ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP SIFAT MEKANIS TIGA JENIS KAYU RENDY KURNIAWAN RACHMAT

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB II STUDI PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PE ELITIA

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 3(1): 1-7 (2010)

KECEPATAN RAMBATAN GELOMBANG DAN KETEGUHAN LENTUR BEBERAPA JENIS KAYU PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR MOHAMMAD MULYADI

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

III METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

Transkripsi:

ABSTRAK ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek kayu di laut dan perubahan sifat fisik dan mekanik serta untuk menentukan kekuatan empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet serta batang kelapa bagian pangkal, tengah dan ujung setelah direndam di laut selama tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mendapat serangan penggerek dengan intensitas yang berbeda.kayu nangka merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut dengan nilai rata-rata intensitas serangan sebesar 0,51% sedangkan kayu karet merupakan kayu yang paling tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut yang ditunjukkan dengan rata-rata intensitas serangan mencapai 68,94%. Serangan penggerek kayu di laut mengakibatkan perubahan sifat fisik dan mekanik sehingga kekuatan kayu juga akan berubah. Kayu rasamala yang semula mempunyai kelas kuat (KK) II berubah menjadi KK III, KK kayu nangka tidak berubah yaitu dengan KK IV, kayu karet mengalami perubahan dari KK III menjadi KK V, batang kelapa bagian pangkal dan tengah mengalami penurunan kelas kuat dari KK IV menjadi KK V, sedangkan batang kelapa bagian ujung tetap memiliki KK terendah yaitu KK V. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK BEBERAPA JENIS KAYU AKIBAT SERANGAN PENGGEREK KAYU LAUT DI PERAIRAN PULAU RAMBUT ADITYA NUGROHO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

iii Judul Skripsi : Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut Nama : Aditya Nugroho NIM : E 24102051 Disetujui Komisi Pembimbing Ketua Anggota Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S Drs. Mohammad Muslich, M.Sc NIP. 131 411 834 NIP. 080 053 301 Diketahui Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. NIP. 131 430 799 Tanggal Lulus :

PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu, dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dengan penuh ketulusan hati, penulis haturkan ucapan terima kasih kepada : Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S dan Drs. Mohammad Muslich, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, arahan, nasihat dan bantuan yang sangat berharga selama pengumpulan data dan proses penulisan hingga tersusunnya skripsi ini. Tak lupa, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sudarsono Sudomo, M.S dan Dr.Ir. Harnios Arief, M.ScF selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Segala bantuan, kerjasama, pelajaran, doa, cinta dan kasih sayang dari Bapak Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi sebagai orang tua, serta seluruh keluarga dan sahabat (RAMALITA Crew, civitas akademika Fakultas Kehutanan IPB khususnya keluarga besar DHH) tentunya tak akan pernah sepenuhnya terbalas, semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazakumullah khoiron katsiron. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2007 Aditya Nugroho

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 10 Juni 1984 dari Ayah Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Trisula I Blitar pada tahun 1988-1990, penulis melanjutkan pendidikan di SDN Kepanjen Lor II Blitar pada tahun 1990-1996. Tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Blitar dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Blitar. Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan di SMUN 1 Blitar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Keteknikan Kayu sebagai bidang keahlian. Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan seperti ASEAN Forestry Student Association (AFSA) pada periode 2002-2006 sebagai staff Departemen Pengembangan SDM serta staff Departemen Dana Usaha, selain itu penulis juga aktif sebagai sekretaris umum pada Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan periode 2005-2006. Pada tahun 2005, penulis mengikuti Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat (Jawa Tengah) serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi (Jawa Timur). Sedangkan pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Austral Byna Plywood, Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama dua bulan. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan Penelitian... 1 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Gambaran Umum Kayu yang Digunakan... 3 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu... 7 Organisme Penggerek Kayu di Laut... 11 BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 15 Waktu dan Tempat Penelitian... 15 Bahan dan Alat... 15 Metode Penelitian... 16 HASIL DAN PEMBAHASAN... 22 Hasil Uji Sifat Fisik... 22 Hasil Uji Sifat Mekanik... 37 Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut... 53 KESIMPULAN DAN SARAN... 56 Kesimpulan... 56 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57 LAMPIRAN... 60

DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa... 4 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998... 6 3. Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 22 4. Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut... 28 5. Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu... 32 6. Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman... 32 7. Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 37 8. Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam... 42 9. Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu... 47 10. Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman di laut... 48 11. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu... 53

DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Pembagian batang kelapa... 15 2. Contoh uji yang tidak direndam... 16 3. Contoh uji yang direndam di laut... 17 4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan... 18 5. Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 24 6. Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 26 7. Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut... 30 8. Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut... 31 9. Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman... 35 10. Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman... 36 11. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 37 12. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 40 13. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 41 14. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut... 43 15. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut... 43 16. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah direndam di laut... 45 17. Perbedaan Kekakuan Lentur Empat Jenis Kayu Sebelum dan Setelah Perendaman... 49

ix 18. Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman di laut... 51 19. Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman di laut... 52 20. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu... 54 21. Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat jenis kayu... 55

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman... 60 2. Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman... 61 3. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala... 62 4. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka... 63 5. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet... 64 6. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal... 65 7. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah... 66 8. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung... 67 9. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 68 10. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 68 11. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 69 12. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 69 13. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 69 14. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 70 15. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 70 16. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman... 70 17. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu dengan perendaman... 71

xi 18. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan perendaman... 71 19. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan perendaman... 72 20. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan perendaman... 72 21. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan perendaman... 72 22. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis kayu dengan perendaman... 73 23. Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu dengan perendaman... 73 24. Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu dengan perendaman... 73 25. Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada empat jenis kayu dengan perendaman... 74 26. Gambar penggerek kayu di laut yang ditemukan... 75

PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, sekitar 75% dari luas wilayahnya merupakan lautan. Panjang garis pantai Indonesia kurang lebih 81.000 km atau sekitar 14% dari panjang garis pantai dunia serta mempunyai luas lautan sekitar 5,8 juta km 2. Keadaan geografis yang demikian, menjadikan transportasi perairan laut menjadi vital dalam pemanfaatan sumber daya lautnya. Hingga saat ini, sarana transportasi dan bangunan di laut yang digunakan masih sangat tergantung dari bahan baku kayu. Indonesia yang beriklim tropis dengan keadaan salinitas perairan laut yang relatif stabil mengakibatkan aktifitas penggerek kayu di laut akan dijumpai sepanjang tahun. Kayu yang dipakai untuk keperluan di perairan laut dapat diserang oleh penggerek kayu di laut (marine borers). Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa sebagian besar jenis-jenis kayu Indonesia yang direndam di laut di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah mendapat serangan berat oleh penggerek dari golongan Mollusca yaitu dari famili Pholadidae dan Teredinidae. Kebutuhan kayu yang digunakan di laut terus meningkat, sedangkan ketersediaannya sebagai bahan baku kayu bermutu tinggi atau yang memenuhi persyaratan sangat terbatas, dengan demikian jenis kayu lain yang kurang dikenal (lesser known species) harus dapat dimanfaatkan sebagai kayu substitusi. Salah satu usaha yang sedang giat dilakukan adalah pemanfaatan kayu hasil perkebunan sebagai bahan bangunan, termasuk kayu karet dan batang kelapa. Tersedianya kayu rakyat dan kayu hasil perkebunan yang dapat direkayasa sifatnya melalui teknologi diharapkan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu. Dengan demikian diharapkan terciptanya manajemen hutan lestari. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet dan batang

2 kelapa setelah direndam di laut selama tiga bulan. Selain itu juga untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan mekanik dari empat jenis kayu tersebut, sehingga dapat ditentukan kekuatannya setelah direndam di laut selama tiga bulan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan penggunaan jenis kayu substitusi yang sesuai dengan sifat kayu yang dipakai untuk bangunan kelautan. Di samping itu juga untuk mengurangi ketergantungan jenis kayu tertentu yang selama ini sering dipakai untuk bangunan kelautan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan peluang untuk pemanfaatan limbah perkebunan berupa kayu hasil peremajaan dari pohon yang sudah tidak produktif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi dalam menentukan teknologi yang tepat untuk diterapkan pada kayu yang digunakan di laut. Hipotesis Penelitian 1. Empat jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mempunyai intensitas serangan yang berbeda terhadap penggerek kayu di laut 2. Kayu yang telah direndam di laut selama tiga bulan akan menurun kekuatannya

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kayu yang Digunakan Kayu Kelapa Sulc (1984) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa pohon kelapa (Cocos nucifera Linaeus) termasuk dalam famili Palmae. Sifat-sifat kayu kelapa mendekati sifat-sifat kayu daun lebar. Pendugaan didasarkan pada sistem klasifikasi, karena keduanya merupakan biji tertutup (Angiospermae). Struktur dan sifat batang kelapa berbeda dengan struktur dan sifat kayu pada umumnya. Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan, ciri-ciri tumbuhan berkayu diantaranya adalah mempunyai jaringan vaskuler, bersifat perennial (hidup beberapa tahun), mempunyai batang di atas tanah yang hidup dari tahun ke tahun, dan mengalami penebalan sekunder. Batang kelapa tidak mengalami penebalan sekunder, oleh karena itu pada bahasan selanjutnya disebut batang kelapa dan bukan kayu kelapa. Rachman dan Karnasudirdja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan bahwa batang kelapa mempunyai sifat khusus yakni bagian luarnya mempunyai struktur yang keras, sedangkan bagian tengahnya lunak. Hal ini disebabkan karena penyebaran vascular bundle (kelompok sel-sel serabut) yang jauh lebih rapat pada bagian luar batang, sehingga hanya bagian luar batang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan sortimen yang baik. Sifat-sifat khusus batang kelapa yang berbeda dengan sifat kayu daun lebar harus dipertimbangkan dalam menentukan proses penggergajian. Sifat-sifat tersebut adalah diameter yang relatif kecil dan struktur batang yang keras di bagian tepi dan lunak di bagian tengahnya. Perbedaan batang kelapa dengan kayu daun lebar terletak pada struktur anatominya, perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

4 Tabel 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa Parameter Kayu Daun Lebar. Perbedaan Anatomi Batang Kelapa Sel pembuluh Kayu teras dan gubal Lingkaran tahun Cabang dan mata kayu Kulit sel-sel pembuluh tersusun secara merata dan simetris pada seluruh permukaan batangnya terdapat pembentukan kayu teras di bagian tengah dan kayu gubal di bagian pinggir terdapat lingkaran tahun yang terbentuk seiring dengan pertambahan diameter batang setiap tahunnya memiliki banyak cabang sehingga tercipta mata kayu batang dan kulit dapat dipisahkan sel pembuluh tersebar tidak merata dimana pada bagian pinggir lebih padat daripada bagian tengah tidak terbentuk kayu teras maupun kayu gubal tidak memiliki lingkaran tahun karena tidak ada pertambahan diameter batang tiap tahunnya tidak memiliki cabang sehingga bebas dari mata kayu kulit menjadi satu dengan batangnya Menurut Barly (1983) dalam Rohadi (1992), dari satu pohon kelapa dapat dihasilkan kayu gergajian sebesar 0,88-1,47 m 3 (rendemen ± 40 %). Sedangkan Setyamidjaja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan bahwa seluruh tanaman kelapa yang tersebar di Indonesia diperkirakan berjumlah 229 juta pohon. Dari jumlah tersebut diantaranya sebesar 60 % adalah pohon yang telah melewati masa produktif. Dengan demikian, pada saat itu volume kayu gergajian yang dapat diperoleh dari peremajaan batang kelapa adalah sebesar 54.960.000 m 3. Besarnya jumlah kayu gergajian kelapa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan industri perkayuan Indonesia terhadap hutan alam sebagai pemasok bahan baku. Perkebunan kelapa di Indonesia sebagian besar usia pohonnya sudah melebihi usia produktif yaitu diatas 60 tahun. Dengan demikian, perkebunan kelapa memerlukan peremajaan. Menurut Abdulrachman (1982) dalam Rohadi (1992), peremajaan tanaman kelapa tidak dapat berhasil dengan baik jika pohonpohon kelapa yang tua tidak ditebang, karena pohon-pohon tersebut disinyalir akan dijadikan inang bagi hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut akan menyerang bagian batang kelapa yang masih muda. Batang kelapa hasil tebangan

5 ini juga akan membawa dampak negatif jika tidak dimanfaatkan karena akan semakin mempermudah perkembangan hama dan penyakit. Menurut Said (1986) dalam Rohadi (1992), kayu kelapa varietas genjah kurang awet dibandingkan dengan varietas dalam dengan ratio keawetan 36,61%. Dalam hal ini, batang kelapa varietas genjah termasuk dalam kelas awet IV-V, sedangkan varietas dalam termasuk kelas awet III-IV. Kayu Karet Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk famili Euphorbiaceae dan sering disebut para atau balam (Heyne dalam Martawijaya, 1972). Penyebaran kayu karet ini meliputi pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa dalam perkebunan milik pemerintah atau perkebunan rakyat. Sedangkan Rachman (1989) menyatakan bahwa kayu karet setelah berumur 25-30 tahun, pohon tidak lagi menghasilkan lateks secara produktif sehingga perlu diremajakan. Menurut Martawijaya (1972), ciri ciri dan sifat umum kayu karet adalah sebagai berikut : kayu teras pada waktu masih segar berwarna keputih-putihan yang lama kelamaan menjadi coklat muda keperangan, sedangkan kayu gubalnya berwarna putih, tetapi tidak jelas batasnya dengan kayu keras, kayu berserat lurus dengan tekstur agak kasar dan rapat, lingkaran tumbuhnya tampak jelas karena warna kayu awal lebih terang daripada kayu akhir, kayu agak lunak dan mempunyai bau asam yang khas. Sel pembuluh (pori) kayu karet tersusun dalam pola tata baur. Pori umumnya soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 sel; kadang-kadang 5-8 sel. Ukuran pori tergolong agak kecil sampai agak besar, berjumlah sekitar 3-4 per mm 2. Kayu karet mempunyai kandungan selulosa 52,88%, lignin 25,3%, pentosan 19,5%, kadar silika 0,02%. Lebih lanjut dikatakan bahwa kayu karet termasuk jenis kayu berserat pendek (1,33 mm) akan tetapi berdinding relatif tipis (2,5 μ) dan lumennya agak lebar. Kayu karet mudah dikerjakan terutama dibelah dan digergaji tanpa menimbulkan kesulitan, serta mudah diserut sampai licin, tetapi cenderung pecah jika dipaku (Burgess, 1966 dalam Martawijaya, 1972). Kayu ini memiliki kerapatan 0,47-0,56 g/cm 3. Potensi kayu karet, ditentukan antara lain oleh luas areal kebun karet yang ditebang untuk peremajaan, penanaman komoditas atau lahannya digunakan untuk kepentingan lain. Barly (2001) mengasumsikan bahwa penebangan kebun karet

6 untuk peremajaan adalah 1% untuk kebun rakyat, 3% untuk perkebunan swasta, dan 5% untuuk perkebunan negara. Produksi kayu bulat adalah 40-42 m 3 /ha untuk perkebunan rakyat dan 33-37 m 3 /ha untuk perkebunan swasta dan negara. Berdasarkan asumsi dari luas areal yang ada dapat diduga besarnya produksi kayu karet di Indonesia seperti Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998 No Luas Produksi kayu Jumlah Produksi Jenis Peremajaan Areal (m3/ha (m3) Perkebunan (%) (Ha) A B A B 1 Rakyat 2547750 1 42 40 1070055 1019100 2 Negara 286960 5 33 75 473464 1176100 3 Swasta 241350 3 33 75 238937 543038 Jumlah 3076060 - - - 1782456 2638238 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 1998 (Barly, 2001); A = berdasarkan keterangan pabrik pengolah kayu karet; B = Berdasarkan data Dinas Perkebunan Dati I Sumatera Utara Kayu Nangka Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan famili Moraceae (Burgess, 1966 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka di Pulau Jawa banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung dan bahan untuk meubel. Di Bali dan Makasar kayu tersebut sering digunakan untuk tiangtiang rumah raja. Kayu nangka juga tidak disenangi serangga dan tidak mudah pecah karena pengaruh cuaca laut. Kayu nangka mempunyai sifat kayu agak berat, agak padat atau padat (Heyne, 1987 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka mempunyai berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55 dengan berat jenis rata-rata 0,61 dan kelas kuat II-III (Anonymous, 1981 dalam Isrianto, 1997). Kayu Rasamala Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Rasamala (Altingia excelsa Noronha) termasuk dalam famili Hamamelidaceae. Rasamala memiliki nama daerah Mala, Rasamala beureum, rasamala bodas, bodi rimbo, cemara itam, rasamala abang, semalo, tulason. Rasamala memiliki daerah penyebaran di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Jawa Barat. Pohon Rasamala dapat mencapai tinggi sampai 50 meter dengan panjang batang bebas cabang antara 15-30 meter dan berbanir. Kulit luar berwarna coklat

