pendapatan suami dan masih tergantung kepada suami, dikategorikan sebagai keluarga harmonis.

2.5 Beban Ganda (Double Burden) Adanya anggapan bahwa kaum wanita memiliki sifat pemelihara dan rajin, membuat wanita berorientasi dan bertanggung jawab pada semua pekerjaan domestik. Konsekuensinya, kaum wanita harus bekerja keras dalam mengurus kebutuhan rumah tangganya, bagi kalangan menegah kebawah beban lebih terasa berat jika wanita juga terjun ke dalam sektor publik atau dunia kerja yang membuat wanita memiliki beban ganda (Rochie, 2009:22). Beban ganda (double burden) merupakan beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya terutama kaum wanita. Angka statistik Indonesia menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah wanita yang bekerja di sektor publik disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, diantaranya adalah pendapatan suami rendah, suami meninggal dan juga suami bekerja di luar daerah maupun di luar negeri. Selain itu, berubahnya struktur keluarga disebabkan oleh tidak hadirnya pria sebagai kepala rumah tangga, membawa wanita untuk menggantikan pria sebagai kepala rumah tangga. Dengan demikian, pembagian-pembagian kerja yang biasanya terjadi dalam rumah tangga tidak dapat berjalan dengan baik Berdasarkan ruang lingkup kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat, wanita memiliki dua peran yaitu: a. Disatu pihak sebagai ibu rumah tangga (domestik) dalam keluarga,masing-masing wanita berperan sebagai tenaga kerja domestik yang tidak mendatangkan hasil secara langsung.

b. Dipihak lain sesuai dengan perkembangan masyarakat khususnya di bidang perekonomian agraris, nampak nyata peran serta wanita sebagai tenaga dibidang pencari nafkah (publik) yang mendatangkan hasil secara langsung. 2.6 Persepsi Suami terhadap Beban Ganda yang Dipikul Isteri Dalam penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2003) mengenai persepsi suami terhadap aktifitas peran ganda perempuan sunda di sektor domestik sebagai berikut : a. Istri diharapkan tidak meninggalkan kodratnya walaupun melakukan pekerjaan nafkah untuk menunjang keuangan keluarga. b. Istri dan suami secara bersama-sama memberikan perhatian terhadap pendidikan dan kesehatan anak yang merupakan tanggungjawab kedua orangtua. c. Istri dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, karena suami-istri sebagai mitraperan dalam keluarga. Persepsi positif dari suami tersebut, menunjukkan bahwa keluarga sebagai jaringan hubungan sistem sosial berlangsung dengan stabil, karena masingmasing anggotanya dapat melaksanakan fungsi dan perannya yang sesuai dengan status masing-masing. Dengan adanya pergeseran pelaksanaan peran istri, maka suami sebagai mitraperannya dapat melakukan perubahan peran kontekstual secara adaptif, sehingga upaya mewujudkan keberfungsian keluarga dapat terwujud. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ieke Iriani (2003) mengenai persepsi suami terhadap aktifitas istri di sektor publik adalah sebagi berikut:

a. Suami menghargai hak dan kewajiban istri dalam melakukan aktifitas di luar rumah, karena dapat meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasannya. b. Memberi dukungan dan motivasi terhadap perkembangan usaha atau karier istrinya. c. Memberikan dukungan dengan meninggalkan nilai yang sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat. Penelitian ini memperlihatkan bahwa telah terjadi transformasi kesetaraan gender dengan bentuk kemitrasejajaran perempuan-laki-laki, dalam hal ini akibat adanya persepsi positif dari perempuan Sunda terhadap aktifitas peran-gandanya. Untuk menjaga stabilitas struktur dan fungsi keluarga, maka perempuan Sunda mengem-bangkan harapan anticipatory dalam pelaksanaan perannya dan secara konsisten menerima peran kodrati (mengandung, melahirkan dan menyusui), lakilaki dalam hal ini suami mengembangkan konsensus dengan meningggalkan nilai yang membatasi ruang gerak perempuan Sunda dan mengembangkan nilai budaya yang mendukung perempuan Sunda untuk eksis di sektor publik. Lingkungan masyarakat Sunda mengembangkan nilai budaya yang mendukung aktifitas peran-ganda, sebagai upaya pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini peran kodrati perempuan tetap menjadi tuntutan budaya dan agama. Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa walaupun budaya tradisional Sunda masih menempatkan perempuan di sektor domestik, namun kekuatan budaya tradisional yang membatasi ruanggerak wanita, telah dianggap negatif dan sudah tidak relevan lagi dengan dinamika masyarakatnya. Sehingga perempuan memiliki 'pengakuan' dan legalitas dari masyarakat untuk tampil

sebagai pekerja atau pencari nafkah serta dapat berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat dikemukakan bahwa alternatif model peran-ganda yang dipilih oleh perempuan Sunda adalah model ideal atau model keseimbangan, karena perhatian terhadap keluarga dan aktifitas di sektor publik memiliki proporsi yang seimbang.