7 muda atau kelabu merah, sedikit mengelupas. Ciri umum kayu rasamala adalah kayu teras berwarna merah daging, coklat merah sampai coklat hitam. Sedangkan kayu gubalnya berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus, arah serat lurus tetapi seringkali terpilin agak berpadu dan kadang-kadang berombak. Jika diraba maka akan terasa bahwa permukaan kayu licin atau agak licin. Menghasilkan aroma kayu yang segar berbau asam (Martawijaya et al., 1989). Sifat fisis rasamala antara lain memiliki berat jenis 0,81 (0,61 0,9), sedangkan untuk sifat mekanisnya, kayu rasa memiliki nilai MOE antara 72000-92000 kg/cm 2 dan keteguhan tekan sesejajar arah serat antara 401-598 kg/cm 2 sehingga dapat dikelompokkan dalam kelas kuat II-III. Kayu rasamala termasuk kelas awet II. Jika dilihat dari sifat kimia, maka kayu rasamala memiliki kadar selulosa sebesar 46,1 %, lignin sebesar 30%, pentosan 16,7 %, kadar abu 1,4 %, dan silika sebesar 0,7%. Sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol-benzena sebesar 1,5 %, dalam air dingin sebesar 2,4 %, dalam air panas sebesar 2,8 % dan dalam NaOH 1% sebesar 14,4 % (Martawijaya et al., 1989). Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu Sifat fisik kayu Sifat fisik dan sifat mekanik perlu diperhatikan dalam penggunaan kayu sebagai bahan bangunan. Diantara sifat fisik yang penting adalah kadar air dan berat jenis kayu yang berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu. Kadar air. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanur (Brown et al, 1952). Untuk pengujian terhadap KA kayu umumnya digunakan KA kering udara. Nilai kadar air kayu merupakan perbandingan antara air yang terkandung dalam kayu dengan berat kering tanur kayu tersebut. Kayu merupakan bahan yang higroskopis, yaitu bersifat mudah mengikat dan melepas uap air dari udara sekelilingnya, sampai kayu mengalami kadar air kesetimbangan dengan sekitarnya. Gugus OH yang terdapat dalam selulosa,

8 hemiselulosa dan lignin dengan ikatan hidrogen yang dimilikinya mampu mengikat air. Keberadaan air dalam kayu ada dua macam. Air bebas dalam kayu yaitu air yang terdapat dalam rongga sel dan air ikatan yang merupakan air yang terdapat di dalam dinding sel, terikat dengan ikatan hidrogen. Keberadaan air dalam kayu dapat menyebabkan kadar air kayu berada dalam beberapa kondisi yaitu KA maksimum, KA titik jenuh serat, KA kering tanur dan KA kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content). Kadar air ini sangat penting untuk diketahui karena kadar air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik mekanik dan sifat lain (daya hantar panas, daya hantar listrik dan lain sebagainya). Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat hingga maksimum tidak akan merubah sifat kayu. Sedangkan perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan terjadi perubahan sifat, karena perubahan kadar air terjadi dalam dinding sel kayu sehingga mengakibatkan pengkakuan, pengerasan, pengerutan pada dinding sel. Pengujian dalam penelitian ini diusahakan semua contoh uji dalam keadaan KA kesetimbangan, yaitu keadaan dimana kayu tidak melepas atau mengikat uap air dari udara sekelilingnya karena terjadi keseimbangan dengan kelembaban udara sekelilingnya. Dengan demikian diharapkan perbedaan kekuatan antar jenis kayu tidak dipengaruhi oleh kadar air. Kerapatan dan berat jenis kayu. Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya. Kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat kayu lainnya, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu. Kerapatan kayu identik dengan Berat Jenis (BJ). Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Sebagai benda standar digunakan air destilata pada suhu 4 o C yang mempunyai kerapatan 1 gram/cm 3 (Brown et al, 1952). SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan menggunakan beberapa parameter dari sifat fisik mekanik untuk mengklasifikasikan kayu dalam lima kelas awet. Sifat fisik yang digunakan adalah BJ. Sedangkan kadar air perlu diperhatikan untuk menduga penurunan kekuatan

9 kayu dimana KA di bawah titik jenuh serat akan sangat mempengaruhi kekuatan kayu. Hal yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis adalah komposisi penyusun kayu. Kayu tersusun oleh komponen kimia struktural yang dominan terhadap komponen kimia non struktural. Komponen kimia struktural terdiri dari holoselulosa dan lignin yang memberikan sifat kekuatan pada kayu. Sedangkan komponen kimia non struktural terdiri dari bahan organik berupa zat ekstraktif dan bahan anorganik berupa mineral. Dengan demikian, tidak selamanya kayu dengan berat jenis tinggi akan mempunyai kekuatan yang tinggi pula karena tingginya berat jenis dimungkinkan oleh banyaknya komponen kimia non struktural yang tidak bersifat memberikan kekuatan pada kayu. Sifat Mekanik Kayu Kollman, Kuenzi dan Stamn (1975) menyatakan bahwa, sifat mekanik kayu adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan kekakuan kayu. Sifat kekuatan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gayagaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. Menurut Kollman dan Cote (1968) sifat mekanik kayu yang dapat digunakan untuk menilai kayu adalah kekakuan lentur (static bonding strength), keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength), keteguhan geser (shearing strength), kekakuan(stiffness), keuletan (toughness), kekerasan (hardness) dan ketahanan belah (cleavage resistance). Sifat mekanik kayu yang biasa dipakai dalam menduga kekuatan kayu adalah kekuatan lentur (MOR) dan kekakuan lentur (MOE). Hubungan antara sifat fisik dan sifat mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga keteguhan kayu. Khoirunnisa (2003) menyebutkan bahwa MOE cukup baik digunakan untuk menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan sejajar serat. Kekuatan lentur (Modulus of Rupture). Kekuatan lentur merupakan nilai keteguhan kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung pada beban maksimum, dalam uji kekakuan lentur (Haygreen dan Bowyer, 1982).

10 Dengan kata lain kekuatan lentur merupakan sifat kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar. Dalam melakukan pengujian sifat mekanik kayu perlu diperhatikan karakteristik kayu yang diuji terutama sifat berdasarkan ketiga arah sumbunya. Hal itu disebabkan kayu memiliki sifat mekanis yang berbeda untuk ketiga arah sumbunya atau lebih dikenal sebagai sifat ortrotopis kayu. Kekuatan kayu berbeda dalam arah longitudinal, tangensial dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial dan tangensial umumnya tidak berbeda banyak. Untuk tujuan rekayasa, suatu nilai kekuatan yang sama digunakan untuk arah radial dan tangensial yang biasa disebut sebagai sifat tegak lurus serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Disamping itu, kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah longitudinal daripada arah lainnya (Dumanau, 1990). Kekakuan lentur (Modulus of Elasticity). Balok kayu yang mendapat gaya luar yang cukup besar cenderung akan mengalami kerusakan atau perubahan bentuk (deformasi). Pada batas tertentu perubahan ini berbanding lurus dengan tegangan yang terjadi. Batas ini dikenal dengan batas proporsi. Di bawah batas proporsi terdapat daerah elastis, dimana bila beban tersebut dilepaskan maka balok kayu akan kembali ke bentuk semula. Keadaan ini menyatakan sifat kekakuan dari balok tersebut. Sifat kekakuan ini merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi, umumnya dinyatakan dalam bentuk Modulus of Elasticity (MOE), yang merupakan perbandingan antara beban dengan deformasi per satuan luas. Keteguhan Tekan (Compressive strength). Mardikanto (1979) dalam Samputra (2004) menyatakan bahwa, keteguhan tekan maksimum merupakan kemampuan sampel untuk menahan beban yang diberikan padanya secara perlahan-lahan yang semakin lama semakin membesar sampai terjadi kerusakan. Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimum dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja. Pengujian tekan biasanya dilakukan pada arah sejajar serat dan arah tegak lurus serat. Seringkali hanya keteguhan tekan sejajar serat maksimum yang dicari dalam pengujian, yaitu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban sejajar serat yang diberikan sampai terjadi kerusakan.

11 Organisme Penggerek Kayu di Laut Nicholas (1987) menyatakan bahwa binatang penggerek yang menyerang kayu di laut dikenal dengan nama marine borers. Masyarakat nelayan Indonesia, khususnya di kawasan perairan timur Indonesia memberi nama binatang ini dengan sebutan tambelo, begitu juga masyarakat nelayan Manado. Binatang perusak bangunan-bangunan di laut ini dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu golongan Mollusca dan Crustaceae. Mollusca. Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa golongan Mollusca terdiri dari dua famili yaitu Pholadidae dan Teredinidae. Penggerek kayu di laut yang termasuk famili Teredinidae adalah genus Teredo dan Bankia, sedangkan famili Pholadidae terdiri atas genus Martesia dan Xylophaga. Perbedaan Teredinidae dan Pholadidae secara umum dapat dilihat dari bentuk tubuh, lubang gereknya serta caranya menyerang pada kayu. Bagian tubuh Teredinidae yang lunak terletak pada bagian luar cangkangya, memanjang seperti cacing, kepalanya dilengkapi dengan sepasang cangkuk yang keras dan berbentuk seperti sabit. Pada bagian ujung belakang tubuh Teredinidae terdapat palet yang melekat pada siphon. Siphon berfungsi sebagai alat metabolisme dan komunikasi. Sedangkan palet berguna untuk menutup dan membuka lubang pada permukaan kayu. Palet tersebut sangat penting untuk identifikasi jenis. Lubang gerek Teredinidae dilapisi oleh zat kapur dan besarnya sesuai dengan ukuran tubuhnya. Lubang gerek berbentuk terowongan-terowongan yang memanjang searah serat kayu. Ukuran tubuh Teredinidae tergantung dari kepadatan populasinya dalam kayu. Teredo dan Bankia sering disebut shipworms. Pada tahap larva, binatang ini mirip tiram atau kerang dan mengalami metamorfose menjadi binatang seperti cacing ketika mengebor kayu. Anggota dari golongan ini menyebabkan kerusakan kayu dengan cepat di lingkungan laut yang luas. Anonymous (1972) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan, Teredo dan Bankia selama stadium larva menempatkan diri sebagai plankton, berenang di permukaan air laut untuk mendapatkan kayu yang cocok sebagai tempat tinggalnya. Kemudian binatang ini membuat lubang kecil yang tidak berarti pada permukaan kayu. Lubang biasanya dibuat tegak lurus terhadap arah serat kayu kemudian membelok sejajar dengan arah serat kayu. Secara terus

12 menerus binatang ini memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, dinding saluran dilapisi dengan zat kapur. Besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar tubuhnya. Ukuran tubuh binatang ini dipengaruhi pula oleh kepadatan populasi di dalam kayu. Apabila serangan pada kayu sangat berat maka saluran yang dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang lebah. Pholadidae memiliki bagian tubuh lunak yang terdapat dalam bagian dalam cangkang. Martesia memiliki ukuran tubuh yang dapat mencapai panjang 2,5 cm dengan diameter 2 cm, sedangkan Xylophaga panjangnya tidak lebih dari 40 mm, cangkoknya tidak bergaris. Pholadidae mengebor kayu bukan untuk memperoleh makanan tetapi hanya sebagai tempat tinggal. Tak jarang dijumpai Pholadidae membuat lubang pada batu dan merusak kabel kawat dalam laut. Kerusakan yang diakibatkan oleh Pholadidae mudah dikenali dengan adanya pengikisan pada permukaan kayu serta lubang gerek yang dangkal. Laju serangan Pholadidae lebih lambat dibandingkan Teredinidae, kedua famili tersebut mempunyai ciri yang berbeda dalam merusak kayu. Teredinidae merusak kayu untuk dijadikan sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak mengandung selulosa. Ciri-ciri kerusakan akibat Teredinidae berupa noda-noda kecil di bagian permukaan kayu, sedangkan di bagian dalam sudah sangat parah. Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan bahwa Pholadidae merusak kayu hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya. Kerusakan akibat serangan Pholadidae berupa lubang gerek yang dangkal, tegak lurus pada permukaan kayu dan besarnya sesuai dengan ukuran cangkuknya. Crustaceae. Crustaceae terdiri dari tiga genera yaitu Limnoria, Chelura dan Sphaeroma. Crustaceae banyak dijumpai menyerang kayu yang berada pada batas pasang surut air laut. Contoh jenis kayu yang sering diserang oleh Crustaceae adalah kayu yang dipergunakan secara vertikal seperti tiang dermaga dan tiang pancang pelabuhan. Limnoria memiliki panjang 1-2 cm, sedangkan lebarnya 0,5-1 cm, bentuknya seperti selop, kepalanya kecil, tubuhnya bersekmen dan berakhir dengan ekor yang bentuknya seperti papan yang berguna untuk menutup lubang bilamana binatang ini terganggu. Serangan Limnoria pada kayu disebut dengan gribble, menyebabkan kerusakan kayu dengan jalan mengebor dan membuat

13 serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Kedalaman lubang serangan biasanya tidak lebih dari 15 mm dan binatang ini bisa bergerak dengan bebas. Serangan Limnoria memperlihatkan gambaran seperti bunga karang. Besar kecilnya gerakan air laut mempengaruhi aktifitas Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan mendorong Limnoria membuat lubang tempat berlindung sehingga akan memperluas kerusakan pada kayu. Chelura memiliki bentuk dan cara hidup yang sangat mirip dengan Limnoria, tetapi ukurannya lebih besar. Chelura hidup bersama dalam satu sarang dengan Limnoria dan keduanya hidup bersimbiose. Sphaeroma juga memiliki bentuk yang mirip dengan Limnoria, tetapi memiliki ukuran yang lebih panjang dan lebih gemuk. Binatang ini mempunyai panjang 5-15mm, diameternya 5 mm dan membuat lubang gerek dengan diameter kurang lebih 10 mm dan kedalaman 70-100 mm. Kondisi lingkungan. Penggerek kayu di laut tersebar secara luas di seluruh dunia terutama di perairan tropis. Penggerek laut ini telah mengakibatkan kerugian yang besar. Walaupun banyak cara telah dipakai untuk mengatasi serangan penggerek kayu di laut, namun kerusakan yang ditaksir mencapai 50 juta US$ setiap tahun pada bangunan pelabuhan sepanjang pantai di Amerika Serikat. Disamping kerugian biaya, masih ada kerugian lain yaitu dermaga-dermaga tidak dapat dipakai selama jangka waktu dalam pembangunannya kembali (Nicholas, 1987). Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa dalam perairan yang mempunyai salinitas dengan fluktuasi yang menyolok sangat berpengaruh pada perkembangan serangan penggerek kayu. Turner (1966) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan, temperatur dan salinitas adalah merupakan faktor pembatas dalam lingkungan laut. Temperatur merupakan salah satu sarana penting selama musim kawin, setiap species mempunyai temperatur optimum untuk bertelur dan perkembangan larvanya. Demikian juga untuk kelangsungan hidupnya, setiap species juga mempunyai batas toleransi pada salinitas tertentu. Fluktuasi temperatur dan salinitas pada setiap daerah berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan aktifitas serangan penggerek kayu di laut pada setiap daerah tidak sama. Sebagai contoh, tiang-tiang dermaga dari kayu Greenheart yang digunakan

14 di pelabuhan Liverpool, Inggris selama 80 tahun dinilai masih dalam keadaan baik, akan tetapi di pelabuhan Salem, Inggris dan pelabuhan-pelabuhan di India ternyata jenis kayu yang sama hanya bisa bertahan selama 4-10 tahun saja. Keawetan kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut. Intensitas serangan penggerek kayu di laut tergantung dari keawetan jenis kayu yang diserang. Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek di laut. Keawetan kayu dipengaruhi oleh umur pohon, kandungan zat ekstraktif, letak kayu dalam batang (teras dan gubal), kecepatan tumbuh dan lainnya. Selain itu, keawetan kayu dipengaruhi juga tempat dimana kayu itu digunakan, asal pohon, varietas, jenis pohon, perlakuan silvikultur, demikian juga faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Menurut Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992), keawetan kayu tidak berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon dan damar yang kesemuanya dapat bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. Tobing (1977) menyatakan bahwa keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan bahwa, kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi dan kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan terhadap serangan Teredinidae, tetapi tidak menghalangi serangan Pholadidae.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di laksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor serta kawasan Konservasi Sumberdaya Alam Pulau Rambut. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan, terhitung dari bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Desember 2006. Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg), rasamala (Altingia excelsa Noronha), nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) dan batang kelapa (Cocos nucifera L.). Batang kelapa dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung. Bagian pangkal, tengah dan ujung batang kelapa yang digunakan adalah 33%, 33%-66% dan 66%-99% bagian batang di atas tanah dari panjang batang total. Pembagian batang kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. 66%-99% 33%-66% 33%> Gambar 1. Pembagian batang kelapa

16 Bahan pembantu yang diperlukan untuk merakit contoh uji adalah tali plastik dan pipa paralon sebagai penyekat antar contoh uji Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Testing Machine (UTM) merk Instron, UTM merk Baldwin, gergaji mesin, circular saw, mesin bor, mesin serut, oven, moisture meter, caliper, mikroskop berkamera, timbangan, meteran, software pengolah data statistik SPSS 11.5 for Windows, alat tulis, hand counter dan kalkulator. Metode Penelitian Pembuatan Contoh Uji Contoh uji yang tidak direndam di laut (kontrol). Metode pengujian sifat fisis yang meliputi berat jenis, kerapatan, kadar air dan sifat mekanik yang meliputi kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat didasarkan pada standar Amerika yaitu, American Society for Testing and Materials (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. Ukuran contoh uji sifat fisik dan mekanik dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. 76 cm Contoh uji MOE & MOR 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm 20 cm 5 cm 5 cm Contoh uji keteguhan tekan sejajar serat Contoh uji BJ, Kerapatan dan KA Gambar 2. Contoh uji yang tidak direndam

17 Contoh uji yang direndam di laut. Ukuran contoh uji yang direndam di laut merupakan penyesuaian antara standar (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) dengan standar Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut yang disusun oleh Muslich dan Sumarni (2005). Penyesuaian ukuran contoh uji ini dimaksudkan agar dapat dilakukan pengujian sifat fisik mekanik dan sekaligus untuk penghitungan intensitas serangan penggerek kayu di laut. Ukuran contoh uji yang dipasang di laut ini dibagi menjadi dua potong balok dengan ukuran masingmasing 5 x 5 x 76 cm 3 untuk pengujian kekakuan lentur dan kekuatan lentur serta 5 x 5 x 20 cm 3 untuk pengujian keteguhan tekan sejajar arah serat. Pengujian sifat fisik menggunakan ukuran 5 x 5 x 5 cm 3 yang diambil dari sisa pengujian kekakuan dan kekuatan lentur. Penyusunan contoh uji menjadi rakit sesuai yang dilakukan oleh Muslich dan Sumarni (1987). Ukuran contoh uji dan susunan rakit yang direndam di laut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. tali plastik selang plastik 76 cm 5 cm 20 cm Lubang bor ø 1 cm 5 cm 5 cm Gambar 3. Contoh uji yang direndam di laut

18 Contoh uji yang sudah dirakit dipasang di perairan Pulau Rambut secara horizontal dan terletak di bawah garis surut air laut, seperti yang telah dilakukan oleh Muslich dan Sumarni (1987). Setelah 3 bulan, contoh uji diambil dan dilakukan penilaian terhadap intensitas serangan penggerek kayu di laut. Setelah dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik kayu, kemudian contoh uji dibelah menjadi tiga bagian seperti Gambar 4 di bawah ini untuk menghitung intensitas serangan penggerek kayu laut. dibelah 5 cm 1,5 cm Gambar 4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan Intensitas serangan dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut : luas _ serangan _ pada _ permukaan _ kayu IS = x 100% luas _ permukaan _ kayu _ total Intensitas serangan dalam satu contoh uji dihitung dengan rumus : IS total = IS 1 + IS2 +... + IS n n Dimana : IS total = intensitas serangan total dalam satu contoh uji IS n = intensitas serangan kedalaman bagian kayu ke-n n = jumlah pembagian kedalaman kayu Untuk identifikasi jenis penggerek yang menyerang contoh uji dilakukan pengamatan struktur cangkuk dan bentuk palet dari penggerek serta bekas lubang gerek pada contoh uji. Identifikasi jenis penggerek tersebut dilakukan sesuai dengan klasifikasi yang disusun oleh Turner (1966 dan 1971).

19 Pengujian Sifat Fisis Kadar air. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm 3 ditimbang untuk mengetahui berat kering udara. Kemudian contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 ± 2 o C selama 24 jam. Setelah 24 jam, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur kayu. Kadar air kayu yang diuji pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : KA = BKU BKT BKT x100% Dimana : KA = Kadar air (%) BKU = Berat kering udara (gram) BKT = Berat kering tanur (gram) Kerapatan dan berat jenis kayu. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm 3 ditimbang untuk mengetahui berat kering udara dan diukur volumenya. Kemudian contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 o C selama 24 jam. Setelah 24 jam, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur kayu. Nilai kerapatan pada kondisi kering udara dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : BKU ρ = VKU Dimana : Ρ = Kerapatan (g/cm 3 ) BKU = Berat kering udara (g) VKU = Volume kering udara (cm 3 ) Sedangkan nilai berat jenis pada kondisi kering udara dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : BKT BJ = BVKU

20 Dimana : BJ = Berat Jenis BKT = Berat kering tanur (g) BVKU = berat air yang dipindahkan oleh volume kering udara (g) Pengujian Sifat Mekanis Kekakuan lentur dan kekuatan lentur. Pengujian kekakuan dan kekuatan lentur menggunakan metode one point loading. Metode ini meletakkan beban di tengah-tengah contoh uji yang terletak horizontal. Nilai kekakuan lentur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 3 ( ΔP)( L ) MOE = 3 4( Δd) bh Dimana : MOE = Kekakuan lentur (kg/cm 2 ) Δd = selisih defleksi (cm) ΔP = selisih beban pada daerah proporsi (kg) b = lebar contoh uji (cm) L = jarak sangga (cm) h = tebal contoh uji (cm) Sedangkan nilai kekuatan lentur dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : 3PL MOR = 2 2bh Dimana : MOR = Kekuatan lentur (kg/cm 2 ) b = lebar contoh uji (cm) P = Beban maksimum saat kayu rusak (kg) h = tebal contoh uji (cm) L = Jarak sangga (cm) Keteguhan tekan sejajar serat. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 20 cm 3 diatur secara vertikal dan diberikan beban secara perlahan-lahan kepadanya hingga terjadi kerusakan. Arah beban yang diberikan searah dengan arah serat kayu. Nilai keteguhan tekan sejajar serat dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : σ tekan sejajar serat = Pmaks (kg/cm 2 ) A

21 Dimana : P maks = beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kg) A = luas penampang contoh uji yang ditekan (cm 2 ) Rancangan Percobaan Analisis data menggunakan software SPSS 11.5 for Windows dengan uji anova (rancangan acak lengkap) dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan untuk mengetahui pengaruh faktor jenis kayu dalam pendugaan kekuatan kayu. Serta menggunakan uji-t saling bebas untuk mengetahui perbandingan nilai tengah yang menyatakan perubahan kekuatan kayu dalam satu jenis kayu pada tiap jenis rendaman. Untuk rancangan acak lengkap, model umum yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij Dimana : Yij : Nilai kekuatan kayu pada uji ke-i ulangan ke-j µ : Nilai rata-rata kekuatan kayu berdasarkan uji coba kekuatan τi : Pengaruh jenis kayu ke-i terhadap kekuatan kayu i : rasamala; nangka; karet; batang kelapa bagian pangkal, tengah dan ujung j : 1, 2, 3, 4, 5 εij : Galat satuan percobaan pada uji ke-i ulangan ke-j Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Kekuatan kayu dari beberapa jenis kayu yang diuji pada masing-masing tipe perendaman mempunyai kekuatan yang berbeda. H0 : τi = 0, artinya bahwa tidak ada perbedaan kekuatan antar jenis kayu H1 : τi 0, artinya bahwa paling tidak terdapat satu pasang jenis kayu yang berbeda kekuatannya. Untuk Uji-T, hipotesis yang diuji adalah : H0 : μi = μi, artinya bahwa tidak terdapat perubahan kekuatan kayu setelah direndam di laut H1 : μi μi, artinya bahwa terdapat perubahan kekuatan kayu setelah direndam di laut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Sifat Fisik Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Sifat fisik kayu sangat berpengaruh dan mempunyai hubungan yang positif terhadap sifat mekanik kayu. Oleh karena itu perhitungan sifat fisik kayu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan sifat mekanik dalam pendugaan kelas kuat kayu. Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai sifat fisik keempat jenis kayu yang tidak direndam secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Jenis kayu Sifat fisik Kelapa Kelapa Kelapa Rasamala Nangka Karet (pangkal) (tengah) (ujung) Min. 12.61 11.43 12.13 13.53 12.96 14.36 Kadar Air Maks. 14.21 12.86 12.77 14.67 13.29 15.76 (%) Rata-rata 13.10 12.18 12.52 14.26 13.12 15.10 Min. 0.77 0.44 0.47 0.43 0.43 0.24 BJ Maks. 0.87 0.58 0.59 0.79 0.64 0.37 Kerapatan (g/cm3) Rata-rata 0.84 0.53 0.53 0.60 0.54 0.29 Min. 0.87 0.49 0.53 0.50 0.49 0.28 Maks. 0.99 0.65 0.67 0.90 0.73 0.43 Rata-rata 0.96 0.60 0.60 0.69 0.61 0.33 Kadar Air. Berdasarkan Tabel 3 diatas, empat jenis kayu yang diteliti memiliki kadar air dengan kisaran nilai rata-rata antara 11,43% hingga 15,76%. Kadar air yang dimiliki oleh kayu berfluktuatif, hal ini dikarenakan kayu memiliki sifat higroskopis dimana sifat ini mempengaruhi kemampuan kayu untuk melepas dan mengikat kandungan air dari udara sekitar. Sifat ini dimiliki kayu untuk menyesuaikan keadaan dengan keadaan lingkungan sekitar. Faktor yang mempengaruhi sifat ini adalah suhu dan kelembaban relatif dari udara sekitar. Kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu. Kadar air empat jenis kayu yang diteliti berada dalam keadaan kadar air kesetimbangan (KAK), yaitu suatu keadaan dimana rongga sel kayu tidak terisi air dan sebagian dinding sel kayu terisi oleh air terikat. Selain itu KAK menunjukkan

23 bahwa kayu berada dalam keadaan setimbang dengan kelembaban relatif dan suhu yang terdapat disekitarnya. KA kayu pada keadaan ini relatif tidak melepas ataupun mengikat uap air yang ada di sekitarnya kecuali terjadi perubahan kelembaban relatif dan suhu pada tempat kayu digunakan. Keadaan empat jenis kayu dalam kadar air kesetimbangan ini dikarenakan oleh pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar dan dikondisikan semua contoh uji mendapat perlakuan yang sama. Pengkondisian ini dimaksudkan agar kayu mempunyai dimensi dan sifat fisik mekanik yang stabil pada saat diuji. Keempat jenis kayu diharapkan dan diperkirakan stabil nilai KA yang dimilikinya karena KA kayu dapat mempengaruhi sifat-sifat lain yang dimiliki kayu. Sifat-sifat yang dipengaruhi oleh KA kayu diantaranya adalah berat, kembang susut dan yang paling penting adalah kekuatan atau sifat mekanik kayu. Nilai rata-rata KA keempat jenis kayu dikatakan stabil karena rata-rata KAK kayu di daerah Bogor berkisar antara 12-19%. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 9 dan Lampiran 12), jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap perbedaan kadar air kayu. Kayu nangka dan kayu karet merupakan jenis kayu yang memiliki KA paling rendah, sedangkan kayu karet, rasamala dan batang kelapa bagian tengah memiliki KA yang tidak berbeda nyata, batang kelapa bagian pangkal memiliki KA yang lebih besar daripada batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian ujung memiliki KA yang paling besar. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh hubungan antara komponen kimia nonstruktural penyusun kayu dengan sifat kayu serta hubungan komponen kimia struktural penyusun kayu dengan sifat kayu. Komponen kimia nonstruktural penyusun kayu yang dapat mempengaruhi sifat kayu adalah terdapatnya zat ekstraktif kayu. Persentase jumlah dan jenis zat ekstraktif kayu bervariasi antar jenis kayu. Zat ekstraktif kayu sebagian besar terdapat dalam lumen sel dan sebagian kecil merembesi dinding sel kayu. Salah satu kelompok jenis zat ekstraktif adalah berupa lilin dimana lilin berfungsi sebagai water repellent yang menolak atau tidak bisa mengikat air. Komponen struktural penyusun kayu yang mempengaruhi sifat kayu diantaranya adalah tebal dinding sel. Keadaan KAK menunjukkan bahwa air yang terdapat dalam kayu

24 berada pada dinding sel kayu. Tebal dinding sel kayu yang berbeda antar jenis kayu menyebabkan daya tampung air dalam dinding sel kayu juga berbeda. Kerapatan kayu juga mempengaruhi cepat lambatnya perubahan kadar air yang terjadi. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin lambat perubahan kadar air, hal ini dikarenakan oleh energi untuk melepaskan uap air yang terkandung dalam dinding sel semakin besar jika dibandingkan kayu dengan kerapatan rendah. Nilai rata-rata KAK empat jenis kayu berbeda nyata, namun demikian nilai ini masih dalam kisaran nilai KAK. Kadar air kayu pada keadaan ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan bahwa kadar air bukan penyebab perbedaan sifat mekanik yang dimiliki keempat jenis kayu tersebut. Kadar Air (%) 20,00 16,00 12,00 8,00 4,00 13,10 12,18 12,52 14,26 13,12 15,57 0,00 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 5. Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi kekuatan kayu bangunan dalam keadaan kering udara. Empat jenis kayu yang tidak direndam di laut berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan kekuatannya berdasarkan SNI 03-3527-1994. Dari data hasil pengujian di atas (Tabel 3), berat jenis kayu rasamala tanpa perendaman berkisar antara 0,77 hingga 0,87 dengan nilai rata-rata sebesar 0,84. Kayu rasamala ini dapat digolongkan kedalam kelas kuat (KK) II yang memiliki kisaran nilai BJ antara 0,6-0,9. Nilai ini juga sesuai dengan Martawijaya et al.(1989) yang menyatakan bahwa BJ kayu rasamala adalah sebesar 0,81 (0,61-0,9). Sedangkan berat jenis kayu nangka dalam kondisi tanpa perendaman antara

25 0,44 hingga 0,58 dengan nilai rata-rata sebesar 0,53 sehingga kayu nangka dapat digolongkan kedalam KK III yang memiliki kisaran nilai BJ antara 0,4-0,6. Begitu juga halnya dengan kayu karet yang termasuk ke dalam kelas kuat III. Untuk batang kelapa bagian tengah dan pangkal sama-sama dapat digolongkan menjadi kelas kuat II-III. Batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam dua kelas kuat. Sesuai aturan yang ada, maka kelas kuat ditentukan pada nilai terendah sehingga batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam kelas kuat III. Nilai berat jenis terkecil dimiliki oleh batang kelapa bagian ujung dengan kisaran nilai antara 0,24-0,37 dengan nilai rata-rata sebesar 0,29. Batang kelapa bagian ujung berdasar berat jenis termasuk dalam KK V. Uji statistik (Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11), menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap berat jenis dan kerapatan empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat jenis kayu tersebut. Uji Duncan tersebut memperlihatkan bahwa urutan kayu yang memiliki nilai rata-rata BJ dan kerapatan dari tertinggi hingga terendah adalah kayu rasamala, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet, kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung. Kayu rasamala memiliki nilai berat jenis dan kerapatan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan jenis lainnya. Kayu yang tidak berbeda nyata berat jenis dan kerapatannya adalah batang kelapa bagian pangkal dan tengah, kayu karet, kayu nangka. Batang kelapa bagian ujung memiliki berat jenis dan kerapatan yang terkecil dan berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya. Kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap volumenya. Kerapatan kayu ini dipengaruhi oleh kerapatan struktur dasar penyusun kayu, kadar air serta mineral dan zat ekstraktif. Dengan kata lain, kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap volumenya yang dipengaruhi oleh kadar air. Kerapatan kayu identik dengan berat jenis kayu. Berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4 o C. Untuk mengurangi kesimpangsiuran, dipakai berat

26 kering tanur sebagai standar perhitungan BJ, sedangkan volumenya pada keadaan kering udara. 0,90 0,84 0,60 0,30 0,53 0,53 0,60 0,54 0,29 0,00 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Berat Jenis Jenis Kayu Gambar 6. Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Berat jenis dan kerapatan kayu berbeda antar jenis kayu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan kayu yaitu kerapatan struktur dasar kimia struktural penyusun kayu serta sedikit banyaknya struktur dasar kimia nonstruktural penyusun kayu yang berupa mineral dan zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu. Faktor ini berbeda antar jenis kayu yang disebabkan oleh proses metabolisme yang berbeda antar tanaman, kondisi tempat tumbuh, iklim dan cuaca. Faktor ini sangat berpengaruh pada keragaman sifat antar jenis maupun dalam satu jenis kayu. Kerapatan struktur dasar kimia struktural penyusun kayu merupakan faktor pemberi kekuatan pada kayu. Selulosa, holoselulosa dan lignin adalah penyusun sel kayu yang termasuk dalam hal ini. Sel yang paling besar jumlahnya dalam kayu adalah sel serabut dimana sel inilah yang memberikan kekuatan kayu. Susunan antar sel yang semakin rapat akan menyebabkan berat jenis dan kerapatan semakin meningkat karena hal ini berarti rongga sel dalam kayu semakin kecil. Setelah itu, dimensi sel seperti tebal dinding sel serabut, panjang sel serabut juga turut menentukan dalam kekuatan kayu. Sedangkan struktur dasar kimia nonstruktural adalah faktor yang mempengaruhi berat jenis dan kerapatan kayu tetapi tidak memberikan fungsi

27 kekuatan pada kayu. Termasuk dalam hal ini adalah mineral dan zat ekstraktif kayu. Keragaman sifat fisik dalam satu batang pohon kelapa disebabkan oleh kerapatan struktur penyusun batang yang berbeda pada tiap bagian. Sudarna (1990) menyatakan bahwa penampang lintang batang kelapa terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar setebal 0,5 cm adalah kulit, di bagian dalam dari kulit terdapat jaringan perifer yang terbagi menjadi dua lapisan yaitu endoperifer dan eksoperifer. Eksoperifer setebal 0,5-1 cm terdiri dari sejumlah besar jaringan serabut, sedangkan endoperifer merupakan lapisan yang berwarna hitam dan keras yang sebagian besar terdiri dari sejumlah ikatan pembuluh, bagian paling dalam adalah jaringan sentral yang berwarna putih kecoklatan dan agak lunak, sebagian besar terdiri dari jaringan parenkim. Tebal jaringan perifer ternyata bervariasi menurut ketinggian dalam batang, semakin ke arah vertikal jaringan perifernya semakin tipis. Selain itu, tebal jaringan perifer antara pohon cenderung berbeda dimana pohon yang berdiameter kecil mempunyai jaringan perifer yang lebih tebal dibandingkan dengan pohon berdiameter besar. Secara makroskopis tampak adanya perbedaan kerapatan ikatan pembuluh baik antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang, di mana semakin ke arah sentral kerapatan ikatan pembuluh semakin berkurang, sedangkan semakin ke arah vertikal batang kerapatan ikatan pembuluh ini bertambah. Diameter ikatan pembuluh juga bervariasi antar kedalaman dan ketinggian batang. Meskipun frekuensi ikatan pembuluh meningkat searah vertikal batang tetapi diameter ikatan pembuluh berkurang semakin ke arah atas batang. Hal inilah yang mengakibatkan kekuatan batang kelapa semakin menurun dari bagian pangkal ke bagian ujung batang dan dari bagian tepi ke bagian dalam batang. Sifat fisik empat jenis kayu dengan perendaman di laut Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai kadar air, berat jenis dan kerapatan keempat jenis kayu setelah direndam di laut selama tiga bulan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan nilai rata-rata sifat fisik keempat jenis kayu setelah diserang oleh penggerek kayu laut dapat dilihat pada Tabel 4.

28 Tabel 4. Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut Jenis kayu Sifat fisik Kelapa Kelapa Kelapa Rasamala Nangka Karet (pangkal) (tengah) (ujung) Min. 15.56 13.03 18.10 18.67 17.80 25.87 Kadar Air Maks. 19.52 14.85 21.37 36.26 24.37 39.01 (%) Ratarata 17.09 14.20 19.50 26.24 21.82 32.01 Min. 0.71 0.48 0.30 0.26 0.36 0.22 Maks. 0.83 0.54 0.49 0.55 0.52 0.30 BJ Ratarata 0.79 0.51 0.39 0.41 0.43 0.27 Min. 0.82 0.55 0.36 0.36 0.45 0.30 Kerapatan Maks. 1.00 0.61 0.59 0.66 0.62 0.38 (g/cm 3 ) Ratarata 0.92 0.58 0.47 0.52 0.52 0.35 Kadar Air. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kayu rasamala, kayu nangka dan kayu karet berada dalam keadaan kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan ini menandakan bahwa kayu memiliki stabilitas dimensi yang tinggi dan kekuatannya optimal karena kadar airnya sudah sesuai dengan kelembaban relatif dan suhu lingkungan sekitarnya. Kadar air tiga jenis kayu tersebut berada di bawah kadar air Titik Jenuh Serat yang berarti bahwa rongga sel sudah tidak berisi air dan sebagian dinding sel terisi air. Kekuatan kayu meningkat jika terjadi penurunan kadar air di bawah kadar air titik jenuh serat hingga batas tertentu, begitu juga sebaliknya, kekuatan kayu akan menurun seiring dengan bertambahnya kadar air hingga kadar air titik jenuh serat. Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat tidak akan mempengaruhi perubahan kekuatan kayu. Ketiga bagian batang kelapa memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan ketiga jenis kayu lainnya. Batang kelapa bagian pangkal, tengah dan ujung termasuk dalam kayu basah karena kadar airnya berada di atas 20%. Hal ini berarti kadar air mempengaruhi kekuatan kayu pada saat pengujian. Uji statistik (Lampiran 16), menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air kayu dengan perendaman di laut pada taraf nyata 95%. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik lanjutan untuk melihat perbedaan rata-rata kadar air kayu antar jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 19), urutan kadar air paling tinggi hingga paling rendah adalah batang kelapa bagian ujung yang berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya, kemudian diikuti batang kelapa bagian

29 pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet, kayu rasamala dan kayu nangka. Kayu nangka memiliki kadar air terendah dan berbeda nyata dengan kayu lainnya. Kayu yang tidak berbeda nyata kadar airnya adalah kayu rasamala dan karet; kayu rasamala, kayu karet dan batang kelapa bagian tengah; serta batang kelapa bagian tengah dan pangkal. Nilai kadar air kayu yang direndam di laut berbeda dengan kadar air kayu yang tidak direndam di laut. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Komponen kimia non struktural penyusun kayu, dalam hal ini adalah zat ekstraktif, dapat rusak karena perendaman dalam air laut. Kayu yang direndam di laut mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel kayu terisi oleh air laut. Seperti diketahui sebelumnya, bahwa zat ekstraktif kayu ada yang larut dalam air dan larut dalam pelarut organik. Sebagian besar zat ekstraktif diduga larut dalam air, sedangkan zat ekstraktif yang tidak larut dalam air terbawa oleh pergerakan air laut yang semakin bebas akibat dari aktifitas penggerek kayu laut. Oleh karena itu, terjadi peningkatan kadar air pada kayu setelah diangkat dari laut karena zat ekstraktif yang bersifat menolak air (water repellent) diduga tercuci (leaching) oleh air laut. Serangan penggerek kayu di laut juga dapat mengakibatkan perbedaan kadar air kesetimbangan pada kayu setelah perendaman di laut. Lubang masuknya penggerek kayu laut pada saat masih berupa larva merupakan akses masuknya benda asing ke dalam kayu. Benda asing yang ditemukan dalam kayu selain penggerek laut itu adalah pasir, serpihan kayu yang tidak dicerna secara sempurna oleh penggerek kayu di laut serta garam. Garam yang terdeposit dalam kayu menyebabkan kayu setelah direndam di laut memiliki kadar air tinggi karena garam mempunyai sifat mengikat air. Pada kayu yang tidak awet seperti kayu karet, lubang gerek ini hampir menyebar pada seluruh bagian kayu. Lubang gerek ini menambah jumlah ruang kosong dalam kayu. Ruang kosong ini menyebabkan luas permukaan kayu yang kontak dengan udara luar semakin banyak. Penambahan luas permukaan ini menyebabkan kayu sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban relatif dari lingkungan sekitarnya.

30 40.00 30.00 20.00 10.00 17.09 14.20 19.50 26.24 21.82 32.01 0.00 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TE NG A H) KELAPA (UJUNG) Kadar Air (% ) Jenis Kayu Gambar 7. Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi kekuatan kayu bangunan dalam keadaan kering udara. Keempat jenis kayu yang setelah direndam tersebut berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan kekuatannya berdasarkan SNI 03-3527-1994 tersebut. Berdasarkan Tabel 4, berat jenis kayu rasamala dalam kondisi setelah perendaman menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat II. Nilai BJ kayu rasamala setelah perendaman memiliki nilai terendah 0,71 dan nilai tertinggi 0,83 dengan nilai rata-rata 0,79. Kayu nangka dengan nilai berat jenis yang dimilikinya menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat III. Sedangkan kayu karet setelah mengalami perendaman termasuk dalam kelas kuat V dengan nilai rata-rata sebesar 0,39 serta nilai berat jenis terendah dan terbesar masing-masing adalah 0,30 dan 0,49. Sama halnya dengan kayu karet, batang kelapa bagian pangkal dan bagian ujung termasuk dalam kelas kuat V. Sedangkan batang kelapa bagian tengah dengan berat jenis yang dimilikinya dapat digolongkan dalam kelas kuat IV.

31 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,79 0,51 0,39 0,41 0,43 0,27 0,00 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Berat Jenis Jenis Kayu Gambar 8. Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut Uji statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap perbedaan berat jenis dan kerapatan empat jenis kayu yang direndam di air laut pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat jenis kayu tersebut. Berdasarkan uji lanjut tersebut (Lampiran 17), urutan berat jenis mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah kayu rasamala, kayu nangka, batang kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal, kayu karet dan batang kelapa bagian ujung. Sedangkan kelompok kayu yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya adalah kayu nangka dan batang kelapa bagian tengah; batang kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal dan kayu karet. Kayu rasamala dengan berat jenis kayu tertinggi berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya, begitu juga batang kelapa bagian ujung dengan berat jenis terkecil berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya. Kayu yang telah mengalami perendaman di laut selama tiga bulan memiliki berat jenis yang hampir sama dengan kayu yang tidak direndam. Meskipun seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami serangan oleh penggerek kayu laut tetapi hal ini tidak mengakibatkan perubahan berat jenis kayu. Faktor-faktor yang menyebabkan berat jenis kayu tidak berbeda setelah direndam selama tiga bulan akan dibahas pada bab selanjutnya.

32 Perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut Perendaman empat jenis kayu di laut menyebabkan perubahan sifat fisik yang dimilikinya, terutama dikarenakan oleh serangan penggerek kayu di laut (Tabel 5). Untuk melihat perbedaan sifat fisik kayu yang tidak direndam dengan kayu yang direndam di laut digunakan metode statistika uji-t untuk membandingkan rata-rata parameter yang diamati. Tabel 5. Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu Sifat fisik Beda Beda Rata-rata KA ratarata Rata-rata BJ ratarata BJ Jenis Kayu (%) KA Rata-rata Kerapatan (g/cm 3 ) Beda rata-rata Kerapatan (A) (B) A-B (A) (B) A-B (A) (B) A-B Rasamala 13.10 17.09-3.99 0.84 0.79 0.06 0.96 0.92 0.04 Nangka 12.18 14.20-2.02 0.53 0.51 0.02 0.60 0.58 0.01 Karet 12.52 19.50-6.98 0.53 0.39 0.14 0.60 0.47 0.13 Kelapa (pangkal) 14.26 26.24-11.98 0.60 0.41 0.19 0.69 0.52 0.17 Kelapa (tengah) 13.12 21.82-8.70 0.54 0.43 0.11 0.61 0.52 0.09 Kelapa (ujung) 15.10 32.01-16.91 0.29 0.27 0.02 0.33 0.35-0.02 Keterangan : A = rata-rata sebelum perendaman; B = rata-rata setelah perendaman; angka yang dicetak tebal menyatakan perbedaan yang nyata secara statistik; angka minus (-) menyatakan peningkatan nilai Besarnya perubahan rata-rata sifat fisik empat jenis kayu yang direndam dan tidak direndam di laut dapat dinyatakan dalam persentase, seperti yang disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman Jenis Kayu Sifat fisik KA (%) BJ (%) Kerapatan (%) Rasamala -30.43 7.02 3.69 Nangka -16.55 3.57 1.85 Karet -55.71 26.85 22.43 Kelapa (pangkal) -83.99 31.51 25.11 Kelapa (tengah) -66.33 20.08 14.18 Kelapa (ujung) -111.951 6.92-6.30 Keterangan : tanda minus (-) berarti terjadi kenaikan nilai pada parameter setelah perendaman Parameter yang diuji pada kayu yang direndam di laut umumnya tidak berbeda nyata, kecuali kadar air serta berat jenis dan kerapatan pada kayu karet. Seluruh kayu mendapat serangan penggerek kayu laut dengan intensitas ringan

33 hingga berat tetapi hal ini tidak merubah sifat fisik kayu. Uji korelasi (Lampiran 25) mempertegas perubahan ini. Intensitas serangan tidak menunjukkan adanya korelasi dengan sifat fisik yang diuji. Hal ini berarti bahwa, perubahan nilai intensitas serangan penggerek kayu laut tidak diikuti oleh perubahan sifat fisik dengan pola yang sama. Perubahan kadar air. Empat jenis kayu yang tidak direndam di laut telah mengalami pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar, begitu juga kayu yang direndam di laut telah dikeringkan dalam kilang pengering hingga mencapai kering udara. Penyeragaman kondisi pengeringan ini dimaksudkan agar pada saat pengukuran kadar air empat jenis kayu yang direndam dan tidak direndam mempunyai kondisi yang sama. Kayu rasamala, kayu nangka dan kayu karet setelah direndam di laut mengalami kenaikan kadar air setelah dikeringudarakan, tetapi kadar air ketiga jenis kayu ini tetap berada pada kisaran nilai kering udara di daerah Bogor yaitu sekitar 12-19%. Dari ketiga jenis kayu ini, kayu karet merupakan jenis kayu yang mengalami kenaikan kadar air paling besar, yaitu sebesar 55,71% dengan nilai rata-rata kadar air sebesar 19,50%. Batang kelapa pada tiap bagiannya mengalami kenaikan kadar air yang cukup tinggi. Kadar air kering udara batang kelapa setelah direndam di laut berada pada kisaran nilai antara 20-30% sehingga batang kelapa ini dapat dikatakan sebagai kayu basah. Batang kelapa bagian ujung merupakan batang kelapa yang memiliki kadar air tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 32,00%. Tabel 5 memperlihatkan bahwa empat jenis kayu yang direndam di laut mengalami kenaikan kadar air kering udara jika dibandingkan dengan kadar airnya sebelum direndam di laut. Gambaran perubahan kadar air ini secara lebih jelas disajikan pada Gambar 9. Uji statistik (uji-t) mempertegas keadaan ini yaitu seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami perubahan kadar air yang berbeda nyata dengan keadaan awalnya. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Kayu yang direndam di laut mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel dalam kayu terisi oleh air laut. Dinding sel kayu yang direndam di laut bisa rusak karena sifat air laut yang memiliki salinitas tinggi. Komponen kimia non struktural

34 penyusun kayu, dalam hal ini adalah zat ekstraktif, dapat rusak karena pelarutan atau pencucian oleh air laut. Disamping itu, diduga arus laut yang kuat dapat mencuci zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu. Seperti diketahui sebelumnya, bahwa zat ekstraktif kayu ada yang bersifat menolak air. Oleh karena itu, terjadi peningkatan kadar air pada kayu setelah diangkat dari laut. Serangan penggerek kayu di laut juga dapat mengakibatkan perubahan kadar air kayu. Penggerek kayu laut meninggalkan lubang gerek. Pada kayu yang tidak awet seperti kayu karet, lubang gerek ini hampir menyebar pada seluruh bagian kayu. Lubang gerek ini menambah jumlah ruang kosong dalam kayu. Ruang kosong ini menyebabkan luas permukaan kayu yang kontak dengan udara luar semakin banyak. Penambahan luas permukaan ini menyebabkan kayu sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban relatif dari lingkungan sekitar. Lubang masuknya penggerek kayu laut pada saat masih berupa larva merupakan akses masuknya benda asing ke dalam kayu. Benda asing yang ditemukan dalam kayu selain penggerek laut itu sendiri adalah pasir, serpihan kayu yang tidak dicerna secara sempurna oleh penggerek kayu laut serta garam. Garam mempunyai sifat mengikat air. Garam yang terdeposit dalam kayu juga merupakan faktor yang menyebabkan kayu setelah direndam di laut memiliki kadar air tinggi. Meskipun demikian, kadar air kesetimbangan batang kelapa memiliki nilai yang relatif tinggi dibandingkan tiga jenis kayu lainnya. Hal ini dikarenakan batang kelapa mempunyai ciri khas dalam penyebaran sel penyusun batangnya. Bagian sentral batang lebih banyak disusun oleh jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan hasil metabolisme pohon, sedangkan bagian tepi didominasi oleh ikatan pembuluh yang memberi sifat kekuatan pada batang kelapa. Ikatan pembuluh ini bersifat keras, kuat dan tidak mudah rusak. Adanya konsentrasi sel berdasar fungsi ini menyebabkan kadar air batang kelapa lebih tinggi dari jenis kayu lain.

35 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 17,09 14,20 13,10 12,18 19,50 12,52 14,26 26,24 13,12 21,82 15,57 32,01 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) K adar Air (% ) TANPA PERENDAMAN DENGAN PERENDAMAN Jenis Kayu Gambar 9. Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman Perubahan berat jenis dan kerapatan. Tabel 5 menunjukkan bahwa semua jenis kayu kecuali kayu karet tidak mengalami perubahan berat jenis dan kerapatan secara nyata meski semua jenis mendapat serangan penggerek kayu laut. Hal ini dimungkinkan karena pada saat pengukuran berat kering tanur ataupun berat kering udara untuk mendapatkan nilai berat jenis maupun kerapatan, kayu tidak murni hanya terdiri dari zat penyusunnya saja. Penggerek kayu telah menambah lubang pada permukaan kayu pada saat melakukan penetrasi ke dalam kayu. Lubang ini merupakan tempat masuknya pasir ataupun benda asing lainnya yang terbawa oleh arus air laut. Benda asing ini mengisi ruang-ruang atau lubang gerek dalam kayu yang ditimbulkan oleh penggerek kayu laut. Selain itu, Teredinidae merusak kayu karena kayu menjadi sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak mengandung selulosa (Turner, 1966 dalam Muslich dan Sumarni, 1988). Selulosa merupakan struktur utama penyusun kayu sehingga jika selulosa merupakan makanan utama penggerek kayu di laut maka berat jenis dan kerapatan kayu dimungkinkan mengalami penurunan. Selain itu, hasil metabolisme penggerek kayu laut juga terdeposit dalam kayu. Hasil metabolisme yang terdapat dalam kayu adalah kapur yang melapisi lubang gerek, palet dan cangkuk dari famili Teredinidae, cangkang dari famili Pholadidae serta tubuh penggerek kayu laut itu sendiri. Selain itu masih terdapat serpihan-serpihan kayu yang tidak dicerna sempurna oleh penggerek kayu laut. Semua zat yang berada dalam kayu tersebut mempengaruhi berat kayu meskipun tidak bersifat struktural

36 terhadap kayu. Sedangkan kayu karet mengalami penurunan berat jenis karena kerusakan yang diakibatkan penggerek kayu laut sangat parah. Benda asing yang masuk ke dalam kayu karet tidak sebanyak massa kayu yang hilang yang dicerna oleh penggerek kayu laut. Hal ini mengakibatkan berat jenis dan kerapatan kayu karet menurun sebesar 26,85%. Berdasarkan Tabel 5, semua jenis kayu mengalami penurunan berat jenis dan kerapatan. Pada batang kelapa bagian ujung justru mengalami kenaikan kerapatan sebesar 6,30%. Kenaikan nilai kerapatan ini disebabkan oleh variasi penyebaran vascular bundle pada batang kelapa. Batang kelapa semakin ke ujung semakin mengecil diameternya, dan frekuensi ikatan pembuluhnya semakin banyak. Hal ini menyebabkan kesulitan pemilihan batang kelapa bagian ujung yang seragam. Selain itu, air yang terdapat pada batang kelapa bagian ujung turut mempengaruhi berat awal kayu sehingga kerapatannya meningkat. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa batang kelapa bagian pangkal mengalami penurunan lebih besar daripada penurunan berat jenis pada kayu karet tetapi batang kelapa bagian pangkal tidak mengalami perubahan berat jenis yang nyata. Hal ini dapat diakibatkan oleh selang nilai berat jenis batang kelapa bagian pangkal yang lebar. Nilai berat jenis yang bervariasi ini disebabkan oleh penyebaran ikatan pembuluh pada batang kelapa yang memiliki ciri khas dimana bagian tepi lebih keras dibandingkan bagian dalam. 0,90 0,84 0,79 Berat Jenis 0,60 0,30 0,53 0,51 0,53 0,60 0,54 0,43 0,39 0,41 0,29 0,27 TANPA PERENDAMAN DENGAN PERENDAMAN 0,00 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 10. Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman

Hasil Uji Sifat Mekanik Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Sifat mekanik yang dibahas pada penelitian ini adalah kekakuan lentur (MOE), kekuatan lentur (MOR) dan keteguhan tekan sejajar serat. Data hasil pengukuran dan perhitungan kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Berikut adalah data hasil pengukuran dan penghitungan sifat mekanik empat jenis kayu yang diuji sebelum perendaman. Tabel 7. Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Jenis kayu Sifat Mekanik (kg/cm 2 ) Kelapa Kelapa Kelapa Rasamala Nangka Karet (pangkal) (tengah) (ujung) Min. 120563 66607 64154 49657 48578 6014 MOE Maks. 166256 78782 97579 77946 82820 18223 Rata-rata 141094 73567 78732 62859 63203 9815 Min. 1072 451 327 400 378 599 MOR Maks. 1299 672 790 561 591 172 Rata-rata 1161 553 484 482 464 99 Tekan Min. 434 369 300 220 117 31 Sejajar Maks. 645 408 343 464 380 135 Serat Rata-rata 535 388 327 296 245 73 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity). Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kekakuan lentur empat jenis kayu bervariasi. Penentuan kelas kuat kayu yang didasarkan atas berat jenis, kekakuan lentur dan kekuatan lentur dalam penelitian ini menggunakan SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan kering udara sebagai acuan. 150000 141094 Kekakuan Lentur (kg/cm2) 120000 90000 60000 30000 0 73568 78732 62860 63204 9815 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 11. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut

38 Kayu rasamala dengan nilai rata-rata kekakuan lentur sebesar 141094 kg/cm 2 dapat diklasifikasikan sebagai kayu dengan kelas kuat II. Urutan kedua kelas kuat kayu dalam empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu karet yang memiliki nilai rata-rata kekakuan lentur sebesar 78732 kg/cm 2 dengan kelas kuat III. Kelas kuat IV dimiliki oleh kayu nangka, batang kelapa bagian pangkal dan batang kelapa tengah. Kayu-kayu ini nilai tengah kekakuan lenturnya tidak jauh berbeda. Batang kelapa bagian ujung memiliki nilai terkecil dengan rata-rata kekakuan lentur sebesar 9815 kg/cm 2. Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh terhadap kekakuan lentur yang dimiliki oleh kayu pada taraf kepercayaan 95%. Untuk melihat perbedaan kekakuan lentur empat jenis kayu digunakan uji lanjutan Duncan (Lampiran 13). Kayu rasamala memiliki nilai tertinggi di antara kayu yang digunakan dalam penelitian. Kekakuan lentur kayu rasamala berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya. Kayu-kayu yang kekakuan lenturnya tidak berbeda nyata adalah kayu karet, kayu nangka, batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian pangkal. Sedangkan batang kelapa bagian ujung memiliki kekakuan lentur terkecil dan berbeda nyata dengan jenis kayu lain yang digunakan dalam penelitian ini. Sifat mekanik suatu kayu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan sifat fisik yang dimilikinya. Struktur-struktur penyusun kayu yang bersifat struktural maupun non struktural memberikan sifat fisik kayu. Sifat fisik ini dapat digunakan dalam menduga sifat mekaniknya meskipun tidak selamanya korelasi antara sifat fisik dan sifat mekanik selalu positif. Khoirunnisa (2003) menyatakan bahwa, sifat fisik dan sifat mekanik yang diperoleh pada kayu kering udara secara umum mempunyai keeratan hubungan yang lebih baik daripada kayu basah. Hal ini sesuai dengan sifat fisik empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini. Keseluruhan contoh uji berada dalam keadaan kering udara, berkisar antara 12%- 19%. Begitu juga dengan berat jenis masing-masing kayu yang berbeda maka sifat mekanik dalam hal ini adalah kekakuan lentur, juga berbeda. Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture). Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kekuatan lentur empat jenis kayu bervariasi. Kekuatan lentur paling tinggi dimiliki oleh kayu rasamala dengan rata-rata kekuatan lentur sebesar 1161 kg/cm 2

39 sehingga dapat diklasifikasikan dalam kelas kuat II. Sedangkan nilai kekuatan paling rendah dimiliki oleh batang kelapa bagian ujung dengan rata-rata sebesar 99 kg/cm 2 sehingga diklasifikasikan dalam kelas kuat V. Jenis kayu lain selain kayu rasamala dan batang kelapa bagian ujung memiliki kelas kuat yang sama yaitu kelas kuat III. Kekuatan kayu berdasar kekuatan lentur yang sama adalah kayu nangka, kayu karet batang kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian tengah dengan rata-rata masing-masing adalah sebesar 553 kg/cm 2, 484 kg/cm 2, 482 kg/cm 2 dan 464 kg/cm 2. Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh terhadap kekuatan lentur (MOR) pada taraf kepercayaan 95%. Perbedaan kekuatan lentur antar jenis kayu dapat dianalisis melalui uji lanjutan Duncan (Lampiran 14). Dari uji lanjut ini, kayu rasamala memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya yang dipakai dalam penelitian ini. Nilai rata-rata kekuatan lentur paling kecil dan berbeda nyata dengan jenis kayu lain adalah batang kelapa bagian ujung. Sedangkan kayu nangka, kayu karet, batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian pangkal memiliki rata-rata kekuatan lentur yang tidak berbeda dan nilainya di bawah kekuatan lentur kayu rasamala. Khoirunnisa (2003) menyatakan bahwa, MOE cukup baik digunakan untuk menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan sejajar serat. Surjokusumo (1987) menambahkan, hasil penelitian terhadap berbagai indikator kekuatan kayu membuktikan bahwa MOE merupakan salah satu indikator yang mempunyai korelasi tinggi dalam hubungannya dengan MOR. Dinyatakan pula bahwa disamping mudah mengukurnya, indikator ini sangat peka terhadap cacat kayu, seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh dan sebagainya. Kedua pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada umumnya, semakin tinggi kekakuan lentur maka semakin tinggi pula kekuatan lenturnya. Hal ini dikarenakan kekuatan lentur diperoleh ketika kayu menerima beban maksimum sehingga mengalami kerusakan, sedangkan kekakuan lentur diperoleh saat kayu menerima beban maksimum tanpa mengalami perubahan bentuk yang permanen (beban di bawah batas proporsinya).

40 1250 1161 1000 750 500 250 0 553 485 482 464 100 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Kekuatan lentur (kg/cm2) Jenis Kayu Gambar 12. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Keteguhan Tekan Sejajar Serat. Keteguhan tekan sejajar serat adalah salah satu sifat mekanik kayu yang digunakan sebagai salah satu parameter untuk menentukan klasifikasi kekuatan kayu. Sifat mekanik ini dapat digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek. Berdasarkan Tabel 7 dan SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan, dapat diketahui kelas kuat kayu dengan keteguhan tekan sejajar serat sebagai parameternya. Kayu dengan kelas kuat tertinggi dalam penelitian ini adalah kayu rasamala dengan rata-rata keteguhan tekan sejajar serat sebesar 535 kg/cm 2 yang termasuk dalam kelas kuat II. Sedangkan yang merupakan kelas kuat III adalah kayu nangka, kayu karet dan batang kelapa bagian pangkal. Sedangkan batang kelapa bagian tengah termasuk kelas kuat IV dengan rata-rata keteguhan tekan sejajar serat 245 kg/cm 2. Nilai terkecil keteguhan tekan sejajar serat adalah batang kelapa dengan rata-rata sebesar 73 kg/cm 2 sehingga termasuk dalam kelas kuat V. Menurut tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh terhadap keteguhan tekan sejajar serat pada taraf kepercayaan 95%. Pengaruh jenis kayu tersebut mengakibatkan perbedaan yang dapat dilihat melalui uji lanjutan Duncan (Lampiran 15). Melalui uji beda tersebut, dapat dikatakan bahwa kayu yang memiliki keteguhan tekan sejajar serat yang berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya adalah kayu rasamala dan batang kelapa bagian ujung. Kayu rasamala memiliki rata-rata keteguhan tekan sejajar serat tertinggi dan batang kelapa bagian ujung memiliki rata-rata keteguhan tekan sejajar serat terendah.

41 Sedangkan batang kelapa bagian tengah tidak berbeda nyata dengan kayu karet dan batang kelapa bagian pangkal. Kayu nangka juga tidak berbeda nyata dengan kayu karet dan batang kelapa bagian pangkal tetapi rata-rata keteguhan tekan sejajar serat kayu nangka lebih besar dan berbeda nyata dengan batang kelapa bagian tengah. Keteguhan tekan // serat (kg/cm2) 600 450 300 150 0 536 RASAMALA 388 NANGKA 328 KARET 297 KELAPA (PANGKAL) 245 KELAPA (TENGAH) 74 KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 13. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa perendaman di laut Keteguhan tekan sejajar serat adalah ukuran kemampuan kayu dimana beban yang bekerja sejajar arah serat kayu. Keteguhan tekan sejajar serat memperlihatkan kemampuan kayu dalam mempertahankan bentuk kayu dari perpendekan. Pengukuran keteguhan tekan sejajar serat sangat peka terhadap cacat kayu berupa mata kayu atau lubang dalam contoh uji. Ruang kosong yang terdapat dalam contoh uji keteguhan tekan sejajar serat menyebabkan distribusi beban yang diterima contoh uji tidak merata sehingga menurunkan kekuatan. Sifat fisik kayu dalam hal ini berat jenis sangat mempengaruhi keteguhan tekan sejajar serat. Pada umumnya semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka semakin tinggi pula keteguhan tekan sejajar serat kayu tersebut. Hal ini dikarenakan berat jenis yang tinggi menggambarkan kepadatan struktur penyusun kayu yang tinggi, sehingga jika terdapat dua beban yang bekerja pada kedua ujung kayu maka beban tersebut akan terdistribusi secara merata ke seluruh bagian kayu.

42 Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam di laut Nilai rata-rata sifat mekanik empat jenis kayu setelah diserang oleh penggerek kayu di laut dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai sifat mekanik dari empat jenis kayu yang diteliti pada keadaan setelah direndam di laut secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 16), dinyatakan bahwa jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat mekanik kayu yang direndam dan diserang penggerek kayu laut pada taraf kepercayaan 95%. Uji lanjutan Duncan dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh jenis kayu terhadap sifat mekanik kayu (Lampiran 20, Lampiran 21 dan Lampiran 22). Tabel 8. Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam Jenis kayu Sifat Mekanik (kg/cm 2 ) Kelapa Kelapa Kelapa Rasamala Nangka Karet (pangkal) (tengah) (ujung) Min. 64022 59052 12146 13447 19743 3233 MOE Maks. 133500 71060 54450 68870 44213 30492 Rata-rata 102659 63852 29628 36141 30445 13920 Min. 588 421 55 128 1181 24 MOR Maks. 920 795 263 395 286 238 Rata-rata 747 571 145 261 175 100 Min. 246 300 15 50 47 43 Tkn // Maks. 502 371 98 404 160 143 Srt Rata-rata 351 338 42 194 101 98 Nilai kekakuan lentur empat jenis kayu yang direndam di laut dan mengalami serangan penggerek di laut yang paling tinggi adalah kayu rasamala diikuti oleh nangka, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet dan nilai paling kecil terdapat pada batang kelapa bagian ujung. Urutan kekakuan lentur ini berbeda dengan kayu pada kondisi sebelum perendaman dan bebas cacat yang diuji pada awal penelitian. Kayu rasamala yang diserang penggerek kayu di laut mempunyai kelas kuat berdasarkan kekakuan lentur sebagai kelas kuat III, sedangkan kayu nangka memiliki kelas kuat IV. Jenis kayu lain dalam penelitian ini yang diserang penggerek kayu di laut memiliki kelas kuat V. Uji lanjut Duncan pada Lampiran 20 menyajikan data bahwa terdapat tiga kelompok kayu yang nilai kekakuan lenturnya tidak berbeda nyata di dalam masing-masing kelompok tersebut dan berbeda nyata antar kelompok yang ada.

43 Kelompok pertama adalah kayu rasamala dengan nilai MOE tertinggi dibandingkan jenis kayu lainnya. Sedangkan kelompok kedua dengan nilai kekakuan lenturnya berada di bawah kayu rasamala adalah nangka. Sedangkan batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, karet dan batang kelapa bagian ujung memiliki nilai kekakuan lentur yang tidak berbeda nyata. 120000 102659 90000 60000 30000 0 63853 29629 36142 30446 13921 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) Kekakuan Lentur (kg/cm2) KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 14. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut Urutan kekuatan kayu yang diserang penggerek kayu di laut berdasarkan kekuatan lentur kayu sama dengan kekakuan kayu tersebut. Sedangkan kelas kuatnya berbeda, untuk kayu rasamala dan kayu nangka memiliki kelas kuat III dan jenis kayu lainnya memiliki kelas kuat V. Hal ini dikarenakan kekakuan lentur dan kekuatan lentur mempunyai hubungan positif dan memiliki korelasi yang cukup tinggi (Khoirunnisa, 2003). 800 747 Kekuatan Lentur (kg/cm2) 600 400 200 0 571 145 262 176 101 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Jenis kayu Gambar 15. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut

44 Berdasarkan Lampiran 21 tentang hasil uji lanjutan Duncan mengenai kekuatan lentur juga dapat dilihat perbedan antar jenis kayu. Berbeda dengan kekakuan lentur, kekuatan lentur menyebabkan nilai kekakuan lentur diantara keempat jenis kayu memiliki empat kelompok dimana di dalam masing-masing kelompok tersebut tidak berbeda nyata. Kelompok pertama dengan kekuatan lentur tertinggi hanya terdiri dari kayu rasamala yang paling tinggi kekuatan lenturnya dan berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya. Kelompok kedua juga hanya terdiri dari satu jenis kayu yaitu kayu nangka. Batang kelapa bagian pangkal memiliki kekuatan lentur yang tidak berbeda nyata dengan batang kelapa bagian tengah dan kayu karet. Sedangkan batang kelapa bagian ujung dengan kekuatan lentur terkecil juga tidak berbeda nyata dengan batang kelapa bagian tengah dan kayu karet. Kekuatan kayu berdasarkan keteguhan tekan sejajar serat memiliki urutan yang sama dengan kekuatan kayu berdasarkan kekakuan lentur dan kekuatan lentur. Kayu terkuat dalam keteguhan tekan sejajar serat adalah kayu rasamala hingga termasuk dalam kelas kuat III diikuti oleh kayu nangka dan masih termasuk dalam kelas kuat III. Kelas kuat IV dimiliki oleh batang kelapa bagian pangkal. Sedangkan kayu karet, batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian ujung memiliki kelas kuat V. Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu yang diteliti dapat dilihat pada Lampiran 22. Kayu rasamala dan kayu nangka memiliki keteguhan tekan sejajar serat yang tidak berbeda secara statistik. Keteguhan tekan sejajar serat kedua jenis kayu ini merupakan yang tertinggi diantara jenis kayu lainnya. Batang kelapa bagian pangkal, bagian tengah dan bagian ujung keteguhan tekan sejajar seratnya tidak berbeda nyata, tetapi berada di bawah kayu rasamala dan nangka dan berbeda nyata dengannya. Keteguhan tekan sejajar serat terendah dimiliki oleh kayu karet. Meskipun memiliki nilai paling rendah, kayu karet tidak berbeda nyata keteguhan sejajar seratnya dengan batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian ujung.

45 Keteguhan tekan // serat (kg/cm 2) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 352 339 42 194 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) Jenis Kayu 102 98 KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Gambar 16. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah direndam di laut Sifat mekanik empat jenis kayu yang direndam di laut tetap bervariasi sama halnya pada keadaan awal sebelum kayu direndam dan belum mendapat serangan penggerek kayu di laut. Keawetan alami kayu sebagian besar lebih ditentukan oleh ada atau tidaknya zat ekstraktif. Zat ekstraktif ada yang bersifat racun untuk mempertahankan sifat-sifat kayu dari degradasi yang diakibatkan oleh faktor perusak biologis. Sedangkan struktur anatomi mempertahankan kekuatan kayu karena struktur penyusun sel dan dimensi sel mempengaruhi permeabilitas kayu untuk dimasuki air laut yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan tercucinya zat ekstraktif dalam kayu. Pada kekuatan lentur terdapat tiga gaya yang bekerja secara bersama-sama. Setengah bagian ke atas dari contoh uji mengalami gaya tekan ketika mendapat beban dan gaya tekan maksimum terletak pada permukaan kayu bagian atas. Gaya geser maksimum terdapat pada sumbu horizontal di tengah contoh uji (bidang netral) dan gaya tarik maksimum terdapat pada bagian bawah contoh uji. Prianto (2001) mengungkapkan bahwa, hubungan antar sifat fisik dan mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga keteguhan kayu. Korelasi hubungan antar sifat-sifat tersebut yang tinggi dapat dijadikan dasar untuk menemukan alat dan cara pendugaan kualita berbagai sifat keteguhan

46 kayu. Khoirunnisa (2003) menambahkan, kekakuan lentur dan kekuatan lentur mempunyai hubungan positif dan memiliki korelasi yang cukup tinggi. Penelitian terhadap berbagai indikator kekuatan kayu membuktikan bahwa kekakuan lentur merupakan salah satu indikator yang mempunyai korelasi yang tinggi dengan kekuatan lentur. Kekakuan lentur merupakan indikator yang sangat peka terhadap adanya cacat pada sepotong kayu, seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh, dan sebagainya. Indikator ini mempunyai korelasi yang tinggi dalam hubungannya dengan keteguhan tekan sejajar serat serta dengan keteguhan tekan tegak lurus serat (Prianto, 2001). Hubungan antar sifat fisik dan mekanik atau antar sifat mekanik ini dapat disebabkan oleh sifat fisik yang dimiliki kayu, terutama berat jenis. Pada dasarnya, sifat mekanik sangat berhubungan dengan berat jenis. Kekuatan dan kekakuan lentur kayu meningkat seiring meningkatnya berat jenis pada kondisi kayu bebas cacat (Khoirunnisa, 2003). Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa, sangat dimungkinkan untuk membuat suatu perkiraan kekuatan yang baik hanya berdasarkan atas berat jenis tanpa mengetahui spesiesnya. Sifat mekanik kayu yang sudah direndam dan mendapat serangan penggerek kayu di laut memiliki kekuatan yang beragam dan urutan kekuatannya tidak sama jika dibandingkan dengan kayu dengan jenis yang sama pada kondisi awal sebelum direndam di laut. Perbedaaan kekuatan antara dua perlakuan ini dapat disebabkan oleh kandungan zat penyusun kayu non struktural seperti zat ekstraktif dan kandungan mineral antar jenis kayu yang berbeda. Zat ekstraktif ini sangat menentukan ketahanan kayu dari serangan penggerek kayu laut. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan bahwa kayu yang kekuatannya lebih tinggi akan tetap lebih kuat jika dibandingkan dengan kayu yang kurang kuat jika keduanya digunakan dalam laut. Perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam di laut Perendaman empat jenis kayu di laut menyebabkan perubahan sifat mekanik yang dimilikinya. Besarnya perubahan sifat mekanik empat jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 9. Untuk melihat besarnya perubahan sifat mekanik antara kayu yang tidak direndam dan kayu yang direndam di laut, digunakan metode statistika uji-t untuk membandingkan rata-rata parameter yang diamati.

47 Tabel 9. Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu Jenis Kayu Rata-rata Kekakuan Lentur (MOE) Beda ratarata MOE Sifat mekanik (kg/cm 3 ) Rata-rata Kekuatan Lentur (MOR) Beda ratarata MOR Rata-rata Tkn // Serat Beda ratarata Tkn // Serat (A) (B) A-B (A) (B) A-B (A) (B) A-B Rasamala 141093 102659 38434 1161 747 414 535 351 184 Nangka 73567 63852 9715 553 571-18 388 338 50 Karet 78732 29628 49104 484 145 339 327 42 285 Kelapa (pangkal) 62859 36141 26718 482 261 221 296 194 102 Kelapa (tengah) 63203 30445 32758 464 175 289 245 101 144 Kelapa (ujung) 9815 13920-4105 99 100-1 73 98-25 Keterangan : A = rata-rata sebelum perendaman; B = rata-rata setelah perendaman; angka yang dicetak tebal menyatakan perbedaan yang nyata secara statistik Perubahan sifat mekanik empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini disebabkan oleh serangan penggerek kayu di laut. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi (Lampiran 25) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara intensitas serangan penggerek kayu laut dengan sifat mekanik kayu yang diuji. Hubungan paling erat yaitu antara intensitas serangan dengan keteguhan tekan sejajar serat yang memiliki koefisien korelasi -0,612 dan kekuatan lentur dengan intensitas serangan penggerek kayu laut memiliki koefisien korelasi sebesar -0,503 pada taraf kepercayaan 99%. Sedangkan kekakuan lentur dengan intensitas serangan penggerek kayu laut memiliki koefisien korelasi sebesar minus ( ) 0,404 pada taraf kepercayaan 95%. Korelasi yang nyata ini menyatakan bahwa perubahan nilai intensitas serangan diikuti oleh perubahan sifat mekanik kayu dengan pola yang sama, nilai minus menyatakan bahwa semakin besar intensitas serangan maka semakin kecil sifat mekanik kayu tersebut. Beda rata-rata sifat mekanik empat jenis kayu dapat dinyatakan dalam persentase disajikan pada Tabel 10 di bawah ini.

48 Tabel 10. Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman di laut Jenis Kayu Perubahan Sifat Mekanik (%) MOE MOR Tkn // Serat Rasamala 27.24 35.66 34.39 Nangka 13.21-3.25 12.89 Karet 62.37 70.04 87.16 Kelapa (pangkal) 42.5 45.85 34.46 Kelapa (tengah) 51.83 62.28 58.78 Kelapa (ujung) -41.82-1.01-34.25 Perubahan kekakuan lentur empat jenis kayu setelah di rendam di laut Empat jenis kayu yang direndam di laut mendapat serangan penggerek kayu di laut sehingga kekuatannya berubah. Perubahan kekuatan ini digambarkan dengan sifat mekanik yang mengalami perubahan seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Hampir seluruh jenis kayu yang direndam di laut mengalami perubahan kekakuan lentur. Hanya kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung yang tidak mengalami perubahan kekakuan lentur secara nyata. Kayu nangka cenderung mengalami penurunan kekuatan setelah direndam di laut selama tiga bulan, meskipun penurunan ini tidak tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik. Kekakuan lentur kayu nangka yang cenderung menurun ini diduga diakibatkan oleh kondisi contoh uji yang beragam karena sifat kayu yang bervariasi dalam satu jenis bahkan dalam satu pohon. Kenaikan kekakuan lentur terjadi pada batang kelapa bagian ujung sebesar 41,82% meskipun batang kelapa bagian ujung ini juga mendapatkan serangan penggerek kayu di laut. Batang kelapa bagian ujung mendapat serangan penggerek kayu di laut yang lebih besar daripada kayu nangka, tetapi hal ini tidak menyebabkan turunnya kekakuan lentur, sebaliknya, yang terjadi adalah kenaikan kekakuan lentur. Kenaikan kekakuan lentur pada batang kelapa bagian ujung ini dapat disebabkan oleh variasi distribusi sel penyusun kayu. Sudarna (1990) menyatakan bahwa pada penampang melintang batang kelapa tampak sejumlah besar ikatan pembuluh menyerupai tanduk tersebar di antara jaringan parenkim. Secara makroskopis tampak adanya perbedaan kerapatan ikatan pembuluh baik antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang, dimana semakin ke arah sentral kerapatan ikatan pembuluh semakin berkurang, sedangkan sedangkan

49 semakin ke arah vertikal batang kerapatan ikatan pembuluh ini makin bertambah. Diameter ikatan pembuluh batang kelapa semakin meningkat jika kedalaman batang kelapa semakin ke arah sentral. Pada bagian perifer, diameter ikatan pembuluh (vascular bundle) semakin kecil ke arah vertikal. Diameter batang kelapa semakin ke arah vertikal semakin kecil, hal ini menyebebkan kesulitan untuk mendapatkan contoh uji dengan keadaan seragam pada bagian tepi seluruhnya. Kesulitan ini dapat menyebabkan batang kelapa bagian ujung yang diserang penggerek kayu di laut memiliki nilai kekakuan lentur yang lebih tinggi daripada kondisi awalnya. Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini selain batang kelapa bagian ujung, semuanya mengalami penurunan kekakuan lentur. Urutan kekuatan kayu yang direndam di laut dan diserang penggerek kayu laut dimulai yang paling tinggi hingga paling rendah adalah kayu rasamala, kayu nangka, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah dan kayu karet. Kekakuan lentur (kg/cm2) 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 141094 102659 73568 63853 78732 29629 62860 36142 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) 63204 30446 KELAPA (TENGAH) 9815 13921 KELAPA (UJUNG) TANPA PERENDAMAN DENGAN PERENDAMAN Jenis Kayu Gambar 17. Perbedaan Kekakuan Lentur Empat Jenis Kayu Sebelum dan Setelah Perendaman Perbedaan perubahan kekakuan lentur ini diakibatkan oleh intensitas serangan penggerek kayu di laut yang berbeda pula antar jenisnya. Perbedaan intensitas serangan antar jenis kayu disebabkan oleh perbedaan variasi karakteristik dan sifat khas antar jenis kayu yang sangat beragam. Sifat khas antar jenis kayu berbeda yang dapat ditunjukkan dalam beberapa hal, diantaranya adalah sifat fisik dan mekanik (berat, kekerasan, kekuatan, keterawetan), serta kandungan zat ekstraktif yang berbeda jenis dan jumlahnya antar jenis kayu. Zat

50 ekstraktif inilah yang diperkirakan mampu mencegah serangan penggerek kayu laut. Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992) menambahkan, keawetan kayu tidak berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon dan damar yang kesemuanya bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. Penurunan nilai MOE ini sebagian besar diakibatkan oleh penggerek kayu di laut. Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan, marine borers secara terus menerus memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar tubuhnya. Besar dan bentuk lubang gerek akibat serangan penggerek tersebut yang terdapat dalam kayu tergantung oleh kepadatan populasi di dalam kayu. Apabila serangan yang diderita kayu sangat berat, maka saluran yang dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang lebah. Arah lubang gerek sejajar dengan arah serat kayu. Sementara itu, setengah kayu bagian atas ketika diuji untuk mendapatkan nilai MOE dan MOR, akan mengalami tegangan tekan dan setengah kayu bagian bawah mengalami tegangan tarik. Jadi, lubang gerek yang dibentuk oleh marine borers akan menciptakan ruang kosong di dalam kayu yang akan mengurangi kekuatan kayu. Beban yang diterima kayu (aksi) akan mendapat reaksi berupa distribusi beban pada seluruh bagian kayu, jika terdapat ruang kosong akibat lubang gerek marine borers maka beban hanya akan terdistribusi pada massa kayu yang tersisa. Selain itu, Teredinidae merusak kayu karena kayu menjadi sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak mengandung selulosa (Turner, 1966 dalam Muslich dan Sumarni, 1988). Selulosa merupakan komponen kimia struktural penyusun kayu, artinya jika banyak selulosa yang hilang dimakan penggerek kayu laut maka kekuatan kayu juga akan menurun. Sedangkan dalam persentase, di mana nilainya merupakan perbandingan antara selisih perubahan kekuatan dengan kekuatan awalnya. Penurunan paling besar hingga paling kecil adalah kayu karet, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu rasamala dan kayu nangka. Dengan diketahuinya penurunan kekuatan ini maka dapat diperkirakan masa pakai kayu dalam penggunaannya di laut. Persentase penurunan kekuatan ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan kekuatan kayu secara umum karena kekuatan

51 awal tiap kayu berbeda. Sebagai contoh, untuk kayu rasamala yang selisih kekakuan lenturnya dalam penggunaan di laut selama tiga bulan sebesar 38434 kg/cm 2 hanya mengalami penurunan sebesar 27,24%, sedangkan batang kelapa bagian pangkal yang memiliki selisih kekakuan lentur sebesar 26718 kg/cm 2 mempunyai penurunan yang lebih besar dalam persentase dibandingkan dengan kayu rasamala yaitu sebesar 42,50%. Perubahan kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah direndam di laut Kekuatan lentur kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung antara sebelum dan sesudah perendaman di laut tidak mengalami perbedaan nyata. Sedangkan jenis kayu lainnya yang digunakan dalam penelitian ini mengalami perubahan sehingga mengakibatkan perbedaan yang nyata setelah direndam di laut dan mendapat serangan penggerek kayu di laut. Kekuatan Lentur (kg/cm2) 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1161 747 553 571 485 482 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) 464 262 145 176 100 101 Jenis Kayu KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) TANPA PERENDAMAN DENGAN PERENDAMAN Gambar 18. Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman di laut Keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu yang direndam di laut yang tidak berbeda nyata dengan kayu yang tidak direndam di laut terdapat pada batang kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian ujung.

52 Keteguhan Tekan Sejajar Serat (kg/cm 2) 600 500 400 300 200 100 0 536 352 388 339 328 42 297 194 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) 245 102 74 98 KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) TANPA PERENDAMAN DENGAN PERENDAMAN Jenis Kayu Gambar 19. Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman di laut Khoirunnisa (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, berdasarkan koefisien korelasi dan nilai determinasi, MOE mempunyai hubungan yang erat terhadap MOR dan keteguhan tekan sejajar serat baik pada kondisi basah maupun kering udara. Surjokusumo (1987) menambahkan, hasil penelitian terhadap berbagai indikator kekuatan kayu membuktikan bahwa MOE merupakan salah satu indikator yang mempunyai korelasi tinggi dalam hubungannya dengan MOR. Dinyatakan pula bahwa disamping mudah mengukurnya indikator ini sangat peka terhadap cacat kayu, seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh dan sebagainya. Pada umumnya atau pada kayu bebas cacat, beban yang diterima kayu akan disebar secara merata ke seluruh bagian kayu. Nilai MOE dapat digunakan sebagai penduga untuk mengetahui sifat mekanik kayu lainnya. Semakin tinggi nilai MOE maka semakin tinggi pula sifat mekanik kayu lainnya. Untuk pengukuran sifat mekanik kayu yang diserang penggerek kayu di laut agak berbeda, belum tentu kayu yang memiliki MOE tinggi akan semakin tinggi pula nilai sifat mekanik lainnya. Hal ini dikarenakan pada setiap contoh uji yang diukur kekuatannya selain MOE memiliki ukuran yang berbeda dan dalam ukuran yang berbeda itu dimungkinkan sebaran dan intensitas serangan penggerek kayu di laut tidak sama dengan sebaran dan intensitas serangan penggerek kayu di laut yang terdapat pada contoh uji untuk MOE. Hal ini yang menyebabkan urutan MOE dari yang tertinggi sampai paling rendah tidak diikuti urutan kekuatan yang sama untuk sifat mekanik lainnya.

Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut Beberapa jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan menunjukkan bahwa intensitas serangan penggerek kayu di laut beragam. Kayu nangka merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut, sedangkan kayu yang intensitas serangannya paling besar adalah kayu karet. Intensitas serangan kayu pada empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu Intensitas Kelapa Kelapa Kelapa Rasamala Nangka Karet Serangan (pangkal) (tengah) (ujung) Rata-rata 13.37 0.51 68.94 7.77 16.16 23.99 (%) Min. (%) 7.71 0.00 38.15 5.38 11.05 6.05 Maks. (%) 23.10 1.05 92.22 13.20 23.83 36.58 Berdasarkan uji statistik, jenis kayu berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penggerek kayu di laut (Lampiran 24). Kayu nangka memiliki intensitas serangan yang paling rendah dan intensitas serangan terbesar didapatkan pada kayu karet. Perbedaan intensitas serangan ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah kandungan dan komponen penyusun kayu. Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa keawetan kayu tidak berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon dan damar yang kesemuanya bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. Uji korelasi mempertegas pernyataan tersebut, sifat fisik kayu yang diantaranya adalah berat jenis dan kerapatan tidak memiliki korelasi yang nyata dengan intensitas serangan penggerek kayu di laut. Sebagai contoh, kayu nangka memiliki berat jenis lebih kecil daripada kayu rasamala tetapi kayu nangka lebih tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut daripada kayu rasamala. Sedangkan Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan bahwa, kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi dan kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan serangan Teredinidae, tetapi tidak menghalangi serangan Pholadidae. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada pengamatan bahwa kayu rasamala

54 lebih tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut daripada kayu karet. Pernyataan ini didukung oleh Burgess (1966) dalam Martawijaya (1972) yang menyatakan bahwa kayu rasamala memiliki kadar silika 0,7% dan kayu karet yang hanya memiliki kadar silika sebesar 0,02%. Keterangan : dari bawah ke atas adalah batang kelapa bagian ujung, batang kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal, kayu karet, kayu nangka, kayu rasamala Gambar 20. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu Berdasarkan identifikasi pada lubang gereknya maka dapat diketahui bahwa penggerek yang menyerang kayu nangka sebagian besar berasal dari famili Pholadidae. Jenis kayu lainnya memiliki nilai intensitas serangan lebih berat dan diserang oleh famili Pholadidae dan Teredinidae. Serangan famili Pholadidae dan Teredinidae pada contoh uji dapat dibedakan dengan jelas. Lubang gerek yang dihasilkan oleh serangan Pholadidae memiliki kedalaman yang dangkal dan memiliki arah tegak lurus serat kayu, sedangkan serangan Teredinidae mengakibatkan lubang gerek yang dalam, panjang dan memiliki arah yang searah dengan serat kayu. Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan bahwa Pholadidae merusak kayu karena kayu hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya. Selain itu, Turner (1966) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan bahwa Teredinidae merusak kayu

55 karena kayu menjadi sumber makanan dan tempat tinggal, terutama jenis kayu yang banyak mengandung selulosa. Oleh karena itu, kayu yang tahan terhadap serangan Teredinidae belum tentu tahan terhadap serangan Pholadidae. Teredinidae merusak kayu lebih cepat, sedangkan Pholadidae berkembang lebih lambat. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa kayu nangka diduga memiliki zat ekstraktif yang beracun sehingga Teredinidae tidak menyerang tetapi keberadaan zat ekstraktif tersebut tidak menghalangi serangan famili Pholadidae. Kayu nangka belum mengalami perubahan sifat fisik dan sifat mekanik karena serangan famili Pholadidae berkembang lambat. In te n s itas S e ran g an ( % ) 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 13,37 0,51 68,94 7,77 16,16 23,99 RASAMALA NANGKA KARET KELAPA (PANGKAL) KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG) Jenis Kayu Gambar 21. Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat jenis kayu Jenis penggerek kayu laut yang menyerang empat jenis kayu Hasil identifikasi organisme penggerek kayu yang menyerang contoh uji di laut yaitu berasal dari golongan Mollusca. Species penggerek tersebut yaitu Teredo bartschi Clapp, Dicyathifer manni Wright dan Bankia campanellata Moll/Roch dari famili Teredinidae. Sedangkan species lainnya yaitu Martesia striata Linne dari famili Pholadidae. Disamping itu, ditemukan species lain dari golongan Crustaceae yaitu Sphaeroma sp dari famili Sphaeromatidae. Binatang ini tidak menyerang contoh uji yang direndam di laut melainkan secara tidak sengaja ikut terangkat ke permukaan saat contoh uji diambil dari laut. Sphaeroma sp biasa menyerang kayu yang digunakan sebagai tiang pancang atau bangunan laut lainnya pada bagian di antara batas pasang surut air laut.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keempat jenis kayu yang direndam di Perairan Pulau Rambut selama tiga bulan mendapat serangan penggerek kayu di laut dengan intensitas yang berbeda. Rata-rata intensitas serangan paling ringan sampai dengan paling berat, secara berurutan yaitu kayu nangka (0,51%), batang kelapa bagian pangkal (7,77%), kayu rasamala (13,37%), batang kelapa bagian tengah (16,16%), batang kelapa bagian ujung (23,99%) dan kayu karet (68,94%). Perendaman kayu di perairan laut Pulau Rambut mengakibatkan perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu tersebut. Kayu rasamala mengalami penurunan kelas kuat (KK) dari KK II menjadi KK III, sedangkan kayu nangka memiliki KK IV dan tidak mengalami penurunan KK setelah perendaman. Kayu karet mengalami penurunan KK paling besar yaitu dari KK III menjadi KK V. Batang kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian tengah mengalami penurunan dari semula dengan KK IV menjadi KK V. Batang kelapa bagian ujung tidak mengalami penurunan KK, karena batang kelapa bagian ujung dalam kondisi awal sudah memiliki KK paling rendah yaitu KK V. Saran Jenis kayu yang tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut seperti kayu karet, batang kelapa dan kayu rasamala dalam pemakaiannya sebagai bahan bangunan laut perlu diawetkan. Pengawetan kayu harus mengunakan metode yang benar sehingga didapatkan manfaat berupa umur pemakaian kayu di laut yang meningkat serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya bagi biota laut.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1990. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3527-1994 Mutu dan Ukuran Kayu Bangunan. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta Barly, 2001. Pengolahan Kayu Karet Untuk Bahan Baku Mebel dan Bahan Kerajinan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Brown, H.P., A.J. Panshin and C.C. Forsaith.1952. Textbook of Wood Technology.Vol. II. Mc.Graw-Hill Book Company. New York. Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Seri Perkayuan. Pendidikan Industri Kayu Atas-Semarang. Kanisius.Yogyakarta. Haygreen, J.G. & J.L. Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science, an Introduction. Diterjemahkan oleh A.H. Sutjipto, 1993. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 719 hal. Hunt G.M. & G.A. Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Edisi 1. Diterjemahkan oleh Mohamad Yusuf. Akademika Pressindo. Jakarta. Isrianto. 1997. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Nangka. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Khoirunnisa, N. I. 2003. Hubungan Antara Sifat Fisis dan Mekanis Tujuh Jenis Kayu Kurang Dikenal (Lesser Known Species) dari Jawa Barat. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Kollman, Franz F. P. And Wilfred A. Cote,Jr. 1968. Principle of Wood Science and Technology Volume I-II. New York., Kuenzi E.W. and Stamn A.J. 1975. Principle of Wood Science and Technology. Vol II. Wood Based Material. Heidelberg. Germany. Martawijaya, A. 1972. Keawetan dan Pengawetan Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell.). Laporan No.1. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Martawijaya. A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, K. Kadir dan S. A. Prawira., 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

58 Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press. Bogor. Muslich, M. dan G. Sumarni. 1987. Pengaruh Salinitas terhadap Serangan Penggerek Kayu di Laut pada Beberapa Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 4 (2) : 46-49. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.. 1988. Intensitas dan Tipe Serangan Penggerek Kayu di Perairan Pulau Rambut dan Puntung Jawa. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 5, No. 3. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.. 1988. Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap Serangan Penggerek Kayu di Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. V, No. 5. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.. 1988. Laju Serangan Pholadidae dan Teredinidae pada Beberapa Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. V, No. 7. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.. 2005. Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 23, No. 3. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Nicholas, D.D. 1987. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannya Dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. Diterjemahkan oleh Haryanto Yoedodibroto-Yogyakarta. Airlangga University Press. Surabaya. Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Prianto, A.H. 2001. Hubungan Beberapa Sifat Fisis dan Mekanis Sepuluh Jenis Kayu Asal Jawa Barat Untuk Rekayasa Bangunan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Rohadi, Rudi. 1992. Konsumsi dan Pemanfaatan Kayu Kelapa (Cocos nucifera L.) (Studi Kasus di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sleman).Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Samputra, P. I. 2004. Sifat Mekanis Kayu Rasamala pada Beberapa Bagian Lambung Kapal Gillnet. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Sudarna, N. S. 1990. Anatomi Batang Kelapa (Cocos nucifera L.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 7,No. 3. Pusat Litbang Hasil Hutan.Bogor.

59 Turner, R.D. 1966. A Survey and Illustrated Catalogue of The Teredinidae. Harvard University, Cambridge, Mass., 1971. Identification of Marine Wood-Boring Mollusks. Marine Borers, Fungi and Fouling Organisms of Wood. Organisation for Economics Cooperation and Development, Paris. Tobing T. L. 1977. Pengawetan Kayu. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN Lampiran 1. Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman Ulangan Jenis Kayu BJ Kerapatan (g/cm 3 ) KA (%) MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) Tekan // serat (kg/cm 2 ) 1 Rasamala 0.85 0.97 13.11 142387 1207 558 1 Nangka 0.44 0.49 11.43 67524 673 409 1 Karet 0.51 0.57 12.77 64155 414 337 1 Kelapa (pangkal) 0.49 0.56 13.53 60760 463 245 1 Kelapa (tengah) 0.43 0.49 12.96 48578 416 381 1 Kelapa (ujung) 0.24 0.28 15.76 6985 87 32 2 Rasamala 0.77 0.87 12.61 145587 1073 605 2 Nangka 0.57 0.64 12.01 66607 580 369 2 Karet 0.52 0.58 12.69 88936 433 333 2 Kelapa (pangkal) 0.54 0.61 14.36 65859 465 221 2 Kelapa (tengah) 0.52 0.59 13.11 49046 379 303 2 Kelapa (ujung) 0.37 0.43 14.36 18224 173 136 3 Rasamala 0.87 0.99 12.87 130674 1122 435 3 Nangka 0.52 0.58 12.30 78783 452 374 3 Karet 0.47 0.53 12.36 76334 459 301 3 Kelapa (pangkal) 0.43 0.50 14.23 49657 401 258 3 Kelapa (tengah) 0.50 0.56 13.06 62320 445 129 3 Kelapa (ujung) 0.27 0.31 14.82 6173 59 70 4 Rasamala 0.86 0.97 12.71 166257 1299 645 4 Nangka 0.58 0.65 12.30 67540 542 408 4 Karet 0.59 0.66 12.13 66657 327 344 4 Kelapa (pangkal) 0.79 0.90 14.67 77947 561 296 4 Kelapa (tengah) 0.59 0.67 13.15 73253 490 296 4 Kelapa (ujung) 0.24 0.28 15.58 11679 120 72 5 Rasamala 0.86 0.99 14.21 120564 1105 434 5 Nangka 0.55 0.62 12.86 72241 519 381 5 Karet 0.59 0.67 12.66 97579 790 324 5 Kelapa (pangkal) 0.77 0.88 14.50 60077 522 465 5 Kelapa (tengah) 0.64 0.73 13.29 82821 591 118 5 Kelapa (ujung) 0.30 0.35 15.00 6015 59 59

61 Lampiran 2. Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman Ulangan Jenis Kayu BJ Kerapatan (g/cm 3 ) KA (%) MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) Tekan // Serat (kg/cm 2 ) 1 Rasamala 0.78 0.91 15.58 64023 621 300 1 Nangka 0.50 0.56 13.03 59765 421 371 1 Karet 0.42 0.50 19.37 31162 156 37 1 Kelapa (pangkal) 0.26 0.36 36.26 16051 128 51 1 Kelapa (tengah) 0.37 0.46 24.37 19744 120 48 1 Kelapa (ujung) 0.24 0.33 39.01 30493 239 44 2 Rasamala 0.83 1.00 19.52 105807 767 437 2 Nangka 0.54 0.61 14.45 68490 796 319 2 Karet 0.49 0.59 18.63 54450 264 98 2 Kelapa (pangkal) 0.41 0.53 27.90 43479 351 178 2 Kelapa (tengah) 0.36 0.45 24.07 23535 118 65 2 Kelapa (ujung) 0.28 0.36 29.17 3234 24 67 3 Rasamala 0.79 0.91 15.56 115123 839 272 3 Nangka 0.51 0.59 14.85 71060 469 301 3 Karet 0.44 0.52 18.10 24727 140 31 3 Kelapa (pangkal) 0.44 0.54 24.29 13448 130 186 3 Kelapa (tengah) 0.46 0.56 21.10 33595 182 112 3 Kelapa (ujung) 0.30 0.37 25.87 13519 81 116 4 Rasamala 0.71 0.82 15.79 94845 588 247 4 Nangka 0.48 0.55 14.40 60895 561 335 4 Karet 0.30 0.36 20.04 12147 55 16 4 Kelapa (pangkal) 0.40 0.49 24.06 38859 305 153 4 Kelapa (tengah) 0.52 0.62 17.80 44214 286 160 4 Kelapa (ujung) 0.30 0.38 27.78 12638 85 143 5 Rasamala 0.82 0.97 18.97 133500 921 503 5 Nangka 0.54 0.61 14.26 59053 610 367 5 Karet 0.30 0.37 21.37 25658 111 30 5 Kelapa (pangkal) 0.55 0.66 18.67 68871 396 404 5 Kelapa (tengah) 0.43 0.52 21.73 31143 172 123 5 Kelapa (ujung) 0.22 0.30 38.22 9719 74 123

62 Lampiran 3. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala berat jenis Parameter Levene's Test for ity of Variances F Sig. t df 0.04 2 Sig. (2- tailed) t-test for ity of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 0.842 2.098 8 0.069 0.059 0.028-0.006 0.124 not 2.098 7.75 4 0.07 0.059 0.028-0.006 0.125 Kerapatan (g/cm 3 ) not 0.55 3 0.478 0.939 8 0.375 0.035 0.038-0.051 0.122 0.939 7.17 0.378 0.035 0.038-0.053 0.124 kadar air (%) not 22.1 65 0.002-4.273 8 0.003-3.988 0.933-6.140-1.836-4.273 4.84 2 0.009-3.988 0.933-6.410-1.565 kekakuan lentur (kg/cm 2 ) not 0.56 4 0.474 2.768 8 0.024 38434 13884 6418 70451 2.768 6.96 6 0.028 38434 13884 5572 71297 kekuatan lentur (kg/cm 2 ) not 1.51 4 0.254 5.482 8 0.001 414 75 240 588 5.482 6.85 8 0.001 414 75 234 593 keteguhan tekan (kg/cm 2 ) not 0.33 9 0.577 2.775 8 0.024 184 66 31 337 2.775 7.85 3 0.025 184 66 31 337

63 Lampiran 4. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka Levene's Test for berat jenis Parameter not ity of Variances F Sig. t df t-test for ity of Means Std. Sig. Mean Error (2- Differe Differe tailed) nce nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 2.257 0.171 0.685 8.00 0.513 0.02 0.03-0.04 0.08 0.685 5.56 0.521 0.02 0.03-0.05 0.09 Kerapatan (g/cm 3 ) not 2.071 0.188 0.345 8.00 0.739 0.01 0.03-0.06 0.08 0.345 5.66 0.742 0.01 0.03-0.07 0.09 kadar air (%) not 0.169 0.692-5.212 8.00 0.001-2.02 0.39-2.91-1.12-5.212 7.43 0.001-2.02 0.39-2.92-1.11 kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguhan tekan (kg/cm 2 ) 0.33 0.581 1.988 8.00 0.082 6686 3364-1071 14444 not 1.988 7.95 0.082 6686 3364-1080 14452 1.103 0.324-0.243 8.00 0.814-18 75-190 154 not -0.243 6.28 0.816-18 75-199 163 1.5 0.256 3.078 8.00 0.015 49 16 12 86 not 3.078 6.71 0.019 49 16 11 88

64 Lampiran 5. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet Levene's Test for Parameter ity of Variances F Sig. t df t-test for ity of Means Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce 95% Confidence Interval of the Difference berat jenis Kerapatan (g/cm 3 ) kadar air (%) kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguhan tekan (kg/cm 2 ) Lower Upper 2.944 0.125 3.14 8.00 0.014 0.14 0.05 0.04 0.25 not 3.14 6.63 0.017 0.14 0.05 0.03 0.25 3.146 0.114 2.59 8.00 0.032 0.13 0.05 0.01 0.25 not 2.59 6.53 0.038 0.13 0.05 0.01 0.26 5.671 0.044-11.95 8.00 0-6.98 0.58-8.32-5.63 not -11.95 4.35 0-6.98 0.58-8.55-5.41 0.042 0.843 5.19 8.00 0.001 49103 9453 27304 70902 not 5.19 7.95 0.001 49103 9453 27281 70926 1.608 0.24 3.92 8.00 0.004 340 87 140 539 not 3.92 5.43 0.01 340 87 122 557 1.023 0.341 17.57 8.00 0 285 16 248 323 not 17.57 6.00 0 285 16 246 325

65 Lampiran 6. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal berat jenis Kerapata n (g/cm 3 ) kadar air (%) kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguha n tekan (kg/cm 2 ) Parameter not not not not not not Levene's Test for ity of Variances F Sig. t df Sig. (2- tailed) t-test for ity of Means Mean Differe nce Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 3.586 0.095 2.20 8.00 0.059 0.19 0.09-0.01 0.39 2.20 6.74 0.065 0.19 0.09-0.02 0.40 4.976 0.056 1.79 8.00 0.111 0.17 0.10-0.05 0.40 1.79 6.30 0.121 0.17 0.10-0.06 0.41 6.362 0.036-4.11 8.00 0.003-11.98 2.91-18.69-5.26-4.11 4.04 0.014-11.98 2.91-20.04-3.92 2.61 0.145 2.40 8.00 0.043 26718 11122 1070 52367 2.40 5.58 0.056 26718 11122-998 54435 6.693 0.032 3.54 8.00 0.008 220 62 77 364 3.54 5.81 0.013 220 62 67 374 0.12 0.738 1.42 8.00 0.194 103 72-64 270 1.42 7.45 0.197 103 72-67 272

66 Lampiran 7. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah Levene's Test for berat jenis Kerapatan (g/cm 3 ) kadar air (%) kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguhan tekan (kg/cm 2 ) Parameter not not not not not not ity of Variances F Sig. t df t-test for ity of Means Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 0.273 0.616 2.29 8.00 0.052 0.11 0.05 0.00 0.22 2.29 7.73 0.053 0.11 0.05 0.00 0.22 0.506 0.497 1.66 8.00 0.136 0.09 0.05-0.03 0.21 1.66 7.44 0.139 0.09 0.05-0.04 0.21 6.948 0.03-7.31 8.00 0-8.70 1.19-11.44-5.96-7.31 4.02 0.002-8.70 1.19-12.00-5.40 1.495 0.256 4.12 8.00 0.003 32758 7947 14431 51084 4.12 6.77 0.005 32758 7947 13834 51681 0.267 0.619 6.05 8.00 0 288 48 178 398 6.05 7.75 0 288 48 178 399 9.269 0.016 2.57 8.00 0.033 144 56 15 272 2.57 5.19 0.048 144 56 1 286

67 Lampiran 8. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung Levene's Test for berat jenis Sumber Keragaman ity of Variances F Sig. t df t-test for ity of Means Std. Mean Error Sig. (2- Differe Differe tailed) nce nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 0.655 0.442 0.69 8.00 0.512 0.02 0.03-0.05 0.09 Kerapatan (g/cm 3 ) kadar air (%) not not not 0.69 6.90 0.515 0.02 0.03-0.05 0.09 1.701 0.228-0.68 8.00 0.517-0.02 0.03-0.09 0.05-0.68 6.08 0.523-0.02 0.03-0.10 0.05 39.363 0-6.12 8.00 0-16.91 2.76-23.28-10.54-6.12 4.07 0.003-16.91 2.76-24.53-9.29 kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguhan tekan (kg/cm 2 ) 0.593 0.463-0.81 8.00 0.443-4105 5090-15843 7632 not -0.81 6.01 0.451-4105 5090-16557 8346 0.492 0.503-0.02 8.00 0.982-1 42-98 96 not -0.02 6.49 0.982-1 42-102 100 0.515 0.493-0.98 8.00 0.356-25 25-83 34 not -0.98 7.94 0.356-25 25-83 34

68 Lampiran 9. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa perendaman ANOVA Sumber Keragaman berat jenis Perlakuan Sisa Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig. 0.80 5.00 0.16 21.83 0.000 Kerapatan (g/cm 3 ) kadar air (%) kekakuan lentur (kg/cm 2 ) kekuatan lentur (kg/cm 2 ) keteguhan tekan (kg/cm 2 ) 0.18 24.00 0.01 Total 0.97 29.00 Perlakuan 1.01 5.00 0.20 20.95 0.000 Sisa 0.23 24.00 0.01 Total 1.24 29.00 Perlakuan 30.30 5.00 6.06 28.14 0.000 Sisa 5.17 24.00 0.22 Total 35.46 29.00 Perlakuan 44218950431 5 8843790086 60 0.000 Sisa 3546771955 24 147782165 Total 47765722386 29 Perlakuan 2960069 5 592014 60 0.000 Sisa 237965 24 9915 Total 3198035 29 Perlakuan 587375 5 117475 20 0.000 Sisa 138793 24 5783 Total 726168 29 Lampiran 10. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 kelapa (ujung) 5 0.29 nangka 5 0.53 karet 5 0.53 kelapa (tengah) 5 0.54 kelapa (pangkal) 5 0.60 rasamala 5 0.84 Sig. 1 0.23 1

69 Lampiran 11. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu kelapa (ujung) N 5 0.33 Subset for alpha =.05 1 2 3 nangka 5 0.60 karet 5 0.60 kelapa (tengah) kelapa (pangkal) 5 0.61 5 0.69 rasamala 5 0.96 Sig. 1 0.17 1 Lampiran 12. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu nangka 5 12.18 N karet 5 12.52 12.52 rasamala 5 13.10 kelapa tengah kelapa pangkal kelapa ujung Subset for alpha =.05 1 2 3 4 5 13.12 5 14.26 5 15.10 Sig. 0.255 0.067 1 1 Lampiran 13. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 kelapa ujung 5 9815 kelapa pangkal kelapa tengah 5 62860 5 63204 nangka 5 70539 karet 5 78732 rasamala 5 141094 Sig. 1 0.069 1

70 Lampiran 14. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 kelapa ujung 5 100 kelapa tengah 5 464 kelapa pangkal 5 482 karet 5 485 nangka 5 553 rasamala 5 1161 Sig. 1 0.208 1 Lampiran 15. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis kayu tanpa perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 kelapa ujung 5 74 kelapa tengah 5 245 kelapa pangkal 5 297 297 karet 5 328 328 nangka 5 388 rasamala 5 536 Sig. 1 0.118 0.085 1 Lampiran 16. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman ANOVA Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Sig. berat jenis Perlakuan 0.77 5 0.15 34.218 0.000 Sisa 0.11 24 0.00 Total 0.88 29 kerapatan Perlakuan 0.93 5 0.19 34.046 0.000 Sisa 0.13 24 0.01 Total 1.06 29 kadar air Perlakuan 1046.06 5 209.21 13.474 0.000 Sisa 372.64 24 15.53 Total 1418.70 29 kekakuan lentur Perlakuan 25825879972 5 5165175994 18.846 0.000 Sisa 6577697747 24 274070739 Total 32403577719 29

71 kekuatan lentur keteguhan tekan Perlakuan 1738037 5 347607 28.174 0.000 Sisa 296108 24 12338 Total 2034145 29 Perlakuan 431174 5 86235 14.804 0.000 Sisa 139805 24 5825 Total 570979 29 Lampiran 17. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu dengan perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 kelapa (ujung) 5 0.27 karet 5 0.39 kelapa (pangkal) kelapa (tengah) 5 0.41 5 0.43 0.43 nangka 5 0.51 rasamala 5 0.79 Sig. 1 0.398 0.065 1 Lampiran 18. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 kelapa (ujung) 5 0.35 karet 5 0.47 kelapa (pangkal) kelapa (tengah) 5 0.52 0.52 5 0.52 0.52 nangka 5 0.58 rasamala 5 0.92 Sig. 1 0.274 0.187 1

72 Lampiran 19. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan perendaman jenis kayu nangka 5 14.20 N rasamala 5 17.09 17.09 karet 5 19.50 19.50 Subset for alpha =.05 1 2 3 4 kelapa (tengah) 5 21.82 21.82 kelapa (pangkal) 5 26.24 kelapa (ujung) 5 32.01 Sig. 0.054 0.084 0.089 1 Lampiran 20. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 kelapa (ujung) 5 13921 karet 5 29629 kelapa (tengah) 5 30446 kelapa (pangkal) 5 36142 nangka 5 63853 rasamala 5 102659 Sig. 0.062 1 1 Lampiran 21. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan perendaman jenis kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 kelapa (ujung) 5 101 karet 5 145 145 kelapa (tengah) 5 176 176 kelapa (pangkal) 5 262 nangka 5 571 rasamala 5 747 Sig. 0.323 0.128 1 1

73 Lampiran 22. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis kayu dengan perendaman Jenis Kayu karet 5 42 N Subset for alpha =.05 1 2 3 kelapa (ujung) 5 98 98 kelapa (tengah) 5 102 102 kelapa (pangkal) 5 194 nangka 5 339 Rasamala 5 352 Sig. 0.255 0.071 0.791 Lampiran 23. Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu dengan perendaman Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat ANOVA Derajat bebas Kuadrat Tengah Between Groups 14900.979 5 2980.196 27.410.000 Within Groups 2609.445 24 108.727 Total 17510.423 29 F Sig. Lampiran 24. Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu dengan perendaman Jenis Kayu N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 nangka 5 0.51 kelapa (pangkal) 5 7.77 7.77 rasamala 5 13.37 13.37 13.37 kelapa (tengah) 5 16.16 16.16 kelapa (ujung) 5 23.99 karet 5 68.94 Sig. 0.076 0.241 0.14 1

74 Lampiran 25. Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada empat jenis kayu dengan perendaman intensitas serangan Parameter intensitas serangan berat jenis kerapatan Correlations kadar air kekakuan lentur kekuatan lentur keteguhan tekan Pearson Correlation 1,000-0,339-0,353 0,032-0,404* -0,503** -0,612** Sig. (2- tailed). 0,067 0,055 0,867 0,027 0,005 0,000 N 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 Keterangan : * = terdapat korelasi nyata (selang kepercayaan 95%); ** = terdapat korelasi yang sangat nyata (selang kepercayaan 99%)

75 Lampiran 26. Gambar penggerek kayu di laut yang ditemukan Martessia striata Linne. Dicyathifer manni Wright. Palet Bankia campanellata Moll/Roch. Palet Teredo bartschi Clapp. Sphaeroma sp. (tampak atas) Sphaeroma sp. (tampak bawah)